Jubir Sharia4Indonesia : “Pemerintah tidak punya i’tikad terapkan syariat Islam”
Prince Muhammad
Selasa, 20 Desember 2011 19:09:50
JAKARTA (Arrahmah.com) –
Pemerintah tidak punya i’tikad terapkan syariat Islam. Demikian pernyataan Ustadz M Fachry, juru bicara Sharia4Indonesia dalam sebuah wawancara dengan situs Pelitaislam. Hal ini ditandai dengan tindakan pemerintah yang malah mengesahkan RUU Intelijen Negara dan Revisi UU No. 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Berikut berita selengkapnya yang dikutip dari situs Pelitaislam.!
Reaksi atas menjamurnya tindakan peledakan bom yang dilakukan oleh kelompok terorisme, membuat masyarakat resah. Sebagai antisipasi dan pencegahan terhadap aksi-aksi terorisme serta penetrasi sistematis gerakan-gerakan Islam Radikal, Pemerintah dan DPR RI mengesahkan RUU Intelijen Negara dan Revisi UU No. 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Hal tersebut menggiring opini publik kepada isu deradikalisasi Islam, yang secara prinsip memuat pandangan atas redoktrinasi terhadap ajaran Islam.
Kebijakan pemerintah tersebut serentak mendapat kecaman secara keras dari kalangan kelompok Islam. Juru bicara sharia4indonesia Ustadz M Fachry mengatakan bahwa pemerintah tidak berpihak kepada kaum muslimin, ”Semua yang telah dilakukan oleh pemerintah menunjukan tidak mempunyai i’tikad untuk menerapkan syariat Islam,” ungkapnya kepada pelitaislam, selasa (7/11) di kantornya.
Mantan aktivis LDK tersebut menambahkan bahwa di balik kebijakan tersebut ada campur tangan asing yang bermain dan pemerintah lebih berpihak kepada asing daripada umat Islam. ”Ini sebuah bukti, bahwa mereka lebih senang menjadi antek, konco-konco, pembantu, daripada musuh Islam, yaitu Amerika,” tambahnya.
Sementara itu, di tempat yang berbeda Koordinator Aliansi Pergerakan Islam (API) Ustadz Asep Syarifudin mengatakan bahwa konsep tentang Deradikalisasi Islam adalah tema yang salah. ”Tidak ada Islam radikal, Islam tidak macam-macam dan Islam itu satu” katanya ketika dihubungi pelitaislam via telepon.
Selanjutnya, ia mengungkapkan bahwa upaya derakilasasi Islam sesungguhnya mempersempit pandangan tentang ajaran Islam dan merugikan umat Islam. ” Tema Deradikalisasi Islam sebenarnya untuk melemahkan Islam, seolah-olah Islam itu radikal.” Ia menambahkan ”Kalau ada kasus Islam radikal itu karena kasuistik, dan itu berbeda dan tidak boleh digeneralisasikan seolah-olah Islam itu radikal, dan menisbatkan terorisme,” tegasnya.
Ustadz Asep juga mengeluhkan sikap pemerintah yang tidak adil dalam mengungkap berbagai kasus radikalisme dan terburu-buru menghakimi tidakan radikalisme tersebut sebagai pelaku terorisme. ”Pemerintah harus menerapkan prinsip-prinsip keadilan, karena seseorang melakukan aksi karena ada argumentasinya, untuk itu proses keadilan yang harus ditegakan,” pungkasnya.
Source : Sharia4Indonesia.com
SELURUH KAUM MUSLIMIN
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Semangat Piagam Jakarta
Bahwa kami berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai Undang-undang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian-kesatuan dengan Konstitusi tersebut, Maka atas dasar-dasar tersebut di atas, Kami Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi Angkatan Perang.
Menetapkan pembubaran Konstituante; Menetapkan Undang-undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, terhitung mulai hari tanggal penetapan Dekrit ini, dan tidak berlakunya lagi Undang-undang Dasar Sementara.
Dalam bulan juli ini, ada sebuah tanggal yang sangat penting bagi bangsa Indonesia ,yaitu tanggal 5 Juli 1959 sebagai hari dimana presiden menetapkan Undang-undang Dasar 1945 berlaku di Indonesia setelah konstituante tidak mampu menyelesaikan tugas yang diamanatkan kepadanya.Kutipan diatas merupakan petikan dari isi dekrit presiden 5 Juli.
Dalam dekrit presiden tersebut,tedapat petikan yang menarik yaitu “Bahwa kami berkeyakinan bahwa Piagam jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai Undang- undang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian –kesatuan Konsitutsi tersebut”.Saat ini sudah 51 satu tahun berlalu sejak peristiwa bersejarah itu terjadi,dan seharusnya dengan kita mengetahui dekrit presiden 5 Juli,ada suatu hikmah bagi bangsa Indonesia khususnya Umat Islam.
Dalam isi dekrit tersebut ada istilah “Piagam Jakarta”. Mungkin tidak asing lagi bagi umat Islam apa itu Piagram Jakarta.Tentu kita tahu dari sejarah, bahwa sebenarnya sudah terjadi kesepakatan oleh para pembesar-pembesar bangsa saat menyusun konstitusi untuk Negara kita. Piagam Jakarta merupakan hasil dari musyawarah para pahlawan kita, sebuah kesepakatan Bangsa.Tanggal 22 Juni merupakan babak baru dengan disahkannya sebuah dokumen penting yang berlanjut menjadi sebuah Kontroversi.
Piagram Jakarta sebuah Kompromi
Ir Soekarno dengan tegas mengatakan bahwa Piagam Jakarta merupakan Kompromi yang sebaik-baiknya.Artinya memang para tokoh bangasa telah bersepakat dan menghasilkan sebuah rumusan. SIla pertama sampai kelima merupakan hasil dari kompromi tersebut,juga pembukaan UUD 1945 yang sekarang kedua hasil rumusan tersebut menjadi Dasar Negara kita dan juga sebagai Konstitusi tertinggi.
Namun yang menarik disini ialah, Piagam Jakrta 22 juni yang kemudian dibahas dalam PPKI, hanya memiliki perbedaan tuju kata pada pembukaan UUD 1945 yang sekarang kita ketahui yaitu perbedaanya pada kata “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
Dalam buku “Menghilangkan Prasangka terhadap Piagam Jakarta” KH Syaifudi Zuhri (tokoh NU) menyatakan bahwa tuju kata yang sekarang tidak ada itu sebenarnya bersifat konstitusional, karena memang dalam pembahasan yang panjang dan sudah disepakati dalam sidang, kata tersebut tidak seolah-olah menganak emaskan Umat Islam, karena kebebasan beragama sendiri sudah diatur pada pasal 29 UUD (1945), dan sebenarnya Umat selain islam tidak perlu khawatir
Pada siding BUPK Ir Soekarno mengajak agar memperjuangkan kemerdekaan,juga tokoh-tokoh Islam Nasional dan para pejuang ini memperjuangkan tentang kewajiban menjalankan Syariat Islam hanya khusus bagi Umat Islam.Kesepakatan yang telah disepakati dan merupakan kompromi yang terbaik. Jadi,jika kita lihat dari proses jalannya siding-sidang BPUPK ( untuk mempersiapkan kemerdekaan), sudah dapat dibilang ada kata sepakat
Ketakutan terhadap Piagam Jakarta
Saat Soekarno berpidato bahwa Piagam Jakarta merupakan kompromi yang sebaik-baiknya, namun dalam pandangan Umat Islam sendiri,ada beberapa tokoh yang tidak puas dengan hasil tersebut, namun keputusan Pemimpin saat itu menyatakan bahwa naskah tersbut sudah “pas” dan akhirnya semua setuju.
Disisi lain,pihak Kristen banyak juga yang tidak setuju terhadap tuju kata tersebut dengan alasan menegakan syariat Islam.Logika berpikir seperti ini jelas terbailk, karena jelas,dari Piagam Jakarta itu sendiri secara tegas menyebutkan tentang sila pertama sampai kelima yang bersifat konstitusi.
Umat selain islam tidak perlu khawatir akan takutnya syariat Islam ditegakkan.Kalimat tersebut memberitahukan bahwa Umat Islam menjalankan syariat Islam, dan juga umat lain tentu tidak akan dipaksa menjalankan syariat Islam, tentu ini phobia yang luar biasa jika menganggap tujuh kata itu menganakemaskan Umat Islam.
Sidang PPKI merupakan momen yang tepat saat orang-orang yang “ketakutan” terhadap kesepakatan Piagam Jakarta. Saat itu para pejuang Islam dalam sidang merasa terjepit, karena ancaman apabila tidak dihapuskan tuju kata ,maka golongan-golongan tersebut tidak akan bergabung dengan NKRI.
Perjuangan para pahlawan yang berates-ratus tahun dilakukan, dan kemerdekaan yang sudah didambakan, bagi Umat Islam tentu cita-cita yang paling ingin dicapai. Oleh karena itu, dapat dibilang penghapusan tuju kata dalam Piagam Jakarta merupakan bukti nyata Umat Islam, dengan cinta terhadap bangsanya dan juga toleransi agama, penghapusan tujuh kata yang merupakan kesepakatan tidak “dipermasalahkan” oleh tokoh-tokoh pejuang kita. Sebuah toleransi yang patut diapresiasi dibanding pihak yang ketakutan tidak berdasar terhadap piagam Jakarta
Membangun Kembali Semangat Piagam Jakarta dan Syariat Islam
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 telah mengingatkan umat Islam akan syariat agamanya,dan syariat itu adalah jalan menuju kesempurnaan. Dengan syariat, akan menambah keyakinan umat Islam terhadap pembuat syariat yaitu Allah SWT. Merupakan jalan yang lurus yang membawa kepada kebaikan dunia dan akhirat. Ibnul Qayyim dalam bukunya I’lam Al Muwwaqin menyatakan hikmah-hikmah dalam syariat Islam.
Sejarah membuktikan bagaimana kota Madinah saat diberlakukanya syariat secara resmi oleh Negara dimana hak-hak umat selain Islam terjamin, bagaimana kita lihat Negara Palestina saat Islam memerintah disana, terjadi hidup dengan damai, juga saat Umar bin Abdul Aziz memerintah sampai baitul mal itu penuh dan tidak ada orang yang membayar zakat.
Para pejuang kita, sebelum merdeeka, seperti Kyayi Mojo, Jendral Soedirman, Sultan-sultan kerajaan, menyadari bahwa syariat Islamlah yang harus ditegakkan. Belanda berusaha menghilangkan dan menghapus syariat Islam, dan juga menjauhkan uamt Islam dari agamanya. Namun usaha mereka sia-sia, H Agus Salim dalam BPUPK mengatakan “Umat Islam akan tetap menjalankan syariat Islam dengan atau tanpa Negara, sebab syariat islam mencakup seluruh aspek kehidupan”
Agaknya pada zaman sekarang, kita telah merdeka dan menjalani kehidupan dengan aman, Berbeda dengan para pejuang kemerdekaan kita yang dahulu hidup benar-benar sulit, namun tetap membawa nilai islam dan teguh dalam dirinya. Oleh karena itu semangat Piagam Jakarta yang telah diperjuangkan oleh para pendahulu kita, harus tetap kita perjuangkan dan Jalankan.
Piagam Jakarta merupakan rangkaian kesatuan dengan UUD 1945 yang tak terpisahkan dan secara resmi ditegaskan dalam dekrit 5 Juli 1959. Umat Islam seharusnya bersyukur dapat hidup di Indonesia, dimana syariat Islam dapat dijalankan dengan baik, dan bahkan didukung secara konstitusional, dimana dinegara lain mungkin untuk memakai jilbab saja tidak bisa.
Oleh karena itu,cukup mengherankan jika ada kelompok yang ingin menjauhkan umat Islam dari syariatnya, bahkan dari umat Islam sendiri.Para pejuang kita, ulama kita,cendekiwan muslim mengetahui bahwa, syariat harus diperjuangkan.Sehingga sebagian hukum islam sudah diterapkan di Indonesia seperti perkawinan, zakat, haji, makanan halal, waris dan ini merupakan suatu yang sah secara konstitusi.
Syariat islam bukan barang baru di Indonesia,dan telah diperjuangkan ratusan tahun oleh para pejuang kita. Sebagian sudah berhasil, dan sebagian belum sempurna.Tugas kita sebagai generasi penerus bangsa adalah melanjutkan perjuangan mereka dan menyempurnakan syariat Islam dan di Indonesia ini dengan adanya dekrit presiden 5 Juli 1959, semakin memperkuat kedudukan menjadikan syariat Islam dilaksanakan dengan sempurna oleh pemeluknya.
Islam merupakan agama rahmatan lil alamin, membawa kebaikan kepada sekitarnya,dan syariat islam suatu saat akan sempurna dan membawa kebaikan kepada Indonesia, bahkan dunia ini.
Parlemen Versi Darun Nadwah
Orang-orang kafir Quraisy dahulu memiliki parlemen untuk menyusun rencana-rencana mereka, Darun Nadwah namanya. Dalam parlemen inilah masalah-masalah pelik biasanya mereka putuskan.
Siang itu hari kamis 25 shafar tahun 14 dari kenabian Muhammad, mereka kembali mengadakan pertemuan di Darun Nadwah. Mereka sangat cemas melihat bahaya besar yang bisa mengancam eksistensi paganisme yang begitu mereka jaga dan lestarikan.
Mereka tahu betul bahwa risalah yang Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bawa sangat berpengaruh bagi para kader-kader Beliau untuk terus bertekad memperjuangkan komitmen tauhid.
Seluruh petinggi dari kabilah-kabilah Quraisy hadir berembuk membahas langkah-langkah strategis untuk mematahkan tonggak dakwah islamiyah seluruhnya. Nampak dari kabilah Bani Makhzum, Abu Jahal. Bani Naufal diwakili oleh Jubair bin Muth’am, Thuaimah bin Adiy, dan al-Harits bin Amir, tampak juga Jubair bin Rabiah, Abu sufyan bin Harb ( yang kala itu belum memeluk Islam) menjadi wakil dari Bani Abdusyams, sementara An-Nadhar bin al-Harits tokoh yang pernah meletakkan isi perut kambing di punggung Rasulullah, mewakili Bani Abdul Dar.
Selain dari mereka, hadir juga Abul Bukhturi bin Hisyam, Zam’ah bin Al-Aswad, dan Hakim bin Hisyam dari Bani Asad. Dan dari Bani Sahm hadir Nabih bin al-Hajjaj, sedang dari Bani Jamh datang Umayyah bin Khalaf.
Masing-masing dari mereka memberi usulan. Abul Aswa mengawali dengan mengusulkan Agar Rasulullah dibuang saja ke negri lain. Namun usulan ini ditolak karena mereka sadar akan kepribadian Rasulullah yang memukau, takut kalau di negeri tersebut Rasulullah masih saja mengkader para pemegang panji Islam.
Abul Bukhturi memberikan usulan kedua agar Rasulullah dipenjara saja hingga menemui ajalnya di dalam penjara. Tapi, lagi-lagi usulan ini juga tertolak. Mereka tahu para sahabat Rasulullah tak kan tinggal diam untuk membebaskan Rasulullah dan kelak akan tetap menaklukkan Mekkah.
Setelah dua usulan ini tertolak, datanglah gembong penjahat Makkah dengan usulannya. Abu Jahal mengusulkan agar tiap-tiap kabilah Quraisy mengutus seorang pemuda yang kuat perkasa, lalu secara bersama-sama pemuda-pemuda tersebut mendatangi Rasulullah dan membunuhnya serentak.
Ketika Rasulullah telah terbunuh maka tanggung jawab atas kematiannya terbagi secara merata pada semua kabilah Quraisy, hingga Bani Abdul Manaf tidak akan membuat balasan, kemungkinannya hanya akan menuntut diyat (denda).
Parlemen Darun Nadwah akhirnya sepakat dengan ide Abu Jahal tersebut. Mereka mempersiapkan konspirasi untuk membunuh Rasulullah sebagai hasil rapat mereka.
Setelah diputuskannya rencana tersebut, Jibril turun menyampaikan wahyu kepada Rasulullah agar Beliau hijrah menyusul para sahabatnya yang telah lebih dulu berangkat. Hingga pada akhinya Rasulullah pun meninggalkan tanah kelahirannya.
Parlemen ala Darun Nadwah bisa jadi akan ada di setiap zaman untuk menindas kaum Muslimin. Pengusiran dari tanah mereka sendiri seperti usul Abul Aswa, penjara dan penindasan seperti usul Abul Bukhturi, atau yang paling ekstrem yaitu pembantaian seperti usul Abu Jahal.
Kita juga mengenal rapat model Darun Nadwah yang pernah diadakan oleh kaum yahudi. Kongres Zionis Internasional untuk kali pertama yang diadakan di Bassel Switzealand sebagai langkah untuk menyatukan sikap tokoh Zionis Dunia melahirkan negara yahudi.
Salah satu hasil kongres tersebut berbunyi: “Zionisme bertujuan untuk membangun sebuah Tanah Air bagi kaum Yahudi di Palestina yang dilindungi oleh undang-undang.”
Didaulatlah Theodore Hertzl sebagai pemimpin gerakan ini, Protocolat of Zion yang berisi strategi Zionis-Yahudi menguasai dunia juga disahkan menjadi agenda bersama.
Yahudi Internasional pasca ‘musyawarah’ itu menempuh segala cara untuk bisa mewujudkan ambisinya. Pada 2 November 1917, terjadilah deklarasi Balfaour yang berisi surat Menlu Inggris, Lord Arthur James Balfour, ditujukan kepada Pemimpin Komunitas Yahudi Inggris, Rothschild, untuk diteruskan kepada Federasi Zionis, yang berisi pemberitahuan tentang persetujuan pemerintahan Inggris menyokong keberadaan sebuah negara Yahudi di bumi Palestina.
Dan akhirnya pada 14 Mei 1948 lahirlah negara yahudi yang dinamakan Israel, semuanya sukses dilaksanakan dalam tempo 50 tahun sejak rapat akbar yahudi tersebut (1897). Negara yang berdiri setelah sebelumnya didahului upaya teror, pembunuhan, dan pengusiran terhadap bangsa Palestina, yang hingga saat ini masih juga kita saksikan.
Parlemen ala Darun Nadwah juga mengajarkan kepada kita tentang rencana-rencana keji dari musuh-musuh Allah yang tidak pernah senang melihat ketinggian izzah umat ini.
Usaha mereka betul-betul tertata dengan agenda yang terencana secara matang dan terukur. Walan tardho ‘ankal yahudu walan nasharo hatta tattabi’a millatahum,
"Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka." (Al-Baqarah: 120)
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka." (Al-Maidah: 51)
Jadi sangat aneh rasanya sekaligus ironis jika sebagian kaum Muslimin masih ada yang menganggap orang-orang kafir layak menjadi wali-wali dari kaum mukminin. Wallahul musta’an wa huwa ahkamul haakimiin.
Profil Penulis:
Marzuki Umar; Sekjen BEM Ma'had 'Aly al-Wahdah (STIBA) Makassar — Mahasiswa Al-Madinah International University, jur. dakwah & ushuluddin — Aktivis FLP Sulawesi Selatan; E mail: marzuq_omar@yahoo.com; Blog :http://www.penatarbiyah.blogspot.com
Marzuki Umar; Sekjen BEM Ma'had 'Aly al-Wahdah (STIBA) Makassar — Mahasiswa Al-Madinah International University, jur. dakwah & ushuluddin — Aktivis FLP Sulawesi Selatan; E mail: marzuq_omar@yahoo.com; Blog :http://www.penatarbiyah.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar