Ikrar Nusa Bhakti [Peneliti LIPI]: Obama melakukan kebohongan
Bilal
Selasa, 20 Desember 2011 10:42:51
Obama dalam membangun kebijakannya tidak luput diselimuti kebohongan-kebohongan publik, hal ini diungkapkan oleh Ikrar Nusa Bakti dalam Refleksi akhir tahun dengan Tema “Tahun Penuh Dusta, Masihkah Asa itu Ada ?” bertempat di Kantor PP Muhammadiyah Jl.Menteng raya No.62 jakarta , Senin(19/12) ketika membahas berbagai macam kebohongan yang pernah dilakukan oleh pemimpin dunia.
Menurutnya, doktrin Obama yang mengatakan bahwa Asia-Pasifik adalah wilayah terpenting bagi Amerika Serikat adalah salah satu kebohongan. Karena bagaimanapun juga, Amerika Serikat memandang Eropa sebagai mandala utama, Timur tengah adalah mandala kedua, dan Asia adalah mandala pinggiran bagi kepentingan Amerika Serikat.
“Tapi gara-gara, kepentingan dalam bidang ekonomi dan dalam menghadapi China ” Kata Ikrar yang merupakan Peneliti LIPI ini.
Ikrar menambahkan, bahwa ada beberapa kebohongan lagi yang dilakukan oleh Obama, diantaranya terkait keterlibatan Amerika dalam serangan terhadap Libya, dimana Obama berdalih demi melindungi rakyat Libya dari rezim dictator Khaddafi dan membangun demokrasi di Libya. Padahal menurut Ikrar itu bukanlah alasan sebenarnya.
“Jika ditelusuri seluruh serangan Amerika terhadap negara Arab, itu demi keamanan energy” ujarnya yang didaulat menjadi salah satu pembicara dalam refleksi akhir tahun tersebut.
Tak hanya itu, menurutnya slogan-slogan yang didengungkan oleh Amerika sejak tahun 1979 seperti responsibility protect dan to build democracy in the middle east hanyalah jargon-jargon politik untuk merebut simpati rakyat Amerika dan Kongres AS.
“kenyataannya serangan tersebut demi menghabisi negara-negara yang tidak sepaham dengan Amerika yang saat bersamaan kaya akan minyak” lontar Ikrar yang sebelumnya memaparkan kebohongan para presiden Amerika sebelum Obama.
Tak cukup disitu, Obama meneruskan kebohongannya dalam menjelaskan keberadaan pasukan 2.500 marinir di Darwin , Australia . Dengan mengatakan hanya sebagai kepentingan rotasi pasukan dan latihan penanganan bencana alam, serta tidak ada kaitan merespon situasi politk Asia tenggara dan terkait China , serta Papua.
Bahkan, Ikrar sempat diyakinkan oleh kedubes AS dengan mengatakan ‘ I guarantee, to twenty five hundred marines in Darwin is nothing to do china and papua” pada pertemuan dua hari yang lalu. Tetapi Ikrar hanya tersenyum dan tidak menaruh kepercayaan terhadap ucapan tersebut.
“Saya belajar bahwa diplomat itu memang dibayar mahal untuk berbohong” tukasnya yang disambut tepuk tangan dan tawa peserta yang hadir.
Sehingga, Ikrar berkesimpulan seluruh presiden Amerika dan diplomatnya memang harus berbohong dalam menjalankan kebijakan politiknya.
“Untuk mencari dukungan rakyat dan kongres AS demi kepentingan politik Amerika yang strategis”papar Ikrar.
Persoalan kemudian menurutnya timbul sebuah pertanyaan, apakah pemerintah Indonesia dan jajarannya juga melakukan kebohongan yang sederajat dengan Amerika dalam kaitan hubungan internasional. Ketika Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan kita bisa menerima alasan Amerika yang menyatakan keberadaan pasukan marinir Amerika di Darwin hanyalah untuk kepentingan rotasi pasukan dan latihan penanganan bencana.
“Dan pertanyaanya juga, dia itu berbohong atau takut kepada Obama?” tandas Ikrar.
(Bilal/arrahmah.com)
Saurip Kadi: Pembantaian Mesuji adalah Fakta
Bilal
Selasa, 20 Desember 2011 10:31:44
Mayjen (Purn) TNI Saurip Kadi menjelaskan kejelasan adanya pembantaian warga di Mesuji , Ia juga membantah video pembunuhan warga di Kecamatan Mesuji, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, merupakan hasil penggabungan dengan rekaman gambar-gambar peristiwa kekerasan di Thailand .
“Tim pencari fakta sudah kesana dan mengakui ada pemenggalan. Sekarang ini perusahaan yang terlibat dalam kasus Mesuji masih ada, keluarga korban pembantaian juga masih ada. Jadi tak perlu mengurusi hal teknis seperti itu. Fokus urus warga, jangan fokus mengurusi darimana video tersebut,” ujar Saurip, Senin (19/12) saat jumpa pers di kantor PP Muhammadiyah.
Saurip menuturkan untuk meyakinkan kebenaran tentang fakta tersebut, dirinya akan menampilkan testimoni dari keluarga korban yang belum mau ia ungkapkan kapan akan dilakukan testimony tersebut.
“Tunggu tanggal mainnya,” tukasnya. Saurip pun kembali menegaskan korban yang meninggal tetap berjumlah diatas 30 orang sampai pengecekan terakhir. Dan jumlah tersebut Ia yakininya masih bisa bertambah.
“Saya akan minta orang tua dan keluarga korban untuk menyampaikan testimoninya. Mereka akan umumkan sendiri dan menunjuk di mana kuburannya,” tegasnya. Saurip menambahkan, data mengenai kasus Mesuji yang ia sampaikan ke Komisi III DPR memang benar adanya. Bila ada pihak yang ingin membuktikan, ucapnya, pasti bisa menemukan dan menghitung berapa korban yang jatuh atas insiden tersebut.
Saurip Kadi menjelaskan bahwa ia sudah memiliki saksi dan perekam video yang belum mau ia ungkapkan identitasnya. “Video asli ada di tangan saya. Kalau berani menjamin keamanan, saya akan serahkan saksi dan perekam video. Jadi pemerintah tidak usah berkelit membela diri,” tambahnyanya.
Menurutnya, pemerintah termasuk DPR tidak perlu mempertanyakan keaslian video. Seharusnya pemerintah segera menuntaskan kasus kekerasan yang dialami warga karena persoalan sengketa lahan.
“Substansinya peristiwa (pembantaian) itu terjadi di Indonesia , yang jadi korban warga Indonesia . Pemerintah bukannya lamban lagi, tetapi sudah membiarkan kasus in, seharusnya minta maaf dulu,” tegas dia.
”Kok ngomong begitu? Tidak ada unsur politis, politis apa? apa yang mau diambil keuntungan? Kebetulan saja saya anak petani dan melihat ini ada banyak korban yang harus ditindaklanjuti,” kata Saurip.
Menurutnya, perkara sengketa lahan antara perusahaan dengan warga terus terjadi bahkan hingga menimbulkan korban jiwa. “Harusnya pemerintah tidak membela diri, harus cepat-cepat minta maaf kepada rakyat. Ini bukannya ditangani malah ribut, mestinya yang dikerjakan ya Presiden turun langsung ke lapangan bukan mendelegasikan tugas ke orang lain,” sambungnya.
Tambahnya, kasus sengketa lahan bermula ketika pemerintah mengeluarkan surat izin penggunaan lahan kepada perusahaan. Padahal, lahan yang akan digarap perusahaan sudah ditempati warga selama puluhan tahun.
“ini konspirasi pengusaha dan penguasa. Ini urusan fulus wani piro? Izin penggunaan lahan diberikan ke pengusaha karena ada duit. Warga yang turun temurun ada disitu, dikalahkan dengan surat izin yang belakangan dikeluarkan,” pungkasnya.
Lebih dari itu,Kebijakan yang dilakukan Pemerintah dengan membentuk TGPF tidak tepat. Menurutnya yang dibutuhkan warga Mesuji saat ini bukan TPGF, melainkan pertolongan secepat mungkin.
“Harusnya Presiden tanya ke Komnas HAM, benar nggak itu yang dikatakan teman saya, Saurip? Apa susahnya menanyakan itu ke Komnas HAM? Yang dibutuhkan oleh warga Mesuji sekarang ini pertolongan secepat mungkin, bukan TPGF,” ujar Saurip.
Saurip menuturkan data yang didapat oleh Komnas HAM sudah lengkap. Gubernur setempat pun sudah mengetahui hal tersebut. Karena itu ia sangat menyayangkan pemerintah baru mengetahui hal tersebut saat kasus Mesuji diungkap oleh DPR.
“FPI (Front Pembela Islam) saja dokternya sudah kesana (Mesuji). Pemerintah baru bentuk TPGF. Harusnya pemerintah bantu buatkan dapur umum, dirikan tenda-tenda, bangun rumah, supaya warga disana hidupnya tertib,” tegasnya.
(Bilal/arrahmah)
Tragedi Mesuji: Ketika Aparat 'Keparat' Jadi Centeng Perusahaan
Jakarta (voa-islam) – Siang tadi, Senin (19/12), para korban Tragedi Mesuji – Lampung dan sejumlah elemen yang menamakan dirinya Dewan Penyelamat Negara (DPN) mendatangi kantor PP Muhammadiyah di Menteng, Jakarta. Dalam konferensi pers, mereka menyebut Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) – Boediono sebagai pemimpin Republik Mafia.
Dalam press release-nya, DPN meliputi: PP Muhmmadiyah, Front Penyelamat NKRI, FPI, Garis, KPA 66, Komnsduk, LAKI Pejuang 45, BIMA, Fedhando, Fortu, Perti, GNPI, FRJ, Mata Indonesia, GRN, Indonesian Force, Laskar Panglima Besar Soedirman dan sejumlah LSM Pro Perubahan lainnya. Hadir diantaranya, Mayjend (Purn) Saurip Kadi. Imam Daruqutni (Muhammadiyah), Yudistira Massardi, Panglima Laskar Pembela islam Ustadz Maman.
“Dalam investigasi yang dilakukan, kasus di Lampung dan Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) ditemukan total korban di atas 30 jiwa di delapan titik. Saat ini saksi kunci sudah diamankan, termasuk yang disuruh membuat video pembantaian Mesuji. Jangan sampai saksi itu dihilangkan, seperti dua ajudannya Susno Duaji, Budi Sampurno dan Budi Rohadi yang mati di New York,” ujar mantan Asisten Teritorial KSAD Mayjen (Purn) Saurip Kadi saat membacakan pernyataan sikap di hadapan sejumlah wartawan.
Jangan sampai, lanjut Saurip Kadi, para anggota DPR ikut-ikutan tolol dan berlagak tidak paham. Pembantaian, kok dibilang aparat tidak terlibat. “Anggota DPR harus tanya sama rakyat (korban) biar jelas.. Anggota DPR harus segera membeberkan siapa-siapa saja di belakang PT. Silva Inhutani, BSMI, SWA, Grup BW dan lain-lain. Agar kita tidak dikadali oleh Polri yang katanya aparat tidak terlibat.”
Para aktivis pro perubahan itu juga mempertanyakan sikap aparat yang memutar-balikan fakta, mengadu domba antar warga, mengalihkan perhatian, mengaburkan dan memperkeruh keadaan, sehingga membingungkan rakyat dan media. “Aparat sudah jadi centeng pengusaha. Mereka membentuk Pam Swakarsa yang berjumlah 100-200 orang untuk menggusur puluhan ribu rakyat, bahkan membantai rakyat. Pam Swakarsa itu jelas dibekingi aparat keamanan bersenjata.”
Tak Perlu Lagi Tim Pencari Fakta
Saurip Kadi mengaku jengkel, jika pemerintah masih saja membentuk Tim Investigasi. Padahal, Komnas HAM sudah bekerja setahun ini dan tahu duduk soalnya. Yang jelas, Pemda Provinsi Lampung sudah tidak mampu lagi menyelesaikan persoalan, karena menyangkut kebijakan Pemerintah Pusat. Dalam dunia militer, SBY harus ambil alih komando dan segera beri solusi. “Aneh, jika SBY malah menunjukan Deni Indrayana sebagai Tim Pencari Fakta. Lucu…,” ketus Saurip.
Seperti diketahui, pembantaian di Sodong sudah diketahui Komnas HAM, Polres setempat, bahkan ada rekaman media Lampung TV. Di negara lain, pemimpin yang gagal menjamin keamanan warganya, lebih memilih mundur karena malu. Bahkan ada yang bunuh diri.
Sementara itu dikatakan Mayjen (Purn) Tubagus Hasanudin, aparat kini sudah menjadi “polisi atau tentara bayaran”. Mereka, kata Tubagus, memang dibayar untuk membela perusahaan, sampai-sampai rakyat diposisikan sebagai penjahat. Aparat bayaran itu bukan menegakkan hukum, tapi menjaga asset-aset tuan yang membayarnya.
“Bahkan, ironisnya, aparat itu disuruh cuci mobil bos perusahaannya. Karena itu, sistem penugasan dan penempatan aparat harus ditata ulang. Jangan biarkan aparat yang sudah digaji dengan uang rakyat malah digunakan untuk menindas hak-hak rakyat. Ini VOC gaya baru,” demikian dikatakan Tubagus Hasanudin.
Tokoh Betawi Ridwan Saidi menilai tragedi Mesuji sebagai bentuk kejahatan kemanusiaan (etnic cleansing). Karenanya, kejahatan Pemerintah Indonesia itu harus dibawa International Court. “Ini kejahatan terbesar dalam sejarah umat manusia yang tak pernah dilakukan Hitler, Mussolini, Gengis Khan atau pun Kaisar-kaisar Romawi,” tukas Ridwan Saidi. (Desastian)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar