Saksi kasus Cikeusik ungkapkan pihak Ahmadiyah sengaja picu bentrokan
Rasul Arasy
Rabu, 29 Juni 2011 16:15:54
Hits: 917
SERANG (Arrahmah.com) - Terjadinya bentrokan antara warga dan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Kampung Pendeuy, Desa Cikeusik Pandeglang yang menewaskan tiga orang pada Minggu (6/2) silam, adalah kesengajaan dari pihak JAI.
Kanit Reskrim Polsek Cikeusik Iptu Hasanudin, dalam sidang lanjutan kasus bentrokan Cikeusik dengan di Pengadilan Negeri (PN) Serang, Selasa (28/6/2011) dengan terdakwa Deden sudjana mengungkapkan bahwa hal tersebut dikarenakan rombongan JAI yang berjumlah 20 orang tidak mau dievakuasi dari rumah Suparman. Bahkan Ahmadiyah sengaja ingin berperang dengan warga, dengan mempersiapkan tumbak, clurit, serta batu yang sudah dimasukan ke dalam karung.
“Beberapa saat sebelum bentrokan terjadi, kami sudah berusaha membujuk 20 orang yang ada di rumah Suparman agar mereka mau dievakuasi. Namun, salah seorang diantara mereka bernama Deden menyatakan tetap akan bertahan dan siap perang dengan massa dan diiyakan oleh anggota Ahmadiyah lainnya,” kata Hasanudin.
Ia menjelaskan, setelah berusaha beberapa kali membujuk JAI tetap memilih bertahan dan tidak mau dievakuasi. Belakangan diketahui 20 orang yang berada di dalam rumah Suparman sebagai pemilik rumah, ternyata 17 orang diantaranya merupakan warga yang datang dari luar Cikeusik.
“Sekitar lebih kurang setengah jam saya berada di rumah Suparman, dan tidak bisa membujuk para jemaat Ahmadiyah, akhirnya saya keluar rumah itu (rumah Suparman,red), setelah itu tiba-tiba masa datang dari beberapa arah menuju lokasi rumah yang berisi sekitar 20 orang tersebut,” ungkap Hasanudin.
“Kalau bapak-bapak tidak sanggup menghadapi massa , biar kami saja yang menghadapinya biar seru, biarkan saja terjadi banjir darah`,” kata Hasanudin menirukan ucapan Deden salah seorang anggota jamaah Ahmadiyah yang tidak mau dievakuasi sebelum kejadian tersebut.
Hasanudin juga mengungkapkan, bahwa pada awal terjadinya bentrokan, pihaknya sudah berusaha menghalau massa agar tidak melakukan penyerangan terhadap rumah tersebut, namun karena jumlah massa tidak sebanding dengan polisi yang ada saat itu, sehingga massa terus memaksa mendatangi rumah tersebut dengan ucapan Allahu Akbar serta kata-kata “bubarkan Ahmadiyah”.
Menurut Hasanudin, yang mulai melakukan pelemparan terhadap massa berasal dari dalam rumah dengan menggunakan batu, ketepel dan tombak, sementara pada awal terjadinya bentrokan massa tidak ada yang membawa senjata tajam ataupun kayu, batu dan barang lainnya.
Setelah ada lemparan batu, tombak dan ketepel dari arah rumah Suparman, kemudian ada di antara warga yang membalas dengan batu, kayu yang diambil dari sekitar lokasi bentrokan tersebut.
“Ada di antara massa juga yang kemudian mengeluarkan golok, setelah mereka diserang dengan lemparan batu dari dalam rumah,” kata Hasanudin. (md/arrahmah.com)
Dalam kasus Cikeusik, Ahmadiyah bawa parang dan tombak, warga bawa kitab
Saif Al Battar
Rabu, 11 Mei 2011 10:32:52
Hits: 1690
Serang (Arrahmah.com) – Dalam sidang kasus bentrokan Cikeusik pekan lalu saksi Kanit Reskrim Polsek Cikeusik, Hasanudin, mengungkapkan bahwa Ahmadiyah sudah mempersiapkan parang, tombak, katepel dan batu, pada sidang hari ini, Selasa (10/5) terungkap, warga beserta ulama di wilayah Cikeusik membawa kitab untuk berdiskusi dengan Jemaat Ahmadiyah yang dipimpin Ismail Suparman.
“Kami beserta warga lain mendatangi rumah Suparman untuk mengajak diskusi dengan membawa kitab, untuk meluruskan ajaran Ahmadiyah yang sesat, bukan untuk menyerang atau menganiaya,” kata Endang bin Sidik, yang juga dijadikan terdakwa dalam berkas terpisah, saat memberikan kesaksian di sidang terdakwa KH Ujang.
Dalam sidang yang dipimpin hakim Rasminto didampingi Toto Ridarto dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) M Yunus, sementara terdakwa KH Ujang didamping Tim Pengacara Muslim (TPM) antara lain Agus Setiawan dan Guztav Feriza, selain menghadirkan Endang sebagai saksi, juga dihadirkan Kanit Intel Polres Pandeglang,Yayat Supriyatna.
Dalam persidangan yang dipenuhi santri dan kerabat terdakwa KH Ujang,Yayat menerangkan, bahwa sumber SMS berasal dari KH Ujang, yang mengajak umat Islam di Cikeusik dan sekitarnya untuk membubarkan ajaran Ahmadiyah.
“Tapi saya sendiri tidak membaca SMS tersebut, hanya laporan dari jaringan saya. Dan dalam SMS tersebut tidak ada kata-kata mengajak menyerang atau menganiaya jemaat Ahmadiyah,” kata Yayat.
Ia juga mengaku, bahwa melihat terdakwa di lokasi dekat rumah Suparman, yang dihancurkan warga, setelah bentrokan antara warga dan Jemaat Ahmadiyah usai.
“Saya sendiri melihat terdakwa KH. Ujang, setelah masa terurai, meninggalkan lokasi bentrokan. Dan saya sendiri belum pernah berhubungan dengan KH Ujang,” terang Yayat.
Saksi yang juga dijadikan terdakwa dalam kasus bentrokan Cikeusik ini menjelaskan, sudah berulangkali menasehati Jemaat Ahmdiyah di wilayah Cikeusik untuk berbaur dengan warga sekitar, berulangkali pula nasihatnya tersebut diabaikan.
Bahkan, sejak 13 November 2010, Muspika sudah bemusyawarah untuk melakukan pembubaran jemaat Ahmadiyah. Sebab selama ini keberadaan Jemaat Ahmadiyah meresahkan, antara lain tidak mau sholat Jumat di masjid berbaur dengan warga. Malah menggunakan rumah Suparman sebagai sarana ibadahnya.
“Saya dan aparat lainnya sudah berkali-kali mengingatkan jemaat Ahmadiyah di wilayah tersebut (Cikeusik, red) namun Ahmadiyah tetap membandel,” tegas Yayat.
Dalam sidang yang dipenuhi mayoritas santri dan kerabat terdakwa KH Ujang, sempat terjadi persitegangan antara TPM dan saksi Yayat, namun hal itu tidak berlangsung lama, setelah ketua majelis hakim menyarankan agar memberikan pertanyaan dengan nada yang rendah atau santai.
“Kalo ditanya keras, saksi akan meledak-ledak, maka bertanyanya dengan tenang saja,” kata Rasminto, ketua majelis hakim.
Usai mendengarkan dua saksi yang dihadirkan JPU, majelis hakim akhirnya memutuskan sidang ditunda hinga pekan depan. (Lulu Jamaludin/Arrahmah.com)
Kepala Keamanan Nasional Jemaat Ahmadiyah pemicu bentrokan di Cikeusik
Saif Al Battar
Selasa, 3 Mei 2011 23:39:21
Hits: 1041
Serang (Arrahmah.com) – Bentrokan antara warga dan Jemaat Ahmadiyah di Cikeusik,Pandeglang 6 Februari lalu, dipicu ulah Kepala Keamanan Nasional Jemaat Ahmadiyah,Deden,yang melakukan pemukulan terhadap warga sekitar. Sehingga hal itu memicu bentrokan antara warga dan Jemaat Ahmadiyah, dan menewaskan 3 jemaat Ahmadiyah.
Hal tersebut diungkapkan saksi Kanit Reskrim Polsek Cikeusik, Hasanudin, dalam sidang kedua kasus Cikeusik di Pengadilan Negeri (PN) Serang,Selasa (3/5) atas nama terdakwa KH Ujang Muhammad Arief, yang dipimpin hakim Rasminto didampingi dua anggotanya, Ristasti dan Toto Ridarto, dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) H Mad Yunus,sementara penasehat terdakwa dari Tim Pengacara Muslim (TPM), antara lain Achmad Mihdan dan Gouztav Feriza.
Hasanudin juga dipersidangan mengatakan,dirinya mengenal kiai Ujang Muhamad. Namun saat bentrok, ia tidak melihat terdakwa baik sebelum bentrok atau sesudah bentrok terjadi.
“Saya tidak melihat Ujang Muhamad saat jemaah Ahmadiyah terlibat aksi saling lempar dengan warga,” katanya.
Saksi juga menceritakan kronologis kerusuhan yang menyebabkan 3 jamaah Ahmadiyah tewas. Kata saksi, Minggu 6 Februari 2011, pagi sekitar pukul 09.00 WIB, ia mendatangi rumah Suparman. Ternyata di rumah tersebut sudah ada Deden yang mengaku ketua Ahmadiyah. Jumlah orang yang berada di rumah Suparman sekitar 20 orang.
“Saya menyarankan agar mereka pergi karena ada isu warga akan datang. Ini saya lakukan takut terjadi bentrokan yang mengakibatkan hal yang tidak diinginkan. Namun Deden tidak mau dievakuasi karena rumah Suparman merupakan aset milik ahmadiyah,” katanya.
Bahkan Deden berkata jika polisi tidak mampu ia akan menghadapi massa . Pada saat di rumah Suparman, Hasanudin melihat batu dan sebuah tombak. Tombak tersebut langsung diamankan.
“Selanjutnya ketika massa datang Deden dan rekan-rekannya langsung melempari massa dengan batu dan mengetapel warga yang mencoba mendekati rumah Suparman. Massa yang terkena lemparan batu lalu membalas melempar batu dengan mengambil batu yang berada di sekitar rumah Suparman,” jelas Hasanudin.
Karena jumlah massa lebih banyak maka jemaah ahmadiyah lari kocar-kacir. Warga yang kesal kemudian merusak serta membakar dua mobil yakni satu toyota kijang dan satu Suzuki APV.
“Saat kerusuhan saya bersama anggota sibuk mengamankan massa . Saya tahu ada 3 jemaah Ahmadiyah meninggal setelah kerusuhan selesai dan ketiga mayat tersebut sedang dinaikkan ke mobil pick up milik warga. Sementara yang luka dibawa truk dalmas menuju rumah sakit Malimping,” jelasnya.
Sementara saksi lainnya, Kanit Intel Polsek Cikeusik Asep Sugandi mengatakan,dia melihat terdakwa setelah bentrokan antara warga dan Jemaat Ahmadiyah usai. sedang disalami oleh santrinya. Usai melihat rumah Suparman dalam kondisi rusak setelah keributan tersebut.
“Saya tidak tahu santri ngomong apa saat menyalami Ujang Muhamad, Selanjutnya Ujang Muhamad langsung pulang ke pondok pesantrennya dengan berjalan kaki,” katanya dalam persidangan.
Asep juga mengatakan, ia baru mengetahui ada 3 jemaah Ahmadiyah tewas setelah bertugas mengawal pergerakan massa .
“Pada saat bentrok terjadi saya berada di tengah-tengah massa . Pada saat warga akan menyerang mereka mengambil pita biru sebagai tanda di dekat mushola sekitar 20 meter dari rumah Suparman,” kata Asep.(LLJ/arrahmah.com)
Jaksa, Polisi dan Pemda harus bertanggungjawab dalam kasus bentrokan Cikeusik
Saif Al Battar
Selasa, 3 Mei 2011 23:09:48
Hits: 529
Serang (Arrahmah.com) – Jaksa, Polisi dan Pemerintah Daerah (Pemda) harus bertanggungjawab terhadap kejadian bentrokan antara Jemaat Ahmadiyah dan warga pada 6 Februari 2011 lalu. Sebab dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri nomor 3 tahun 2008 KEP-033/A/JA/2008, nomor 199 tahun 2008, ketiganya mempunyai kewajiban untuk melakukan langkah-langkah pembinaan dan pengamanan, dan antisipasi, supaya tidak terjadi kekerasan terhadap jemaat Ahmadiyah.
Hal tersebut dikatakan ketua Tim Pengacara Muslim (TPM) Pusat, Mahendradatta, saat membacakan eksepsi terhadap dakwaan JPU kepada terdakwa Muhammad bin Syarif di PN Serang, Selasa (3/5).
“Sehingga dalam hal perkara ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan para aparat keamanan yang beredar di dalam dan sekitar gedung Pengadilan Negeri (PN) ini tidak kemudian berlagak suci atau merasa tak bersalah sama sekali,” kata Mahendradatta.
Dalam sidang yang dipimpin hakim Agung Rahardjo didampingi dua angotanya Martini Marja dan Fauziah Anum, Mahendradatta dalam eksepsinya juga mengatakan, bahwa JPU telah memanipulasi atau memotong kronologis peristiwa bentrokan Cikeusik.
“Seperti usaha MUI dan sejumlah Ulama Pandeglang yang terus menerus berupaya menyadarkan jemaat Ahmadiyah yang dipimpin Ismail Suparman. Serta upaya aparat keamanan Cikeusik dan Pandeglang untuk mengamankan Ismail Suparman yang dituruti olehnya (Supaman-red), namun kemudian datang serombongan orang dari Jakarta dan sekitarnya yang dipimpin oleh Deden, jemaat Ahmadiyah,” tegasnya.
Dalam eksepsinya pula, penasehat hukum terdakwa mengatakan, bahwa PN Serang tidak berwenang mengadili terdakwa kasus bentrokan Cikeusik, seperti yang tertuang dalam pasal 85 KUHAP. Yang berwenang adalah PN Pandeglang.
“Sebab sesuai pasal 85 KUHAP tersebut, jika melihat situasi dan kondisi di wilayah Pandeglang tempat terjadinya tindak pidana, yang aman dan tidak terjadi bencana alam, maka memindahkan sidang ke PN Serang tidak mempunyai cukup alasan,” ujarnya.
TPM juga menilai,dakwaan JPU tidak cermat dan menyesatkan, sebab dalam dakwaan primer, JPU menjerat dengan pasal 170, tentang melakukan tindak pidana dengan tenaga bersama menggunakan kekrasan terhadap orang atau barang yang menyebabkan kematian.
“Namun dalam uraiannya, JPU tidak menjelaskan kekerasan yang dilakukan terdakwa. Hanya menjelaskan terdakwa menyeru kepada massa agar menyerang ahmadiyah,” terangnya.
Hal itulah yang menjadi pertanyaan TPM, apakah mungkin menyeru dengan suara lantang dikategorikan sebagai tenaga bersama, atau menmbulkan luka, atau kematian seseorang.
Oleh karena itu, di ujung eksepsinya, penasehat hukum terdakwa meminta kepada majelis hakim, agar menyatakan dakwaan JPU tidak dapat diterima dan melepaskan terdakwa dari segala tuntutan, serta membebaskan terdakwa dari tahanan (LLJ/Arrahmah.com)
30 Rajab 1432 H / 30 Juni 2011
Tersangka kasus Cikeusik: Kami bukan penjahat, kami Mujahid...!!
Fadly
Senin, 25 April 2011 17:55:09
Hits: 1930
Serang (Arrahmah.com) – Muhamad bin Syarif, salah satu tersangka kasus bentrokan Cikeusik mengatakan, 12 tersangka bukan penjahat, bukan maling, bukan koruptor, tetapi mujahid. Kami membela agama Allah yang dikotori oleh Ahmadiyah.
Hal tersebut dikatakan Muhamad dihadapan 150 santri, ulama dan warga, saat membesuk dirinya di rumah tahanan (rutan) Serang, Kamis (21/4).
Ia juga berkata kepada seluruh warga, ulama dan santri yang membesuknya, bahwa tidak usah bersedih dan malu, jika mempunyai saudara yang saat ini ditahan terkait kasus bentrokan Cikeusik.
Muhamad menerangkan, bahwa dia dan ratusan warga Cikeusik lainnya tidak ada rencana untuk menyerang jemaah Ahmadiyah, akan tetapi untuk mengajak berdiskusi tentang kesesatan Ahmadiyah, dan supaya kembali ke ajaran Islam yang benar.
“Kami hanya meluruskan ideologi mereka (Ahmadiyah-red) saja, agar mereka bertobat dan tidak mengakui adanya nabi setelah Nabi Muhammad SAW, dan tidak mengakui kitab setelah kitab Al-Quran,” tegas Muhamad, seraya mengatakan, yang melakukan penyerangan terlebih dahulu adalah Ahmadiyah, warga awalnya hanya membela diri dari serangan tersebut.
Dengan tegas ia mengatakan, seluruh tersangka kasus bentrokan Cikeusik sudah siap, hukuman apapun yang akan diterima. Sebab hal tersebut adalah sebuah resiko perjuangan.
Sementara dalam kesempatan besuk yang difasilitasi Polda Banten, warga dibantu pihak Polda memberikan sumbangan sajadah untuk ke-12 tersangka dan para tersangka penghuni rutan tersebut.
Hadir dalam acara itu, Dirkrimsus Polda Banten, Kombes Joko Suyanto, Kepala Rutan Serang, Aris Munandar, serta beberapa ulama/kyai dari daerah Pandeglang, seperti KH endin, KH Hafid dan KH Entom.
Foto: Sebelah kanan adalah para mujahid, berdiri : Kepala Rutan Serang,
Kepala Rutan Serang, dalam sambutannya mengatakan, pihaknya sangat berterima kasih dengan adanya sumbangan ke rutan Serang. Dan hal itu akan dipergunakan sebaik mungkin bagi penghuni rutan.
“Kami mengucapkan terima kasih, dengan adanya bantuan sajadah ini, dan sebelumnya kami juga menerima bantuan ratusan kitab. Mudah-mudahan semua bantuan ini mendapat balasan yang lebih dari Allah, serta bermanfaat bagi penghuni rutan,” kata Aris.
Aris juga menjelaskan, para tersangka kasus Cikeusik tersebut tidak mendapat perlakuan khusus dari rutan Serang. Akan tetapi ke 12 tersangka tersebut sangat bermanfaat keberadaanya di dalam rutan.
“Mereka (12 tersangka-red) sangat bermanfaat sekali keberadaannya di rutan, mereka bisa mengajarkan ilmunya kepada para penghuni rutan. Bahkan sejak berada di rutan, ada bantuan kitab dan sajadah,” tukas Aris. (LLJ/arrahmah.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar