Sambangi Polri, Yusril Pertanyakan Status Siti Fadilah
Rabu, 09/05/2012 11:12 WIB
Jakarta
Yusril Ihza Mahendra menyambangi Bareskrim Mabes Polri. Ia ingin mempertanyakan status kliennya, mantan Menkes Siti Fadilah Supari dan perkembangan kasus.
Yusril yang mengenakan kemeja warna putih dan celana warna hitam ini tiba di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (9/5/2012).
"Saya datang ke Bareskrim untuk bertemu Pak Nur Ali sebagai Direktur Penyidikan Bareskrim Mabes Polri untuk mendapat informasi dan klarifikasi tentang status dan pemeriksaan dari Siti Fadilah," kata Yusril.
Yusril menegaskan Siti Fadilah belum pernah diperiksa sebagai tersangka sejak resmi ditetapkan menjadi tersangka.
"Sementara kami mendengar bahwa SPDP (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan) sudah diberitahukan kepada Kejagung. Dengar kabar juga sudah dilaksanakan pelimpahan. Makanya, kita memerlukan klarifikasi tentang masalah ini supaya tidak terjadi simpang siur informasi," papar Yusril.
"Karena, kalau sudah ada pelimpahan berarti memang sudah diperiksa tetapi sampai hari ini belum dilaksanakan pemeriksaan sebagai tersangka jauh sebelum beliau beri kuasa kapada saya sebagai penasihat hukum," lanjut dia.
Ketika ditanya seputar penjelasan Kabareskrim Komjen Pol Sutarman sudah dilaksanakan pemeriksaan Siti Fadilah walau atas inisiatif Siti, Yusril menjawab hal itu masih simpang siur.
"Karena pada waktu itu, keterangan sudah lama sekali. Perkembangan sudah sejak lebih kurang dua minggu lalu ketika Sutarman menyatakan beliau sebagai tersangka pada waktu itu pun simpang siur," kata dia.
Sekali lagi, Yusril mengatakan kedatangan untuk memperjelas posisi Siti Fadilah.
"Diperjelas posisi seperti apa dan sejauh mana perkembangan penyidikan dan dari situ, kita ambil sikap apa dipercepat atau dihentikan sama sekali atas penyidikan karena pasal tentu sudah tahu melanggar pasal 2, 3 UU Tipikor dan pasal 56 KUHP," kata Yusril.
Yusril juga akan meminta klarifikasi tentang pasal 56 KUHP untuk Siti Fadilah.
"Jarang-jarang diterapkan pada kasus korupsi, biasanya dalam tindak pidana, makanya kita minta klarifikasi," ujar dia.
Apa ingin di-SP3? "Kalau prosedur keliru, bukan SP3 tetapi praperadilan, tetapi belum sampai sana," jawab Yusril.
Ia juga tidak mempermasalahkan status Siti yang telah menjadi tersangka. (aan/nrl)
SENIN, 23 APRIL 2012 | 12:36 WIB
Yusril: Siti Fadilah Tak Bisa Dipidana
Siti Fadilah Supari. TEMPO/Dinul Mubarok
TEMPO.CO, Jakarta – Pengacara tersangka kasus pengadaan alat kesehatan Kementerian Kesehatan Siti Fadilah Supari, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan kliennya tidak bisa dipidanakan. Alasannya, pengadaan alat kesehatan yang ditandatangani Siti pada 2005 itu sudah sesuai dengan peraturan oresiden tentang penunjukan langsung.
Sebagai Menteri Kesehatan saat proyek itu dilaksanakan, kata Yusril, Siti sudah mengikuti arahan dan ketentuan Presiden. Apalagi penunjukan langsung dalam pengadaan alat kesehatan itu untuk menghadapi keadaaan darurat akibat bencana. "Keputusan ini tidak bisa dipidanakan," ujar Yusril dalam siaran persnya, Senin, 23 April 2012.
Menurut Yusril, selama ini, telah terjadi kerancuan penegak hukum dalam melihat unsur pidana suatu kebijakan. Presiden pun dianggap membiarkan kerancuan ini berkembang sehingga masalahnya terus berlarut. Padahal, kata Yusril, keputusan menteri yang didasarkan peraturan presiden adalah hal biasa
Selain telah diizinkan Presiden melalui perpres, pengadaan alat kesehatan untuk Kuta Cane, Nanggroe Aceh Darussalam, tahun 2005 ini, kata Yusril, juga merupakan permintaan dari bawahan Siti, yaitu dari Kepala Pusat Penanggulangan Krisis (PPK). Pengadaan ini juga telah melalui telaah oleh Sekretariat Jenderal dan Biro Keuangan Kemenkes. Kedua institusi ini, kata Yusril, telah membolehkan penunjukan langsung ini. "Kalau seperti itu, menteri tinggal tanda tangan. Selanjutnya teknis pengadaan barang tidak mungkin menteri tahu,” ujar Yusril.
Dalam menjalankan tugas menteri, kata Yusril, mustahil Siti akan mengetahui semua teknis di lapangan. Menurut dia, menteri hanyalah pejabat politik dan bukan orang yang mengerti teknis secara dalam. Masukan biasanya diberikan oleh birokrasi bawahan menteri.
Menurut Yusril, penegak hukum harus berkaca pada kasus hukum yang menimpa bekas Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno dan bekas Menteri Kesejahteraan Rakyat Bachtiar Chamsyah. Yusril menyatakan penetapan status pidana kepada pejabat menteri karena kebijakannya ini sangat rancu. "Kalau Bu Fadilah juga dipidana, maka Pak SBY kalau sudah tidak menjadi presiden lagi bisa dipidanakan atas berbagai kebijakannya," katanya.
Sebelumnya, Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI, Komisaris Jenderal Polisi Sutarman, menyatakan Siti Fadilah sudah ditetapkan sebagai tersangka. Ia menyatakan penyidik Bareskrim masih mengumpulkan data dan keterangan lain untuk memperkuat penetapan status ini. Siti Fadilah, menurut Sutarman, ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pemilik kuasa pengguna anggaran Kementerian Kesehatan yang harus disampaikan kepada pejabat pembuat komitmen.
Dalam kasus korupsi alat kesehatan ini, Mabes Polri sendiri sudah menetapkan empat tersangka. Keempat tersangka ini merupakan bawahan Siti Fadilah saat menjabat Menteri Kesehatan. Mereka adalah MH selaku pejabat pembuat komitmen; HS, ketua panitia pengadaan; MN, direktur operasional PT I yang juga pemenang lelang; dan MS selaku Direktur Utama PT Minute sebagai subkontraktor. Polisi menduga Siti Fadhilah melakukan praktek korupsi melalui cara penunjukan langsung. IRA GUSLINA SUFA
Polri Bantah Siti Fadilah Supari Jadi Tersangka
Polhukam | Kamis, 12 April 2012 19:19 WIB
Metrotvnews.com, Jakarta:
Polri membantah kabar yang menyebutkan bekas Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. Juru Bicara Polri Inspektur Jenderal Polisi Saud Usman Nasution mengatakan, Siti hanya pernah datang ke Badan Reserse Kriminal Polri untuk mengklarifikasi kasus dugaan korupsi di kementerian tersebut.
"Ibu Siti Fadilah benar pada Senin lalu datang ke Mabes Polri untuk mengklarifikasi permasalahan sehubungan kasus di Departemen Kesehatan, saat beliau menjabat Menteri Kesehatan," kata Saud di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (11/4) malam.
Dijelaskan Saud, kasus yang dimaksud adalah pengadaan alat bantu kesehatan untuk mengantisipasi kejadian luar biasa senilai Rp15,5 miliar. Proyek itu ditangani Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan Departemen Kesehatan RI, tahun 2005.
Proses lelang proyek tersebuit dilakukan dengan penunjukkan langsung. Dalam pelaksanannya, negara merugi hingga Rp6,1 miliar. Menurut Saud, Siti Fadila pernah diperiksa sebagai saksi, tengah dikaji apakah Siti terindikasi terlibat kasus kasus tersebut.
Bantahan Saud sekaligus mematahkan kesaksian dua mantan anak buah Siti Fadilah dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Selatan, Kamis siang. Kedua saksi adalah mantan Kepala Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan Kementerian Kesehatan Mulya Hasjmy dan mantan Ketua Panitia Pengadaan Proyek Alat Kesehatan Tahun Anggaran 2005 Hasnawaty.
Mulya dan Hasnawaty menjadi saksi untuk terdakwa kasus suap di Kemenkes, M Naguib, yang merupakan Direktur Pemasarabn salah satu anak perusahaan PT Indofarma Tbk. Dalam sidang, keduanya ditanya kapan terakhir kali diperiksa penyidik Bareskrim Polri.
Keduanya memberi jawaban cukup mengejutkan. Baik Mulya maupun Hasnawati mengaku diperiksa dua pekan lalu, sebagai saksi untuk tersangka Siti Fadilah Supari, yang akhirnya dibantah Polri. "Belum itu, belum tersangka," kata Saud singkat.(IKA)
Siti Fadilah Terus Membantah Keterangan Terdakwa Korupsi Alkes
Kamis, 26/04/2012 19:04 WIB
Jakarta
Terdakwa perkara dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) Mulya A Hasjmy mengatakan pernah mengikuti rapat dengan Menteri Kesehatan kala itu, Siti Fadilah Supari. Rapat, kata mantan Kepala Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan ini, membahas pelaksanaan pengadaaan alkes terkait adanya kejadian luar biasa (KLB) di Kuta Cane, Aceh tahun 2005.
"Anda ingat saya pernah menemui saksi? Saya menjumpai untuk klarifikasi ada 4 orang yang menemui saya yaitu Ari Gunawan, Asrul Sani, Nuki dan satu lagi saya lupa namanya, yang katanya kerabatnya Nuki. Kata mereka, Ibu utus mereka ke saya, ditunjuk sebagai pelaksana alkes. Bertemu di kantor," papar Mulya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (26/4/2/2012).
Namun Siti langsung membantah. "Tidak. Bahkan tidak mungkin di kantor untuk klarifikasi itu. Kalau seperti itu, ditanya di kantor cukup aneh," ungkap Siti.
Mulya langsung melanjutkan ceritanya mengenai pertemuan tersebut. "Ibu hanya senyum-senyum, dan mengiyakan. Ibu bilang, ayo tunjuk mereka, kita dibantu PAN. Karena Nuki itu orangnya PAN," sambungnya.
"Itu bohong, tidak pernah ada hal seperti itu," kata Siti kembali membantah.
Seperti diketahui, dalam surat dakwaan disebutkan, Mulya yang menjabat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitemen (PPK) menunjuk anak buahnya bernama Hasnawati sebagai ketua panitia penunjukan langsung, proyek yang alat kesehatan yang sebelumnya diawali permohonan dari RS Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso dan RS Haji Sahudin Aceh Tenggara.
Mulya lantas mengajukan surat permohonan penunjukan langsung kepada Menkes Siti Fadilah Supari dengan dalih itu dilakukan karena kejadian luar biasa. Setelah mendapatkan persetujuan tersebut, Mulya lalu mengirimkan surat spesifikasi alat kesehatan yang dibutuhkan kepada PT Indofarma senilai Rp 12,325 miliar.
Kemudian M. Najib Dirut Pemasaran Infarma menindaklanjutinya dengan surat penawaran harga yang nilainya dinaikkan menjadi Rp 15,625 miliar. Belakangan diketahui ternyata pengadaan itu justru disubkontrakkan oleh PT Indofarma kepada PT Mitra Medika. Dalam kasus ini, kerugian keuangan negara mencapai Rp 6,168 miliar. (fdn/fdn)
KAMIS, 26 APRIL 2012 | 21:26 WIB
Di tengah Sidang, Siti Fadilah Gebrak Meja
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Kesehatan periode 2004-2009 Siti Fadilah Supari sempat menunjukkan emosinya ketika tengah bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Kamis, 26 April 2012. Sangking emosinya, Siti Fadilah pun menggebrak meja majelis hakim.
Aksi gebrak meja terjadi ketika Siti Fadilah tengah menjelaskan penandatanganan surat rekomendasi penunjukkan langsung PT Indofarma dalam kasus penyediaan alat kesehatan untuk Kota Cane Aceh 2005. Saat itu, Siti tengah ditantang pengacara Mulya Hasjmy, Syaiful Ahmad Dinar, menunjukkan surat bertanda tangan dirinya.
Syaiful saat itu berkata, "Pernah nggak tanda tangan surat tanpa tanda tangan Sekjen? Karena sesuai keterangan saksi, harus ada tandatangan Sekjen dulu baru Ibu?"
Merasa tertantang, Siti membantah bahwa surat penunjukkan langsung bisa ditandatangani tanpa tandatangan sekjen depkes. "Tidak, tidak pernah seperti itu," ujar Siti menegaskan.
"Tapi ini ada bukti yang menunjukkan kalau Ibu pernah melakukan itu," kata Syaiful mencoba membalas.
Syaiful lalu membawa surat ke hadapan Ketua Majelis hakim Mien Trisnawati dan menunjukkannya. Di surat tertanggal 22 November 2005 itu tidak ada tandatangan Sekjen namun ada tandatangan Siti. Siti pun tidak mau kalah dengan aksi Syaiful, dia ikut maju sambil membawa surat yang ia punya.
Di depan majelis hakim, Siti berkata dia mempunyai bukti jika surat yang Syaiful pegang direkayasa. Kemudian, ia tunjukkan surat yang ia punya.
Ternyata, surat yang dipegang Siti berbeda dengan yang dipegang Syaiful. Di surat yang ia miliki, ada tanda tangan sekjen, tanggal yang berbeda, dan perbedaan ketikan. "Ini waktunya tidak sama, yang dia tunjukkan 22 November 2005, punya saya 22 Desember 2005. Sebelumnya saya pernah lihat tanggalnya di-tip-ex (hapus). Jadi surat ini kayanya didobel," kata Siti sambil menggebrak meja.
Melihat ini, Ketua Majelis hakim Mien Trisnawati memperingatkan Siti. "Saudara saksi harap untuk menjaga emosi jangan memukul meja majelis hakim," kata Mien.
Siti lalu menyatakan tandatangan yang dimiliki Ahmad diputus dari surat induknya. Tepuk tangan dan tawa dari sekitar 60 orang dari Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) membahana. Salah seorang ibu anggota DKR berkata,"Nah gitu dong bu. Seharusnya dari tadi langsung saja (tunjukkan bukti)." ISTMAN MP
Brak! Wantimpres Siti Fadilah Gebrak Meja Hakim
Kamis, 26/04/2012 17:56 WIB
Mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadillah Supari bersaksi dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (26/04). TEMPO/Seto Wardhana
Jakarta
Emosi Wantimpres Siti Fadilah Supari langsung meninggi tatkala Ahmad Dinar, kuasa hukum mantan kepala pusat penanggulangan masalah kesehatan (PPMK) Kemenkes Mulya Hasjmy memperlihatkan surat bertandatangan dirinya. Siti pun tidak mau kalah menunjukkan surat asli pada hakim dan akhirnya menggebrak meja.
Insiden itu terjadi di Pengadilan Tipikor, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (26/4/2012). Saat itu Siti ditanya Ahmad Dinar, "Pernah nggak tanda tangan surat tanpa tanda tangan sekjen? Karena sesuai keterangan saksi harus ada tandatangan sekjen dulu baru Ibu?" tanya Ahmad.
"Tidak, tidak pernah seperti itu," jawab Siti.
"Tapi ini ada bukti yang menunjukkan kalau Ibu pernah melakukan itu," kata Ahmad.
Ahmad lalu membawa surat ke hadapan ketua majelis hakim Mien Trisnawati dan menunjukkannya. Di surat tertanggal 22 November 2005 itu tidak ada tandatangan sekjen namun ada tandatangan Siti.
Siti pun tidak mau kalah dengan aksi Ahmad. Dia mengatakan mempunyai bukti jika surat yang Ahmad pegang direkayasa. Siti lantas maju ke meja hakim.
"Ini waktunya tidak sama, yang dia tunjukkan 22 Desember 2005. Sebelumnya saya pernah lihat tanggalnya di-tip-ex (hapus). Jadi surat ini kayanya didobel," kata Siti sambil menggebrak meja. Brak!
Melihat ini, ketua majelis hakim Mien Trisnawati memperingatkan Siti. "Saudara saksi harap untuk menjaga emosi jangan memukul meja majelis hakim," kata Mien.
Siti lalu menyatakan tandatangan yang dimiliki Ahmad diputus dari surat induknya. Tepuk tangan dari sekitar 60 orang dari Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) membahana.
Sebelumnya Siti mengaku kepada hakim, kasus alat kesehatan itu bermula dari adanya surat dari Mulya Hasjmy. Surat itu merupakan surat permintaan penunjukan langsung dari Mulya Hasjmy karena adanya banjir bandang di Kutacane, Aceh, tahun 2005.
Saat itu sudah ada 21 orang meninggal, 66 orang dirawat dan 3.000 mengungsi. Di RS di Kutacane tidak memiliki alat standar yang lengkap.
"Jadi ketika itu saya berdiskusi dengan pak sekjen dan memutuskan kalau itu bagian dari KLB. Pak Sekjen itu menceritakan ke saya secara verbal isi surat itu," beber Siti. (nik/vit)
Berprinsip Seperti Dokter, Yusril Bela Siti Fadilah
Rabu, 09/05/2012 13:53 WIBJakarta
Mantan menteri dibela mantan menteri. Itulah yang terjadi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) flu burung yang membelit mantan Menkes Siti Fadilah Supari. Dalam menghadapi kasus hukumnya Siti dibela oleh Yusril Ihza Mahendra yang merupakan mantan menteri juga.
Nama Yusril pernah tercatat sebagai Menteri Kehakiman dan Menteri Sekretaris Negara. Ketika tak lagi duduk di pemerintahan, Yusril kembali ke profesi lamanya sebagai pengacara. Yusril pun menerima permintaan saat Siti meminta dia menjadi pengacaranya.
"Prinsipnya kita advokat, bekerja seperti dokter. Kalau orang datang kepadanya, kalau dia memang merasa sanggup untuk menahan itu, itu kewajibannya. Tapi tidak boleh mencari orang supaya datang. Pasif sifatnya," ujar Yusril.
Hal itu disampaikan dia usai menanyakan kejelasan status hukum kliennya ke Bareskrim Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta, Rabu (9/5/2012).
Jika seorang advokat paham dan mengerti masalahnya, maka ada kewajiban melakukan pembelaan. Hal itu sama seperti dokter yang tidak boleh membeda-bedakan orang yang menjadi kliennya.
"Kalau advokatnya orang Golkar, terus yang datang orang PDIP, dia nggak mau, dia nggak bisa. Dia harus bekerja secara profesional. Menjaga supaya proses penyidikan itu berlangsung di atas norma hukum yang benar. Dilepaskan dari pengaruh politik," tambah Yusril yang aktif juga di Partai Bulan Bintang ini.
Terkait status kliennya, hari ini Yusril mendapat kejelasan. Siti Fadilah sudah selesai diperiksa dan telah berstatus tersangka. Berkas atas Siti saat ini telah dilimpahkan ke kejaksaan.
"Tentu sesudah dilakukan penyidikan itu, penuntut umum kan mempelajari berkas itu, kalau sekiranya masih kurang (lengkap) dikembalikan, dan kalau sudah cukup diteruskan ke pengadilan," terang Yusril.
Sampai hari ini, lanjutnya, berkas masih diteliti oleh pihak jaksa. Dan karena itu, tidak ada pemeriksaan lagi karena dianggap sudah cukup. Kecuali jika berkas itu dikembalikan oleh jaksa dan dianggap belum cukup.
"Jadi perlu dilakukan penyidikan lanjutan. Sehingga kemungkinan beliau akan diperiksa lagi dan memeriksa saksi-saksi lagi atau didalami aspek-aspek hukumnya. Tapi sampai hari ini belum ada jawaban dari jaksa. Jadi masih menunggu," tutur dia.
Sedangkan terkait pasal yang disangkakan kepada Siti, pasal 2 dan 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU No 20 Tahun 2001, maka terkait dengan korupsi. Sedangkan pasal 56 KUHP merupakan membantu melakukan tindak pidana pada saat tindak pidana itu terjadi.
"Kalau pasal 56 ayat dua itu memberikan kesempatan, sarana dan keterangan untuk melakukan tindak pidana. Jadi kalau sedang terjadi itu misalnya orang lagi dobrak rumah orang, maling, terus kita ada di situ terus kita bantuin. Kalau pasal 56 ayat dua itu mesti ada perencanaan," papar Yusril.
Pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU No 20 Tahun 2001 merupakan memperkaya diri sendiri dan orang lain. Sedangkan pasal 3 terkait dengan administrasi.
"Sampai sekarang ini kita belum tahu detail dari jaksa setelah mereka mendalami hasil pemeriksaan oleh Mabes Polri ini. Jadi kita tunggu sajalah perkembangannya," imbuh dia.
Menurut informasi yang baru diterima Yusril, berkas Siti telah dilimpahkan ke kejaksaan sejak sepekan lalu. "Dilimpahkan kepada jaksa, dan jaksa meneliti apakah alat-alat buktinya cukup. Di Mabes Polri saja pasif sekarang, menunggu hasil pemeriksaan atau penyidikan penelitian yang dilakukan di Kejaksaan," ucapnya. (vit/nwk)
Yusril Tak Persoalkan Lagi Status Siti Fadilah
Rabu, 09/05/2012 13:15 WIBhttp://news.detik.com/read/2012/05/09/131559/1912941/10/yusril-tak-persoalkan-lagi-status-siti-fadilah?nd992203605
Jakarta
Pertanyaan besar terkait status hukum Siti Fadilah Supari yang membayangi Yusril Ihza Mahendra lenyap sudah. Usai mendatangi Bareskrim Mabes Polri, Yusril mendapat kejelasan status kliennya itu. Jelas sudah Siti Fadilah berstatus tersangka.
"Ya, kita tidak mempersoalkan lagi. Karena memang sudah dinyatakan tersangka, kemudian sudah diperiksa dan sudah dilimpahkan," ujar Yusril di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (9/5/2012).
Saat ini Yusril menunggu hasil penelitian Kejaksaan Agung atas berkas kliennya, apakah perkara ini cukup alasannya untuk diteruskan atau dihentikan. "Biasanya kalau satu kali diserahkan ke jaksa, biasanya dikembalikan lagi, diteliti, dilengkapi lagi, bolak balik, kalau sampai 3 kali perkara tidak diteruskan,"imbuhnya.
Menurutnya, harus ada alat bukti yang kokoh atas suatu kasus untuk bisa dilimpahkan ke pengadilan. Nah, kalau tidak cukup maka harus dihentikan.
Yusril menjelaskan keterlibaran Siti dalam kasus korupsi pengadaan alat kesehatan flu burung dari pasal yang dituduhkan harus dibuktikan dengan fakta. Dari pasal yang disangkakan, terlihat bahwa Siti bukanlah pelaku utama.
"Lalu pasal 55 (KUHP) itu delik penyertaan. Pasal 56 KUHP delik pembantuan. Jadi sejauh manakah orang yang melakukan, pelaku utamanya itu benar-benar secara bersama-sama melakukannya atau memang dibantu. Kalau misalnya terdakwanya melakukan korupsi, kalau dikenakan pasal 56 ayat 1 berarti ketika dia sidang melakukan korupsi, Ibu Siti Fadilah membantunya. Pasal 56 ayat 2 itu harus ada perencanaan," papar mantan Menteri Kehakiman ini.
Dia menambahkan saat pengadaan alkes flu burung, mekanismenya penunjukan langsung atau tender. Namun bagaimana proses tender atau penunjukan langsungnya, menteri tidak terlibat jauh ke sana.
"Siapa yang ditunjuk dan barang apa yang diperlukan itu menteri tidak sampai disana. Itu pejabat pembuat komitmen di level eselon 3. Seperti kapolri dan kapolsek, jauh sekali perbedaannya," jelas Yusril. (vit/nrl)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar