OMMA: 22 teroris AS tewas ketika 2 Mujahid tembak jatuh helikopter musuh
Hanin Mazaya
Selasa, 26 Juli 2011 06:32:30
Hits: 958
AFGHANISTAN (Arrahmah.com) –
Petinggi Mujahidin mengonfirmasikan penembakan terhadap helikopter salibis AS, mengatakan bahwa dua pencari kesyahidan dari Imarah Islam Afghanistan, menembakkan RPG dari jarak dekat untuk menjatuhkan helikopter musuh kemarin malam sekitar pukul 01.00 waktu setempat.
Menurut saksi mata, helikopter tersebut jatuh di dekat pusar distrik Manugi, provinsi Kunar. Lebih dari 22 tentara teroris AS dan awak heli tewas. Reruntuhan helikopter masih tergeletak di lokasi kejadian.
Dalam operasi lainnya, sedikitnya sembilan tentara pengawal tewas dan terluka bersama dengan hancurnya lima kendaraan militer dan suplai musuh dalam sebuah serangan yang dilancarkan oleh Mujahidin terhadap konvoy suplai musuh di dekat ibukota provinsi Logar pada Senin (25/7/2011).
Sedikitnya dua tentara boneka tewas dan empat lebih terluka dalam ledakan bom ranjau yang menghantam kendaraan militer musuh di ibukota provinsi Logar.
Sebuah serangan di distrik Sarubi, provinsi Paktia dilaporkan pada Senin. Menurut laporan, Mujahidin Imarah Islam Afghanistan menembakkan 8 mortir ke arah fasilitas militer di distrik tersebut yang menyebabkan kerusakan parah di sana dan menewaskan tiga tentara boneka Afghan.
Sekitar 3 tentara boneka tewas dan beberapa terluka dalam sebuah serangan oleh Mujahidin terhadap pos pemeriksaan di distrik Urgoon, provinsi Paktia pada Senin.
Mujahidin IIA menyerang patroli salibis AS di provinsi Juzjan, menewaskan atau melukai belasan tentara penjajah, namun jumlah pasti tidak diketahui. (haninmazaya/arrahmah.com)
Helikopter salibis NATO alami "kecelakaan" di Afghanistan
Hanin Mazaya
Senin, 25 Juli 2011 13:37:10
Hits: 837
KUNAR (Arrahmah.com) – Helikopter milik tentara teroris NATO kembali mengalami kecelakaan di provinsi Kunar, Afghanistan timur, lapor Press Tv pada Senin (25/7/2011).
Helikopter tersebut mengalami kecelakaan di distrik Manogi, provinsi Kunar pada Senin pagi.
NATO mengonfirmasikan kecelakaan ini dalam sebuah pernyataan.
Tentara penyelamat dibanjiri serangan oleh Mujahidin saat mereka mencoba meraih lokasi kejadian, menurut statemen NATO.
“Tentara koalisi diserang dengan senjata kecil, ketika berusaha mencapai lokasi jatuhnya helikopter. Seluruh penumpang dan anggota kru helikopter selamat dan berhasil dievakuasi menuju basis terdekat,” klaim NATO.
Sedangkan pihak Mujahidin menyatakan bahwa mereka bertanggung jawab atas terjatuhnya helikopter musuh dan melaporkan bahwa seluruh penumpang yang berada di dalamnya tewas di tempat. (haninmazaya/arrahmah.com)
Ulama Arab keluarkan fatwa 'pro Gaddafi'
Althaf
Senin, 25 Juli 2011 20:57:09
Hits: 1364
RIYADH (Arrahmah.com) – Seorang ulama terkemuka di Saudi Arabia muncul di dalam sebuah acara milik televisi negara Libya pada hari Senin (25/7/2011) untuk menyerukan fatwa yang mendesak agar para pemberontak segera menurunkan senjata mereka dan melakukan rekonsiliasi damai dengan rezim Muammar Gaddafi, lansir Emirates 247.
Hamoud bin Nafei Al Anzi, seorang imam di kota utama Saudi, Alasiah, menyatakan bahwa beberapa ulama terkemuka di wilayah Arab telah membuat keputusan darurat yang berbanding terbalik ketika mereka menyetujui melawan Gaddafi pada hari-hari pertama setelah pertempuran mulai pecah di negara Afrika Utara lima bulan lalu.
Al Anzi, yang mengunjungi Tripoli untuk bertemu dengan kubu Gaddafi mengatakan ia di Libya untuk kepentingan pribadi dan tidak mewakili pandangan pemerintah Saudi.
“Saya telah berkunjung ke banyak tempat yang dibom oleh tentara salib (NATO) di Libya… tentara salib ini hanya membunuh rakyat Libya tanpa pandang bulu dan ingin menghancurkan negara,” katanya dalam siaran yang diliput oleh televisi Libya.
“Saya menghimbau pada semua ulama dan cendekiawan untuk mengeluarkan sebuah fatwa bagi mereka yang memerangi pemerintah dan rakyat mereka sendiri agar meletakkan senjata dan bergabung dengan saudara-saudara mereka di meja perundingan jika Anda (pemberontak) benar-benar memiliki tuntutan. Jangan mengangkat senjata untuk menyelesaikan sengketa. Saya mengakui ada kesalahan tapi kesalahan tidak harus ditangani oleh kesalahan yang lebih besar. Demi Allaah, hentikan pertumpahan darah.”
Al Anzi merupakan ulama Arab pertama yang tampil di hadapan publik dan berani memberikan dukungan kepada Gaddafi.
“Saya melihat orang-orang yang tidak memiliki kaki dan tangan, mata mereka menjadi buta. Hal ini tidak bisa dibenarkan. Melawan pemerintah tidak perlu membawa orang asing. Negara Islam melarang ini. Saya menghimbau bagi semua warga Libya untuk menghentikan pertempuran, berbicara satu sama lain, serta tidak lagi mengandalkan para salibis,” lanjutnya.
“Saya hanya mendorong saudara-saudara saya di Arab Saudi dan negara-negara Islam lainnya untuk mengeluarkan fatwa saat ini demi melarang pertempuran dan pertumpahan darah.” (althaf/arrahmah.com)
Pihak Gaddafi: NATO bunuh 7 warga Libya dan membom gudang makanan
Althaf
Selasa, 26 Juli 2011 10:40:31
Hits: 131
TRIPOLI (Arrahmah.com) – Rezim Muammar Gaddafi melaporkan bahwa NATO telah membunuh setidaknya tujuh orang dalam serangan di sebuah klinik medis dan menghancurkan gudang persediaan makanan pada hari Senin (25/7/2011) di kota barat Zliten.
Serangan menimpa sebuah klinik kecil penyakit menular pada 8.00-8.30 waktu setempat, lansir warga kepada wartawan.
Para wartawan melihat sebuah bangunan hancur dengan tanda bulan sabit di pintu masuknya dan halaman bangunan itu yang luluh lantak oleh kaca, sarung tangan, tabung oksigen, obat-obatan, dan tandu, namun tidak ada korban.
Lima ambulans siaga di lokasi saat tim penyelamat menyisir reruntuhan untuk mencari kemungkinan adanya korban.
Para wartawan asing juga dibawa ke bagian lain di kota Zliten untuk meliput tiga bangunan penyimpanan makanan yang rusak dan beberapa unit bangunan lainnya yang masih terbakar akibat serangan NATO.
Israel terus gencarkan kekejaman terhadap tahanan Palestina
Rasul Arasy
Selasa, 26 Juli 2011 13:16:53
Hits: 63
TEPI BARAT (Arrahmah.com) – Pusat Hak Asasi Manusia untuk Palestina (PCHR) mengecam keras keputusan yang diambil oleh Administrasi Penjara Israel pada Rabu (20/7/2011), untuk menghentikan program pendidikan tinggi yang disediakan untuk para tahanan Palestina.
PCHR menyerukan pada masyarakat internasional untuk menekan Israel dan memaksa agar menghormati hukum internasional dan mengakhiri perlakuan tidak manusiawi dan merendahkan yang dilakukan secara sistematis dan terus menerus terhadap lebih dari 6.000 tahanan Palestina di penjara-penjara Israel dan pusat-pusat penahanan lainnya.
Keputusan tersebut merupakan bagian dari serangkaian langkah-langkah yang diambil oleh otoritas pendudukan Israel terhadap tahanan Palestina, yang pada dasarnya mengikuti perintah yang diberikan oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kepada Administrasi Penjara Israel pada akhir bulan lalu untuk mengurangi apa yang ia disebut sebagai “keuntungan yang diberikan” kepada para tahanan Palestina.
Langkah-langkah lain yang diambil terhadap para tahanan termasuk mengintensifkan pencarian dan menempatkan para pemimpin Palestina di penjara-penjara Israel, dalam kurungan tersendiri. Tahanan Palestina telah merespon dengan serangkaian tindakan protes atas hal tersebut dengan melakukan mogok makan selama 10 hari selama dua bulan terakhir.
Keputusan yang diambil oleh Administrasi Penjara Israel adalah bagian dari kebijakan umum yang diberlakukan oleh otoritas pendudukan Israel terhadap tahanan Palestina yang mengalami kondisi mengenaskan serta perlakuan yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat, termasuk penyiksaan, memburuknya kondisi kesehatan akibat kelalaian medis terhadap tahanan – termasuk tahanan yang menderita penyakit serius.
Yang menyebabkan kematian dalam dalam beberapa kasus. Keputusan ini sangat serius karena didasarkan pada instruksi yang diberikan dari atas pendirian politik Israel. Otoritas pendudukan Israel telah mengintensifkan langkah-langkah sewenang-wenang yang pernah terjadi sebelumnya terhadap tahanan Palestina menyusul penangkapan seorang tentara Israel Shalit Gilat pada bulan Juni 2006 silam oleh anggota perlawanan Palestina.
Langkah terakhir yang diambil terhadap para tahanan Palestina di penjara Israel merupakan kelanjutan dari ancaman yang diungkapkan oleh Netanyahu untuk menghentikan “keuntungan” yang diberikan kepada tahanan Palestina, terkait penolakan Hamas yang mengizinkan Komite Palang Merah Internasional untuk mengunjungi Shalit Gilat.
Selain menolak ratusan tahanan Palestina di Tepi Barat atas hak kunjungan mereka, para tahanan Palestina dari Jalur Gaza juga telah dilarang untuk dikunjungi selama lima tahun.
Ada lebih dari 6.000 tahanan Palestina di penjara-penjara Israel dan 22 pusat-pusat penahanan yang sebagian besar didirikan di Israel – yang merupakan pelanggaran secara jelas terhadap Konvensi Jenewa Keempat, khususnya Pasal 76 yang memaksa Negara untuk menahan tahanan di wilayah yang diduduki sampai terbukti bersalah.
Ada sekitar 700 tahanan Palestina dari Jalur Gaza di penjara Israel (termasuk enam tahanan ditahan sesuai dengan UU Kombatan Melanggar Hukum). Ada 400 tahanan Palestina dari Yerusalem dan masyarakat Palestina di Israel.
Tahanan Palestina termasuk 251 anak-anak dan 37 perempuan serta 307 tahanan yang ditangkap sebelum penandatanganan Kesepakatan Oslo pada tahun 1993. Ada juga 126 tahanan yang telah dipenjara lebih dari 20 tahun, termasuk 27 tahanan yang telah dipenjara lebih dari 25 tahun.
Ada 214 warga Palestina dan 19 anggota Dewan Legislatif Palestina, sebagian besar dari era Perubahan dan Nlok Reformasi yang berafiliasi ke Hamas, yang ditempatkan dalam penahanan administratif.
Sejak berdirinya, PCHR secara sistematis terus menindaklanjuti kasus ribuan tahanan di penjara Israel. PCHR telah memberikan bantuan hukum kepada tahanan dan keluarga mereka.
PCHR telah membangun file hukum yang relevan dan diserahkan ke forum internasional yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi para tahanan dan membebaskan mereka, serta untuk mengadili para pejabat Israel, baik pada tingkat politik dan keamanan, terkait kejahatan yang dilakukan terhadap tahanan Palestina.
PCHR mengecam keras tindakan-tindakan yang merupakan pembalasan dan hukuman kolektif yang dilarang menurut hukum internasional, termasuk Pasal 33 Konvensi Jenewa Keempat yang Berkaitan dengan Perlindungan Orang Sipil di Masa Perang, dan menyerukan kepada:
1. Pelapor Khusus PBB terkait Penyiksaan dan Kekejaman Lain, Tidak Manusiawi atau Perlakuan atau Hukuman untuk menyerahkan laporan tentang situasi tersebut ke Dewan Hak Asasi Manusia dalam rangka untuk menekan Israel untuk menghentikan praktek-praktek tersebut terhadap tahanan Palestina.
2. Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia untuk campur tangan untuk mengakhiri langkah-langkah hukuman yang diambil oleh otoritas pendudukan Israel terhadap tahanan Palestina.
3. Organisasi Hak asasi manusia internasional untuk menindaklanjuti kasus-kasus tahanan Palestina dan meminta pemerintah mereka untuk menekan Israel untuk menghentikan praktek-praktek sewenang-wenang terhadap tahanan Palestina dan membebaskan mereka. (rasularasy/arrahmah.com)
Why Muslims are 'terrorists', while Christians 'fundamentalists'?
Hanin Mazaya
Selasa, 26 Juli 2011 06:55:59
Hits: 478
This question was posed by the French newspaperMediapart. The publication says:
“For years, we impose very strict definitions: all of the Muslim” militants “- are” terrorists and fanatics, “and all the Christian militias – are” extremist or fundamentalist”.
Any war is, first of all, a war of words.
When the Nigerian Christian anti-Muslim groups organize pogroms, they are invariably called “religious clashes”, but when a similar is undertaken by “Nigerian Taliban” then everyone is talking about the massacre and terror….
When the blond, blue-eyed Norwegian kills hundreds of people, we are talking about fundamentalists, but when a man of darker complexion living in Caucasus is killing Russian soldiers, that is immediately labeled “the terrorism”.
When Dupont Lajoie kills migrants in France – is a manifestation of mental disorder.
When two planes hit the towers of New York, we are talking about the terrorist attack, but when the drones strikes in Afghanistan every day, killing people – it’s just a job the U.S. military has been tasked to do.
And so it goes on…
The repetition of certain words is intended to develop a conditioned reflex in humans. When “we” fire the “terrorists”, then say to myself: “Well, serves them well these no-gooders!”
When “they” blow up a bomb amongst “us”, we are “offered” massive increase in the numbers of police and less freedom, and we say to ourselves: “Well, that’s the way it is.”
According to the newspaper, “Both kinds of militants ought to be leveled-out in terms of what language we use to describe them. May they all be “terrorists”, because they share a common denominator in “struggle against any secularism, socialism, fascism, globalism and the likes as collaboration, understanding…”
source : Kavkaz Center
Tidak ada komentar:
Posting Komentar