Noam Chomsky: "Israel adalah pangkalan militer AS"
Rasul Arasy
Ahad, 5 Juni 2011 20:43:42
Hits: 1037
BOSTON (Arrahmah.com) – Israel berfungsi sebagai pangkalan gudang senjata utama Amerika di Timur Tengah, demikian yang diungkapkan tokoh analis sosial politik terkenal Amerika Noam Chomsky.
“Israel pada dasarnya adalah sebuah pangkalan militer AS, AS memposisikan senjata mereka di sana, itu hubungan intelijen dan militer yang sangat dekat,” akademis Yahudi mengatakan kepada Press TV pada hari Rabu (31/5) saat menjelaskan kompleksitas hubungan antara Washington dan Tel Aviv.
Terkait senjata yang diterima Israel dari AS sebelum meluncurkan serangan ofensif di Jalur Gaza pada tahun 2007-2008, Chomsky mengatakan bahwa pertukaran senjata antara kedua belah pihak tidaklah mengejutkan.
“Israel menerima senjata secara terus-menerus. Pada kenyataannya,senjata itu dikirim selama invasi ke Gaza. AS mencoba mengirimkannya pada Israel, dimana senjata tersebut seharusnya dikirim dari Yunani, tetapi Yunani menolak untuk mengantarkan senjata itu,” kata Chomsky.
“Ketika pentagon ditanya tentang hal ini, tentu saja mereka menjawab bahwa senjata-senjata itu tidak dikirim untuk invasi Gaza yang sedang berlangsung dengan senjata AS, melainkan AS memposisikan senjatanya di Israel,” tambahnya.
Sang profesor, yang mengambil bagian dalam sebuah wawancara dengan Press TV setelah menyampaikan pidatonya di Boston University, mengatakan bahwa meskipun Israel telah mempengaruhi kebijakan luar negeri AS, mereka masih harus bertindak dalam batas-batas apa yang diperbolehkan Washington.
“Ambil contoh ancaman Israel terhadap Iran atau ancaman AS dalam hal ini, kalau saja ada yang peduli, sebenarnya itu adalah sebuah pelanggaran terhadap Piagam PBB,” kata Chomsky.
Chomsky mengatakan pada musim panas tahun 2008, tepat di tengah-tengah pemilihan presiden, dalam sebuah kongres pelobi Israel berusaha keras untuk mendorong melalui sebuah resolusi yang menyerukan blokade terhadap Iran yang pada dasarnya akan menjadi suatu tindakan perang.
Selama pidato di Boston University, Chomsky juga memperingatkan ancaman yang dihadapkan oleh AS dan Israel kepada dunia dan mengatakan bahwa orang mungkin memiliki lebih banyak rasa takut terhadap keduanya daripada ketakutan terhadap apa yang oleh Washington sebut dengan terorisme.
“AS dan Israel secara konsisten dan teratur menggunakan kekerasan dan ancaman kekerasan, melakukan agresi secara teratur dan berulang-ulang, menginvasi negara-negara lain, menduduki negara-negara lain, dan memicu teror dan kekerasan,” katanya.
Chomsky juga menunjukkan bahwa pemerintah dan media AS terlalu menyebarkan dan membesar-besarkan laporan tentang program nuklir Iran. Telah ada kampanye propaganda besar-besaran yang menjelek-jelekan Iran, yang menggambarkan negara itu sebagai ancaman utama bagi perdamaian dunia yang telah berlangsung selama tiga tahun.
Selama ini Noam Chomsky dikenal sebagai intelektual, aktivis politik, dan kritikus terhadap kebijakan luar negeri AS dan pemerintah lain. Noam Chomsky menggambarkan dirinya sebagai sosialis libertarian, simpatisan anarko-sindikalisme dan dianggap sebagai tokoh intelektual penting dalam sayap kiri politik Amerika.
Dalam menanggapi pernyataan “Perang Melawan Terorisme” AS pada tahun 1981 dan redeklarasi pada tahun 2001, Chomsky berpendapat bahwa sumber utama terorisme internasional adalah kekuatan utama dunia, yang dipimpin oleh AS.
Dengan demikian jelaslah siapa teroris sebenarnya. Yang tidak lain adalah AS dan sekutunya, serta semua pihak yang mendukung AS itu sendiri. (rasularasy/arrahmah.com)
Bela Zionis, AS boikot konferensi rasisme PBB
Althaf
Ahad, 5 Juni 2011 07:50:47
Hits: 543
WASHINGTON (Arrahmah.com) – Pemerintahan Obama akan memboikot konferensi dunia menentang rasisme yang akan diadakan di markas besar PBB pada bulan September mendatang karena kekhawatiran tentang anti-Semitisme, AP melansir pada Sabtu (4/6/2011).
Pertemuan PBB ini menandai peringatan 10 tahun Konferensi Dunia Menentang Rasisme 2001 yang diadakan di kota Durban, Afrika Selatan. AS dan Israel berjalan keluar dari pertemuan itu karena merasa marah terhadap rancangan resolusi yang mengecam Israel dan menyamakan Zionisme dengan rasisme.
Amerika Serikat tidak akan berpartisipasi dalam konferensi yang akan datang karena proses Durban “merupakan konferensi yang buruk dan menampilkan intoleransi dan anti-Semitisme,” Joseph E. MacManus, yang bertindak sebagai asisten Menlu AS untuk urusan legislatif, menulis dalam sebuah surat kepada Senator Kirsten Gillibrand, anggota legislatif Demokrat dari New York.
Senator Gillibrand menyambut baik keputusan pemerintah itu. “Ini merupakan penghinaan bagi Amerika bahwa PBB telah memutuskan untuk menyelenggarakan konferensi Durban III di New York hanya beberapa hari dari peringatan sepuluh tahun serangan 11 September,” katanya dalam siaran pers.
“Kami semua menyaksikan bagaimana suara ekstrim anti-Semit dan anti-Amerika mendominasi pertemuan dan tindak lanjut konferensi,” senator menulis.
Konferensi Presiden Organisasi Besar Yahudi Amerika, yang merupakan payung dari 52 kelompok di antaranya B’nai B’rith Internasional, Liga Anti-Fitnah, Komite Yahudi Amerika, juga Hadassah, Organisasi Perempuan Zionis Amerika, juga memuji langkah pemerintah AS itu.
MacManus juga memuji keputusan Kanada sebelumnya yang juga memboikot acara tersebut.
Dia pun menambahkan bahwa pada tahun 2009 Amerika menarik diri dari perencanaan konferensi karena menurut AS Deklarasi Durban tidak adil dalam membahas Israel.
AS dan setidaknya tujuh negara lain juga memboikot konferensu yang diselenggarakan tahun 2009 menindaklanjuti pembicaraan PBB diselenggarakan di Jenewa. Mereka khawatir bahwa negara-negara Islam akan menuntut kecaman dari Israel dan bersikeras bahwa semua kritik Islam dilarang.
Dan pada acara serupa tahun ini, “delegasi Amerika Serikat di New York tidak terlibat dalam negosiasi formal pada resolusi,” kata surat Departemen Luar Negeri AS.
“Kami berbagi keprihatinan Anda tentang peringatan Durban, sementara luka akibat serangan ‘teroris’ 11 September masih terus membekas.”
Surat itu mengatakan bahwa Amerika Serikat berkomitmen untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia dari semua orang dan untuk memerangi diskriminasi rasial, xenofobia, intoleransi, dan kefanatikan. (althaf/arrahmah.com)
Gates, menguatkan peran AS di Asia-Pasifik
Althaf
Sabtu, 4 Juni 2011 21:53:07
Hits: 432
SINGAPURA (Arrahmah.com) - Menteri Pertahanan AS, Robert Gates, pada hari Sabtu (4/6/2011) bersumpah bahwa militernya akan menjaga kehadirannya di seluruh Asia-Pasifik yang didukung dengan persenjataan teknologi tinggi untuk melindungi negara yang menjadi sekutunya dan menjaga jalur pelayaran, AFPmelaporkan.
Sambil berusaha untuk meyakinkan negara-negara Asia agar sadar mengenai kekuasaan Cina yang sedang berkembang dan masalah fiskal Washington, Gates mengatakan dalam konferensi keamanan di Singapura bahwa komitmen Washington untuk kawasan Asia-Pasifik tidak akan diubah.
Sebaliknya, militer AS akan memperluas kehadirannya melalui berbagi fasilitas dengan Australia di Samudra Hindia dan serta mengoperasikan kapal tempur baru litoral (LCS) ke Singapura yang memiliki akses teratur terhadap fasilitas angkatan laut, kata Gates.
LCS merupakan kapal tempur yang cepat dan ringan yang dirancang untuk beroperasi di perairan pantai yang dangkal. Perairan sekitar Singapura, sekutu setia AS, merupakan salah satu lokasi tersibuk dalam dunia perdagangan internasional.
Gates juga mengatakan bahwa Amerika Serikat sedang berusaha untuk mempertimbangkan kembali persediaan dalam rangka memberikan respon cepat terhadap yang terjadi di wilayah Asia-Pasifik.
Gates, yang akan mundur pada akhir bulan setelah lebih dari empat tahun menjabat, menyatakan militer AS akan meminta lebih banyak disediakan pangkalan udara dan menawarkan semakin banyak program pelatihan dengan negara-negara Asia-Pasifik sebagai bagian dari komitmen keamanannya.
Demi meningkatkan kehadiran AS di Asia-Pasifik itu pun, Gates menyatakan bahwa pihaknya akan berinvestasi dalam mengembangkan pesawat anti-radar, pesawat tanpa awak pengintai, kapal perang, dan senjata cyber sebagai bukti bahwa Washington ‘berkomitmen’ dalam menghabiskan dana negaranya untuk belanja militer dalam rangka ‘mengamankan’ dunia.
Senjata-senjata ini, kata Gates, dirancang dengan kemampuan yang paling relevan untuk menjaga keamanan, kedaulatan, dan kebebasan sekutu AS di kawasan Asia-Pasifik.
Gates mengadakan pembicaraan dengan rekannya dari Cina Liang Guanglie pada hari Jumat (3/6) di sela-sela pertemuan di Singapura.
Ia mengatakan upaya untuk mempromosikan dialog keamanan dengan Beijing telah mendatangkan banyak hasil dan hubungan militer antara kedua negara terus membaik dalam beberapa bulan terakhir. (althaf/arrahmah.com)
Gates: Strategi perang Afghan terlalu cepat untuk diganti
Althaf
Ahad, 5 Juni 2011 07:36:58
Hits: 812
KABUL (Arrahmah.com) - Menteri Pertahanan AS, Robert Gates, menyatakan bahwa keputusan untuk mengubah strategi perang di Afghanistan terlalu prematur. Pernyataan ini diungkapkan dalam kunjungannya ke Afghan pada Sabtu (4/6/2011).
Gates pun mendesak pemerintahan Karzai untuk meningkatkan berbagai usaha dalam rangka memastikan agar Afghanistan benar-benar siap untuk mengambil alih kontrol keamanan dari pasukan asing yang akan dimulai beberapa minggu yang akan datang.
Sambil meyakinkan bahwa komunitas internasional tidak akan keluar dari Afghanistan secara tergesa-gesa pasca penarikan penuh pasukan tempur tahun 2014, Gates pun berdalih bahwa pihaknya tidak memiliki kepentingan yang abadi di negara tersebut.
Komentar Gates ini datang beberapa jam setelah ia mendarat di Kabul untuk kunjungan yang akan berfokus pada pertemuan dengan beberapa dari sekitar 90.000 pasukan AS di Afghanistan setelah bertahun-tahun empat setengah tahun memimpin Pentagon. Pertemuan ini pun disinyalir merupakan pertemuan terakhir Gates sebagai pejabat penting AS.
Perjalanan juga dilakukan saat kebijakan perang AS semakin tidak populer di Afghanistan.
Amerika Serikat akan memulai penarikan pasukan pada bulan Juli tapi Gedung Putih masih memperdebatkan skala dan kecepatan penarikan pasukannya.
Tekanan untuk penarikan lebih cepat telah semakin meningkat sejak US Navy SEAL dikabarkan menewaskan pemimpin Al-Qaeda Syaikh Usamah bin Laden di Pakistan bulan lalu.
Berbicara pada sebuah konferensi pers bersama Karzai, Gates mengatakan kepada wartawan bahwa dia mendukung strategi perang yang ada sebelum dilakukannya penilaian dan evaluasi pada akhir tahun.
“Membuat perubahan sebelum waktunya, terlalu prematur,” tambahnya.
Dia juga menyesalkan pada terus bertambahnya korban sipil akibat ulah pasukannya di negara itu.
“Kami berkabung dan sangat menyesal.”
Karzai minggu ini menerbitkan beberapa komentarnya kontroversial yang membuat geram sejumlah pihak internasional. Salah satu komentarnya berbunyi, “Serangan internasional terhadap bangunan milik warga asli Afghanistan merupakan suatu hal yang dilarang” dan “NATO memiliki kecenderungan menjadi pasukan penjajah.”
Gates mengatakan kepada wartawan dalam perjalanan ke ibukota Afghanistan bahwa jumlah uang Amerika Serikat yang mengucur untuk membiayai perang di Afghanistan sekitar 120 miliar dolar per tahun. Menurut Gates, pertimbangan inilah yang seharusnya tidak menyebabkan pasukan internasional terlalu buru-buru untuk melakukan penarikan. (althaf/arrahmah.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar