Tenggelamnya Ekonomi dan Mata Uang Euro
Presiden Perancis Sarkozy dan Pemimpin Uni Eropa
Drama politik terjadi saat Inggris melakukan penolakan rencana perjanjian baru yang akan digulirkan Uni Eropa, khususnya dalam melakukan kebijakan dibidang fiskal dan anggaran.
Penolakan Inggris itu, membuat masa depan euro dan zona euro menjadi suram. Kelangsungan hidup euro menjadi terancam. Nampaknya, sejumlah negara Eropa sudah ancang-ancang kembali mata uang mereka masing-masing. Ini akan lebih mengancam bukan hanya mata euro, tetapi keberadaan organisasi Uni Eropa, yang beranggotakan 27 negara.
Kekacauan moneter dan krisis utang Eropa masih sangat besar dan melahirkan sejumlah pertanyaan meresahkan. Krisis utang itu, bukan hanya mengancam mata uang euro, tetapi akan menghantam kesatuan negara-negara Uni Eropa, yang sudah mereka bangun dengan susah payah. Jika krisis ini terus memuncak, dan salah satu negara anggota Uni Eropa keluar dari keanggotaan dan meninggalkan mata uang euro, maka ini sebuah lonceng kematian bagi sebuah kekuatan regional yang besar, yang beranggotakan 27 negara.
Setiap kali pertemuan yang berlangsung diantara para pemimpin Uni Eropa, tidak mencapai sebuah persetujuan yang mamadai. Mereka tidak mencapai kesepakatan yang konkrit, dan imkplementatif, yang dapat dijadikan dasar kebijakan masing-masing negara anggota Uni Eropa.
Inilah ancaman terbesar di tengah krisis yang mendera Uni Eropa dan mata uang euro saat ini. Sejak Yunani mengalami default (bangkrut), yang kemudian disusul Itali, pandangan buram dan penuh skeptisme terus membayangi daratan Eropa. Akhirnya, mereka para pemimpin Uni Eropa itu, memilih mempertahankan kepentingan nasional masing-masing.
Jerman yang menjadi penyangga ekonomi Uni Eropa, sudah tidak sanggup lagi, dan menyatakan angkat tangan (hand of), jika harus terus-menerus menggelontorkan bailout kepada negara-negara yang terkena krisis keuangan saat ini. Kanselir Jerman Angela Merkel, menyatakan, "Kami tidak mungkin terus mengeluarkan dana talangan kepada negara-negara yang sekarang tertimpa krisis", ujarnya.
New York Times, membuat liputan tentang krisis ekonomi dan utang, yang menggerogoti mata uang euro, dan sekarang mencapai puncakanya. Krisis utang yang sudah ditimbun oleh negara-negara Eropa, dalam jangka waktu puluhan tahun itu, sekarang mereka menghadapi dampaknya seperti benang kusut, yang tidak dapat dipecahkan dengan berbagai teori ekonomi mutakhir, yang mereka miliki.
Krisis utang Eropa bermula dari Yunani, yang merembet ke seluruh benua Eropa itu, mempunyai efek berantai yang dampaknya sangat luas. Seluruh daratan benua Eropa sekarang ini sangat rentan, dan dalam ancaman bahaya krisis utang yang akan mengubah seluruh tatanan politik dan ekonomi. Ini terbukti, krisis utang telah mencopot perdana menteri Yunani, Irlandia, Itali, dan Spanyol, dan akan terus bergerak seperti angin puting beliung.
Krisis utang sekarang ini, menimbulkan pertanyaan kepada mata uang euro, yang mungkin tidak mungkin dapat dipertahankan lagi. Tetapi, jika sejumlah negara melepaskan ikatannya dengan mata uang euro, maka konsekswensinya ikatan Uni Eropa, sebagai kekuatan regional yang besar, dan dengan jumlah penduduk mencapai 400 juta itu, akan runtuh.
Sejumlah ekonom sudah mulai memikirkan kemungkin mata uang lainnya, dan melirik kepada dirham, yang dinilai cukup stabil. Krisis utang ini, ikut menghancurkan bank-bank besar di Eropa, berhentinya modal dari luar negeri, pengangguran yang terus melonjak, dan bahkan salah satu negara anggota Uni Eropa, Spanyol, tingkat pengangguran telah mencapai 40 persen.
Mata uang euro jatuh, pasar modal rontok, menjauhnya kreditor asing, dan menimbulkan trauma masyarakat yang telah banyak kehilangan uang mereka. Kemungkinan kondisi ini akan menimbulkan depresi besar yang akan melanda Uni Eropa.
Peniliti Perancis Emmanuel Todd berpendapat bahwa ledakan euro akan menghasilkan periode krisis ekonomi, panik, dan ketidakstabilan, serta dampaknya akan berkepanjangan. Tahun 2012 daratan Uni Eropa dan mata uang euro, nampaknya akan menghadapi skenario paling pahit, dan menanti gulung tikar.
Karena, nampaknya sangat sulit, negara-negara anggota Uni Eropa, bisa melepaskan kepentingan nasional mereka. Mereka akan menghadapi rakyat yang marah. Ini sebuah kondisi yang akan dihadapi, dan memaksa para pemimpin Uni Eropa harus memilih. (mh/tm)
Sarkozy :
Memasukkan Yunani Menjadi Anggota Uni Eropa Kesalahan
Jangan terlalu cepat untuk merayakan keberhasilan perstujuan yang dicapai, ujar Presiden Perancis Sarkozy. Pernyataan Sarkozy itu disampaikan sehari setelah mencapai kesepakatan pada krisis utang diantara para pemimpin Uni Eropa.
Presiden Prancis Nicolas Sarkozy mengatakan bahwa membiarkan Yunani masuk menjadi anggota zona euro pada tahun 2001 adalah "kesalahan". Karena masuknya Yunani menjadi anggota zona euro itu, dengan data ekonomi palsu pada saat itu.
Sarkozy menambahkan bahwa sementara Yunani tidak siap untuk dimasukkan ke dalam zona euro, kesepakatan baru akan menyelamatkan negara Yunani akan menjadi ancaman bagi Eropa. "Jika Yunani mengalami kegagalan, akan ada efek domino yang membawa semua zona euro kepada malapetaka," kata Sarkozy.
Menteri luar negeri Yunani mengatakan kepada BBC bahwa negaranya tidak harus menjadi kambing hitam bagi semua krisis pasar Eropa. Kesepakatan baru bank-bank memegang utang Yunani, nampaknya akan menerima kehilangan 50 persen dana mereka, dan akan memompa dengan dana talangan baru sebesar € 100 miliar euro kepada Yunani. Ini yang membuat zona euro sempoyongan. (mh/nwk)
Perdana Menteri Yunani George Papandreou Menolak Bailout
Perdana Menteri Yunani George Papandreou dilaporkan memilih membatalkan bailout (dana talangan) Uni Eropa, ujar pejabat yang dekat dengan Papandreou, Kamis. Sementara bailout Eropa sangat tidak populer di kalangan rakyat Yunani. Tindakan dan pilihan Papandreou ini menyebabkan pesimisme di seluruh zona euro, yang sekarang dihimpit krisis utang.
Papandreou mengatakan kemungkinan akan menyelenggarakan referendum, apakah Yunani akan tetap menggunakan mata euro atau tidak, dan tetap bergabung dengan Uni Eropa. Para pemimpin Eropa, seperti dikatakan oleh Presiden Perancis Nicolas Sarkozy dan Kanselir Jerman Angela Merkel bahwa jika Yunani meninggalkan euro, negara Yunani akan dipaksa meninggalkan Uni Eropa-dan kehilangan semua bantuan Uni Eropa, Jum'at.
Ada seruan agar Papandreou mengundurkan diri. Meskipun, kemungkinan pemerintah bisa digulingkan lebih cepat, akibat menghadapi mosi tidak percaya oleh Parlemen, Jum'at.
Reuters melaporkan Papandreou membuat kesepakatan dengan para menterinya mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaan kepada sebuah pemerintahan koalisi, jika mereka gagal membantu dia memenangkan dukungan. Sementara itu, Bank Sentral Eropa menurunkan suku bunga acuan dalam menanggapi apa disebut "resesi ringan" oleh Presiden ECB Mario Draghi dari Itali.
Prancis dan Jerman menuntut kepada Yunani menegaskan, apakah Yunani berencana tetap mempertahankan euro atau tidak, sebelum memperpanjang utang, dan bantuan utang yang baru. "Apakah Yunani ingin tetap menjadi bagian dari zona euro atau tidak?" Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan Rabu. "Itu adalah kepada pertanyaan orang-orang Yunani, sekarang mereka harus menjawab."
Pemimpin Eropa yang sudah kehabisan kesabaran itu, terus mendesak Perdana Menteri Yunani George Papandreou untuk menghentikan referendum mengenai paket bailout, di mana Yunani rencananya akan menyelenggarakan pada 4 Desember, sebelum Papandreou pergi.
Krisis utang yang terjadi Yunani telah menyerret seluruh negara zona euro menuju jurang resesi, dan menghadapi krisis utang yang sangat dalam. Utang Yunani sudah mencapai 165 persen dari PDB-nya. Ini menyebabkan negara-negara zona euro tidak dapat berbuat banyak mengatasi situasi krisis utang sekarang ini.
Selain, itu kemarahan rakyat di semua negara zona euro terus meningkat, akibat kebijakan "mengecangkan ikat pinggang", yang berdampak terhadap rakyat di seluruh zona euro, yang semakin sengsara. (mh/nwek)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar