Senin, 27/06/2011 10:33 WIB
Demokrat Letoy Disandera Nazar(1)
Sebar Rp 25 Miliar, Nazar Kian Liar
Deden Gunawan - detikNews
Nazaruddin (istimewa)
http://www.detiknews.com/read/2011/06/27/103351/1669191/159/sebar-rp-25-miliar-nazar-kian-liar?nd991103605
Dari persembunyiannya di Singapura, Nazar melempar bola panas yang menghantam elit partainya. Pria kelahiran 26 Agustus 1978 itu cuci tangan dari tudingan terlibat suap terhadap sekretaris Kemenpora Wafid Muharam dalam proyek pembangunan Wisma Atlet SEA Games, di Palembang, Sumatera Selatan senilai Rp 191 miliar.
Bola panas itu dilemparkan Nazar via BBM. Menurut Nazar, yang 'bermain' dalam suap Kemenpora adalah Angelina Sondakh, I Wayan Koster, dan Mirwan Amir. “Yang bermain anggaran di Kemenpora itu Ibu Angelina dan Pak Wayan Koster dan pimpinan Banggar, Mirwan Amir. Bukan saya,” kata Nazar kepada detikcom.Mirwan yang merupakan wakil bendahara PD saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Badan Anggaran DPR. Angie adalah koordinator kelompok kerja Badan Anggaran (Banggar) di Komisi Olahraga DPR.
Sementara Wayan Koster merupakan wakilnya.Nazar membeberkan, Angie dan Mirwan telah mengakui menerima uang haram Kemenpora di hadapan TPF PD pada 11 Mei 2011. Dalam pertemuan itu, Angie mengakui menerima uang dan lantas menyerahkannya kepada Mirwan. Mirwan lalu membagikannya ke sejumlah pimpinan Banggar DPR.Pertemuan 11 Mei itu dihadiri Ketua Fraksi Jafar Hafsah, Max Sopacua, Ruhut Sitompul, Benny K Harman, Edi Sitanggang, Mirwan Amir, Mahyudin, Nazaruddin, Angelina. Nazar mengklaim memiliki rekaman pertemuan itu. "Ini tanya dan suruh mereka jujur, apa yang dijelaskan Angelina ke tim TPF dan setelah itu Mirwan Amir terima uang dia jelaskan uang itu ke mana saja," ujar Nazar.Uang yang mengalir dari Kemenpora untuk Banggar DPR disebut-sebut senilai Rp 8 miliar. Menurut sumber detikcom di internal PD, Mirwan juga membagi uang itu ke Wayan Koster dan Angie. Namun keterangan ini dibantah Angie, Mirwan, maupun Koster. "Itu tidak benar.
Saya tegaskan lagi tidak pernah saya minta jatah untuk Komisi X DPR terkait pembangunan Wisma Atlet," kata Angie.Janda Adjie Massaid itu bahkan mengaku siap menjelaskannya ke KPK. Ia sudah menyiapkan dokumen untuk menjawab panggilan KPK. "Yang pasti saya siapkan data-data. Sekali lagi, saya bilang belum ada surat pemanggilan," tutur mantan Putri Indonesia ini.Wayan Koster setali tiga uang. Anggota Fraksi PDIP itu juga membantah terlibat suap. Wayan membantah ia dan Angie merupakan koordinator pengamanan anggaran dalam pembangunan Wisma Atlet. "Pembahasan Wisma Atlet tidak perlu ada koordinator pengamanan. Karena dibahas secara terbuka di Komisi X. Jadi untuk apa diamankan lagi. Semuanya mendukung," ujarnya.Anggota TPF Ruhut Sitompul membenarkan memang ada pertemuan antara TPF dengan Angie dan Mirwan pada 11 Mei 2011. Pertemuan itu dilakukan di lantai 9 Gedung DPR, di ruangan kerja Ketua Fraksi PD Jafar Hafsah. Ruhut tidak menbantah dalam pertemuan itu memang Angie dan Mirwan ditanya-tanya TPF soal anggaran siluman dari Kemenpora terkait pembangunan Wiswa Atlet. Meski demikian Ruhut berkilah tidak mengetahui secara utuh hasil pemeriksaan TPF.
Saat pertemuan digelar Ruhut sering keluar masuk ruangan untuk melayani wawancara wartawan."Begitu Maghrib tiba saya pamit karena ada urusan lain," kilah politisi yang sering vokal membela Nazar ini.Ia enggan memberi penjelasan lebih detail dengan menyataan masalah itu sudah masuk ranah hukum. Padahal menurut Nazar, Ruhut tahu betul soal pengakuan Angie dan Mirwan. "Lebih baik Anda telepon Ruhut, Max dan tim TPF yang lain untuk menanyakan kebenaran yang saya sampaikan ini," jelas Nazar melalui BBM nya kepada detikcom. Bukan hanya urusan uang yang mengalir ke Angie dan Mirwan saja yang jadi pergunjingan di internal PD. Gosip di PD terus berkembang. Gosip tergres, TPF disebut-sebut menerima uang dari Nazar sebagai biaya pengamanan. Sumber detikcom di internal PD mengatakan, Nazar menggelontorkan uang sebesar Rp 25 miliar untuk TPF. Uang itu kemudian dibagi-bagi ke seluruh anggota TPF."Jumlahnya bervariasi. Ada yang dapat Rp 7 miliar ada pula yang kebagian Rp 5 miliar. Karena dikasih uang oleh Nazar, TPF jadi sangat ngotot membela Nazar dan bertentangan dengan Dewan Kehormatan PD," jelas sumber yang enggan disebut namanya itu. Namun beberapa anggota TPF yang coba dikonfirmasi detikcom enggan memberikan tanggapan.Pengamat politik LIPI, Ikrar Nusa Bhakti menilai serangan Nazar merupakan tanda-tanda kehancuran PD. Perpecahan sangat terlihat jelas di internal PD. "Jadi kalau ada anggota PD yang bilang partai tetap solid itu omong kosong. Karena nyatanya sesama anggota PD terlihat saling serang satu sama lain lewat media," ujarnya.
(ddg/iy)Demokrat Letoy Disandera Nazar(2)
Misteri Pengakuan Larut Malam Angie
http://www.detiknews.com/read/2011/06/27/110040/1669245/159/misteri-pengakuan-larut-malam-angie?n990102mainnewsDeden Gunawan - detikNews
Angelina, Mirwan Amir dan Wayan Koster
Di ruang kerja Ketua Fraksi Partai Demokrat (FPD), Jafar Hapsah saat itu sedang ada pertemuan antara Tim Pencari Fakta (TPF) kasus suap Kemenpora terkait proyek pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang. Hadir dalam pertemuan itu, Jafar Hafsah, Max Sopacua, Benny Kabur Harman, Edi Sitanggang, Ruhut Sitompul, Mahyudin Husin, Angelina Sondakh dan Mirwan Amir.
Dalam pertemuan itu TPF meminta keterangan Angelina dan Mirwan.Menurut Muhammad Nazaruddin, dalam pertemuan itu Angelina alias Angie memberikan pengakuan soal anggaran Rp 8 miliar dari Kemenpora. Angie mengaku kalau uang itu diserahkan kepada Mirwan Amir."Iya mereka berdua mengakui dan minta maaf ke saya, sampai nama saya jadi terbawa-bawa untuk urusan Menpora," terang Nazar melalui BBM kepada detikcom.Di hadapan TPF, Angie mengaku menerima uang dari staf Kemenpora. Dan setelah itu Angie memberikan kepada Mirwan Amir yang selanjutnya diteruskan ke sejumlah pimpinan Banggar DPR. "Siapa yang menerima uang dari Mirwan tanya saja Ruhut. Aliran uangnya kemana saja," kata Nazar.Bahkan Nazar mengaku punya rekaman soal pertemuan di ruang kerja Jafar. Ia pun siap membuka rekaman jika semua pihak yang disebut tidak mau berkata jujur.Namun saat dikonfirmasi, anggota TPF Ruhut Sitompul justru mengaku tidak tahu apa-apa soal pengakuan Angie di hadapan TPF.
Sekalipun Ruhut mengaku hadir dalam pertemuan yang berlangsung hingga larut malam itu."Saya memang hadir. Tapi tidak menyimak secara utuh. Sebab saya harus keluar masuk ruangan untuk memberikan keterangan kepada wartawan. Dan begitu Maghrib saya pamit untuk mengikuti acara lain. Jadi saya tidak mendengar adanya pengakuan yang disebut-sebut Nazar itu," kilah anggota Komisi III DPR itu.Bantahan serupa juga dikatakan Ketua FPD Jafar Hafsah. Menurut Jafar, dalam pertemuan itu justru yang ada hanyalah bantahan dari Angie dan Mirwan terkait dana dari Kemenpora. "Dalam pertemuan itu Angelina dan Mirwan membantah telah menerima anggaran dari Kemenpora. Itu aja," terang Jafar.
Ruhut dan Jafar bisa saja membantah soal pengakuan Angie dan Mirwan. Namun sebagian elit di DPP PD meyakini pengakuan Nazar itu bukan isapan jempol belaka. Salah seorang ketua DPP PD saat ditemui detikcom mengaku, kalau uang Rp 8 miliar itu memang benar mengalir ke Mirwan, seperti pengakuan Angie di hadapan TPF. "Kami percaya kalau ada uang Kemenpora yang mengalir ke Mirwan," terang sumber itu. Kata sumber itu, pasca Kongres PD di Bandung Agustus 2010,
Mirwan yang menjabat sebagai Wakil Bendahara Umum DPP PD memang diinstruksikan oleh Ketua Umum PD Anas Urbaningrum untuk membantu Nazar dalam mengumpulkan dana bagi pundi-pundi partai. Bedanya, kalau Nazar ditugasi mencari dana lewat proyek-proyek di pemerintahan. Sementara Mirwan ditugasi mencari dana lewat komisi-komisi anggaran di DPR."Jadi Mirwan dan Nazar sama-sama disuruh cari uang buat partai oleh Ketum. Mirwan suruh cari dana di DPR. Kalau Nazar di pemerintahan maupun dengan bisnis-bisnis gelap. Dan antara Nazar dan Mirwan memang terjadi persaingan dalam menarik hati Pak Ketum," terang sumber itu.Karena Mirwan ditugasi mencari uang di DPR tidak heran kalau pernyataan Nazar soal anggaran Kemenpora yang mengalir ke Mirwan dibenarkan beberapa elit PD. Mirwan terpilih menjadi anggota anggota DPR dari PD dari dapil Nanggroe Aceh Darusssalam (NAD) II pada 2009. Pria kelahiran Medan 7 Mei 1961 itu diketahui memiliki kekayaan sebesar Rp 27,725 miliar. Selain aktif di partai dan anggota DPR, Mirwan juga dikenal sebagai seorang pengusaha, yakni sebagai Direktur PT Nacita, Direktur Kuala Tripa, Direktur PT. Trida Wisata, Direktur Hotel Sabang Hill, serta Direktur PT. Paviliun Seulawah.Usai pemecatan terhadap Nazar sebagai Bedum PD, di internal PD memang menduga kalau Mirwan bakal menduduki posisi yang ditinggali Nazar. Kenyataan inilah yang membuat Nazar semakin sakit hati kepada Mirwan. "Nazar menduga masalah yang melibatkan dirinya ada peran Mirwan.
Akhirnya Nazar pun membalas dengan membeberkan keterlibatan Mirwan dalam kasus Kemenpora," jelas sumber tersebut. Sayangnya, sampai berita ini diturunkan Mirwan tidak bisa dimintai tanggapannya. Sementara di lingkungan DPR, pasca pengakuan Nazar juga diramaikan isu adanya surat dari Angie yang ditujukan ke SBY. Dalam surat itu, dijelaskan Angie mengirim surat permohonan perlindungan kepada SBY. Hanya saja, ketika ditelusuri surat itu tidak ada. Beberapa wartawan yang bertugas di DPR menduga isu surat itu sengaja dihembuskan oleh kubu Nazar untuk memperkuat klaimnya terkait pengakuan Angie.(ddg/iy)
Senin, 27/06/2011 12:31 WIB
Demokrat Letoy Disandera Nazar(3)
Nazar Apa PD Yang Berkuasa
M. Rizal,Deden Gunawan - detikNews
Demokrat Letoy Disandera Nazar(3)
Nazar Apa PD Yang Berkuasa
M. Rizal,Deden Gunawan - detikNews
Jakarta - Hampir satu bulan : Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat (PD) SBY menginstruksikan PD agar membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjemput Nazaruddin agar pulang ke tanah air. Tapi hasilnya hingga kini tak kunjung ada.
Bukannya pulang, dari persembunyiannya di Singapura Nazar malah melakukan serangan balasan. Mantan bendahara umum PD itu balik menuduh kasus suap Kemenpora terkait Wisma Atlet yang menyeret namanya merupakan permainan Wakil Bendahara PD Mirwan Amir dan anggota Komisi X DPR Angelina Sondakh.
Mendapat serangan Nazar, PD pun menggelar rapat konsolidasi malam-malam. Rapat dipimpin Ketua Umum DPP PD Anas Urbaningrum. Rapat berlangsung serius pada 20 Juni 2011 malam pukul 23.00 WIB.
Namun apa strategi menghadapi Nazar yang dibahas dalam rapat, apakah PD akan membantu memulangkan Nazar, para elit PD tidak mau gamblang memberi penjelasan. Anas seperti biasa tidak mau memberi jawaban tegas. Ia memilih menjawab diplomatis.
"Ini adalah peristiwa hukum. Krena peristiwa hukum, maka kita serahkan pada lembaga penegak hukum,” ujar Anas saat ditanya soal serangan Nazar pada para elit PD.
Ketua KPK Busyro Muqoddas sempat menyentil untuk mengingatkan PD soal instruksi SBY agar membantu memulangkan Nazar. Busyro mengharapkan bantuan PD. "Kami bekerja terus, syukur-syukur ada masukan dari Demokrat, kalau tidak ya kami jalan sendiri juga," kata Busyro.
Namun tampaknya harapan Busyro besar kemungkinan tinggal harapan. Pun demikian instruksi SBY. Belum ada langkah kongkret PD untuk memulangkan Nazar. Yang ada lagi-lagi sebatas imbauan. Misalnya yang disuarakan anggota Dewan Pembina Demokrat Hayono Isman. Ia meminta Nazar kembali secara ksatria.
Hayono tidak mempermasalahkan bila Nazar ingin membongkar borok partainya. Namun mantan Menpora ini berharap, Nazar juga menyampaikan itu ke KPK, tidak sekadar ke media. "Kita harapkan pada Nazaruddin secara kesatria untuk kembali ke tanah air. Silakan Nazaruddin buka informasi. Tapi tidak hanya ke media, ke KPK juga mestinya jadi dia harus pulang ke tanah air," pinta Hayono.
Tapi soal pemulangan Nazar, PD balik menyerahkannya pada KPK . "Itu urusan KPK, kita juga nggak tahu di mana posisinya," ujar Wasekjen DPP PD Saan Mustopa.
Sikap PD yang tidak jelas soal pemulangan Nazar, menunjukkan partai ini tersandera. Pengamat politik LIPI Ikrar Nusa Bhakti curiga sejumlah elit PD bersekongkol menyembunyikan Nazar.
Bukan tidak mungkin justru Nazar ke Singapura atas suruhan elit-elit PD. Mereka khawatir jika Nazar diperiksa KPK maka semua borok elit PD ikut terbongkar. Supaya sama-sama aman Nazar pun diminta pergi ke Singapura.
"Saya tidak percaya kalau elit PD berusaha meminta Nazar untuk pulang. Yang mungkin terjadi mereka berupaya menyembunyikan Nazar. Sebab sebagai seorang bendahara Nazar sangat tahu aliran uang partai terutama yang berasal dari cara yang gelap," duga Ikrar.
Dijelaskan Ikrar, meski Nazar di Singapura, tanda tangan Nazar tetap masih berlaku untuk pengeluaran uang partai yang selama ini terkumpul. Jadi sekalipun terjadi pengambilalihan posisi bendahara, namun tanda tangan Nazar masih diperlukan untuk pengambilan uang di sejumlah bank. Apalagi DPP PD belum pernah melakukan perubahan terkait kuasa pengambilan uang yang salah satunya ada Nazar di situ.
"Dengan melempar bola panas kepada sesama kader PD. Nazar berharap partainya bisa sungguh-sungguh membela dirinya. Paling tidak partai tidak menjadikannya sebagai tumbal,” kata Ikrar.
Pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Arbi Sanit minta PD tidak membiarkan partainya tersandera Nazar. "Satu partai yang begitu sukses, lahir di masa reformasi, digerogoti oleh kadernya sendiri. Sayang sekali, partai yang besar ini hancur. Perlahan, suara rakyat yang mendukung akan hilang," kata Arbi Sanit.
PD harus memperlihatkan kepemimpinannya kepada Nazar. Bila tidak bisa, maka apa yang dilakukan Nazar akan merusak opini publik atas PD. "Jadi sekarang, PD harus memperlihatkan kepemimpinannya kepada Nazaruddin, siapa yang kuasa, siapa yang memimpin. Kalau dibiarkan bisa merusak opini publik atas PD," jelasnya.
Arbi menyarankan agar PD jangan berdiam diri dan segera mengambil keputusan. Sebab, tidak ada lagi gunanya melakukan proses tawar menawar dengan Nazaruddin. "Kalau tidak dilakukan, PD akan mengalami kerusakan pada pemilu 2014, akan mengalami kemerosotan," ingat Arbi.
Peringatan Arbi hamnpir sama dengan survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI). Riset LSI pada awal Juni 2011 menunjukkan tingkat kepuasan publik atas kinerja Presiden SBY merosot ke angka 47,2 persen. Merosotnya popularitas SBY, hingga di bawah angka 50 persen sejak terpilih dalam Pilpres 2009, ini salah satunya disebabkan oleh kasus Nazar.
"Dalam kasus Nazaruddin SBY dianggap tak berdaya di 'kandangnya' sendiri," kata Peneliti senior LSI, Sunarto Ciptoharjono.
(zal/iy)
Bukannya pulang, dari persembunyiannya di Singapura Nazar malah melakukan serangan balasan. Mantan bendahara umum PD itu balik menuduh kasus suap Kemenpora terkait Wisma Atlet yang menyeret namanya merupakan permainan Wakil Bendahara PD Mirwan Amir dan anggota Komisi X DPR Angelina Sondakh.
Mendapat serangan Nazar, PD pun menggelar rapat konsolidasi malam-malam. Rapat dipimpin Ketua Umum DPP PD Anas Urbaningrum. Rapat berlangsung serius pada 20 Juni 2011 malam pukul 23.00 WIB.
Namun apa strategi menghadapi Nazar yang dibahas dalam rapat, apakah PD akan membantu memulangkan Nazar, para elit PD tidak mau gamblang memberi penjelasan. Anas seperti biasa tidak mau memberi jawaban tegas. Ia memilih menjawab diplomatis.
"Ini adalah peristiwa hukum. Krena peristiwa hukum, maka kita serahkan pada lembaga penegak hukum,” ujar Anas saat ditanya soal serangan Nazar pada para elit PD.
Ketua KPK Busyro Muqoddas sempat menyentil untuk mengingatkan PD soal instruksi SBY agar membantu memulangkan Nazar. Busyro mengharapkan bantuan PD. "Kami bekerja terus, syukur-syukur ada masukan dari Demokrat, kalau tidak ya kami jalan sendiri juga," kata Busyro.
Namun tampaknya harapan Busyro besar kemungkinan tinggal harapan. Pun demikian instruksi SBY. Belum ada langkah kongkret PD untuk memulangkan Nazar. Yang ada lagi-lagi sebatas imbauan. Misalnya yang disuarakan anggota Dewan Pembina Demokrat Hayono Isman. Ia meminta Nazar kembali secara ksatria.
Hayono tidak mempermasalahkan bila Nazar ingin membongkar borok partainya. Namun mantan Menpora ini berharap, Nazar juga menyampaikan itu ke KPK, tidak sekadar ke media. "Kita harapkan pada Nazaruddin secara kesatria untuk kembali ke tanah air. Silakan Nazaruddin buka informasi. Tapi tidak hanya ke media, ke KPK juga mestinya jadi dia harus pulang ke tanah air," pinta Hayono.
Tapi soal pemulangan Nazar, PD balik menyerahkannya pada KPK . "Itu urusan KPK, kita juga nggak tahu di mana posisinya," ujar Wasekjen DPP PD Saan Mustopa.
Sikap PD yang tidak jelas soal pemulangan Nazar, menunjukkan partai ini tersandera. Pengamat politik LIPI Ikrar Nusa Bhakti curiga sejumlah elit PD bersekongkol menyembunyikan Nazar.
Bukan tidak mungkin justru Nazar ke Singapura atas suruhan elit-elit PD. Mereka khawatir jika Nazar diperiksa KPK maka semua borok elit PD ikut terbongkar. Supaya sama-sama aman Nazar pun diminta pergi ke Singapura.
"Saya tidak percaya kalau elit PD berusaha meminta Nazar untuk pulang. Yang mungkin terjadi mereka berupaya menyembunyikan Nazar. Sebab sebagai seorang bendahara Nazar sangat tahu aliran uang partai terutama yang berasal dari cara yang gelap," duga Ikrar.
Dijelaskan Ikrar, meski Nazar di Singapura, tanda tangan Nazar tetap masih berlaku untuk pengeluaran uang partai yang selama ini terkumpul. Jadi sekalipun terjadi pengambilalihan posisi bendahara, namun tanda tangan Nazar masih diperlukan untuk pengambilan uang di sejumlah bank. Apalagi DPP PD belum pernah melakukan perubahan terkait kuasa pengambilan uang yang salah satunya ada Nazar di situ.
"Dengan melempar bola panas kepada sesama kader PD. Nazar berharap partainya bisa sungguh-sungguh membela dirinya. Paling tidak partai tidak menjadikannya sebagai tumbal,” kata Ikrar.
Pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Arbi Sanit minta PD tidak membiarkan partainya tersandera Nazar. "Satu partai yang begitu sukses, lahir di masa reformasi, digerogoti oleh kadernya sendiri. Sayang sekali, partai yang besar ini hancur. Perlahan, suara rakyat yang mendukung akan hilang," kata Arbi Sanit.
PD harus memperlihatkan kepemimpinannya kepada Nazar. Bila tidak bisa, maka apa yang dilakukan Nazar akan merusak opini publik atas PD. "Jadi sekarang, PD harus memperlihatkan kepemimpinannya kepada Nazaruddin, siapa yang kuasa, siapa yang memimpin. Kalau dibiarkan bisa merusak opini publik atas PD," jelasnya.
Arbi menyarankan agar PD jangan berdiam diri dan segera mengambil keputusan. Sebab, tidak ada lagi gunanya melakukan proses tawar menawar dengan Nazaruddin. "Kalau tidak dilakukan, PD akan mengalami kerusakan pada pemilu 2014, akan mengalami kemerosotan," ingat Arbi.
Peringatan Arbi hamnpir sama dengan survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI). Riset LSI pada awal Juni 2011 menunjukkan tingkat kepuasan publik atas kinerja Presiden SBY merosot ke angka 47,2 persen. Merosotnya popularitas SBY, hingga di bawah angka 50 persen sejak terpilih dalam Pilpres 2009, ini salah satunya disebabkan oleh kasus Nazar.
"Dalam kasus Nazaruddin SBY dianggap tak berdaya di 'kandangnya' sendiri," kata Peneliti senior LSI, Sunarto Ciptoharjono.
(zal/iy)
Senin, 27/06/2011 12:57 WIB
Demokrat Letoy Disandera Nazar(4)
Omong Kosong KLB Demokrat
M. Rizal
Demokrat Letoy Disandera Nazar(4)
Omong Kosong KLB Demokrat
M. Rizal
http://www.detiknews.com/read/2011/06/27/125704/1669428/159/omong-kosong-klb-demokrat?nd991107159- detikNews
Sejumlah DPD PD yang mempunyai hak suara dalam Kongres PD di Bandung lalu dikabarkan mulai bergerilya untuk mewacanakan KLB. Tidak hanya itu, sejumlah komunitas anak muda yang menjadi underbow PD juga menggulirkan isu yang sama.
Para pemuda yang tergabung dalam Komunitas Anak Muda (KAUM) Demokrat Sejati misalnya mendesakkan KLB dengan alasan miris melihat banyaknya elit PD yang terlibat kasus suap dan korupsi. "Kini saatnya PD melaksanakan KLB untuk membahas ini," kata Direktur Eksekutif KAUM Demokrat Sejati, Herbert Sitorus kepada detikcom.
KAUM Demokrat Sejati mencatat banyak kader di DPP PD terlibat masalah hukum. Mereka antara lain Jhonny Allen Marbun selaku Wakil Ketua Umum I PD yang diduga terlibat dalam kasus korupsi pembangunan Dermaga di Indonesia Bagian Timur.
Lalu, kasus dugaan pelecehan seksual yang diduga dilakukan Muhammad Nazarudin mantan Bendahara Umum DPP PD. Kasus dugaan suap pembangunan Wisma SEA Games yang menyeret nama Nazarudin, Angelina Sondakh selaku Wakil Sekjen I DPP PD, Mirwan Amir sebagai Wakil Bendahara Umum II DPP PD, yang juga Wakil Ketua Badan Anggaran Komisi XI DPR RI, Bertha Herawati Sekretaris Departemen Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak DPP PD yang disebut-sebut kerap membantu perusahaan Nazar.
"Begitu juga Sekretaris Dewan Pembina DPP PD yang juga Menpora Andi Mallarangeng. Ini merupakan suatu tamparan yang sangat keras terhadap PD. Kasus ini berkembang sedemikian rupa di KPK, sehingga berakibat pada makin negatifnya persepsi publik terhadap PD," kritik Herbert.
Kemudian kasus PLTS di Kemenakertrans yang menyeret pengurus PD yakni Muhammad Nasir selaku Ketua Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan mantan Anggota Komisi IX DPR RI yang membidangi Kesehatan dan Tenaga Kerja yang sekarang di Komisi III DPR RI.
Terus kasus dugaan pemalsuan surat keputusan Mahkamah Konstituisi (MK) terkait putusan sengketa Pemilu yang ditangani Mabes Polri atas laporan MK menyeret nama Andi Nurpati selaku Ketua Divisi Komunikasi Publik turut melengkapi beban PD. Kasus yang menimpa Max Sopacua Wakil Ketua Umum II DPP PD dalam kasus pengadaan alat anti flu burung di Kementerian Kesehatan.
Dan bagi Kaum Demokrat Sejati, yang sangat nyata adalah perlawanan halus yang dilakukan Ketua Umum DPP PD Anas Urbaningrum saat Dewan Pembina mengumumkan keputusan pemberian sanksi kepada M Nazaruddin, dimana sebagai seorang anggota Dewan Penasihat dia berani tidak ikut mengumumkan permasalah yang pelik tersebut ke publik sementara ini adalah kali pertama dilakukan PD.
"Mental model seperti ini tepatnya mempertontonkan perlawanan kepada struktur yang lebih tinggi di PD.Ini adalah presedent buruk dan berbahaya. Kami lebih sedih lagi, karena sudah didera dengan berbagai permasalahan, tapi tetap saja individu pengurus dan anggota pembina PD membuat ketakutan baru kepada simpatisan PD yakni mereka mempertontonkan sikap dan pernyataan yang saling berbenturan mengomentari kasus yang ada," tegas Herbert.
Persoalan hukum yang terdata itu baru sebatas menimpa individu di DPP PD, belum yang menjadi anggota DPR, DPD PD dan DPC PD. "Bisa dibayangkan jika hal itu kami kritik secara bersamaan. Oleh karenanya, kepada DPP PD kami memohon, selamatkanlah PD dengan cara mendorong DPC serta DPD untuk melakukan KLB," kata Herbert.
Meski telah bergulir, desakan KLB dinilai banyak elit PD sebagai omong kosong saja. SBY juga kemungkinan tidak merestui KLB. SBY setuju melakukan bersih-bersih kadernya yang bermasalah melalui proses hukum yang berjalan. "Jadi biarkan sampai saat ini Anas tetap memimpin walau diduga ada orang-orangnya dan dia kena kasus juga," kata sumber yang sangat dekat dengan SBY.
Pendiri PD yang juga mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden Tiopan Bernhard Silalahi (TB Silalahi) pun meyakini KLB hanya isu untuk memperburuk citra PD. Menurutnya, bisa saja KLB merupakan ambisi segelintir elit PD. "Itu omong kosong," kata TB Silalahi.
Ketua Fraksi PD Muhammad Jafar Hafsah menjelaskan KLB baru bisa dilakukan bila ada pelanggaran organisatoris yang dilakukan anggota atau pimpinan partai. "Kalau tidak ya tidak ada. Kalau ada yang tersangkut korupsi ini dibawa ke proses hukum. Masa kalau ada pejabat negara korupsi, lalu institusi negaranya diobrak-abrik, kan tidak seperti itu," ujar Jafar kepada detikcom.
Jadi, lanjut Jafar, sampai saat ini tidak ada pikiran bagi PD untuk menyelenggarakan KLB. Jafar juga malah mempertanyakan kelompok muda yang menginginkan adanya KLB. "Di PD memang banyak kelompok pemuda yang menjadi sayap PD, tapi kelompok pemuda yang mana? Sampai sekarang tidak ada itu," tegasnya.
Wakil Sekjen DPP PD Ramadhan Pohan juga sependapat dengan Jafar. Sampai saat ini, baik di tingkat Rapat Harian dan Rapat Terbatas PD tidak pernah ada cetusan ide atau wacana yang berkembang soal KLB ini.
Ramadhan mengatakan, sampai saat ini DPP PD yang dipimpin Anas Urbaningrum terus melakukan konsolidasi sampai ke daerah-daerah. "Jadi isu itu tidak pernah ada, apalagi adanya permintaan dari DPD-DPD atau DPC-DPC tidak ada itu," kata Ramadhan.
Pengamat politik dari UGM Ari Sudjito berpendapat KLB justru memperlihatkan kerapuhan PD. KLB akan menjadi pintu masuk penajaman faksi di PD. Ia pun tidak yakin PD akan mengambil opsi itu untuk menyelesaikan masalah internalnya. KLB adalah cara yang radikal sehingga menimbulkan polarisasi faksi. Risiko yang diambil Demokrat terlalu besar jika sampai menggelar KLB.
(zal/iy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar