Keuangan Negara : Skandal BLBI dan Bank Century
Kronologis Mega Skandal Ekonomi Indonesia BLBI
by @InfoBLBIBerawal dari krisis
ekonomi yang menerpa negara-negara di Asia tahun 1997.
Satu per satu
mata uang negara-negara di Asia merosot nilainya. Kemajuan perekonomian
negara-negara di Asia yang banyak dipuji oleh banyak pihak sebelumnya,
menjadi angin kosong belaka. Persis sebelum krisis ekonomi, @BankDunia
pada 1997 menerbitkan laporan berjudul “The Asian Miracle” yang
menunjukkan kisah sukses pembangunan di Asia. Ternyata kesuksesan
pembangunan ekonomi di negara-negara Asia tersebut tidak berarti banyak
karena pada kenyataannya, negara-negara tersebut tidak berdaya
menghadapi spekulan mata uang yang tinggi dan berujung pada krisis
ekonomi. Menyusul jatuhnya mata uang Baht, Thailand, nilai rupiah ikut
merosot. Untuk mengatasi pelemahan rupiah, Bank Indonesia kemudian
memperluas rentang intervensi kurs jual dan kurs beli rupiah, dari Rp.
192 (8%), menjadi Rp. 304 (12%).
Guna mengurangi tekanan terhadap
rupiah, Bank Indonesia mulai melakukan pengetatan likuiditas dengan
menaikkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dari 6% menjadi
14%. Akibat kondisi ini bank-bank umum kemudian meminta bantuan BI
sebagai lender of the last resort. Ini merujuk pada kewajiban BI untuk
memberikan bantuan kepada bank dalam situasi darurat. Dana talangan yang
dikucurkan oleh BI ini yang dikenal dengan BLBI.
Sesehat apa pun sebuah
bank, apabila uang dari masyarakat ditarik serentak tentu tidak akan
sanggup memenuhinya. Penyimpangan BLBI dimulai saat BI berikan
dispensasi kpd bank-bank umum utk mengikuti kliring, meski rekening
gironya di BI bersaldo debet. Dispensasi diberikan ke semua bank tanpa
melakukan pre-audit utk mengetahui apakah bank itu benar-benar butuh
bantuan likuiditas & sehat. Akibatnya, banyak bank yang tidak mampu
mengembalikan BLBI.**11 JULI 1997: Pemerintah RI memperluas rentang
intervensi kurs dari 192 (8%) menjadi 304 (12%), melakukan pengetatan
likuiditas dan pembelian surat berharga pasar uang, serta menerapkan
kebijakan uang ketat.**14 AGUSTUS 1997: Pemerintah melepas sistem kurs
mengambang terkendali (free floating). Masyarakat panik, lalu berbelanja
dolar dlm jumlah sangat besar. Setelah dana pemerintah ditarik ke BI,
tingkat suku bunga & deposito melonjak drastis krn bank berebut dana
rakyat.
**1 SEPTEMBER 1997: BI menurunkan suku bunga SBI sebanyak 3 kali.
Berkembang isu di masyarakat mengenai beberapa bank besar yg mengalami
kalah kliring dan rugi dalam transaksi valas. Kepercayaan masyarakat
terhadap bank nasional mulai goyah. Terjadi rush kecil-kecilan.
**3 SEPTEMBER 1997: Sidang Kabinet Terbatas Bid. Ekonomi, Keuangan
& Pembangunan, Produksi & Distribusi berlangsung di Bina Graha,
dipimpin langsung Soeharto. Hasilnya: pemerintah akan bantu bank sehat
yg alami kesulitan likuiditas. Bank ‘sakit’, akan dimerger/likuidasi.
Belakangan, kredit ini disebut bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
**1 NOVEMBER 1997: 16 bank dilikuidasi.
**26 DESEMBER 1997: Gubernur BI Soedradjad Djiwandono melayangkan
surat ke Soeharto, memberitahukan kondisi perbankan nasional yang terus
alami saldo debit akibat tekanan penarikan dana nasabah. Soedradjad
usul: “mengganti saldo debit dgn Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) Khusus
**27 DESEMBER 1997: Surat Gubernur BI dijawab surat nomor
R-183/M.Sesneg/12/1997, ditandatangani Mensesneg Moerdiono. Isinya,
Presiden menyetujui saran direksi BI utk mengganti saldo debit bank
dengan SBPU Khusus agar tidak banyak bank yg tutup dan dinyatakan
bangkrut.
**10 APRIL 1998: Menkeu diminta untuk mengalihkan tagihan BLBI kepada BPPN dengan batas waktu pelaksanaan 22 April 1998.
**MEI 1998: BLBI yg dikucurkan ke 23 bank capai Rp 164 triliun, dana
penjamin antarbank Rp 54 triliun, biaya rekapitalisasi Rp 103 triliun.
Adapun penerima terbesar (hampir dua pertiga dari jumlah keseluruhan)
hanya empat bank. Yakni BDNI Rp 37,039 triliun; BCA Rp 26,596 triliun;
Danamon Rp 23,046 triliun; dan BUN Rp 12,067 triliun.
**4 JUNI 1998: Pemerintah diminta membayar seluruh tagihan kredit
perdagangan (L/C) bank-bank dalam negeri oleh Kesepakatan Frankfurt. Ini
merupakan prasyarat agar L/C yang diterbitkan oleh bank dalam negeri
bisa diterima dunia internasional. Pemerintah terpaksa memakai dana BLBI
senilai US$ 1,2 miliar (sekitar Rp 18 triliun pada kurs Rp 14 ribu
waktu itu).
Bagian 2 ==> http://chirpstory.com/li/39183
Bagian 3 ==> http://chirpstory.com/li/39184
Bagian 4 ==> http://chirpstory.com/li/39370
Bagian 5 ==> http://chirpstory.com/li/41179
Bagian 3 ==> http://chirpstory.com/li/39184
Bagian 4 ==> http://chirpstory.com/li/39370
Bagian 5 ==> http://chirpstory.com/li/41179
Baca Juga:
- “Kronologi Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)” ==> http://blog.korupedia.org/?p=42
- “Skandal Skenario KLBI Penyebab Terjadinya Skandal Mega Korupsi BLBI” ==> http://chirpstory.com/li/27890
- “Bantuan Likuiditas Bank Indonesia Sebagai Penyelamat Bank” ==> http://chirpstory.com/li/39113
- “Upaya Menghapus Kasus BLBI” ==> http://chirpstory.com/li/39114
- “Pentingnya Membuka Tabir Skandal BLBI Kembali” ==> http://chirpstory.com/li/39115
- “Daftar Penerima BLBI Berdasarkan MSAA” ==> http://chirpstory.com/li/39116
- “Rapuhnya Kondisi Perbankan Nasional Medio 1997″ ==> http://chirpstory.com/li/39117
- “BLBI Salah Satu Skandal Perbankan & Kemanusiaan Paling Keji” ==> http://chirpstory.com/li/40267
- “Terbebaninya Rakyat Indonesia Akibat Hutang Obligor BLBI” ==> http://chirpstory.com/li/40613
- “Pembebanan APBN & Pembengkakan Hutang Akibat Penerbitan Obligasi BLBI” ==> http://chirpstory.com/li/40758
- “Boediono, dari BLBI hingga Century” ==> http://jaringanantikorupsi.blogspot.com/2012/12/medianusantara-boediono-dari-blbi.html
- “Kesalahan Boediono dari Masa kemasa” ==> http://jaringanantikorupsi.blogspot.com/2012/12/medianusantara-kesalahan-boediono-dari.html
- “Skandal Skenario KLBI Penyebab Terjadinya Skandal Mega Korupsi BLBI” ==> http://chirpstory.com/li/27890
- “Bantuan Likuiditas Bank Indonesia Sebagai Penyelamat Bank” ==> http://chirpstory.com/li/39113
- “Upaya Menghapus Kasus BLBI” ==> http://chirpstory.com/li/39114
- “Pentingnya Membuka Tabir Skandal BLBI Kembali” ==> http://chirpstory.com/li/39115
- “Daftar Penerima BLBI Berdasarkan MSAA” ==> http://chirpstory.com/li/39116
- “Rapuhnya Kondisi Perbankan Nasional Medio 1997″ ==> http://chirpstory.com/li/39117
- “BLBI Salah Satu Skandal Perbankan & Kemanusiaan Paling Keji” ==> http://chirpstory.com/li/40267
- “Terbebaninya Rakyat Indonesia Akibat Hutang Obligor BLBI” ==> http://chirpstory.com/li/40613
- “Pembebanan APBN & Pembengkakan Hutang Akibat Penerbitan Obligasi BLBI” ==> http://chirpstory.com/li/40758
- “Boediono, dari BLBI hingga Century” ==> http://jaringanantikorupsi.blogspot.com/2012/12/medianusantara-boediono-dari-blbi.html
- “Kesalahan Boediono dari Masa kemasa” ==> http://jaringanantikorupsi.blogspot.com/2012/12/medianusantara-kesalahan-boediono-dari.html
Pencucian Uang dalam Skandal Century
Bambang Soesatyo
Anggota Tim Pengawas
Penyelesaian Kasus Bank Century DPR
KETERKAITAN PT Ancora
dengan mega skandal Bank Century otomatis tak terbantahkan. PT Ancora
layak dicurigai karena pendiri dan manajemen PT Ancora tidak
berinisiatif menunjukan itikad baik untuk mengungkap kepada publik dan
pihak berwenang perihal penguasaan aset PT Graha Nusa Utama (GNU) yang
sedang dicari oleh Tim Bersama Asset recovery Bank Century.
Seperti diketahui, PT
Graha Nusa Utama (GNU) diduga melakukan tindak pidana pencucian uang.
Mabes Polri sudah menetapkan Toto Kuntjoro (TK) sebagai tersangka.
Dari laporan Kepala
Kepolisian RI, Jenderal Pol Timur Pradopo dihadapan Tim Pengawas Bank
Century tanggal 10 Oktober 2012 lalu yang didapat, TK dituduh melakukan
penipuan atau penggelapan dengan cara menempatkan dana hasil kejahatan
tersebut di rekening PT GNU.
Uang tersebut berasal dari hasil penjualan aset Bank Century dan penipuan nasabah PT Antaboga Delta Sekuritas Indonesia.
Dalam laporan itu,
Kapolri menegaskan ada tindak pidana pencucian uang yang bersumber dari
penjualan aset Bank Century dan dana nasabah PT Antaboga Delta
Sekuritas Indonesia.
Ringkasnya, PT GNU
menerima dana PT Antaboga Delta Sekuritas tahun 2008. Selanjutnya saham
PT GNU diambil alih sebesar 51 persen oleh PT Ancora Land dan PT Uni
Menara Komunikasi yang merupakan perusahaan milik Menteri Perdagangan,
Gita Irawan Wirjawan pada Oktober 2010.
Mengaitkan Menteri
Perdagangan Gita Wirjawan dalam persoalan ini bukanlah mengada-ada.
Sebab, Gita adalah pendiri kelompok bisnis Ancora. Manajemen PT Ancora
memang sudah membuat bantahan resmi, bahwa Gita Wirjawan tidak menerima
aliran dana Bank Century. Sejak menjabat Kepala Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) dan Menteri Perdagangan RI, Gita sudah tidak
terlibat lagi di Ancora.
Ancora Land dan PT
Uni Menara Komunikasi, anak usaha Ancora, menyepakati Perjanjiaan Induk
dengan para pemegang saham PT GNU dan NUS Januari 2008 untuk
mengakuisisi GNU dan NUS berikut lahan bekas Lapangan Golf Fatmawati di
kawasan Cilandak. Pada Oktober 2010, Ancora Land resmi menjadi pemegang
saham mayoritas GNU dan NUS. Ancora Land pun mengklaim pemilikan tanah
di kawasan Fatmawati sah secara hukum
Namun, sangat
disayangkan karena baik manajemen Ancora maupun Gita sendiri
memanfaatkan bantahan itu untuk mengalihkan persoalan. Ancora
memosisikan pengungkapan fakta ini sebagai berlatarbelakang persaingan
bisnis dengan individu lain bernama Cahyadi Komala. Padahal, bagi publik
pemerhati, bukan faktor persaingan itu yang menarik untuk diamati,
melainkan faktor penguasaan aset yang terkait dengan skandal Bank
Century.
Sebab, GNU merupakan
salah satu perusahaan yang menerima aliran dana PT Antaboga Delta
Securitas Indonesia yang berasal dari Bank Century. GNU sendiri diduga
sebagai perusahaan fiktif karena tidak jelas alamatnya. Tim Pengawas
kasus Century di DPR menduga GNU adalah perusahaan abal-abal yang
didirikan oleh mantan Direktur Utama Bank Century Robert Tantular. Oleh
Robert, GNU dimanfaatkan untuk menyalurkan kredit fiktif, menyembunyikan
aset Bank Century serta dana Antaboga Delta Sekuritas Indonesia.
Hasil penyelidikan
dan penyidikan pihak berwenang memperkuat semua dugaan itu. Mabes Polri
telah mengungkap dugaan pencucian dana Bank Century sebesar Rp.1,4
triliun. Dana ini bersumber dari Antaboga Delta Securitas Indonesia.
Empat orang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, meliputi
Robert Tantular, Toto Kuncoro, Johanes Sarwono, Septanus Farok dan Umar
Muchsin. Berkas perkara pencucian uang GNU ini sudah di tangan
kejaksaan karena sudah P21, tetapi belum dilimpahkan ke pengadilan.
Dengan demikkian. sudah barang tentu posisi Ancora tidak
bisa dipisahkan dari kasus Century. Sebab, menurut hasil penelusuran
PPATK, aset-aset GNU dibeli dengan dana dari Bank Century dan Antaboga
Delta Securitas. Berarti, aset-aset GNU yang sudah dikuasai Ancora sejak
Oktober 2010 seharusnya tercantum dalam daftar aset yang akan disita
negara oleh Tim Bersama Asset Recovery Bank Century.
Karena itu, wajar jika dimunculkan dua pertanyaan ini;
akuisisi GNU oleh Ancora itu murni bisnis atau modus alih pemilikan
untuk menyelamatkan aset yang sedang diburu oleh Tim Bersama Asset
recovery Bank Century? Dua pertanyaan inilah yang perlu didalami Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memahami motif Ancora.
Jika akuisisi GNU itu murni bisnis, Ancora tentu sangat
paham bahwa membeli mayoritas saham GNU beresiko tinggi, karena GNU
terlibat tindak pidana pencucian uang. Dan, menurut ketentuan hukum
pencucian uang, pihak atau orang yg menerima aset yang berasal dari
pencucian uang juga dapat diancam sanksi pidana. Contohnya adalah Budi
mulia yg menerima dana dari robert tantular sudah ditetapkan tersangka
oleh KPK.
Serba Janggal
Alih pemilikan GNU ke Ancora memang serba janggal, baik karena alasan perbedaan rekam jejak kedua perusahaan maupun berdasarkan timing eksekusi alih pemilikan itu. Sejumlah catatan atau literatur mendeskripsikan Ancora sebagai kelompok usaha profesional. Lulus dari Harvard University, Gita Wirjawan dikenal sebagai ahli investasi dan pelaku pasar modal yang andal. Di bawah kepemimpinan Gita, Ancora menguasai saham sejumlah perusahaan terkemuka, seperti PT Apexindo Pratama Duta Tbk dan PT Bumi Resources Tbk. Melalui bendera Ancora International, Gita bisa menguasai aset sejumlah perusahaan yang tak kuat menanggung dampak krisis ekonomi. Sangat bertolakbelakang dengan GNU yang serba tak jelas itu.
Berdasarkan rekam
jejak itu, Ancora tentunya sangat paham tentang risiko menguasai aset
bermasalah. Kalau benar Ancora selalu bermain di area serba bersih,
berbisnis atau bertransaksi dengan perusahaan-perusahaan yang
berperilaku seperti GNU mestinya dihindari atau ekstra hati-hati. Paling
tidak, penelitian dan pengujian dokumen (due diligence) sangat teliti
untuk mengetahui siapa saja sosok-sosok dibalik GNU dan darimana saja
sumber keuangan GNU. Perjanjian induk pada 2008 bisa saja gugur kalau
status atau jenis kelamin GNU saja tidak jelas.
Apalagi dari aspek
waktu memfinalkan akuisisi GNU pada Oktober 2010. Berarti semua aspek
teknis dan negosiasi harga telah berlangsung berbulan-bulan sebelumnya.
Dalam periode itu, ruang publik masih diguncang oleh badai besar yang
ditimbulkan oleh skandal Bank Century. Panitia Khusus (Pansus) DPR untuk
Hak Angket Bank Century dibentuk pada 1 desember 2009, dan mulai
bekerja pada awal 2010. Dan, sejak paruh kedua 2009, pemilik dan
manajemen Bank Century mulai dirundung masalah, karena baik KPK maupun
DPR mulai mempersoalkan dana talangan. Bahkan Robert Tantular divonis 4
tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat plus denda Rp 50
milyar. Puncaknya pada Maret 2010, ketika sidang Paripurna DPR
merekomendasikan proses hukum terhadap orang-orang yang diduga terlibat
dalam kasus Bank Century.
Dengan asumsi bahwa
Ancora ekstra hati-hati dan due diligence atas latarbelakang GNU akurat,
maka tindakan menguasai mayoritas saham GNU pada Oktober 2010 bisa
dilihat sebagai kecerobohan yang disengaja atau yang di-skenario-kan.
Sebab, sebagai Kepala BKPM (Badan Koordinasi dan Penanaman Modal) saat
itu, Gita tentu memiliki informasi yang memadai tentang skandal Bank
Century maupun tentang sosok Robert Tanular. Berdasarkan informasi yang
dimilikinya, Gita mestinya bisa memerintahkan manajemen Ancora untuk
membatalkan atau mundur dari perjanjian induk 2008 karena aset GNU
bermasalah atau terkait pencucian uang.
Barangkali, manajemen
Ancora pada akhirnya akan beralasan bahwa mereka tidak tahu kalau GNU
dan aset-asetnya bermasalah. Alasan ini pun sulit diterima karena Ancora
Land dan Uni Menara Komunikasi wajib melakukan due diligence sebelum
memfinalkan akuisisi GNU. Jadi, alasannya sudah terpenuhi untuk
mengatakan adanya keterkaitan Ancora dengan kasus Bank Century.
Manajemen Ancora mengatakan bahwa Gita tidak terlibat lagi dalam
pengelolaan kelompok usaha yang didirikannya. Tetapi, Gita sendiri tahu
siapa pesaing Ancora dalam proses akuisisi GNU.
Indonesia Bocor Lebih Dari Rp 7200
Triliun. Larinya kemana?
Ratu Adil: Pemerintahan Minyak 2014 – 2019, Siapa Pantas Memimpin?
Salah
satu frase yang tepat untuk menyebut pemerintahan 2014 – 2019 adalah
Pemerintahan Minyak. Boleh juga disebut Pemerintahan Migas. Bahasa Inggrisnya,
Oil Government atau Oil and Gas Government. Maka secara sederhana pula saya
bisa katakan bahwa pemimpin yang tepat untuk 2014 – 2019 harus paham ekonomi
dan energi.
Kenapa 2014 – 2019 sebagai pemerintahan minyak?
Sebagai
latar belakang, Indonesia saat ini memiliki 263 blok minyak bumi dan gas bumi
(migas). Jumlah ini akan terus bertambah seiring dengan eksplorasi-eksplorasi
baru. Dari 263 blok Migas yang dimiliki Indonesia saat ini, sebanyak 79 Blok
Migas sudah produksi. Sedangkan sisanya 184 Blok Migas masih dalam tahap
eksplorasi.
Dari
79 Blok Migas milik Indonesia yang sudah produksi, sekitar 55 Blok Migas (70%)
dikelola oleh perusahaan migas asing berskala global. Sebut saja, Chevron,
Total, Inpex, ExxonMobil, Petronas, Petrochina, CNOOC, Santos, British
Petroleum, Hess, Stat Oil, Eni dan sebagainya.
Sepanjang
2015 – 2021, ada 28 Blok Migas yang akan habis masa kontraknya. Berdasarkan
peraturan, kontrak pengelolaan blok Migas di Indonesia sepanjang 30 tahun. Lalu
untuk perpanjangan kontrak pengelolaan Blok Migas diberikan selama 20 tahun.
Maksimal, pengelolaan Blok Migas di Indonesia selama 50 tahun.
Proses
pengajuan perpanjangan kontrak Migas diberikan waktu 10 tahun hingga 2 tahun
sebelum habis masa kontrak. Artinya, bagi kontrak Migas yang habis tahun 2021,
akan menjadi tanggung jawab pemerintahan 2015 – 2019. Itulah kenapa saya
klasifikasikan 28 Blok Migas yang akan habis masa kontraknya antara 2015 –
2021.
Berikut
daftar 28 Blok Migas yang akan habis masa kontraknya
antara
2015 – 2021 :
2015
-Pertamina
– Costa di Blok Gabang
2017
-Total
EP – Inpex di Blok Mahakam
-Pertamina
di Blok Offshore North West Java (ONWJ)
-Inpex
di Blok Attaka
-Medco
di Blok Lematang
2018
-Pertamina
– Petrochina di Blok Tuban
-Pertamina
– Talisman di Blok Ogan Komering
-ExxonMobil
di Blok North Sumatera Offshore (NSO) B
-ExxonMobil
di Blok NSO Extension
-CNOOC
di Blok Sumatera Tenggara
-Total
EP di Blok Tengah
-VICO
di Blok Sanga-Sanga
-Chevron
di Blok Pasir Barat (West Pasir) dan Attaka
2019
-Kalrez
Petroleum di Blok Bula
-Citic
di Blok Seram Non Bula
-Pertamina
– Golden Spike di Blok Pendopo dan Raja
-Pertamina
– Hess di Blok Jambi Merang
2020
-Conoco
Phillips di Blok South Jambi B
-Kondur
Petroleum di Blok Malacca Strait
-Lapindo
di Blok Brantas
-Pertamina
– Petrochina di Blok Salawati
-Petrochina
di Blok Kepala Burung Blok A
-Energy
Equity di Blok Sengkang
-Chevron
di Blok Makassar Strait Offshore A
2021
-CPI
di Blok Rokan
-Kalila
di Blok Bentu Segat
-Petronas
di Blok Muriah
-Petroselat
di Blok Selat Panjang
Lihat
referensinya disini :
Investor
Daily : 29 Blok Migas Akan Habis Kontrak
Berapa
sih nilai kontrak perpanjangan 28 Blok Migas itu?
Target
produksi migas 2013 di angka 840.000 Bph, tapi realisasinya 827.000 bph, kurang
13.000 bph. Rata-rata produksi 1 Blok Migas sekitar 10.000 Barel per Hari
(Bph). Angka itu diperoleh dari realisasi produksi migas (lifting) APBN-P tahun
2013 sebesar 827.000 Bph dibagi 79 Blok Migas Produksi.
Dengan
produksi 827.000 per hari di 2013, berarti produksi setahun 301.855.000 Barel.
Jika kita pakai harga minyak US$ 100/barel, total nilai produksi 28 Blok Migas
itu setahun US$ 30.185.500.000. Dalam rupiah, nilai produksi 28 Blok Migas itu
sekitar Rp 302 Triliun. Jika 28 Blok Migas itu memperpanjang kontraknya 20
tahun, kira-kira nilai kontraknya Rp 6.040 triliun.
Angka
Rp 6.040 triliun itu sangat besar, kurang lebih setara dengan angka PDB (Produk
Domestik Bruto) Indonesia setahun. Dan pastinya, kontrak 28 Blok Migas senilai
Rp 6.040 triliun itu tanggung jawab pemerintahan 2014 – 2019.
Itulah
kenapa saya sebut pemerintahan 2014 – 2019 adalah Pemerintahan Minyak. Para
pemain minyak raksasa global sudah pasti akan berpartisipasi aktif dalam
memihak kandidat capres di 2014.
Pertanyaannya
kemudian, kepada siapa para pemain minyak raksasa global ini bertaruh di
Pilpres 2014?
Lihat
gambar pemetaan kepentingan negara-negara asing pada Blok Migas di Indonesia
(Mei 2012).
Sumber:
Peta Pengelolaan Blok Migas Indonesia oleh Asing. Sumber : BP Migas
http://www.voa-islam.com/read/world-analysis/2014/06/30/31267/indonesia-bocor-lebih-dari-rp-7200-triliun-larinya-kemana/#sthash.a5rB2MWV.dpbs
Terlihat
jelas, bahwa AS merupakan pihak yang paling berkepentingan dalam industri migas
Indonesia. Dari Barat ada AS, Inggris, Italia, Perancis, Norwegia, Australia.
Dari Asia ada Malaysia, China, Jepang.
Salah
satu pemain terbaru di Migas Indonesia adalah StatOil asal Norwegia. StatOil
adalah perusahaan migas milik Rothschild Norway Group yang dibawa masuk ke
Indonesia oleh Jusuf Kalla. StatOil telah menguasai 2 Blok yaitu Karama
(Sulawesi) dan Halmahera II (Maluku), daerah kekuasaan Jusuf Kalla. Saat ini,
StatOil tengah mengincar Blok Natuna Alpha-D yang memiliki cadangan gas bumi
skala besar.
Lihat
tulisan saya berikut ini :
Petualangan
Jusuf Kalla, Dari Aceh, Poso Hingga Jokowi bit.ly/1mbvWPO
Pada
artikel tersebut saya urai bagaimana proses Jusuf Kalla membawa masuk StatOil milik
Rothschild mengincar Blok Natuna Alpha-D.
Kembali
ke topik. Menurut Abraham Samad, potensi pendapatan negara hilang Rp 7.200
triliun setiap tahun. Perhitungan KPK, Royati dari Blok Migas yang tidak
dibayarkan kepada negara mencapai Rp 7.200 triliun tiap tahun. Samad
mengatakan, hal itu terjadi karena para kontraktor Migas tidak mematuhi
perjanjian yang telah disepakati. Samad sebutkan, jika digabung seluruh
industri mineral dan pertambangan, royalti yang tidak dibayarkan mencapai Rp
20.000 triliun setahun. Samad bilang, “Bila dibagi ke seluruh rakyat, maka
pendapatan rakyat Indonesia per bulan bisa mencapai Rp 20 juta.”
Lihat
referensinya disini :
Kompas.Com
:
Apa
yang terjadi disini? Indonesia sudah betul tidak tertutup pada asing, tapi
bukan berarti asing boleh terus merugikan Indonesia. Raksasa migas global terus
menerus menipu Indonesia bahkan ketika sudah diberi kesempatan kelola migas
Indonesia.
Tak
hanya soal tak bayar royalti sehingga Indonesia merugi. Raksasa migas asing
juga tipu Indonesia dengan turunkan produksi migas perlahan. Menjelang habis
masa kontrak Blok Migas 2015 – 2021, raksasa migas asing terus kurangi
produksi. Tujuannya jelas, menciptakan permintaan (demand) lebih sehingga
kontrak akan diperpanjang dan bisa menambah kontrak di Blok Migas lain.
Pada
tahun 2010, produksi Migas sebanyak 954.000 Barel Per Hari (Bph). Pada tahun
2011, produksi migas sebanyak 898.000 Barel Per Hari (Bph). Pada tahun 2012,
produksi migas sebanyak 861.000 Barel Per Hari (Bph). Pada tahun 2013, produksi
migas sebanyak 827.000 Barel per Hari (Bph).
Selama
4 tahun terakhir, produksi migas dari 79 Blok Migas yang sudah produksi menurun
13,31% secara berkala. Dari 954.000 Bph menjadi 827.000 Bph, menurun 127.000
Bph. Dalam hitungan tahunan, dari 348.210.000 barel menjadi 301.855.000 barel,
menurun 46.355.000 barel.
Dalam
perhitungan rupiah, dari Rp 350 triliun menjadi Rp 302 triliun, menurun Rp 48
triliun. Jadi jangan heran kalau harga BBM terus naik, karena produksi migas di
79 Blok Migas yang sudah produksi terus turun. Subsidi pemerintah untuk BBM tak
bisa digenjot terus, sementara produksi kurang, harga naik. Hukum pasar.
Tapi
kalau dilihat lebih jauh, alasan kenapa produksi menurun, harga BBM melambung
ada di tangan kontraktor 79 Blok Migas itu. Sebagaimana kita tahu, sebanyak 55
Blok Migas (70%) dari 79 Blok Migas dikelola asing. Tentu saja, para raksasa
migas asing itulah yang berperan besar dalam mengurangi produksi migas yang
berdampak pada kenaikan harga BBM.
Saya
ulang pertanyaan saya, kenapa para raksasa migas asing terus menurunkan
produksi migasnya menjelang masa habis kontrak?
Sederhana,
dengan menurunkan produksi secara berkala, kontrak harus diperpanjang dan perlu
eksplorasi tambahan.
Bahasa
yang umum dari raksasa migas asing adalah “Pertamina tak mampu tingkatkan
produksi secepat itu, perpanjanglah kontrak kami.” Lalu asing-asing itu juga
akan katakan “Perpanjang kontrak pun tak cukup, harus tambah Blok lain karena
kebutuhan BBM terus bertambah.”
Dengan
cara ini, raksasa migas asing memperoleh 2 keuntungan :
1)
Perpanjangan Kontrak Blok Migas
2)
Kontrak Baru di Blok Migas lain.
Negara
terus dibohongi oleh raksasa migas asing ini. Dengan segala tipu daya raksasa
migas asing turunkan produksi untuk naikkan harga BBM. Dengan segala tipu daya
raksasa migas asing dapatkan perpanjangan kontrak dan kontrak baru di blok
migas lain. Dengan segala tipu daya raksasa migas asing tidak bayarkan royalti
kepada Indonesia.
Saya
kira sangat penting memilih pemimpin Indonesia yang concern terhadap persoalan
migas. Faktanya, selama 2015 – 2021, terdapat 28 blok migas yang habis masa
kontrak, dan menjadi tanggung jawab pemerintahan 2014 – 2019.
Lantas
kenapa wacana ini seolah tidak disorot oleh media-media selama masa Pilpres
2014?
Sederhana,
raksasa migas asing yang akan habis masa kontrak Migasnya tidak ingin ini
disoroti. Perpanjangan kontrak migas akan selalu menjadi hal sensitif di
pemerintahan negara manapun. Selalu ada pertarungan Nasional versus Asing pada
periode jelang habis masa kontrak Migas di negara mana pun.
Prabowo
– Hatta cukup concern terhadap persoalan Energi. Pada Debat Capres II, Prabowo
Subianto dengan tegas menyatakan akan melakukan renegosiasi kontrak migas yang
merugikan Indonesia. Hatta Rajasa, telah memiliki portofolio bagus menerapkan
UU Larangan Ekspor Minerba untuk mencegah asing terus rugikan Indonesia.
Sebelum
diterapkan UU Larangan Ekspor Minerba, para raksasa tambang mineral, batubara
dan Migas asing bebas ekspor bahan mentah. Apabila ekspor bahan mentah, maka
penerimaan negara dari pajak dikenakan berdasarkan harga bahan mentah yang
bernilai rendah. Dengan UU Larangan Ekspor Minerba, ekspor tak bisa lagi bahan
mentah, tapi bahan olahan yang bernilai lebih tinggi. Dampak dari penerapan UU
Larangan Ekspor Minerba akan menambah penerimaan negara dari pajak atas Minerba
Olahan.
Dari
sekian banyak kebijakan Hatta Rajasa sebagai Menteri Perekonomian, penerapan UU
Larangan Ekspor Minerba adalah prestasi dia. Orang boleh bilang Hatta Rajasa
banyak dosanya, juga anaknya, tapi UU Larangan Ekspor Minerba jelas sebuah
prestasi yang harus diapresiasi. Hatta Rajasa berhasil memberlakukan UU
Larangan Ekspor Minerba yang selama 5 tahun terakhir berusaha diganjal oleh
asing. Dengan UU Larangan Ekspor Minerba, raksasa Minerba asing harus membangun
pengolahan yang berarti investasi baru. Dalam kacamata raksasa migas asing,
penerapan UU Larangan Ekspor Minerba adalah sebuah hambatan dan kerugian karena
harus investasi baru. Namun di tengah tekanan asing selama bertahun-tahun,
Hatta Rajasa berhasil menerapkan UU Larangan Ekspor Minerba.
Kombinasi
Prabowo – Hatta dalam mengantisipasi Pemerintahan Minyak 2014 – 2019 sudah
termaktub. Sebagaimana terus dikampanyekan Prabowo – Hatta, Energi dan Pangan
adalah fokus pemerintahan mereka jika menang. Dan mereka menegaskan Renegosisasi
Kontrak Migas dan Minerba yang merugikan negara akan menjadi fokus.
Lantas
bagaimana dengan Jokowi – JK?
Pada
Debat Capres II, Jokowi tidak menjawab jelas soal kontrak-kontrak migas yang
merugikan Indonesia. Jokowi malah tegas mengatakan akan “Hormati Kontrak Migas
Asing”. Soal Renegosiasi juga Jokowi tidak terlihat mengonsepkan itu secara
serius. Malah melafalkan Renegosiasi saja salah, Jokowi menyebutnya
Renegoisasi. Kesalahan lafal itu menunjukkan Jokowi tak akan fokus pada
Renegosiasi kontrak Minerba dan Migas. Seperti jawaban Jokowi, akan “Hormati
Kontrak Migas Asing.”
Mungkin
itu pula yang menjelaskan kenapa ajang Pilpres 2014 tidak penuh wacana soal
konsep, melainkan soal profil sang Capres-Cawapres. Para raksasa migas asing
tentu saja lebih menyukai apabila tidak ada yang menyoroti soal akan habisnya
kontrak di 28 Blok Migas. Padahal, aspek paling penting dalam memilih Presiden
2014 – 2019 adalah soal 28 Kontrak Blok Migas yang akan habis d 2015 – 2021.
Jika
saya adalah raksasa migas asing, saya akan membutuhkan :
1)Wacana
yang tidak menyoroti akan habisnya kontrak 28 Blok Migas di 2015 – 2021.
2)Capres
yang tidak memahami ekonomi dan energi agar bisa dikendalikan terkait Migas.
3)Capres
yang memiliki 1001 pencitraan untuk mendominasi wacana agar tidak ada yang
soroti migas.
Dan
bukan kebetulan, ketiga aspek itu ada pada diri Jokowi. Jokowi – JK tak pernah
membahas soal Energi, tidak paham Ekonomi dan memiliki 1001 pencitraan.
Lihat
referensi berita ini :
Republika
: PDIP Tak Masalah Jokowi Tak Paham Ekonomi
Orang
bilang di belakang Jokowi – JK ada AS, ada Eropa, ada Negara China. Sekarang
kita lihat kembali gambar pemetaan migas Indonesia oleh Asing. Dominasi
penguasaan migas Indonesia ada pada AS, Eropa, Australia dan China.
Apakah
kebetulan negara-negara asing yang berkepentingan pada blok-blok migas
Indonesia berada di belakang Jokowi?
Saya
rasa tidak. Jokowi yang tidak memahami ekonomi dan energi bisa menjadi capres
potensial karena sejalan dengan kepentingan raksasa migas asing.
Raksasa
migas asing membutuhkan Jokowi yang tak paham ekonomi dan energi untuk dapatkan
kembali kontrak di 28 Blok Migas yang habis pada 2015 – 2021.
Dan
itu menjelaskan kenapa Prabowo – Hatta diserang sana-sini dengan segala cara.
Prabowo – Hatta membahayakan kepentingan raksasa migas asing untuk terus
merugikan Indonesia.
Mari
kita simak kelanjutannya.
- See more at:
http://www.voa-islam.com/read/world-analysis/2014/06/30/31267/indonesia-bocor-lebih-dari-rp-7200-triliun-larinya-kemana/#sthash.a5rB2MWV.dpuf
Melawan Lupa (11): Akhir Hayat 5 Tokoh PKI Yang Di-Skak Mat
Sahabat Voa Islam,
http://www.voa-islam.com/read/intelligent/2014/06/29/31253/melawan-lupa-11-akhir-hayat-5-tokoh-pki-yang-diskak-mat/#sthash.FR2dSHiK.dpbs
Tokoh komunis
Indonesia ini sudah di SKAK MAT!
Mereka dikenal
sebagai petinggi atau tokoh Partai Komunis Indonesia. Sejarah mencatat nama
mereka dengan tinta hitam karena berbeda ideologi dengan pemerintah yang sah.
Dua kali
pemberontakan komunis berakhir dengan kegagalan. Tahun 1948 di Madiun
pemberontakan komunis langsung dihancurkan pasukan gabungan tentara Soekarno.
Percobaan pemberontakan tahun 1965 pun kembali menemui kegagalan. Kali ini
bahkan lebih tragis, jutaan kader dan anggota PKI ditumpas habis Jenderal
Soeharto.
Maka nasib para
petinggi partai merah ini pun hampir selalu bernasib tragis. Semuanya meregang
nyawa ditembus peluru. Beberapa tak diketahui kuburnya.
Tak ada
penghormatan untuk jenazah mereka, karena dieksekusi sebagai pemberontak.
Pemerintah yang menang menembak mereka sebagai orang taklukan yang kalah.
1. Muso, anak seorang KH Hasan Muhyi alias Rono Wijoyo, seorang pelarian pasukan Diponegoro
Negara Republik Soviet Indonesia yang diproklamirkan tokoh
komunis Muso di Madiun tak berumur panjang. Negara yang didirikan tanggal 18
September 1948 itu langsung dihancurkan pasukan TNI yang menyerang dari Timur
dan Barat. Dalam waktu dua minggu, kekuatan bersenjata tentara Muso dihancurkan
pasukan TNI.Muso, Amir Syarifuddin dan
pimpinan PKI Madiun melarikan diri. Di tengah jalan, Amir dan Muso berbeda
pendapat. Muso melanjutkan perjalanan hanya ditemani beberapa pengawal.Tanggal
31 Oktober, pasukan TNI di bawah pimpinan Kapten Sumadi memergoki Muso di
Purworejo. Muso menolak menyerah dan melarikan diri. Dia bersembunyi di sebuah
kamar mandi. Di sana dia terlibat baku tembak hingga tewas.
Beberapa sumber
menyebutkan jenazah Muso kemudian dibawa ke alun-alun dan dibakar.
Temuan baru muncul
mengungkap siapa sebenarnya Musso atau Munawar Musso alias Paul Mussote (nama
ini tertulis dalam novel fiksi Pacar Merah Indonesia karya Matu Mona), tokoh
komunis Indonesia yang memimpin Partai Komunis Indonesia (PKI) pada era
1920-an. Nama Musso terus berkibar hingga pemberontakan Madiun 1948.
Musso dilahirkan
di Kediri, Jawa Timur 1897. Sering disebut-sebut, Musso adalah anak dari Mas
Martoredjo, pegawai kantoran di Kediri. Penelusuran merdeka.com mengungkap
cerita lain, bahwa Musso ternyata putra seorang kiai besar di daerah Kecamatan
Pagu, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Kiai besar itu adalah KH Hasan Muhyi alias
Rono Wijoyo, seorang pelarian pasukan Diponegoro.
Kabar bahwa Musso
diragukan sebagai anak Mas Martoredjo muncul dari informasi awal Ning Neyla
Muna (28), keluarga Ponpes Kapurejo, Pagu, Kediri yang menyebut Musso itu
adalah keluarga mereka.
Sulit untuk
dipercayai, jika Musso anak pegawai kantoran biasa di desa, bisa menjadi
pengikut Stalin dan fasih berbahasa Rusia. Bahkan untuk berteman dengan Stalin
dan bisa melakukan aktivitasnya yang menjelajah antarnegara hanya bisa
dilakukan oleh orang-orang kaya di masa itu.
Kalau bukan anak orang berpengaruh, sulit pula baginya menjadi pengurus Sarekat Islam pimpinan H.O.S Tjokroaminoto. Selain di Sarekat Islam, Musso juga aktif di ISDV (Indische Sociaal-Democratishce Vereeniging atau Persatuan Sosial Demokrat Hindia Belanda).
Kalau bukan anak orang berpengaruh, sulit pula baginya menjadi pengurus Sarekat Islam pimpinan H.O.S Tjokroaminoto. Selain di Sarekat Islam, Musso juga aktif di ISDV (Indische Sociaal-Democratishce Vereeniging atau Persatuan Sosial Demokrat Hindia Belanda).
Saat di Surabaya
Musso pernah kos di Jl. Peneleh VII No. 29-31 rumah milik HOS Tjokroaminoto,
guru sekaligus bapak kosnya. Selain Musso di rumah kos itu juga ada Soekarno,
Alimin, Semaun, dan Kartosuwiryo.
Musso, Alimin, dan
Semaun dikenal sebagai tokoh kiri Indonesia. Sedangkan nama yang terakhir,
menjelma menjadi tokoh Darul Islam, ekstrem kanan. Mereka dicatat dalam sejarah
perjalanan revolusi di Indonesia.
Saat kos itu,
Musso menjadi salah seorang sumber ilmu Bung Karno dalam setiap percakapan.
Seperti misalnya saat Musso menyoal penjajahan Belanda, "Penjajahan ini
membuat kita menjadi bangsa kuli dan kuli di antara bangsa-bangsa."
Merdeka.com
menemui KH Mohammad Hamdan Ibiq, pengasuh Ponpes Kapurejo, Pagu Kediri untuk
bertanya tentang siapa Musso. "Saya hanya mengetahui Musso memang keluarga
besar Ponpes Kapurejo, namun yang paham itu adalah KH Muqtafa, paman kami. Yang
saya pahami Musso itu anak gawan (bawaan), jadi saat KH Hasan Muhyi menikahi
Nyai Juru, Nyai Juru sudah memiliki putra salah satunya Musso. Makam keduanya
berada di komplek Pondok Pesantren Kapurejo," kata Gus Ibiq paggilan akrab
KH Hamdan Ibiq, akhir bulan lalu.
Penelusuran
dilanjutkan ke rumah KH Muqtafa di Desa Mukuh, Kecamatan Kayen Kidul, Kabupaten
Kediri. Tiba di rumah KH Muqtafa, si empunya rumah tampak sedang asyik
mutholaah kitab kuning (membaca dan memahami kitab kuning) tepat di depan pintu
rumahnya.
Setelah
mengucapkan salam dan dijawab, kemudian Kyai Tafa mempersilakan masuk. Rumah
lelaki pensiunan pegawai Departemen Agama ini tampak asri, tembok warna putih
dan ada bagian gebyog kayu jati yang menandakan pemiliknya orang lama. Ditambah
beberapa hiasan kaligrafi Arab yang ditulis dengan indah menempel di antara
dinding rumahnya. Selanjutnya Kiai Tafa masuk ke rumah induk dan berganti
pakaian yang semata-mata dia lakukan untuk menghormati tamunya.
Lima menit
berlalu, Kiai Tafa keluar dan menanyakan maksud kedatangan. Sebelumnya lelaki
yang sudah tampak uzur ini menyatakan meski keturunan keluarga pesantren, dia
tak memiliki santri. Sebab dia harus menjadi pegawai negeri dan
berpindah-pindah tempat.
"Mau
bagaimana lagi memang harus seperti itu," kata Kiai Tafa membuka
perbincangan.
Setelah
mengutarakan maksud dan tujuan untuk mengetahui sejarah Ponpes Kapurejo,
kemudian penuh semangat, Kiai Tafa menjelaskan secara gamblang dengan suara
yang sangat berwibawa.
Belum membuka
pembicaraan tentang Musso, merdeka.com hanya ingin mengetahui arah
pembicaraannya seperti yang disampaikan Gus Ibiq, bahwa Kyai Tafa lah yang
menjadi kunci silsilah keluarga Pondok Pesantren, Kapurejo.
"KH Hasan
Muhyi itu orang Mataram, sebenarnya namanya adalah Rono Wijoyo. Beliaulah
pendiri Pondok Pesantren Kapurejo. Beliau menikah sebanyak tiga kali, istri
pertamanya adalah Nyai Juru. Dari pernikahannya yang pertama itu KH Hasan Muhyi
diberikan 12 putra. Dan maaf salah satunya mungkin orang mengenal dengan nama
Musso," ujar Kiai Tafa yang sedikit canggung ketika menyebut nama Musso.
Meski canggung,
Kiai Tafa kembali menegaskan itulah fakta sejarah. "Mau bagaimana lagi
itulah fakta sejarah," tukasnya.
2. Amir Syarifuddin, Menteri Yang Selingkuhi NASAKOM
Amir Syarifuddin pernah menempati sejumlah posisi penting
saat Indonesia baru merdeka. Dia pernah menjadi Menteri Penerangan, Menteri
Pertahanan, bahkan Perdama Menteri Republik Indonesia. Tapi hasil perjanjian
Renville memutar nasib Amir 180 derajat.Saat
itu Amir menjadi negosiator utama RI dalam perjanjian itu. Isi perjanjian
Renville memang tak menguntungkan RI. Belanda hanya mengakui Yogyakarta,
Jawa Tengah dan Sumatera. Maka Amir dikecam kiri-kanan. Kabinetnya jatuh. Dia
kemudian bergabung dengan Muso dalam Negara Republik Soviet Indonesia di Madiun
tanggal 19 September 1948.Saat pemberontakan Madiun dihancurkan TNI, Amir
melarikan diri. Dia akhirnya ditangkap TNI di hutan kawasan Purwodadi. Tanggal
19 Desember 1948, bersamaan dengan Agresri Militer II, Amir ditembak mati
bersama para pemberontak Madiun yang tertangkap. Eksekusi dilakukan dengan
buru-buru.
Sebelum meninggal
Amir menyanyikan lagu internationale, yang merupakan lagu komunis. Amir juga
sempat menyanyikan lagu Indonesia Raya. Peluru seorang polisi militer
mengakhiri hidupnya.
3. Dipa Nusantara Aidit, Akhiri Hidup Dengan Berondongan AK-47
Dipa Nusantara (DN) Aidit langsung melarikan diri dari
Jakarta saat Gerakan 30 September 1965 gagal. Aidit lari ke daerah basis PKI di
Yogyakarta. Aidit lalu berkeliling ke Semarang dan Solo. Dia masih sempat
menemui beberapa pengurus PKI di daerah untuk melakukan koordinasi.Tanggal 22
November 1965, Aidit ditangkap pasukan Brigade Infantri IV Kostrad di kampung dekat
Stasiun Solo Balapan. Aidit bersembunyi dalam sebuah ruangan yang ditutup
lemari. Kepada Komandan Brigif IV, Kolonel Jasir Hadibroto, Aidit minta
dipertemukan dengan Soekarno. Aidit mengaku sudah membuat pengakuan tertulis
soal G30S. Dokumen itu rencananya akan diberikan pada Soekarno.
Tapi keinginan
Aidit tak pernah terpenuhi. Keesokan harinya, Jasir dan pasukannya membawa
Aidit ke sebuah sumur tua di belakang markas TNI di Boyolali. Aidit berpidato
berapi-api sebelum ditembak. Berondongan AK-47 mengakhiri hidup Ketua Comite
Central PKI itu. Kuburan pasti Aidit tak diketahui hingga kini.
Dipa
Nusantara Aidit pada 1980-an adalah Syu'bah Asa. Seniman dan wartawan ini
memerankan Ketua Umum Comite Central Partai Komunis Indonesia itu dalam film
Pengkhianatan G-30-S/PKI. Setiap 30 September film itu diputar di TVRI. Lalu di
depan layar kaca kita ngeri membayangkan sosoknya: lelaki penuh muslihat,
dengan bibir bergetar memerintahkan pembunuhan itu.
Di
tempat lain, terutama setelah Orde Baru runtuh dan orang lebih bebas berbicara,
PKI didiskusikan kembali. Juga Aidit. Pikiran-pikirannya dipelajari seperti
juga doktrin-doktrin Marxisme-Leninisme. Dalam sebuah diskusi di Yogyakarta,
seorang penulis muda pernah di luar kepala mengutip doktrin 151--ajaran dasar bagi
kaum kiri dalam berkesenian. Diam-diam komunisme dipelajari kembali dan Aidit
menjadi mitos lain: sang idola.
Dia
memulai "hidup" sejak belia. Putra Belitung yang lahir dengan nama
Achmad Aidit itu menapaki karier politik di asrama mahasiswa Menteng 31--sarang
aktivis pemuda "radikal" kala itu. Bersama Wikana dan Sukarni, ia
terlibat peristiwa Rengasdengklok--penculikan Soekarno oleh pemuda setelah
pemimpin revolusi itu dianggap lamban memproklamasikan kemerdekaan. Ia terlibat
pemberontakan PKI di Madiun, 1948. Usianya baru 25 tahun. Setelah itu, ia raib
tak tentu rimba. Sebagian orang mengatakan ia kabur ke Vietnam Utara, sedangkan
yang lain mengatakan ia bolak-balik Jakarta-Medan. Dua tahun kemudian, dia
"muncul" kembali.
Aidit
hanya butuh waktu setahun untuk membesarkan kembali PKI. Ia mengambil alih
partai itu dari komunis tua--Alimin dan Tan Ling Djie--pada 1954, dalam Pemilu
1955 partai itu sudah masuk empat pengumpul suara terbesar di Indonesia. PKI
mengklaim beranggota 3,5 juta orang. Inilah partai komunis terbesar di dunia
setelah Uni Soviet dan Republik Rakyat Cina.
Dalam kongres partai setahun sebelum pemilu, Aidit berpidato tentang "jalan baru yang harus ditempuh untuk memenangkan revolusi." Dipa Nusantara bercita-cita menjadikan Indonesia negara komunis. Ketika partai-partai lain tertatih-tatih dalam regenerasi kader, PKI memunculkan anak-anak belia di tampuk pimpinan partai: D.N. Aidit, 31 tahun, M.H. Lukman (34), Sudisman (34), dan Njoto (27).
Dalam kongres partai setahun sebelum pemilu, Aidit berpidato tentang "jalan baru yang harus ditempuh untuk memenangkan revolusi." Dipa Nusantara bercita-cita menjadikan Indonesia negara komunis. Ketika partai-partai lain tertatih-tatih dalam regenerasi kader, PKI memunculkan anak-anak belia di tampuk pimpinan partai: D.N. Aidit, 31 tahun, M.H. Lukman (34), Sudisman (34), dan Njoto (27).
Tapi
semuanya berakhir pada Oktober 1965, ketika Gerakan 30 September gagal dan
pemimpin PKI harus mengakhiri hidup di ujung bedil. Aidit sendiri tutup buku
dengan cara tragis: tentara menangkapnya di Boyolali, Jawa Tengah, dan ia tewas
dalam siraman satu magazin peluru senapan Kalashnikov serdadu.
4. MH Lukman, Anak Kesayangan Proklamator RI Muhammad Hatta
Muhammad Hatta Lukman, orang kedua di Partai Komunis
Indonesia setelah Aidit. Bersama Njoto dan Aidit, ketiganya dikenal sebagai
triumvirat, atau tiga pemimpin PKI. MH Lukman mengikuti ayahnya yang dibuang ke
Digoel, Papua. Sejak kecil dia terbiasa hidup di tengah pergerakan. Nama
Muhammad Hatta diberikan karena Lukman sempat menjadi kesayangan Mohammad Hatta,
proklamator RI.
Tapi seperti beberapa tokoh pemuda
Menteng 31 pada tahun 1945, Lukman memilih komunis sebagai jalan hidup. Setelah
pemberontakan Madiun 1948, triumvirat ini langsung melejit, mengambil alih
kepemimpinan PKI dari para komunis tua. Di pemerintahan, Lukman sempat menjabat
wakil ketua DPR-GR.Tak banyak data
mengenai kematian Lukman. Saat itu beberapa hari setelah Gerakan 30 September
gagal, Lukman diculik dan ditembak mati tentara. Mayat maupun kuburannya tak
diketahui.
Tokoh Politbiro Comite
Central PKI Sudisman di pengadilan menyebut tragedi pembunuhan Aidit, Lukman
dan Njoto, sebagai ‘jalan mati’. Karena ketiganya tak diadili dan langsung
ditembak mati.
5. Njoto, Orang Kepercayaan Soekarno Untuk Tulis Pidato Kenegaraan
Njoto merupakan
Wakil Ketua II Comite Central PKI. Orang ketiga saat PKI menggapai masa jayanya
periode 1955 hingga 1965. Njoto juga kesayangan Soekarno. Aidit sempat
menganggap Njoto lebih Sukarnois daripada Komunis.Njoto
menjadi menteri kabinet Dwikora, mewakili PKI. Dia salah satu orang yang
dipercaya Soekarno untuk menulis pidato kenegaraan yang akan dibacakan
Soekarno. Njoto seniman, pemusik, dan politikus yang cerdas.Menjelang tahun
1965, isu berhembus. Njoto diisukan berselingkuh dengan wanita Rusia. Ini yang
membuat Aidit memutuskan akan memecat Njoto. Menjelang G30S, Njoto sudah tak
lagi diajak rapat pimpinan tinggi PKI.
Kematian Njoto pun
simpang siur. Kabarnya tanggal 16 Desember 1965, Njoto pulang mengikuti sidang
kabinet di Istana Negara. Di sekitar Menteng, mobilnya dicegat. Njoto dipukul
kemudian dibawa pergi tentara. Diduga dia langsung ditembak mati.
Sama dengan kedua
sahabatnya, Aidit dan Lukman, kubur Njoto pun tak diketahui.
Fakta Baru Musso dan Aidit di-Skak Mat Kyai NU
Asep Dudinov AR,
kompasianer menuliskan buah pikirannya. Dalam buku “Berangkat dari Pesantren”
buah karya KH. Saifuddin Zuhri, ia menemukan kisah menarik ihwal Musso dan
Aidit, dua gembong PKI (Partai Komunis Indonesia) yang sama sama menjadi tokoh
kunci dalama dua peristiwa berbeda.
Musso tak bisa
dipisahkan dengan “Madiun Affair” 1948 bahkan berakhir dengan kematian yang
tragis. Soe Hok Gie dalam Orang Orang di Persimpangan Kiri Jalan
menggambarkan akhir seorang Musso bahwa mayatnya dibawa ke alun alun Ponorogo
dan selanjutnya…dibakar.
Sedangkan Dipa
Nusantara Aidit adalah tokoh PKI di tahun tahun ketika partai itu sedang dalam
puncak kejayaannya. Perselingkuhan kaum komunis dengan golongan nasionalis dan
agama membawa PKI berada di atas angin di tahun 1960-an. Nasib buruk lantas
meninju PKI pada tahun 1965 karena dituduh menjadi dalang dari terbunuhnya
tujuh pahlawan revolusi.
Siapa menduga,
Musso yang dikenal Soekarno sebagai orang yang jago pencak dan suka berkelahi
ini pernah takluk oleh seorang kyai NU (Nahdlatul Ulama) bernama Haji Hasan
Gipo.
Beginilah kisahnya
yang saya ringkas dari “Berangkat dari Pesantren.”
Suatu ketika,
Musso terlibat perdebatan dengan KH. Abdul Wahab Hasbullah mengenai adanya
Tuhan. Sebagai seorang atheis, Musso tentu saja tak percaya pada Tuhan.
Perdebatan pun makin seru dan menjurus kasar karena Musso memang seorang yang
emosional.
Musso yang
berbadan tegap melawan kiai Wahab yang pendek lagi kecil, orang orang yang melihat
perdebatan pun makin was was takut terjadi sesuatu yang tak diinginkan. Kiai
Wahab pun lalu berpikir bahwa tak ada gunanya juga melanjutkan diskusi dengan
“orang jahil” semacam Musso ini.
Bukan karena Kiai
Wahab takut, untuk seorang Musso saja pasti bisa diselesaikan dengan mudah
karena Kiai Wahab yang juga pendekar silat itu pernah menaklukan 3 atau 4
penyamun yang tubuhnya jauh lebih besar dari Musso ketika melakukan perjalanan
angker antara Makkah dan Madinah sekitar tahun 1920-1925. Diskusi dengan Musso
hanya mengandalkan main jotos dan mulut besar, kiai Wahab merasa buang buang
tenaga saja. Senjata manusia adalah akal pikiran dan akhlak mulia, bukan
kepalan tinju.
Haji Hasan Gipo
(Tanfidziyah NU tahun 1926) mengambil alih tempat kiai Wahab dalam berdebat
dengan Musso. Haji Hasan Gipi terkenal sebagai seorang tokoh NU yang bisa
bermain menurut irama gendang. Main halus, ayo. Main kasar, oke. Singkat kata,
semua cara bisa ia layani.
Dan Musso pun
ditantang untuk bersama Haji Hasan Gipo menghampiri jalan kereta
Surabaya-Batavia di dekat krian (antara Surabaya-Mojokerto) untuk menyambut
kereta api ekspres yang sedang berlari kencang dengan batang leher masing
masing. Begitu kereta api muncul dalam kecepatan tinggi, keduanya harus
meletakkan leher masing masing di atas rel agar digilas lokomotif serta seluruh
rangkaian kereta api hingga tubuh mereka hancur berkeping keping.
Nah, dengan jalan
demikian, keduanya akan memperoleh keyakinan-ainul yaqin haqqul yakin-tentang
adanya Allah Swt…! Tapi Musso yang terkenal berangasan dan mudah marah itu
dengan badannya yang besar dan kekar seolah menciut saja ditantang seperti itu
oleh Haji Hasan Gipo. Musso pun gentar. Ia takut setakut takutnya takut pada
tantangan itu.
Sedangkan Aidit
pernah kena skak mat dari KH. Saifuddin Zuhri yang pada waktu itu sedang
menjabat menteri agama.
Ceritanya, dalam
sidang DPA dibicarakan ihwal membasmi hawa tikus yang merusak tanaman padi di
sawah, D. N Aidit dengan sengaja melancarkan pertanyaan dengan nada sindiran.
Padahal, waktu itu tempat duduk KH. Saifuddin Zuhri dengan Aidit hanya berjarak
20 senti meter saja.
“Saudara ketua,
baiklah kiranya ditanyakan kepada Menteri Agama yang duduk di sebelah kanan
saya ini, bagaimana hukumnya menurut agama Islam memakan daging tikus?”
Saifuddin Zuhri
merasa ditantang dengan sindirang beraroma penghinaan itu. Sebagai seorang
tokoh partai yang pintar tentunya Aidit paham betul jawaban dari apa yang ia
tanyakan tersebut. Tetapi Aidit dengan sengaja mendemonstrasikan antipatinya
terhadap Islam. KH. Saifuddin Zuhri pun lantas menjawab dengan tak kalah
cerdiknya.
“Saudara ketua,
tolong beritahukan kepada si penanya di sebelah kiriku ini bahwa aku ini sedang
berjuang agar rakyat mampu makan ayam goreng, karena itu jangan dibelokkan
untuk makan daging tikus!”
Tentu saja jawaban
yang diberikan KH. Saifuddin Zuhri mengundang gelak para anggota termasuk Bung
Karno yang memimpin sidang DPA. Saya bisa membayangkan Aidit terdiam seribu
bahasa.[mrd/dbs/voa-islam.com]
- See more
at:
http://www.voa-islam.com/read/intelligent/2014/06/29/31253/melawan-lupa-11-akhir-hayat-5-tokoh-pki-yang-diskak-mat/#sthash.FR2dSHiK.dpuf
Interpelasi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Kepada SBY Salah Alamat
(Artikel 1)
http://kwikkiangie.com/v1/2011/03/interpelasi-bantuan-likuiditas-bank-indonesia-blbi-kepada-sby-salah-alamat-artikel-1/
DPR mencapai kesepakatan bulat
(aklamasi) untuk meng-interpelasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) soal Bantuan Likwkditas Bank Indonesia (BLBI).
Yang sangat aneh, pertanyaan-pertanyaan
yang akan diajukan kepada SBY juga harus disepakati secara aklamasi.
Apa mungkin pertanyaan-pertanyaan yang serius tentang masalah yang
demikian ruwetnya merupakan kesepakatan bulat oleh seluruh fraksi,
sedangkan banyak di antaranya fraksi pendukung SBY ?
Pertanyaan yang dapat diajukan seputar BLBI ada tiga macam.
Yang pertama tentang duduk persoalan
atau keseluruhan hal ikhwal BLBI dan rentetan kebijakan sebagai akibat
dari pengucuran BLBI secara besar-besaran.
Yang kedua, mengapa kebijakan-kebijakan
yang begitu bodoh, begitu konyol, begitu tidak masuk akal serta begitu
merugikan keuangan negara dalam skala raksasa bisa diberlakukan oleh
para teknokrat yang begitu tinggi pendidikannya ?
Yang ketiga, apakah kesalahan-kesalahan
fatal lainnya bisa terjadi di kemudian hari kalau orang-orang yang ikut
mengambil keputusan atau ikut menyetujui serta mendukung pengambilan
kebijakan yang sangat bodoh dan praktis telah membangkrutkan keuangan
negara itu, sekarang duduk dalam pemerintahan ?
Marilah kita bahas seluruh permasalahannya dan kita perdebatkan sebelumnya, supaya interpelasi lebih terarah.
KRONOLOGI MALAPETAKA YANG DIMULAI DENGAN PAKTO
Gubernur Bank Indonesia (BI) Adrianus
Mooy memberlakukan Kebijakan Paket Oktober 1988 yang terkenal dengan
nama Paket Oktober atau PAKTO. Isinya meliberalisasi dunia perbankan
secara total dan spektakuler. Dengan modal disetor sebesar Rp.10 milyar
orang boleh mendirikan bank umum.
Serta merta sekitar 200 bank baru lahir.
Mayoritas pendiri adalah konglomerat yang menjadinya konglomerat
melalui tipu muslihat seperti yang digambarkan oleh serial artikel saya
dengan judul “Saya Bermimpi Jadi Konglomerat”.
Mereka tidak mengerti fungsi pokok
perbankan sebagai lembaga intermediasi yang mengkonversi tabungan
menjadi investasi yang produktif. Mereka juga tidak mengerti bahwa
persyaratan pokok bekerjanya bank ialah prudence. Tetapi mereka pandai
dalam bidang marketing.
Maka bank yang baru berdiri sangat
berhasil dalam meyakinkan para penabung agar tidak menyimpan
tabungannya di bawah bantal, tetapi disimpan di bank-bank mereka. Semua
teknik marketing dipakai untuk menarik uang masyarakat. Mereka
berhasil dengan gemilang.
Dengan modal disetor Rp. 10 milyar
mereka dapat menghimpun dana trilyunan rupiah. Mereka terkejut. Mereka
tidak paham sama sekali bahwa dana itu milik masyarakat. Mereka tidak
paham bahwa laba bank terdiri dari spread yang tipis, resiko kredit
macet besar, sehingga dibutuhkan mental kehati-hatian serta etika yang
khusus.
Mereka mata gelap. Uang dipakai
seenaknya sendiri untuk memberi kredit kepada dirinya sendiri secara
besar-besaran yang dipakai untuk membentuk konglomerat.
Maka kreditnya banyak yang macet di
tangannya sendiri. Tetapi karena bank miliknya, maka dengan mudah
laporan keuangan dapat direkayasa sampai terlihat bagus dan sehat.
Tahun 1997 Indonesia terkena krisis moneter yang parah. Maka Indonesia menggunakan haknya sebagai anggota minta bantuan dari IMF. Tidak terduga sebelumnya bahwa IMF lebih merusak dan menghancur leburkan keuangan negara.
Tahun 1997 Indonesia terkena krisis moneter yang parah. Maka Indonesia menggunakan haknya sebagai anggota minta bantuan dari IMF. Tidak terduga sebelumnya bahwa IMF lebih merusak dan menghancur leburkan keuangan negara.
PENUTUPAN BANK, RUSH DAN PENGHENTIANNYA DENGAN BLBI
IMF tidak berpikir panjang. Ketika
mengetahui bahwa bank-bank sangat kropos karena disalah gunakan oleh
pemiliknya sendiri, 16 bank yang paling parah ditutup mendadak. Pemilik
uang yang mempercayakannya pada bank-bank yang ditutup itu tentu
terkejut dan marah, karena laporan keuangan bank yang diiklankan sangat
sehat.
Dua hari kemudian berturut-turut
bank-bank lain yang tidak ditutup di-rush. IMF beserta menteri-menteri
kroninya panik. Rush harus dihentikan dengan biaya berapa saja.
Dalam beberapa hari likwiditas yang
dikeluarkan oleh BI untuk menghentikan rush sebesar Rp. 144 trilyun.
Menurut BPK lebih dari 95,78% dari uang ini tidak dapat dipertanggung
jawabkan.
Setelah rush berhenti, penelitian
meyakinkan bahwa pemilik bank tidak mungkin mengembalikan BLBI, karena
dana milik masyarakat yang ditarik kembali dengan rush diinvestasikan
pada perusahaan-perusahaan.
PELUNASAN BLBI DENGAN MENYERAHKAN KEPEMILIKAN BANK KEPADA PEMERINTAH
Maka BLBI dikonversi menjadi
saham-saham. Serta merta Pemerintah mempunyai hampir 200 bank. Sebagai
contoh, saldo utang BLBI oleh BCA kepada pemerintah sebesar Rp. 32
trilyun. BCA telah melakukan pembayaran cicilan sebesar Rp. 8 trilyun,
sehingga sisanya Rp. 24 trilyun, yang tidak mampu dibayar oleh pemegang
sahamnya BCA atau keluarga Salim. Pelunasan utang BLBI dibayar dengan
93 % saham-sahamnya BCA. Maka pemerintah memiliki 93 % BCA. (Pembayaran
bunga juga telah dilakukan dengan tingkat suku bunga 70 % yang berlaku
ketika itu sebesar Rp. 8,3 trilyun, tetapi jumlah ini tidak mengurangi
jumlah pokok yang terutang).
Dengan demikian utang keluarga Salim
dalam bentuk BLBI sudah dibayar lunas dengan kehilangan 97 % dari
kepemilikannya di BCA. Jadi BLBI sudah selesai sampai di sini.
Kerugian negara dalam skala raksasa yang
kemudian menjadi keresahan bukan BLBI, tetapi urusan lain lagi yang
akan diuraikan selanjutnya.
PARA PEMEGANG SAHAM BANK YANG SUDAH
MENJADI MILIK PEMERINTAH SEBAGAI PELUNASAN BLBI MASIH MEMPUNYAI UTANG
DALAM JUMLAH YANG LEBIH BESAR, YANG PENYELESAIANNYA MERUGIKAN KEUANGAN
NEGARA.
Bank-bank yang sudah menjadi milik
pemerintah mempunyai piutang dalam jumlah besar kepada
perusahaan-perusahaan yang dimiliki mantan pemilik bank.
Seperti telah diuraikan tadi, selama
berpuluh tahun, para pemilik bank memberi kredit kepada dirinya sendiri
dalam jumlah sangat besar yang dipakainya untuk mendirikan
perusahaan-perusahaan.
Ketika bank menjadi milik pemerintah
karena dipakai sebagai pembayaran utang BLBI, dengan sendirinya bank
qq. pemerintah qq. BPPN mempunyai tagihan kepada mantan pemilik bank
tersebut.
Mantan pemilik bank tidak mempunyai uang
tunai untuk membayarnya. Pemerintah minta supaya dibayar dengan
perusahaan-perusahaan atau asset apa saja.
Pemilik bank mengambil kredit dari
banknya sendiri dalam bentuk tunai, tetapi dibiarkan membayar dengan
perusahaan-perusahaan dan asset apa saja, bahkan hanya tandatangannya
saja.
Inilah yang menjadi awal malapetaka,
karena menilai perusahaan bukan hal yang mudah dan eksak. Sangat
tergantung dari berbagai macam asumsi dan sangat tergantung dari
kondisi ekonomi pada umumnya yang berubah-ubah dalam perjalanan waktu,
terutama karena kondisinya sedang dalam krisis.
Jadi biang keladi dari dirugikannya
keuangan negara dalam jumlah yang luar biasa besarnya ialah kebijakan
yang membiarkan utang tunai dibayar dengan asset. Penilaian asset
sangat relatif sifatnya, dan realisasi nilai sangat tergantung dari
waktu, situasi dan kondisi. Dalam menjual asset pemerintah justru
memberlakukan yang salah semua, yaitu dijual paksa pada waktu yang
salah, dalam kondisi dan situasi ekonomi yang sedang sangat terpuruk,
tetapi dinilai dengan asumsi kondisi ekonomi sangat bagus. Bagaimana
mungkin para teknokrat yang begitu tinggi pendidikannya bisa mengambil
kebijakan yang begitu naifnya ? Karena mereka kroni yang membabi-buta
nurut pada IMF, atau karena mereka tidak mengerti sama sekali kondisi
nyata dan praktek dunia usaha ?
Kebetulan saya mengetahui bahwa Presiden
ketika itu, Prof. BJ Habibie pernah ngotot bahwa utang uang harus
dibayar dengan uang, tidak boleh dengan asset. Para konglomerat yang
dikawal oleh menteri-menteri mengatakan bahwa nilai asset yang akan
diserahkan sebagai pembayaran utang lebih besar dari jumlah utangnya.
Presiden Habibie ketika itu menjawab : “Good for you, ambillah
untungnya, Pemerintah mengurus negara, bukan mengurus ratusan
perusahaan. Kalau tidak mampu membayar sekarang boleh diberikan
tenggang waktu 3 tahun”. Tetapi entah bagaimana proses selanjutnya,
akhirnya pemerintah toh menerima pembayaran dengan asset.
Dan setelah asset dijual yang
menghasilkan rata-rata hanya sekitar 15 % saja dari nilai yang diterima
oleh pemerintah, pemerintah sendiri mempropagandakan bahwa recovery
rate yang sekitar 15 % adalah sangat wajar di negara manapun di dunia
yang terkena krisis. Teori ini tidak dapat dipahami dengan akal sehat,
karena penjualan asset bisa ditunda sampai kondisi perekonomian
membaik. Semua asset yang dijual dengan harga begitu murahnya sehingga
recovery rate-nya hanya 15 % saja, sekarang harganya berlipat-lipat
ganda.
MSAA, MRNIA DAN PKPS-APU
Perjanjian antara pemerintah dengan para
mantan pemilik bank beragam, karena kondisi keuangan mereka juga
beragam. Ada tiga pola, yaitu :
Master of Settlement and Acquisition
Agreement (MSAA) bagi debitur/obligor yang mempunyai cukup perusahaan
untuk membayar utang-utangnya.
Master Refinancing and Notes Issuance
Agreement (MRNIA) untuk mereka yang nilai perusahaannya tidak cukup
untuk membayar utangnya, dan kekurangannya harus dijamin pembayarannya
dengan jaminan pribadi.
Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham –
Akta Pengakuan Utang (PKPS-APU). Perjanjian ini dibuat untuk mencapai
kesepakatan penyelesaian kewajiban yang harus ditanggung oleh pemilik
saham pengendali atas kerugian bank mereka akibat praktek perbankan
yang tidak wajar serta pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit
(BMPK). Penyelesaian ini tidak melalui penyerahan asset.
Tidak mungkin membahas problematiknya
satu per satu karena menyangkut demikian banyaknya orang. Setiap orang
mempunyai model penyelesaian tertentu yang khas. Tingkat kemauan baik
dan itikad kerja samanya juga sangat berbeda. Dari yang langsung
membayar tunai seluruh utangnya sampai yang langsung kabur ke luar
negeri dan sampai sekarang menjadi buron.
Berbagai macam Obligor (yang punya utang
kepada pemerintah berhubung dengan banknya yang mengalami kesulitan)
dengan berbagai macam model upaya penyelesaian oleh BPPN adalah sebagai
berikut : 5 dengan MSAA, 4 dengan MRNIA, 30 dengan PKPS-APU, 30
Obligor yang tidak menandatangani PKPS-APU yang pada umumnya kasusnya
dilimpahkan kepada aparat penegak hukum atau sedang dalam proses
penyidikan, dan 5 dengan penyelesaian pembayaran tunai.
KERUGIAN NEGARA DALAM JUMLAH SANGAT BESAR
Ada dua macam kerugian negara dalam jumlah yang sangat besar, yaitu :
1. Perusahaan atau kekayaan lain yang
diserahkan oleh Obligor kepada pemerintah sebagai pembayaran utang
mereka, hasil penjualannya jauh lebih kecil dari nilai utangnya.
Selisihnya adalah kerugian negara yang setiap tahunnya mempengaruhi
APBN. Fokus perhatian masyarakat hanya pada yang ini saja, yaitu
mengapa pemerintah menerima asset sebagai pelunasan utang, tetapi
pemerintah sendiri juga yang menjual dengan harga yang jauh lebih kecil
dari nilai utangnya. Kejaksaan Agung baru sempat mendalami dua kasus
besar, yaitu BCA dan BDNI. Kerugian negara memang besar, tetapi ada
yang lebih besar lagi dan luput dari perhatian, yaitu :
2. Kerugian negara dalam bentuk Surat
Utang Negara untuk merekapitalisasi bank-bank atau yang dikenal dengan
Obligasi Rekap yang disingkat OR.
PENUTUP
Masalah BLBI sangat banyak komponen dan
aspeknya. Tulisan ini merupakan yang pertama yang akan disusul dengan
tulisan-tulisan lainnya yang merupakan serial. Rangkumannya sebagai
berikut.
Asal muasalnya adalah liberalisasi total
dan spektakuler dunia perbankan dengan Paket Oktober 1988 atau PAKTO
yang langsung saja disalah gunakan oleh para konglomerat hitam.
Ketika terkena krisis, kerusakan bank
yang dirong-rong oleh pemiliknya sendiri terkuak. IMF memberi
nasihat-nasihat yang ngawur dan merusak. 16 bank ditutup, semua bank
lainnya di-rush yang dipadamkan dengan BLBI.
BLBI telah dibayar lunas dengan
menyerahkan kepemilikan banknya kepada pemerintah. Ada yang banknya
sudah ludes, sehingga utangnya dijadikan satu dengan utang dari masalah
lainnya, seperti kasus BDNI.
Bank-bank yang sudah menjadi milik
pemerintah ternyata mempunyai tagihan dalam jumlah besar kepada para
mantan pemiliknya, karena berpuluh tahun lamanya dirong-rong dengan
memberikan kredit kepada dirinya sendiri. Utangnya ini dibayar dengan
asset yang ketika dijual menghasilkan uang yang jumlahnya jauh lebih
kecil dari jumlah utangnya. Jumlah kerugian ini lebih besar dari BLBI.
Bank-bank yang sudah menjadi milik
pemerintah tetapi rusak berat itu atas perintah IMF harus patuh pada
ketentuan Capital Adequacy Ratio (CAR) yang formulanya ditentukan oleh
Bank for International Settlement (BIS) yang berkedudukan di Bazel,
Swiss. Caranya dengan direkapitalisasi dengan injeksi Surat Utang
Negara (SUN) yang dikenal dengan istilah Obligasi Rekapitalisasi
Perbankan atau Obligasi Rekap atau “OR” saja. Jumlahnya lebih besar
lagi dibandingkan dengan semua kerugian yang sudah dijelaskan.
Data teknis beserta contoh-contoh
kasusnya akan dibahas dalam artikel-artikel selanjutnya yang merupakan
satu serial dengan gambaran lengkap dari malapetaka keuangan yang
dimulai dengan pengucuran BLBI beserta rentetan kebijakan-kebijakan
yang sangat konyol.
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang 95,78 Persennya Disalah Gunakan
(Artikel 2)
Sebelum artikel ini di KoranInternet dimuat tulisan saya yang berjudul “INTERPELASI BLBI KEPADA SBY SALAH ALAMAT”.
Masalah, atau lebih tepat malapetaka
keuangan maha besar yang dikenal dengan istilah “BLBI” adalah sebuah
rentetan kebijakan pemerintah yang praktis dipaksakan oleh IMF dalam
menangani krisis moneter di tahun 1997, yang kemudian meluas sampai
menjadi depresi ekonomi.
Gambaran menyeluruh secara garis besarnya (bird’s eye view) diberikan oleh artikel sebelumnya. Tulisan ini merupakan tulisan kedua yang khusus membahas tentang BLBI.
BLBI ADALAH FUNGSI POKOK BANK SENTRAL
Fungsi yang paling pokok dari sebuah bank sentral adalah bertindak sebagai the bankers’ bank atau lender of the last resort.
Bank melakukan transaksi setiap harinya.
Salah satu yang termasuk kegiatan bank paling intensif adalah lalu
lintas uang antar bank yang disebabkan karena lalu lintas giro dari
semua pemegang rekening bank. Bank berutang kepada bank lain kalau uang
nasabah berpindah ke bank lain tersebut, dan sebaliknya. Jumlah uang
keseluruhan yang setiap harinya masuk ke dalam bank tidak pernah persis
sama dengan jumlah uang keluarnya.
Di antara seluruh bank yang ada di
negeri ini, semuanya dihitung menjadi satu, sehingga setiap akhir hari
posisinya setiap bank ketahuan, apakah saldonya plus/positif atau
minus/negatif. Penyatuan keseluruhan ikhtisar lalu lintas uang antara
semua bank ini disebut clearing (kliring). Kalau sebuah bank mengalami
saldo minus, tetapi masih mempunyai uang sendiri untuk membayarnya, itu
sangat normal.
Terkadang bank berakhir dengan posisi
minus yang lebih besar jumlahnya dari uang yang dimilikinya. Dalam hal
seperti ini, namanya “bank kalah kliring”, atau bank dalam posisi
negatif/minus.
Biasanya, dalam posisi seperti ini,
kalau jumlahnya tidak terlampau besar, bank yang kalah kliring bisa
meminjam dari inter bank money market atau call money market yang
kegiatannya pinjam meminjam dalam waktu 24 jam dan hanya dibolehkan
untuk bank.
Kalau jumlahnya terlampau besar,
sehingga minusnya tidak dapat ditutup dengan pinjaman dari inter bank
call money market, bank sentral wajib turun tangan membantunya. Namun
dengan persyaratan tertentu dan kehati-hatian yang sebagaimana
mestinya. Bank dalam posisi seperti ini sudah harus diawasi dengan
ketat.
Walaupun harus dengan persyaratan, bank
sentral wajib memberikan talangan supaya bank yang bersangkutan dapat
membayar kepada bank yang mempunyai piutang.
JAUH SEBELUM KRISIS BI MEMBERI BLBI BERULANG-ULANG
Karena salah satu fungsi pokoknya BI
sebagai bank sentral yalah lender of the last resort, maka jauh sebelum
krisis pemberian BLBI kepada dunia perbankan adalah hal yang rutin.
Namun yang menjadi sorotan oleh
Kejaksaan Agung dan masyarakat adalah BLBI yang dikucurkan kepada
bank-bank yang terkena rush di tahun 1998.
Tidak banyak pembahasan tentang satu
kasus yang sangat besar dan sangat bermasalah ini. Komisi XI DPR juga
tidak menyentuh masalah ini ketika berdengar pendapat dengan 9 mantan
Menteri Keuangan dan mantan Menko EKUIN beberapa waktu yang lalu.
BLBI BERMASALAH BESAR
Atas permintaan DPR, Badan Pemeriksaan
Keuangan (BPK) menerbitkan laporan audit investigasi bernomor
06/01/Auditama II/AI/VII/2000 tertanggal 31 Juli 2000. Judulnya
“LAPORAN AUDIT INVESTIGASI Penyaluran dan Penggunaan BANTUAN LIKUIDITAS
BANK INDONESIA (BLBI)”
Ringkasan Eksekutifnya dimulai dengan
“Audit dilakukan pada Bank Indonesia dan 48 bank penerima BLBI, yaitu
10 Bank Beku Operasi (BBO), 5 Bank Take Over (BTO), 18 Bank Beku
Kegiatan Usaha (BBKU) dan 15 Bank Dalam Likuidasi (BDL).”
Saya kutip beberapa butir yang penting sebagai berikut.
“BI tetap tidak melakukan stop kliring kepada bank-bank yang sudah mengalami overdraft dalam jumlah besar dan waktu yang lama.”
“Dispensasi kepada bank-bank yang
rekening gironya bersaldo debet untuk tetap mengikuti kliring, pada
mulanya diberikan dalam jangka waktu tertentu tanpa ada batasan jumlah
maksimal. Namun dalam perkembangan selanjutnya dispensasi tersebut
diberikan tanpa batasan waktu dan jumlah maksimal.”
“Dispensasi semacam itu sudah dilakukan
oleh BI jauh sebelum krisis menimpa sistem perbankan nasional. Hal ini
terbukti dari adanya beberapa bank yang sudah lama overdraft sebelum
krisis, namun tidak dikenakan sanksi stop kliring.”
Di halaman viii (Laporan Audit
Investigasi) di bawah huruf C dengan judul “Potensi Kerugian Negara
Dalam Penyaluran BLBI” ditulis “Dari hasil audit investigasi terhadap
penyaluran BLBI posisi tanggal 29 Januari 1999 yang telah dialihkan
menjadi kewajiban pemerintah sebesar Rp. 144.536.086 juta, kami
menemukan berbagai penyimpangan terhadap ketentuan yang berlaku,
kelemahan sistem dan kelalaian dalam penyaluran BLBI, yang menimbulkan
potensi kerugian negara sebesar Rp. 138.442.026 juta atau 95,78 % dari
jumlah BLBI yang disalurkan pada tanggal tersebut.”
Di halaman x diberikan perincian dari
“jumlah penyimpangan dalam penggunaan BLBI untuk transaksi periode
sampai dengan 29 januari 1999 sebesar Rp. 84.842.162 juta atau 58,70 %
dari jumlah BLBI yang disalurkan per 29 Januari 1999 sebesar Rp.
144.536.086 juta.”
Perincian di halaman x tersebut adalah penyimpangan dalam penggunaan BLBI beserta jumlah uangnya sebagai berikut :
“BLBI digunakan untuk membayar/melunasi
modal pinjaman/pinjaman subordinasi sebesar Rp. 46,088 milyar. Untuk
membayar/melunasi kewajiban pembayaran bank umum yang tidak dapat
dibuktikan kebenarannya berdasarkan dokumen yang lazim untuk transaksi
sejenis (G-3) sebesar Rp. 113,812 milyar. Untuk membayar kepada pihak
terkait (G-4) sebesar Rp. 20, 367458 trilyun. Untuk transaksi surat
berharga sebesar Rp. 136,902 milyar. Untuk membayar/melunasi dana pihak
ketiga yang melanggar ketentuan (G-6) sebesar Rp. 4,472831 trilyun.
Untuk membiayai kontrak derivatif baru atau kerugian karena kontrak
derivatif lama yang jatuh tempo/cut loss (G-7) sebesar Rp. 22,463004
trilyun. Untuk membiayai placement baru di PUAB (G-8) sebesar Rp.
9,822383 triliun. Untuk ekspansi kredit atau merealisasikan kelonggaran
tarik dari komitmen yang sudah ada (G-9) sebesar Rp. 16,814646
trilyun. Untuk membiayai investasi dalam aktiva tetap, pembukaan cabang
baru, penggantian sistem baru (G-10) sebesar Rp. 456,357 milyar. Untuk
membiayai overhead bank umum (G-11) sebesar Rp. 87,144 milyar. Untuk
membiayai lain-lain yang tidak termasuk dalam G-1 s.d. G-11 (G-12)
sebesar Rp. 10,061537 trilyun.
Dari sebagian penyimpangan ini saja bisa
kita lihat betapa ngawurnya pimpinan BI ketika itu. Entah sekarang ini
masih ada yang duduk dalam pimpinan atau tidak. Komentar yang paling
tepat seperti yang sering dipakai oleh Opa Irama dalam Republik Mimpi,
yalah “TER….LA….LU !!”
YANG HARUS DI-INTERPELASI SIAPA ?
Bank Indonesia independen, tidak ada
urusan dengan Presiden, boss-nya BI adalah DPR. Boss-nya BPK juga DPR.
Kok DPR meng-interpelasi SBY sebagai Presiden ? Jangan-jangan Gus Dur
nanti berujar lagi bahwa DPR bagaikan Taman Kanak-Kanak.
Buat SBY sangat enak, tinggal
meng-interpelasi balik dengan pertanyaan-pertanyaan seperti : “Ketika
itu DPR sedang ngelamun apa ? Demikian juga BI ketika itu sedang
ngelamun apa ? Dan apa tujuan anda kok sampai secara aklamasi mau
meng-interpelasi saya, sedangkan saya yang terbengong-bengong tapi
tidak bisa apa-apa, karena para pelakunya badan-badan yang independen,
dan yang membuat independen DPR. Dasar Demokrasi yang Crazy”.
BANYAK DATA DI BANYAK BANK PENERIMA BLBI DIRUSAK
Yang ini saya dengar dalam rapat-rapat
resmi yang saya pimpin ketika saya menjabat sebagai Menko EKUIN.
Rekan-rekan dari BPPN menceriterakan bahwa penyalah gunaan BLBI memang
ada. Dan tidak saja ada, tapi brutal. Setelah nilep dana BLBI yang
tidak dibayarkan kepada para deposannya, karena rush-nya jauh lebih
kecil jumlahnya, mereka sadar betul bahwa cepat atau lambat pasti
ketahuan. Maka data yang tersimpan di dalam CPU computer itu, tidak
saja dihapus, tetapi Personal Computers (PC) yang banyak itu dijebol,
kabelnya ditarik begitu saja seperti orang panik. Kantor-kantor bank
ketika itu seperti baru digarong dengan perusakan. Saya hanya
meneruskan saja apa yang saya dengar.
GEDUNG BANK INDONESIA TERBAKAR
Beberapa waktu kemudian ada yang
berpikir bahwa BI menerima satu lembar copy dari semua transaksi. Maka
gedung BI dan ruang yang menyimpan dokumen-dokumen tersebut terbakar.
Setelah itu saya membaca di surat kabar bahwa POLRI menyimpulkan tidak
mustahil kebakaran itu bukan kecelakaan, tetapi dibakar. Semua ini
termuat di koran.
KOMISI IX DPR DAN KEMUNGKINAN ADANYA ALIRAN DANA
Tadi telah dikemukakan adanya laporan audit investigasi oleh BPK tentang BLBI.
Ketika laporan tersebut diserahkan
kepada Komisi IX DPR, saya berfungsi sebagai anggota Komisi IX DPR.
Maka dibentuk Panja untuk membahas laporan tersebut. Saya masuk sebagai
anggota Panja.
Saya tidak banyak dilibatkan dalam
rapat-rapat Panja yang mungkin juga dihadiri oleh para pejabat dari
Bank Indonesia dan Departemen Keuangan. Rapat-rapatnya tidak di gedung
DPR, tetapi di hotel-hotel.
Kesimpulan Panja mengejutkan saya.
Seperti tadi telah saya kemukakan, menurut BPK sejumlah Rp. 138.442.026
juta atau 95,78 % dikategorikan oleh BPK sebagai “berbagai
penyimpangan terhadap ketentuan yang berlaku, kelemahan sistem dan
kelalaian dalam penyaluran BLBI yang menimbulkan potensi kerugian
negara.”
Oleh Panja disepakati bahwa BI hanya
disuruh bertanggung jawab sebesar Rp. 24,5 trilyun saja, karena kalau
lebih dari ini BI-nya bangkrut. Mana ada bank sentral yang bangkrut ?
Saya protes keras karena merasa DPR melecehkan dan memain-mainkan
aparatnya sendiri, yaitu BPK. Kalau tidak percaya dengan BPK ya BPK-nya
dibubarkan atau Ketua beserta staf intinya dipecat, tapi jangan
dimain-mainkan begitu.
Akhirnya keputusan Panja tersebut
diambangkan sampai Presidennya berganti dari Gus Dur ke Ibu Megawati.
Menko Ekonominya, Prof. Dorodjatun minta advis kepada mantan Gubernur
FED (Bank sentralnya AS) Paul Volcker. Advisnya dipakai dan
diberlakukan, yaitu segala sesuatunya diselesaikan dengan secarik
kertas dengan susunan kata-kata yang intinya Departemen Keuangan
menjamin segala sesuatunya akan beres. Tentu rumusannya ilmiah,
sophisticated, dan namanya Capital Maintenance Note. Saya punya kalau
ada yang berminat.
Tentang kemungkinan adanya aliran dana
dari BI kepada beberapa anggota Panja BLBI yang sampai menyimpulkan
bahwa BI “digantung” dengan tanggung jawab sebesar Rp. 24,5 trilyun
saja, sampainya ke telinga saya hanya sebagai desas-desus. Tidak ada
dokumennya.
Kesimpulan
Jadi kalau hanya mau bicara atau
meng-interpelasi BLBI saja, ya itulah permasalahannya. Tetapi kalau DPR
mau mengetahui kebijakan-kebijakan yang merupakan konsekwensi dari
BLBI, bacalah artikel selanjutnya dalam serial KoranInternet ini.
INTERPELASI BLBI KASUS BCA
(Artikel 3)
Dalam
penelitian atau penyidikan masalah BLBI oleh Kejaksaan Agung yang
menjadi prioritas adalah kasus BCA dan BDNI. Terutama kasus BCA,
publikasi oleh media massa cukup intensif. Mungkin karena itu, para
anggota DPR dalam interpelasinya nanti juga akan menyorot kasus BCA.
Maka dalam serial artikel tentang BLBI, kasus BCA saya tulis secara
khusus dalam satu artikel.
Rush dan BLBI
Dengan terjadinya krisis moneter dan
ekonomi tahun 1997 BCA terkena rush. Untuk meredam rush BCA menerima
BLBI yang jumlah seluruhnya Rp. 32 trilyun.
Jumlah tersebut diberikan secara
bertahap dengan jumlah Rp. 8 trilyun, Rp. 13,28 trilyun dan Rp. 10,71
trilyun, atau seluruhnya Rp. 31,99 trilyun (dibulatkan menjadi Rp. 32
trilyun)
Dari jumlah ini yang telah dibayarkan
oleh BCA adalah cicilan utang pokok sebesar Rp. 8 trilyun dan
pembayaran bunga sebesar Rp. 8,3 trilyun yang tingkat bunganya ketika
itu sebesar 70 % per tahun.
Pemerintah menganggap hanya pembayaran
cicilan utang pokoknya saja sebesar Rp. 8 trilyun yang mengurangi
utangnya. Pembayaran bunga, walaupun sebesar Rp. 8,3 trilyun dengan
tingkat bunga yang 70 % setahun ketika itu tidak dianggap oleh
pemerintah sebagai mengurangi utang BLBI-nya keluarga Salim. Karena
itu, jumlah sisa utang BLBI oleh pemerintah dianggap sebesar Rp. 23,99
trilyun. Jumlah ini dianggap ekivalen dengan 92,8 % dari nilai
saham-saham BCA. Maka kepemilikan BCA sebesar ini disita oleh
pemerintah sebagai pelunasan utang BLBI oleh keluarga Salim. Dengan
disitanya 92,8 % saham-saham BCA dari tangan keluarga Salim menjadi
milik pemerintah, utang BLBI keluarga Salim lunas. Jadi ketika itu juga
keluarga Salim sudah tidak mempunyai utang BLBI. Utang keluarga Salim
sebesar Rp. 52,7 trilyun adalah utang urusan lain lagi, bukan utang
BLBI. Penggunaan istilah “BLBI” sebagai istilah generik untuk segala
permasalahan sangat keliru.
Utang mantan Pemegang Saham BCA sebesar Rp. 52,7 trilyun
Sekarang penjelasan tentang utangnya keluarga Salim sebesar Rp. 52,7 trilyun. Ceriteranya sebagai berikut.
Ketika masih dimiliki sepenuhnya oleh
keluarga Salim, sebagai pemilik BCA keluarga Salim mengambil kredit
dari BCA senilai Rp. 52,7 trilyun.
Maka ketika 93 % BCA dimiliki oleh
Pemerintah, utangnya keluarga Salim tersebut beralih menjadi utang
kepada pemerintah. Jadi Pemerintah menagihnya kepada keluarga Salim.
Keluarga Salim tidak memiliki uang
tunai. Maka dibayarlah dalam skema Pelunasan Kewajiban Pemegang Saham
(PKPS) yang wujudnya Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA)
dengan uang tunai sebesar Rp. 100 milyar dan 108 perusahaan.
Yang menentukan bahwa penyelesaian atau
settlement seperti ini bagus dan absah adalah pemerintah sendiri. Yang
menentukan bahwa nilai 108 perusahaan memang sebesar Rp. 51,9 trilyun
adalah pemerintah sendiri. Dalam penentuan ini, pemerintah menggunakan
jasa Danareksa, Bahana dan Lehman Brothers. Kita membaca di media massa
sangat terkemuka berbagai uraian dari para akhli Danareksa dan Bahana
yang dianggap sangat-sangat pandai dan mesti betulnya. Lehman Brothers
bahkan menyatakan secara tertulis bahwa nilainya 108 perusahaan
tersebut terlampau kecil, dengan selisih angka sebesar Rp. 204 milyar.
Jadi menurut Lehman Brothers, pembayaran
utang oleh Salim sebesar Rp. 100 milyar tunai ditambah dengan 108
perusahaan nilainya Rp. 53,204 trilyun, atau kelebihan Rp. 204 milyar
dibandingkan dengan utangnya. Namun pendapat Lehman Brothers tentang
yang kelebihan Rp. 204 milyar ini tidak dianggap atau tidak digubris
oleh pemerintah.
Selisih Penilaian
Penilaian dari 108 perusahaan yang
semula Rp. 52,8 trilyun oleh Bahana, Danareksa dan Lehman Brothers
kemudian dinilai oleh Price Waterhouse Coopers (PWC) dengan titik tolak
penjualan “paksa” tidak lebih lambat dari tanggal tertentu. PWC tiba
pada angka Rp. 20 trilyun saja. Titik tolak dan asumsi ini tertuang
dalam Letter of Intent dengan IMF.
Dalam prakteknya keseluruhan 108 perusahaan ternyata memang hanya laku dijual dengan nilai sekitar Rp. 20 trilyun saja.
Mengapa bisa terjadi selisih penilaian
oleh Bahana, Danareksa, Lehman Brothers di satu pihak dan oleh Price
Water House Coopers di lain pihak dijelaskan dalam sub judul
tersendiri.
Release and Discharge (R&D) atau Surat Keterangan Lunas (SKL)
Karena sudah dianggap lunas, maka kepada
SG diberikan Surat Keterangan Lunas (SKL) atau Release and Discharge
(R&D). Presiden Megawati S. berani memberikannya karena sudah
dilandasi oleh UU no. 25 tahun 2000 tentang Propenas, TAP MPR no.
VIII/MPR/2000. Ketika digugat oleh Lembaga Bantuan Hukum, Mahkamah
Agung mengalahkan penggugat. Maka lengkap dan kuatlah payung hukumnya
Presiden Megawati.
Masalah Besar Karena Telat Mikir (TELMI)
Apa masalah besar yang sekarang ini
sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) ? Beberapa tokoh
masyarakat dan pimpinan tertinggi negara telat mikir (telmi). Setelah
dahulunya ikut menggebu-gebu menyetujui dan membela penyelesaian
seperti yang digambarkan di atas, sekarang marah, karena dampak ketidak
adilannya luar biasa besarnya. Wong asset yang dinilai Rp. 52,6
trilyun ketika dijual kok hanya laku sekitar Rp. 20 trilyun, sehingga
keuangan negara dirugikan sebesar sekitar Rp. 32,7 trilyun.
Yang lucu, sebelum dijual PWC sudah
ditugasi oleh Pemerintah untuk menilainya kembali dengan TOR yang
berbeda. Jatuhnya sekitar Rp. 20 trilyun. Toh ini yang dijadikan acuan
menjual, dan akhirnya memang hanya laku sekitar Rp. 20 trilyun.
Jadi pemerintah menerima nilai asset
sebesar Rp. 52,8 trilyun sebagai pelunasan utang keluarga Salim, tetapi
pemerintah juga yang bangga bisa menjualnya dengan nilai Rp. 20
trilyun. Bangganya karena bisa memperoleh recovery rate sekitar 34 %,
sedangkan dari obligor lainnya rata-rata hanya memperoleh 15 % yang
dianggap sangat normal oleh para teknokrat penguasa ekonominya Presiden
Megawati.
Di Mana Letak Permasalahannya ?
Bahana, Dana Reksa dan Lehman Brothers
ditugasi menilai dengan asumsi “Pandangan yang positif tentang hari
depan ekonomi Indonesia dan lingkungan politik yang normal (normalised
economic and political scenarios). Jadi mereka disuruh menilai 108
perusahaan itu sebagai going concern dalam lingkungan ekonomi makro
yang bagus.
Price Waterhouse Coopers (PWC) ditugasi
dengan asumsi dan TOR yang intinya berbunyi : “harus dijual dalam waktu
antara 8 dan 10 minggu”, dengan “transaksi penjualan dilakukan antara
pembeli yang mau membeli tetapi ogah-ogahan, dan penjual yang mau
menjual tapi ogah-ogahan” (willing but not anxious). Jadi PWC ditugasi
menilai 108 perusahaan itu dengan titik tolak dan asumsi liquidation
value dalam lingkungan ekonomi makro yang para investornya ogah-ogahan
melakukan investasi atau membeli 108 asset keluarga Salim.
Jadi ketika menerima 108 perusahaan
sebagai pelunasan utang, pemerintah yang menilainya sebagai going
concern. Tetapi ketika menjual, pemerintah sendiri juga yang menilainya
dengan titik tolak dan asumsi liquidation value.
Menilai perusahaan memang sulit,
merupakan sub disiplin ilmu tersendiri yang tidak dipahami oleh para
teknokrat dan professor yang berteori bahwa kodok melompat-lompat dalam
air, sedangkan kodok selalu berenang begitu menyentuh air.
Nilai perusahaan bisa didasarkan atas
replacement value, discounted cash flow value, net present value,
historical value, liquidation value dan entah apa lagi. Hasil dari
berbagai metoda penilaian ini juga berbeda-beda.
Begitu nilai PWC keluar, kecuali satu
orang, seluruh anggota kabinet Gotong Royong, KKSK ( Komite Kebijakan
Sektor Keuangan ) dan BPPN setuju dijual dengan nilainya PWC. Menko
Dorodjatun K yang ketika itu didukung penuh oleh Menteri Keuangan
Boediono dan Menteri BUMN Laksamana Sukardi berujar dengan keras dan
tegas bahwa negara manapun di dunia yang terkena krisis memang harus
menanggung kerugian besar. Biasanya harus rugi sekitar 85 % dari nilai
asset yang dipakai untuk membayar, atau uang yang kembali rata-rata 15 %
(yang disebut recovery rate). Maka ada yang menganggap Salim Group
“pahlawan” karena recovery rate-nya sekitar 34 %.
Berani Melawan IMF ?
Bukankah IMF yang memerintahkan bahwa
asset SG harus dijual tidak lebih lambat dari tanggal tertentu tanpa
peduli berapa lakunya ? Dan batas waktu ini diumumkan kepada dunia. Apa
berani, wong kalau berani tidak patuh pada IMF Indonesia diancam
diisolasi oleh masyarakat dunia ?
Ya tidak berani, tapi kan bisa cerdik.
Maka ada seorang menteri anggota KKSK yang mati-matian mengatakan bahwa
dijual tidak melampaui batas waktu tertentu boleh, tetapi dengan
tender terbuka, dan pemerintah menentukan harga minimum yang
dirahasiakan. Harga ini dibuka bersama-sama dengan semua penawar BCA.
Kalau harga penawaran tertinggi lebih rendah dari harga minimum, oleh
pemerintah penjualan dibatalkan, ditunggu 6 bulan. Setelah itu
penjualan diulangi lagi dengan prosedur yang sama. IMF-nya setuju. Tapi
semua anggota Kabinet Gotong Royong (kecuali satu orang) termasuk
Presiden dan Wakil Presidennya ketika itu setuju dengan penjualan model
IMF yang obral tanpa harga minimum. Ketika itu SBY, JK dan Boediono
para Menteri dalam Kabinet Gotong Royong yang juga ikut mendukung
semua kebijakan tersebut yang sekarang diramaikan oleh DPR. DPR sebelum
ini juga mendukung sampai menghasilkan UU nomor 25 tahun 2000 tentang
Propenas dan MPR-nya juga ikut-ikutan mendukung semangatnya dengan TAP
MPR nomor VIII/MPR/2000.
Sudah begitu, Hubert Neiss, orang sangat
penting dalam hubungan IMF dan Pemerintah Indonesia pensiun dari IMF.
Langsung saja menjadi penasihat Deutsche Bank di Singapura. Dan
langsung saja disewa oleh Farralon sebagai pelobi untuk memenangkan
pembelian 51 % BCA dengan harga Rp. 5 trilyun, sedangkan BCA punya
tagihan kepada Pemerintah berupa Obligasi Rekap. sebesar Rp. 60
trilyun.
Penjaja Mangga Di Pinggir Jalan
Penjualan BCA bisa diibaratkan penjaja
mangga di pinggir jalan. Ada orang yang bernama Djadjang memasang papan
yang berbunyi : “Mangga ini harus terjual habis tidak lewat dari jam
17.00 tanpa peduli dengan harga berapa lakunya.” Penjaja mangga marah,
papannya dihancurkan dan Djadjang dipukuli.
Ketika menjual BCA, IMF memasang papan
nama yang berbunyi “BCA harus dijual tidak lebih lambat dari tanggal
tertentu tanpa peduli dengan harga berapa saja.” Apa yang terjadi ?
Hubert Neiss menjadi pelobi (yang dianggap tidak ada conflict of
ineterst) dan para Menteri Kabinet Gotong Royong memasang lampu sorot
ke arah papan, dan papan pengumumannya dihiasi dengan huruf-huruf yang
mencolok dan kontras,”
Karuan saja lakunya hanya Rp. Rp. 5
trilyun untuk 51 % atau dinilai hanya sekitar Rp. 10 trilyun untuk 100
%, tapi di dalamnya ada tagihan kepada Pemerintah sebesar Rp. 60
trilyun, dan BCA ketika dijual sudah punya laba ditahan sebesar Rp. 4
trilyun.
KERUGIAN MAHA BESAR AKIBAT KEBODOHAN DAN MENTAL BUDAK MAHA BESAR YANG LUPUT DARI PERHATIAN
Tadi telah diuraikan bahwa BCA menjadi
milik pemerintah sebagai pembayaran utang BLBI oleh keluarga Salim.
Artinya, pemerintah telah mengeluarkan uang sebesar Rp. 23,99 trilyun
untuk membeli 92,8 % saham-saham BCA. Setelah itu, BCA yang sudah
menjadi milik pemerintah harus “disehatkan” dengan menginjeksi Obligasi
Rekapitalisasi Perbankan atau OR sebesar Rp. 60 trilyun. Dalam BCA
sudah ada laba bersih sebesar sekitar Rp. 4 trilyun. Jadi uang
pemerintah yang ada di dalam BCA sebesar jumlah dari tiga angka ini
atau Rp. 87,99 trilyun (dibulatkan Rp. 88 trilyun).
Namun BCA dijual kepada Farallon senilai
Rp. 10 trilyun. Jadi ada kerugian yang dibuat oleh pemerintah sendiri
sebesar Rp. 78 trilyun. Angka ini jauh lebih besar dari kerugian
sebesar Rp. 33 trilyun sebagai selisih nilai 108 perusahaan yang
diserahkan oleh keluarga Salim sebagai pembayaran utangnya dengan nilai
realisasinya.
Yang sangat aneh, tidak ada yang berbicara tentang kerugian yang sangat konyol ini. Karena membudak pada IMF atau karena bodoh ?
INTERPELASI BLBI KASUS BDNI
(Artikel 4)
Seperti BCA, masalah BLBI BDNI beserta keseluruhan rentetannya yang merugikan keuangan negara menjadi fokus penelitian atau penyidikan oleh Kejaksaan Agung.Maka kasus BDNI saya sajikan dalam satu artikel tersendiri. Segala sesuatu yang tercantum dalam artikel ini berdasarkan angka-angka tahun 2002. Tidak jelas apakah setelah data dan angka yang tercantum dalam artikel ini ada pekembangan angka-angka yang baru.
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia(BLBI)
Utang mantan pemilik BDNI Syamsul Nursalim (SN) dalam bentuk BLBI sebesar Rp. 30,9 trilyun.
Bagaimana cara penyelesaian BLBI ini tidak begitu jelas bagi saya. Sebagai perbandingan, dalam hal BCA, utang BLBI kelompok Salim dibayar dengan 93% dari pemilikan BCA.
Nampaknya modal ekuiti BDNI sudah negatif, sehingga tidak ada nilainya sama sekali. Maka utang BLBI menjadi bagian dari keseluruhan utang SN yang harus dilunasi.
MODAL EKUITI BDNI SUDAH NEGATIF
BPPN menerbitkan buku berjudul “Shareholders settlement. An outline of its concepts and objectives”, tertanggal 3 Februari 2000
Di halaman 13 tercantum “Consolidated balance sheet of BDNI before and after adjustment based on Indonesian GAAP” dengan tanda bintang. Tanda bintangnya berarti ada catatan di bawah yang mengatakan “Source : ADDP Ernst and Young”. Kepanjangan ADDP adalah Accepted Due Diligence Process dan kepanjangan GAAP adalah General Accepted Accounting Principle.
Jumlah asset yang unadjusted Rp. 33,572 trilyun. Dengan sebutan “GAAP adjustment” asset ini dikurangi dengan Rp. 27,994 trilyun, sehingga menurut Ernst and Young assetnya tinggal Rp. 5,578 trilyun.
Jumlah kewajibannya (liabilities) yang tercantum sebesar Rp. 32,275 trilyun dikoreksi dengan tambahan Rp. 15,882 trilyun, sehingga kewajibannya yang benar menurut Ernst and Young sebesar Rp. 48,157 trilyun.
Dengan demikian, menurut Ernst and Young Modal Ekuitinya negatif sebesar Rp. 42,579 trilyun.
Rekapitulasinya sebagai berikut :
(dalam trilyun rupiah)
• | Aktiva sebelum dikoreksi oleh Ernst & Young atas dasar GAAP | 33,572 | |
• | Koreksi sesuai dengan GAAP | (27,994) | |
• | Aktiva setelah dikoreksi | 5,578 | |
• | Kewajiban sebelum dikoreksi | (32,275) | |
• | Koreksi sesuai dengan GAAP | (15,882) | |
• | Kewajiban setelah dikoreksi sesuai GAAP | (48,157) | |
• | Modal Ekuiti menjadi Negatif sebesar | (42,579) |
PENANGANAN BLBI
Karena Modal Ekuiti BDNI sudah lama negatif, maka BLBI tidak dapat dikonversi menjadi pemilikan seperti halnya dengan BCA.
Berbeda dengan BCA, status BDNI ialah Bank Beku Operasi (BBO). Karena itu tidak ada gunanya Pemerintah memilikinya melalui konversi BLBI ke dalam pemilikan saham-saham, karena BDNI sudah tidak akan beroperasi lagi.
Penyelesaiannya ialah menentukan utang SN seluruhnya kepada negara. Jumlah BLBI sepenuhnya diperhitungkan dengan keseluruhan kekayaan dan kewajiban BDNI, yang perinciannya sebagai berikut :
JUMLAH HUTANG SYAMSUL NURSALIM(SN)
(dalam trilyun rupiah)
Jumlah keseluruhan utang SN kepada Pemerintah sebesar Rp. 28,4 trilyun yang dirinci sebagai berikut :
• | BLBI | (30,9) | |
• | Deposito dan Pinjaman | (7,1) | |
• | Pinjaman kepada BI melalui Guarantee Scheme | (4,7) | |
• | LC dll. | (4,6) | |
Total Utang | (47,3) |
digunakan untuk mengurangi utang
(dalam trilyun rupiah)
• | Kas | 1,3 | |
• | Pinjaman kepada Petambak Udang (via PT Dipasena) |
4,8 | |
• | Aktiva Tetap dan Penyertaan | 4,6 | |
• | Pinjaman Pihak Ketiga dan Aktiva Lainnya |
8,2 | |
Total Aktiva yang dapat di-offset | 18,9 | ||
Jumlah Utang Neto | (28,4) |
PENYELESAIAN UTANG
Penyelesaian utang dilakukan dengan MSAA yang isinya sebagai berikut,
• | Dengan uang tunai sebesar | Rp. 1,0 trilyun |
• | Dengan Asset sebesar | Rp. 27,4 trilyun |
• | 50,0% dari GT Petrochem | 344.100.000 |
• | 55,3% dari Filamindo Sakti | 87.000.000 |
• | 56,5% dari Sentra Sentetika | 52.700.000 |
• | 78,0% dari Gajah Tunggal | 176.300.000 |
• | 39,8% dari Meshindo Alloy | 14.800.000 |
• | 39,8% dari Langgeng Baja Pratama | 5.300.000 |
• | 99,9% dari Dipasena | 1.802.400.000 |
Jumlah | 2.482.600.000 |
Rp. 27,495 trilyun
Nilai tambak udang PT Dipasena sebesar US$ 1.802.400.000 sangat kontroversial. Nilai ini ditentukan oleh Credit Suisse First Boston.
Seperti yang saya tulis di Kompas tanggal 5 Oktober tahun 2000, ada penilaian oleh Price Waterhouse Coopers yang menyatakan nilai PT Dipasena NOL. Sebabnya karena kondisinya ketika itu tambak udang kosong dan beracun.
SKL (Release and Discharge)
Dalam tulisan saya tersebut juga disebutkan bahwa “di atas kop surat BPPN tanggal 25 Mei 1999 Pemerintah Indonesia memberikan Release and Discharge atas pelanggaran BMPK.” Dokumen R&D ini ditandatangani oleh Kepala BPPN Farid Harjanto. Ini agak aneh, karena SKL diterbitkan sebelum Inpres no. 8 tahun 2002 yang diterbitkan oleh Presiden Megawati. Atas dasar Inpres ini Kepala BPPN menerbitkan SKL sekali lagi untuk Syamsul Nursalim.
SENGKETA DALAM PEMBAYARAN TUNAI SEBESAR Rp. 1 TRILYUN
SN merasa telah membayar tunai yang disyaratkan sebesar Rp. 1 trilyun dengan perincian sebagai berikut.
• | Pembayaran untuk OHS (US$ 154.950,13) |
Rp. 1.262.843.559,50 |
• | Pembayaran untuk Nauta Dutilh (US$ 212.015,87) |
Rp. 1.727.929.340,50 |
• | Pembayaran notaris dan pengacara (cadangan) |
Rp. 500.000.000,00 |
• | Dana shareholder yang barada di BDNI (BBO) berupa deposito, tabungan dan Giro |
Rp. 598.858.731.426,43 |
Total | Rp. 602.349.504.326,43 | |
Penyelesaian sisa settlement BDNI (final) |
Rp. 500.000.000.000,00 | |
Kelebihan dana shareholder | Rp. 102.349.504.326,43 |
Dalam suratnya kepada BPPN tanggal 12 Juni 2000, SN menyatakan telah kelebihan membayar Rp. 172.963.477.615,23 sebagai hasil perincian yang tercantum dalam suratnya tersebut. Surat bersama ini saya lampirkan.
PENDIRIAN BPPN
Pada tanggal 16 Mei 2000 dengan judul “Kronologi Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) BDNI”, di halaman 4 dengan judul :
“Masalah Terkini” tercantum sebagai berikut.
1. | Pembayaran tunai Rp. 1 trilyun belum diselesaikan | |||||||||
2. | SN belum menyerahkan saham GT, GTPI, dan DCD kepada TSI | |||||||||
3. | Saham-saham holdback asset belum diserahkan ke escrow | |||||||||
4. | Prekondisi lain yang belum dipenuhi :
|
MISPRESENTASI UTANG PETAMBAK UDANG
Data di bawah ini adalah rangkuman dari tulisan KKG di Kompas tanggal 14 Oktober 2000 dengan judul “Petani Udang Dipasena. Tidak Tahu Utang Menumpuk”.
Ada dua hal penting dalam tulisan tersebut, yaitu :
1. | Komponen terbesar dari pembayaran oleh SN adalah PT Dipasena |
2. | Dalam rangka PT Dipasena, BPPN menganggap ada “mispresentasi” hutang petambak. |
• | Petambak udang bekerja dalam bentuk Pola Inti Rakyat (PIR) sebagai plasma. Tetapi para petambak sama sekali tidak bebas, karena diikat dengan pemberian kredit kepadanya oleh BDNI yang milik SN. | ||
• | Kredit diberikan dalam US$ yang nilai rupiahnya berfluktuasi. | ||
• | Petambak tidak diberi pengertian yang jelas, sehingga terjadi demonstrasi berkali-kali dengan kericuhan sampai ada yang tewas. | ||
• | Harga beli dari petambak ditentukan sepihak oleh Dipasena, yaitu US$ 4,50 per kg., sedangkan ongkos produksinya US$ 7,5 | ||
• | Kerugian ini tidak diberitahukan kepada petambak, tetapi dibukukan oleh Dipasena sebagai utang petambak kepada BDNI | ||
• | Supaya petambak tenang, walaupun sistem PIR, kepada mereka diberikan gaji sebesar Rp. 650.000 yang (mungkin) diperhitungkan dengan harga belinya. |
BLUNDER DAN MALAPETAKA TERBESAR TERKAIT BLBI : O.R.
(Artikel 5)
PENERBITAN SURAT UTANG PEMERINTAH SEJUMLAH RP. 430 TRILYUN DENGAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN BUNGA SEBESAR RP. 600 TRILYUNBank-bank yang tidak ditutup dinilai oleh IMF. Yang kecukupan modalnya atau Capital Adequacy Ratio (CAR)-nya antara minus 25 % atau lebih baik harus dinaikkan sampai menjadi 8 % sesuai dengan ketentuan Bank for International Settlement (BIS) di Bazel, Swiss.
Caranya ialah menaikkan modal ekuitinya, karena CAR adalah Modal Ekuiti dibagi dengan Asset Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Karena pemerintah tidak mempunyai uang tunai untuk menaikkan Ekuiti, maka sebagai penggantinya diterbitkan Surat Utang yang diinjeksikan kepada bank-bank tersebut sampai CAR-nya mencapai 8%.
Jumlah keseluruhan Rp. 430 trilyun. Surat utang yang khusus diterbitkan untuk meningkatkan CAR bank-bank sampai memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh BIS dan diwajibkan oleh IMF ini disebut Obligasi Rekapitalisasi Perbankan atau Obligasi Rekap (OR).
Sebagaimana layaknya surat utang, OR juga mengandung kewajiban pembayaran bunga. Bunga yang dibayarkan kepada bank-bank yang memiliki OR ini juga dimaksud untuk memberi subsidi kepada bank-bank yang sedang menderita kerugian.
Jadi OR mempunyai dua fungsi. Yang pertama yalah meningkatkan kecukupan modal atau solvency. Yang kedua untuk memperoleh pendapatan bunga, agar bank tidak menderita kerugian. Segera saja timbul pertanyaan, apakah OR yang dimaksud untuk meningkatkan kecukupan modal sampai 8 % sesuai dengan formula yang ditetapkan oleh BIS dengan sendirinya akan memberikan pendapatan bunga, sehingga rugi/laba bank impas? Tidak rugi dan tidak untung? Jelas tidak. Masalah ini akan saya bahas tersendiri.
OR MEMBANGKRUTKAN KEUANGAN NEGARA
Kalau setiap lembar dari OR dibayar tepat pada waktunya oleh pemerintah, kewajiban pembayaran bunganya sebesar Rp. 600 trilyun. Maka pemerintah tidak dapat menghindar dari kewajiban pembayaran utang OR yang diciptakan beserta kewajiban pembayaran bunga yang melekat pada OR tersebut. Bagaimana kalau pada tanggal jatuh temponya OR ternyata tidak dapat dibayar karena pemerintah tidak cukup mempunyai uang? Pembayarannya akan ditunda dengan menerbitkan surat utang baru untuk membayar OR yang sudah jatuh tempo. Bagaimana gambarannya?
3 staf sekretariat dari BPPN, yaitu Gatot Arya Putra, Ira Setiati dan Dan Damayanti di tahun 2002 mengembangkan sebuah skenario dalam tiga buah tulisan. Yang pertama dan kedua sempat dimuat dalam Bulletin resmi BPPN berjudul “Analisa Ekonomi”. Yang ketiga dilarang terbit. Namun mereka mengirimkannya kepada saya selaku Kepala Bappenas dengan nama pengirim “Kami yang peduli kepada bangsa ini”. Saya gandakan dan bagikan kepada para anggota DPR dan pers. Mereka bertiga langsung dipecat. Apa yang ditulis oleh mereka sehingga dilarang terbit, dan kemudian dipecat?
Seperti dikatakan tadi, dengan jumlah kewajiban pembayaran yang demikian besarnya, juga besar kemungkinannya bahwa pemerintah tidak akan mempunyai cukup uang untuk membayarnya tepat pada tanggal jatuh temponya. Atas dasar ini, ketiga staf BPPN tersebut mengembangkan enam buah skenario tentang sampai berapa besar membengkaknya kewajiban pemerintah membayar cicilan utang pokok beserta bunganya.
Skenario terbaik ialah kalau setiap lembar OR dapat dibayar tepat pada waktunya. Dalam hal ini, kewajiban pemerintah sebesar Rp. 1.030 trilyun, yaitu Rp. 430 trilyun utang pokok dan Rp. 600 trilyun bunga.
Skenario terburuk ialah kalau setiap lembar OR yang jatuh tempo ditunda pembayarannya dengan satu tenor yang sama, yaitu ditunda dengan jangka waktu yang sama dengan yang pertama kalinya diterbitkan. Dalam hal ini, bunganya akan membengkak luar biasa besarnya, sehingga jumlah kewajiban pembayarannya akan mencapai Rp. 14.000 trilyun.
Menteri Keuangan ketika itu, Boediono telah mencapai kata sepakat dengan DPR tentang penataan ulang jadwal pemerintah membayar OR yang disebutnya dengan istilah reprofiling. Kesimpulannya, dengan reprofiling tersebut, kewajiban pembayaran oleh pemerintah akan membesar dengan Rp. 860 milyar per tahun selama 8 tahun.
Bagaimana hasilnya sampai sekarang sama sekali tidak jelas. Yang kita baca ialah diterbitkannya surat utang negara terus menerus. Posisi utang negara, terutama yang berkaitan dengan OR tidak pernah diumumkan dengan jelas.
Seperti kita ketahui, yang sangat memberatkan keuangan negara sehingga boleh dikatakan sudah bangkrut ialah porsi pembayaran cicilan utang pokok dan bunga yang rata-rata 25 % dari APBN.
JALAN PIKIRAN YANG KONYOL DALAM MENGEJAR SOLVENCY DAN RENTABILITAS SEKALIGUS
Seperti telah ditulis tadi, apakah penerbitan OR dengan jumlah yang dimaksud untuk memenuhi kecukupan modal atau CAR sampai 8 % dengan sendirinya juga memenuhi kebutuhan menutup kerugian bank sampai jumlah yang tidak berlebihan atau kekurangan ?
Ternyata tidak. Secara teoritis dan logis saja bisa dikatakan bahwa tidak mungkin sama. Kalaupun pernah sama, itu sebuah kebetulan yang luar biasa.
Penyuntikan bank dengan OR dimaksud untuk memperbaiki kecukupan modal dengan surat utang. Maka jumlah dari keseluruhan surat utangnya yang bernama OR ditentukan sebesar angka yang membuat CAR 8 %. Tingkat suku bunga yang berlaku buat OR ditentukan yang sesuai dengan tingkat suku bunga yang berlaku. Apakah tingkat suku bunga ini lantas mesti menghasilkan pendapatan bunga yang impas dengan kerugian bank supaya bank tidak merugi atau istilahnya IMF ketika itu, bank tidak “bleeding” lagi?
Saya membuat analisis dari Neraca per 31 Desember 2002 dari 10 bank yang menerima OR paling banyak. Setelah tanggal tersebut analisis sangat sulit dibuat, karena laporan keuangan bank-bank yang menerima OR mengkaburkan pendapatan bunga dari OR. Artinya dicampur aduk dengan pendapatan-pendapatan lainnya, sehingga tidak bisa diperoleh angka yang khusus merupakan pendapatan bunga dari OR.
Analisis dalam bentuk Tabel adalah sebagai berikut.
Kerugian Bank-Bank Rekap Bila Bunga O.R Dicabut
(per 31 Desember 2002)
(1) | (2) | (3) | (4) | (5) |
No | Bank | Laba(Rugi) Bersih (dalam jutaan) |
Bunga O.R (dalam jutaan) |
Laba(Rugi) Tanpa Bunga O.R (dalam jutaan) |
1 | Bank Mandiri | 5.809.970 | 21.434.822 | (15.624.852) |
2 | Bank Negara Indonesia | 2.510.653 | 7.537.490 | (5.026.837) |
3 | Bank Rakyat Indonesia | 1.469.670 | 3.735.770 | (2.266.100) |
4 | Bank Tabungan Negara | 303.043 | 1.844.796 | (1.541.753) |
5 | Bank Internasional Indonesia | 131.876 | 2.207.806 | (2.075.930) |
6 | Bank Danamon | 989.284 | 3.331.297 | (2.342.013) |
7 | Bank Permata | (847.855) | 1.106.363 | (1.954.218) |
8 | Bank Niaga | 76.593 | 1.134.047 | (1.057.454) |
9 | Bank Lippo | 192.564 | 739.755 | (547.191) |
10 | Bank Central Asia | 3.400.066 | 8.591.568 | (5.191.502) |
Jumlah | 14.035.864 | 51.663.714 | (37.627.850) |
Kita lihat bahwa dari sepuluh bank yang menerima OR sampai kecukupan modalnya memenuhi syarat ternyata pendapatan bunga yang diperoleh kelebihan banyak kalau sekedar hanya dimaksud untuk menutup kerugian supaya impas, atau supaya bank berhenti bleeding.
Kita lihat Bank Mandiri dari Tabel ini. Perolehan pendapatan bunga dari OR yang disuntikkan sebesar Rp. 21,435 trilyun. Kerugiannya Rp. 15,625 trilyun. OR yang disuntikkan kepada Bank Mandiri tidak hanya membuat Bank Mandiri berhenti bleeding, tetapi memperoleh laba sebesar Rp. 5,810 trilyun, karena disubsidi sebesar Rp. 21,435 trilyun dalam bentuk bunga OR.
Sekarang kita perhatikan BCA (no. 10 dalam Tabel). BCA merugi Rp. 5,192 trilyun. Tetapi injeksi OR sebesar Rp. 60 trilyun membuahkan pendapatan bunga sebesar Rp. 8,592 trilyun, sehingga akhirnya membukukan laba sebesar Rp. 3,4 trilyun. Bank ini akhirnya dijual dengan nilai sebesar Rp. 10 trilyun saja. Tentang ini saya bahas tersendiri.
KEKONYOLAN FORMULA MENGHITUNG KECUKUPAN MODAL DAN AKIBATNYA
Kecukupan Modal atau yang dinamakan CAR adalah Modal Ekuiti dibagi dengan Asset Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Komponen dari ATMR bermacam-macam, dan karena itu, resikonya juga bermacam-macam. Caranya BIS menentukan resiko buat Indonesia sangat aneh.
Semua asset berupa pemberian kredit kepada perusahaan resikonya dianggap 100 % tanpa peduli seberapapun bonafidnya perusahaan yang memperoleh kredit.
Akibatnya, semakin bank yang disehatkan oleh pemerintah berhasil, semakin memburuk CAR-nya. Penjelasannya sebagai berikut.
Andaikan pada satu waktu tertentu ATMR sebesar Rp. 1,25 trilyun dan modal ekuitinya Rp. 100 milyar. Kalau dihitung, CAR-nya 8 %, yaitu Rp. 100 milyar dibagi dengan Rp. 1,25 trilyun dikali 100 %. Setelah ini, ceteris paribus, bank berhasil menarik deposito dan tabungan sebesar Rp. 5 trilyun yang seluruhnya disalurkan dalam bentuk kredit kepada perusahaan-perusahaan sangat bonafid. Modal ekuiti tidak bertambah, tetapi ATMR ketambahan Rp. 5 trilyun, sehingga perhitungan CAR menjadi Rp. 100 milyar dibagi dengan Rp. 6,25 trilyun, yaitu ATMR lama sebesar Rp. 1,25 trilyun ditambah dengan pemberian kredit baru sebesar Rp. 5 trilyun. CAR-nya menjadi Rp. 100 milyar dibagi dengan Rp. 6,25 trilyun dikali 100 % atau 1,6 %. Memang ini kondisi ceteris paribus, sedangkan kenyataannya tidak. Laba bersih ditambahkan pada modal ekuiti yang dampaknya memperbesar CAR. Betul, tetapi membutuhkan waktu, terjadi time lag, sedangkan penarikan deposito dan tabungan berjalan terus yang harus sesegera mungkin disalurkan ke sektor produktif, bukannya dibelikan SBI atau apa saja yang dijamin oleh pemerintah kalau mau dikatakan sehat.
Maka bank-bank tidak mau memberi kredit, maunya membeli SBI, karena SBI dan sejenisnya dianggap resikonya nol, sehingga tidak menurunkan CAR. Herankah kalau Loan to Deposit Ratio (LDR) setelah sekian lamanya tetap saja rendah? Dan herankah kalau di masa mendatang keuangan negara akan tetap saja sangat-sangat berat?
Sudah konyol seperti ini, Bank Indonesia yang independen merasa perlu terus menerus menerbitkan SBI dengan tingkat suku bunga yang menarik. Kecuali memberikan pendapatan kepada bank-bank yang mempunyai likuiditas tanpa bekerja, BI juga mengeluarkan sangat banyak uang untuk membayar bunga SBI. Berapa seluruhnya juga sangat sulit ditelusuri, karena BI tidak pernah pro aktif memberikan angka-angkanya secara transparan.
Yang memberatkan APBN kita itu perbankan yang prinsip-prinsip pengelolaannya didasarkan atas resep-resep IMF dan ketentuan-ketentuan BIS, bukan naiknya harga minyak dunia ! Jadi subsidi terbesar diberikan kepada perbankan. Pertama BLBI, lantas OR beserta bunganya, blanket quarantee, penentuan CAR yang asetnya beresiko nol kalau ada dukungan dari pemerintah dalam bentuk apa saja. Kenaikan harga minyak dunia tidak berdampak sama sekali pada pengeluaran pemerintah. Yang benar kalau diperdebatkan apakah harga BBM di Indonesia tidak terlalu murah ? Ini sangat berlainan dengan mengatakan bahwa semakin tinggi harga minyak dunia, semakin besar pengeluaran tunai pemerintah! Pengeluaran pemerintah tidak ada, sebaliknya, tengok APBN. Semua pos migas kalau digabung menunjukkan angka surplus. Inilah nasibnya bangsa yang tidak merdeka lagi dalam berpikir !
LAGI-LAGI PIKIRAN YANG BENAR DAN BAIK TIDAK DIGUBRIS
Penerbitan OR untuk memenuhi persyaratan BIS dalam CAR memang dipaksakan oleh IMF. Akibatnya adalah kewajiban pembayaran utang OR beserta bunganya yang boleh dikatakan membangkrutkan keuangan negara entah sampai kapan.
Sedikit orang yang mengerti dan memahaminya telah berbuat sekuat tenaga untuk menghindarinya. Semua upaya mereka gagal karena kuatnya pengaruh Berkeley Mafia. Yang pertama menyadari adalah Prof. Bambang Sudibyo selaku Menteri Keuangannya Gus Dur dan saya sendiri selaku Menko EKUIN-nya.
Kami berdua telah sepakat bahwa OR ditarik kembali oleh pemerintah tanpa membuat banknya bangkrut sebelum dijual kepada swasta atau diprivatisasi, yang juga merupakan persyaratan IMF.
OR adalah piutang dari bank-bank yang telah menjadi milik pemerintah kepada pemerintah. Atau pemerintah berutang kepada bank-bank yang dimiliki oleh pemerintah sendiri. Jadi ibaratnya utang dari kantong kiri kemeja satu orang kepada kantong kanan dari kemeja yang sama. Maka urusannya hanya bagaimana tekniknya. Teknik atau cara penarikannya termasuk domain sub ilmu pengetahuan yang sama sekali tidak dipahami oleh para teknokrat Berkeley Mafia maupun teknokrat IMF. Atau mungkin mereka memahaminya, tetapi sengaja mau mengobral bank-bank dengan harga murah seraya membangkrutkan keuangan negara.
Cara mengeluarkannya yang pertama kali disepakati antara Menkeu (ketika itu) Bambang Sudibyo dan KKG secara diam-diam adalah mengganti OR dengan apa yang kami namakan zero coupon bond (ZCB). Ini adalah dokumen semacam obligasi yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan. Isinya jaminan pemerintah bahwa CAR senantiasa memenuhi persyaratan BIS. Tetapi ZCB tidak mengandung kewajiban pembayaran bunga. Isinya hanya angka yang harus dianggap sebagai Modal Ekuiti agar CAR-nya 8 %. Jadi ZCB adalah dokumen jaminan pemerintah untuk membawa solvency bank pada persyaratan IMF. Tetapi ZCB sama sekali tidak mengandung kewajiban membayar bunga kepada pemegangnya. Bank yang merugi atau bleeding dibuat impas dengan subsidi tunai oleh pemerintah setiap bulannya yang jumlahnya persis sama dengan kerugiannya.
Semua bank diberi tenggang waktu 5 tahun untuk menjadi sehat atas kekuatan sendiri. Kalau tidak ditutup, dan kalau sudah sehat atas kekuatan sendiri, ZCB ditarik. Kalau penyehatan harus dicapai melalui privatisasi lebih baik. Tetapi ini berarti bahwa pembeli bank harus menginjeksi dengan uang segar yang tunai untuk secara riil meningkatkan modal ekuitinya.
Setelah itu, para ahli dalam bidang keuangan dan perbankan berdasarkan idealisme mengembangkan 6 (enam) alternatif solusi menarik OR sebelum bank dijual berikut OR-nya. Kesemua pikiran ini dimuat di Kompas tanggal 26 dan 27 Agustus 2002. Setelah itu dibukukan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang dibagikan kepada semua anggota DPR, Bank Dunia, para Menteri dan Pers. Tim para ahli ini terdiri dari Dr. Dradjat Wibowo sebagai koordinator dan para anggotanya adalah : Anthony Budiawan, Dandossi Matram, Djoko Retnadi, Eko B. Supriyanto, Elvyn G. Masassya, Ito Warsito dan Lenny Sugihat.
Semuanya tidak digubris walaupun akibatnya kita rasakan sendiri sampai sekarang, yaitu mengeluarkan uang sebesar sekitar 25 % dari APBN entah sampai kapan. Motifnya hanya satu, yaitu patuh pada IMF secara mutlak dan habis-habisan.
Prinsip dan inti pikiran Zero Coupon Bond yang sama sekali tidak diugbris sebagai cara untuk menarik kembali OR adalah sama dengan Capital Maintenance Note yang berasal dari pikirannya Paul Volcker yang diterapkan untuk menyelesaikan masalah sengketa BLBI antara BI dan Menteri Keuangan. Apa lagi sebabnya kalau bukan mental inlander yang hanya bisa menerima pikiran orang berkulit putih?
BANK-BANK DIJUAL DENGAN OR DI DALAMNYA
Akhirnya tanpa ada selembarpun OR yang ditarik kembali, bank-bank eks swasta yang di dalamnya masih mengandung OR atau tagihan kepada pemerintah dalam jumlah besar dijual kepada swasta. Banyak swasta asing yang membelinya dengan harga murah.
OR-nya segera dijual kepada publik, sehingga pemerintah sudah tidak bisa mengenali lagi kepada siapa berutang.
Contoh yang paling spetakuler adalah penjualan BCA dengan nilai Rp. 10 trilyun. Pembelinya memiliki BCA yang mempunyai tagihan dalam bentuk OR kepada pemerintah sebesar Rp. 60 trilyun.
Sekarang setelah telat mikir sekitar 7 tahun, seperti halnya dengan perhatian terhadap BLBI beserta malapetakanya, orang baru menyadari betapa tidak masuk akal dan betapa pemerintah dirugikan dengan penjualan BCA, yang sangat bisa dihindari
http://politik.kompasiana.com/2009/06/11/buntung-megawati-jual-indosat-2002-16135.html
Setelah tulisan saya sebelumnya menguak keuntungan dari penjualan PT. Indosat kepada Singapore technologies Telemedia (STT) yang merupakan anak usaha Temasek Holding Company, MNC (Multi National Corporation) asal Singapura. Kali ini saya akan mencoba menganalisa kerugian kita akan penjualan PT. Indosat itu yang dilakukan pada masa pemerintahan Megawati, yang nyata merupakan alat bagi para lawan Megawati untuk menyerangnya dalam pertarungan Pilpres kali ini. Banyak yang mengatakan dengan menjual PT. Indosat kepada Asing ini berarti menjual kedaulatan kita.
Berikut beberapa kerugian yang kita peroleh akibat penjualan Indosat ini :
1. Pihak asing yang berinvestasi di Indonesia saat ini tidak mematuhi aturan dan Undang-undang tentang penanaman modal asing bahkan terkesan meremehkan. Pasalnya Kepemilikan STT (Temasek) atas Indosat yang memegang saham sekitar 41% itu bukan satu-satunya investasi perusahaan singapura tersebut, ini dikarenakan Temasek melalui anak usahanya yang lain Singtel (Singapore Telecommunication) juga memiliki saham pada PT. Telkomsel yang notabene milik pemerintah RI. Kepemilikan saham Singtel atas Telkomsel sekitar 35%, dengan itu maka Temasek selaku induk perusahaan atas kedua anak usahanya yang berinvestasi pada industri telekomunikasi Indonesia (PT. Indosat dan PT. Telkomsel) diklaim oleh KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) telah melakukan pelanggaran Undang-undang Anti Monopoli dan persaingan Usaha tidak Sehat. Ini dikarenakan kepemilikan ganda temasek terhadap 2 perusahaan telekomunikasi besar indonesia yaitu dengan memiliki saham pada PT. Indosat sekitar 41% dan 35% pada PT. Telkomsel. Temasek juga terlibab kasus kepemilikan silang “Cross Ownership” terhadap investasinya itu. Semua ini jelas bahwa pihak Temasek telah menganggap remeh UU kita dan tidak menghiraukan gugatan KPPU yang tetap ngotot mebela diri walaupun akhirnya Temasek harus tunduk terhadap UU kita. Jika ini terus dibiarkan, maka pihak asing lainnya yang akan berinvestasi di Indonesia akan melakukan hal yang sama dan UU kita rasanya tak mempang menembus para investor atau korporasi asing.
2. Dengan kepemilikan silang Temasek atas PT. Indosat dan PT. Telkomsel ini juga berdampak pada penetapan tarif (Price Fixing) antara tarif Indosat dan Telkomsel, sehingga Temasek dapat memonopoli harga yang menyebabkan persaingan tidak sehat antara Indosat dan Telkomsel. Hal ini juga dikarenakan para petinggi Temasek ikut berkontribusi dalam Penetapan tarif ini dan beberapa pihak dari Temasek juga ada yang menduduki posisi penting dalam struktur direksi Indosat dan telkomsel.
3. yang terakhir ini merupakan kerugian yang paling berbahaya, yaitu kedaulatan. Dengan kepemilikan silang Temasek itu dikhawatirkan dan diduga pihak/pemerintah Singapura dapat mengontrol dan mengetahui akan sistem keamanan Indonesia bahkan rahasia negara kita dapat dicuri oleh singapura. ini disebabkan salah satunya karena Temasek memiliki 41% pada Indosat yang merupakan pemilik satelit kebanggaan kita yaitu satelit Palapa, sehingga semua informasi dan data-data yang seharusnya menjadi rahasia negara RI dapat diperoleh dengan mudah oleh singapura serta keamanan nasional (National security) akan kedaulatan kita pun terancam. Keamanan merupakan perisai bagi setiap bangsa atas ancaman yang datang dari luar maupun dari dalam serta menyangkut kepada masyarakat yang menjadi penghuni suatu negara (Kolektif), seperti kata Barry Buzan dalam bukunya “People, state, and Fear: The Nation Security Problem in International Relation” yaitu ” The purpose of national security is to make state or at least sufficienly secure if we reject the absolute possibility“. Bahwa tujuan dari keamanan nasional (National Security) adalah untuk membuat negara aman atau setidaknya aman jika kita menolak untuk kemungkinan nyata.
Dari semua kerugian diatas, rupanya kebijakan Megawati untuk menjual PT. Indosat mengandung resiko yang sangat besar dan merugikan bagi kita walaupun ada sisi baiknya seperti paparan pada tulisan saya sebelumnya. Tenyata dalih Megawati tentang alasan kenapa ia menjual Indosat karena untuk menghindari monopoli pemerintah terhadap kepemilikan dominan pemerintah pada 2 perusahaan telekomunikasi tersebut sebelum privatisasi, bukannya untung malah “buntung” jika kita mengacu hanya pada kerugian yang diterima.
Namun bila kita bandingkan kerugian dengan keuntungan atas penjualan tersebut, kiranya kata untung atau “buntung” yang pantas untuk menggambarkan ini semua ????? dan wajarkah Megawati mendapatkan serangan dari lawan politiknya yang menurut banyak kalangan sebagai keteledoran masa lalunya itu pada saat menjelang Pilpres kali ini??
NuruL
Nasionalisme Abal-abal |
Monday, 19 May 2014 15:14 | ||
http://mediaumat.com/media-utama/5489-126-nasionalisme-abal-abal-.html
“Belum
lagi dilepasnya Sipadan dan Ligitan dari Indonesia. Itu semua terjadi
pada masa pemerintahan Megawati, sangat banyak kelemahannya,” katanya.
Jauh sebelum pemilihan umum digelar, Lembaga Pemilih Indonesia (LPI)
menempatkan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sebagai calon
pemimpin Indonesia paling nasionalis. Ia mengungguli calon-calon lainnya
termasuk Joko Widodo (Jokowi).
Pertanyaannya, benarkah Megawati seorang nasionalis sejati? Menjelang
perhelatan pemilu lalu, justru rekam jejak Megawati disorot banyak
kalangan. Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) salah satunya. Direktur
LIMA Ray Rangkuti mengungkapkan, justru di masa rezim Megawati-lah
terjadi penjualan aset negara dengan harga murah.
Tidak itu saja, menurutnya, Megawati juga mengeluarkan kebijakan outsourcing kaum buruh yang sampai saat ini menyisakan sakit hati bagi wong cilik. Lalu pemberian release & discharge (R
& D) kasus Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI), penjualan
Indosat dengan harga murah ke SingTel, penjualan kapal tanker VLCC milik
Pertamina dan kemudian pihak Pertamina harus menyewa dengan harga
mahal. Rezim Mega juga yang menjual aset yang dikelola BPPN ke pihak
asing.
“Belum lagi dilepasnya Sipadan dan Ligitan dari Indonesia. Itu semua
terjadi pada masa pemerintahan Megawati, sangat banyak kelemahannya,”
ujarnya saat dihubungi wartawan di Jakarta, Jumat (28/3).
Mudahkan Konglomerat Hitam
Masa pemerintahan Megawati menjadi saat yang menyenangkan bagi konglomerat hitam. Betapa tidak, mereka mendapatkan Release and Discharge (R
& D), yang arti harafiahnya adalah bebaskan dan bayar utang. Para
pengemplang uang negara dalam kasus BLBI ini oleh Megawati diberi
kemudahan dengan mengembalikan cicilan kerugian negara dengan potongan
16-36 persen. Mereka pun bebas dari tuntutan pidana. Ketentuan itu
diatur dalam MSAA (Master of Acquisition and Agreement) dan merupakan perjanjian penyelesaian utang di luar pengadilan (settlement out of court).
Kebijakan itu sempat ditentang oleh Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas (Kwik Kian Gie), karena kebijakan itu melanggar hukum. Menurut Kwik, perjanjian perdata tidak bisa meniadakan pelanggaran pidana yang diatur oleh UU.
Namun Megawati bergeming. Ia tetap saja melanjutkan kebijakan
tersebut. Dampaknya, banyak aset-aset para konglomerat yang seharusnya
menjadi milik negara, diambil kembali oleh para konglomerat hitam
tersebut dengan harga murah.
Jual Tanker Pertamina
Rezim Megawati pula yang ‘memaksa’ Pertamina menjual tanker raksasa
VLCC (very large crude carriers). Komisi Pengawas Persaingan Usaha
menilai penjualan dua tanker raksasa yang berlangsung Juni 2004,
merugikan negara mulai 20 juta-56 juta dollar AS.
Hal itu akibat dari persekongkolan antara Pertamina dan Goldman Sachs
sebagai pengatur (arranger) tender penjualan yang ingin memenangkan
Frontline Ltd dari Swedia, sebagai pembeli.
Tanker yang seharusnya bisa dijual dengan harga pasa 204 juta-240
juta dolar AS sesuai dengan harga pasar saat itu, ternyata hanya dijual
dengan harga 184 juta dolar AS kepada Frontline. Saat itu salah satu
komisaris utama Pertamina adalah Laksamana Sukardi.
Anehnya, setelah kapal tanker raksasa itu dijual, Pertamina harus
menyewa kapal itu untuk mengirimkan minyak ke luar negeri. Alasannya,
menyewa lebih murah daripada membeli.
Jual BUMN
Meski mengklaim menerapkan ekonomi yang pro wong cilik, nyatanya
Megawati malah menjual Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Di masanya, BUMN
yang dijual yakni Telkom, Indosat, PT BNI, PT Batu Bara Bukit Asam,
Kimia Farma, Indofarma, Indocement Tunggal Prakarsa, Angkasa Pura II,
dan Wisma Nusantara. Dari penjualan ini negara memperoleh masukan dana
sebesar Rp 3,5 trilyun.
Bukannya dijual dengan harga mahal karena BUMN itu tergolong BUMN
sehat dan menghasilkan pendapatan bagi negara, justru BUMN itu dijual
dengan harga yang dinilai beberapa kalangan terlalu murah.
Tak hanya itu, rezim Megawati pun menjual bank-bank yang masih berada
di bawah BPPN dengan sangat murah kepada pihak asing. Konon, setiap
transaksi merugikan negara trilyunan rupiah. Dan di balik itu ada Mafia Berkeley, yang berpaham neoliberalisme.
Penjualan yang paling disorot masyarakat saat itu adalah penjualan PT
Indosat dan PT Telkom. Betapa tidak, dua perusahaan raksasa itu sempat
mendatangkan keuntungan yang berlimpah. Saham kedua perusahaan itu
pernah loncat hingga Rp 26,740 trilyun. Sayang, kemudian kedua
perusahaan itu jatuh ke pelukan Temasek, BUMN Singapura.
Dari penjualan saham-saham BUMN ini rezim Megawati menargetkan
pendapatan Rp 6 trilyun/tahun. Menteri BUMN saat itu Laksamana Sukardi
laksana mengejar setoran. Namun ada yang berspekulasi setoran itu tak
cuma disalurkan ke APBN semata, melainkan juga ke sejumlah rekening
lain.
Jual Gas Tangguh
Satu ‘dosa’ rezim Megawati yang tak terlupakan hingga sekarang adalah
penjualan gas dari Tangguh, Papua ke Cina. Betapa tidak, Indonesia saat
itu menjual gas itu dengan harga sangat murah dan bersifat flat (tetap).
Harga jual gas ke Fujian, Cina hanya US$ 3,45 per MMBTU. Padahal,
harga gas ekspor Indonesia ke luar negeri di atas US$ 18 per MMBTU.
Sedangkan harga gas domestik saja sudah mencapai US$ 10 per MMBTU.
Anehnya, berdasarkan pembicaraan Jusuf Kalla dengan Wakil Presiden
Cina Xi Jinping, justru Megawatilah yang meminta harga seperti itu
kepada Cina. [] emje
BOKS
Jual Indosat, Konyol!
Sebagai negara maritime, Indonesia membutuhkan sarana telekomunikasi
canggih untuk mengawasi wilayah kedaulatannya. Maka, tak heran era Orde
Baru Indonesia memiliki satelit untuk berbagai keperluan baik
telekomunikasi maupun pertahanan keamanan.
Bukannya dipertahankan, ketika Megawati berkuasa, justru satelit yang
sangat strategis ini malah dijual ke Singapura. Kepemilikan saham
jatuh ke Temasek yang menguasai 41 persen sahamnya.
Tak heran banyak pihak khawatir, pihak/pemerintah Singapura dapat
mengontrol dan mengetahui akan sistem keamanan Indonesia bahkan rahasia
negara. Mengapa? Karena Indosatlah yang mengendalikan satelit Palapa.
Alasan penjualan Indosat pun terbilang lucu. Megawati berdalih,
penjualan ini untuk menghindari monopoli pemerintah terhadap kepemilikan
dominan pemerintah pada perusahaan telekomunikasi tersebut.
Menteri Pemuda dan Olah Raga Roy Suryo yang juga dikenal menggeluti bidang telekomunikasi, sejak satelit Palapa bukan milik Indonesia, sejak itulah penyadapan kepada Indonesia dilakukan.
Menurutnya, Indosat memiliki infrastruktur telekomunikasi paling
lengkap, mulai dari jaringan serat optik, satelit hingga BTS seluler dan
FWA. Roy mempertegas bahwa penyadapan makin jelas setelah Indosat
dijual pada pihak asing.
"Saya tidak ingin mengatakan itu zaman siapa presidennya, namun sejak Indosat dijual itulah penyadapan kian marak karena satelit Palapa berada di luar kendali," ujar Roy, Desember lalu. [] |
PDIP Menang & Jokowi Presiden, akan Terulang Kasus Penjualan Asset Negara Besar2an?
Ruhut : Pemerintahan Megawati Jual Aset Negara
Rabu, 18-09-2013 10:42
http://www.corakwarna.com/pdip-menang-jokowi-presiden-akan-terulang-kasus-penjualan-asset-negara-besar2an.html
JAKARTA, PESATNEWS - Penayangan acara Konvensi Partai Demokrat (PD), yang ditayangkan secara live TVRI dikritik oleh anak buah Megawati. Ruhut yang notabene anak buah SBY balik mengkritik kebijakan Megawati saat jadi presiden. Menyikapi polemik tersebut anggota Komisi III DPR RI, dan juga politisi senior Demokrat, Ruhut Sitompul menjelaskan, jika tayangan yang berdurasi 2 jam tersebut, memang mengiyakan atas perintah dan intervensi pihak penguasa. Menurutnya, intervensi kekuasaan dalam lembaga penyiaran adalah hal yang lumrah. "Buat pihak yang mengkritik, anggap sajalah siaran itu wajar saja. Kenapa? Karena partai demokrat masih berkuasa," ujar Ruhut di Gallery Cafe Cikini, Selasa (17/9/2013).
Lebih jauh, politisi yang sempat aktif didunia sinetron ini menjelaskan awal mula kritik tersebut mencuat ketika salah seorang politisi PDIP, Mayjen (purn) TB. Hasanudin yang secara terbuka mengkritik acara konvensi Partai Demokrat (PD) yang disinyalir kuat menyalahgunakan wewenang kekuasaan yang dimiliki oleh presiden SBY dan pemerintah. Meski menerima berbagai kritik dari berbagai pihak, Ruhut mengaku tenang dan santai menanggapi. Ruhut malah berbalik menyerang kubu partai pimpinan Megawati itu. Menurut Ruhut, apa yang dilakukan oleh PDIP sejak berkuasa dari tahun 2001-2004 jauh lebih buruk dari apa yang dilakukan partainya.
Pasalnya, menurut Ruhut, pemerintahan Megawati saat itu telah menjual aset terbaik yang dimiliki bangsa, mulai dari BUMN, hingga perkantoran yang terletak dikawasan strategis. "Kok baru begitu aja marah. Coba dong cek zaman bu Mega, aset-aset di Jalan Sudirman, Thamrin, kemudian BUMN semua habis dan ludes dijual. Kami biasa aja dan tidak marah dengan hal tersebut. Kok baru tayangan 2 jam saja mereka sudah marah gitu," celetuk Ruhut.
http://www.pesatnews.com/read/2013/0...al-aset-negara
JAKARTA - Tindakan Megawati Soekarnoputri yang menjual sejumlah aset negara pada masa pemerintahannya sebagai Presiden, dianggap sebagai bukti kegagalan Mega dalam memimpin. Namun hal ini dibantah Ketua DPP PDIP Firman Jaya Daili.
Menurut Firman, penjualan aset-aset tersebut dilakukan atas dasar kemauan rakyat yang tertuang didalam TAP MPR. "Soal penjualan itu, ada TAP MPR untuk privatisasi dan Ibu mega waktu itu tidak dapat berkata apa-apa karena memang maunya rakyat lewat TAP MPR," kilahnya saat menghadiri acara Polemik Trijaya bertema "Main Yoyo Depan Cermin" di Warung Daun Jalan Pakubuwono, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (31/1/2009).
Selain itu, masa jabatan Mega yang hanya tiga tahun pun menjadi alasan yakni sulitnya mengatasi masalah bangsa secara maksimal dalam waktu sesingkat itu. "Waktu itu jangan lupa, Bu Mega cuma tiga tahun. Tapi untuk 2009-2014 kita punya program, dan PDIP hanya menyampaikan itu saja (penderitaan rakyat)," ungkapnya.
Firman berdalih, tugas utama dari pemerintah adalah mensejahterakan rakyatnya. Oleh karena itu, dia mengaku wacana bermain yoyo yang dilontarkan Megawati merupakan suatu koreksi yang ditujukan kepada pemerintah. "Koreksi itu ditujukan kepada pemerintah," pungkasnya.
http://news.okezone.com/topic/4246/60
http://www.forumbebas.com/thread-50962.html
TEMPO Interaktif, Jakarta : Saling Tuding antara Jusuf Kalla dan Megawati. Wakil Presiden Jusuf Kalla melemparkan bola panas dengan menyatakan kontrak gas Tangguh sebagai kontrak termurah sepanjang sejarah. Sementara Megawati membalas dengan menyebutkan bahwa saat kontrak diteken, Kalla dan Susilo Bambang Yudhoyono mengetahuinya. Berikut ini kronologi Kontrak Gas Tangguh dalam ururtan waktu:
http://www.tempo.co/read/news/2008/0...ak-Gas-Tangguh
JAKARTA, KAMIS - Wakil Presiden China Xi Jinping menyatakan Presiden RI lah (Presiden RI saat itu, Megawati Soekarnoputri -red) yang minta harga murah untuk gas alam dalam kontrak LNG Tangguh. Pernyataan Xi ini disampaikan Wapres Jusuf Kalla saat diberi kesempatan Presiden Yudhoyono menjelaskan proses renegosiasi kontrak LNG dengan China di hadapan sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden di Kompleks Istana di Jakarta, Kamis (28/8) siang. "Itu presiden Indonesia yang minta," kata Kalla menirukan pernyataan Xi Jinping saat mereka bertemu di Beijing pekan lalu. "Benar, karena kita ini kan bersahabat, tapi mari kita bicara jangka panjang. Kalau kita bicara jangka pendek, OK proyek ini selesai. Bisa-bisa ini tidak akan jalan," tambah Kalla, mengulang percakapannya dengan Xi waktu itu.
Penjelasan Kalla di hadapan sidang kabinet paripurna ini terkait rencana pemerintah untuk melakukan renegosiasi harga proyek LNG Tangguh. Harga gas alam dalam kontrak LNG ini dinilai sangat murah sehingga jika pada Oktober mendatang produksi gasnya sudah diekspor ke China, maka Indonesia akan mengalami kerugian. Menurut Kalla, wapres China seorang yang sangat terbuka sehingga mau diajak berdiskusi. "Coba lihat keadaan. Masak Anda akan membeli gas negeri kami dengan harga seperdelapan dari harga dunia sekarang ini," kata Kalla lagi menirukan jawabannya kepada Xi.
Oleh karena itu, tambah Kalla, pemerintah akan mengajukan harga dan formula, dan latar belakang baru untuk merevisi kontrak LNG Tangguh. Wapres Kalla menyatakan di akhir pertemuannya dengan wapres China, keduanya sepakat untuk membentuk tim negosiasi kembali. "Dan kami akan bertemu untuk merundingkan kembali kontrak itu," kata Kalla.
JAKARTA, PESATNEWS - Penayangan acara Konvensi Partai Demokrat (PD), yang ditayangkan secara live TVRI dikritik oleh anak buah Megawati. Ruhut yang notabene anak buah SBY balik mengkritik kebijakan Megawati saat jadi presiden. Menyikapi polemik tersebut anggota Komisi III DPR RI, dan juga politisi senior Demokrat, Ruhut Sitompul menjelaskan, jika tayangan yang berdurasi 2 jam tersebut, memang mengiyakan atas perintah dan intervensi pihak penguasa. Menurutnya, intervensi kekuasaan dalam lembaga penyiaran adalah hal yang lumrah. "Buat pihak yang mengkritik, anggap sajalah siaran itu wajar saja. Kenapa? Karena partai demokrat masih berkuasa," ujar Ruhut di Gallery Cafe Cikini, Selasa (17/9/2013).
Lebih jauh, politisi yang sempat aktif didunia sinetron ini menjelaskan awal mula kritik tersebut mencuat ketika salah seorang politisi PDIP, Mayjen (purn) TB. Hasanudin yang secara terbuka mengkritik acara konvensi Partai Demokrat (PD) yang disinyalir kuat menyalahgunakan wewenang kekuasaan yang dimiliki oleh presiden SBY dan pemerintah. Meski menerima berbagai kritik dari berbagai pihak, Ruhut mengaku tenang dan santai menanggapi. Ruhut malah berbalik menyerang kubu partai pimpinan Megawati itu. Menurut Ruhut, apa yang dilakukan oleh PDIP sejak berkuasa dari tahun 2001-2004 jauh lebih buruk dari apa yang dilakukan partainya.
Pasalnya, menurut Ruhut, pemerintahan Megawati saat itu telah menjual aset terbaik yang dimiliki bangsa, mulai dari BUMN, hingga perkantoran yang terletak dikawasan strategis. "Kok baru begitu aja marah. Coba dong cek zaman bu Mega, aset-aset di Jalan Sudirman, Thamrin, kemudian BUMN semua habis dan ludes dijual. Kami biasa aja dan tidak marah dengan hal tersebut. Kok baru tayangan 2 jam saja mereka sudah marah gitu," celetuk Ruhut.
http://www.pesatnews.com/read/2013/0...al-aset-negara
PDIP: Mega Jual Aset Negara karena
Kemauan Rakyat
Sabtu, 31/1/2009
JAKARTA - Tindakan Megawati Soekarnoputri yang menjual sejumlah aset negara pada masa pemerintahannya sebagai Presiden, dianggap sebagai bukti kegagalan Mega dalam memimpin. Namun hal ini dibantah Ketua DPP PDIP Firman Jaya Daili.
Menurut Firman, penjualan aset-aset tersebut dilakukan atas dasar kemauan rakyat yang tertuang didalam TAP MPR. "Soal penjualan itu, ada TAP MPR untuk privatisasi dan Ibu mega waktu itu tidak dapat berkata apa-apa karena memang maunya rakyat lewat TAP MPR," kilahnya saat menghadiri acara Polemik Trijaya bertema "Main Yoyo Depan Cermin" di Warung Daun Jalan Pakubuwono, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (31/1/2009).
Selain itu, masa jabatan Mega yang hanya tiga tahun pun menjadi alasan yakni sulitnya mengatasi masalah bangsa secara maksimal dalam waktu sesingkat itu. "Waktu itu jangan lupa, Bu Mega cuma tiga tahun. Tapi untuk 2009-2014 kita punya program, dan PDIP hanya menyampaikan itu saja (penderitaan rakyat)," ungkapnya.
Firman berdalih, tugas utama dari pemerintah adalah mensejahterakan rakyatnya. Oleh karena itu, dia mengaku wacana bermain yoyo yang dilontarkan Megawati merupakan suatu koreksi yang ditujukan kepada pemerintah. "Koreksi itu ditujukan kepada pemerintah," pungkasnya.
http://news.okezone.com/topic/4246/60
http://www.forumbebas.com/thread-50962.html
source: TEMPO
Kronologi Kontrak Gas Tangguh
SELASA, 02 SEPTEMBER 2008 | 11:52 WIBTEMPO Interaktif, Jakarta : Saling Tuding antara Jusuf Kalla dan Megawati. Wakil Presiden Jusuf Kalla melemparkan bola panas dengan menyatakan kontrak gas Tangguh sebagai kontrak termurah sepanjang sejarah. Sementara Megawati membalas dengan menyebutkan bahwa saat kontrak diteken, Kalla dan Susilo Bambang Yudhoyono mengetahuinya. Berikut ini kronologi Kontrak Gas Tangguh dalam ururtan waktu:
- 6 September 2002: Indonesia dipercaya Cina untuk memasok gas ke Fujian. Kontrak Tangguh di teken. Saat itu Presiden Megawati Soekarnputri menandai penekenan kontrak itu dengan berdansa bersama pemimin Cina Jiang Zemin.
- Maret 2006 : Indonesia melakukan negosiasi ulang Kontrak Tangguh. Harga gas yang semula US$2,4 mmBtu menjadi US$ 3,35 mmBtu
- 24 Agustus 2008 : Menurut Jusuf Kalla kontrak gas Tangguh bisa merugikan negara sekitar Rp 700 triliun. "Ini kontrak termurah sepanjang sejarah. Siapa teken dulu?" kata Kalla. Dulu saat kontrak ditandatangani harga minyak masih di bawah US$ 40 per barel. Kini harganya sudah di atas US$ 110 per barel.
- 27 Agustus 2008: Juru bicara kepresidenan Andi Mallarangeng membantah anggapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengetahui kontrak penjualan gas Tangguh. Saat penandatangan kontrak, Yudhoyono masih menjabat Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan.
- 28 Agustus 2008: Pemerintah membentuk tim negosiasi kontrak gas
Tangguh dan diketuai Menteri Koordinator Perekonomian Sri Mulyani
Indrawati.
http://www.tempo.co/read/news/2008/0...ak-Gas-Tangguh
Wapres China:
Presiden RI (Megawati Soekarnoputri) yang Minta Gas Alam Murah dalam Kontrak LNG Tangguh
Diplomasi Megawati saat nego landang gas tangguh dgn Presiden China waktu itu
JAKARTA, KAMIS - Wakil Presiden China Xi Jinping menyatakan Presiden RI lah (Presiden RI saat itu, Megawati Soekarnoputri -red) yang minta harga murah untuk gas alam dalam kontrak LNG Tangguh. Pernyataan Xi ini disampaikan Wapres Jusuf Kalla saat diberi kesempatan Presiden Yudhoyono menjelaskan proses renegosiasi kontrak LNG dengan China di hadapan sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden di Kompleks Istana di Jakarta, Kamis (28/8) siang. "Itu presiden Indonesia yang minta," kata Kalla menirukan pernyataan Xi Jinping saat mereka bertemu di Beijing pekan lalu. "Benar, karena kita ini kan bersahabat, tapi mari kita bicara jangka panjang. Kalau kita bicara jangka pendek, OK proyek ini selesai. Bisa-bisa ini tidak akan jalan," tambah Kalla, mengulang percakapannya dengan Xi waktu itu.
Penjelasan Kalla di hadapan sidang kabinet paripurna ini terkait rencana pemerintah untuk melakukan renegosiasi harga proyek LNG Tangguh. Harga gas alam dalam kontrak LNG ini dinilai sangat murah sehingga jika pada Oktober mendatang produksi gasnya sudah diekspor ke China, maka Indonesia akan mengalami kerugian. Menurut Kalla, wapres China seorang yang sangat terbuka sehingga mau diajak berdiskusi. "Coba lihat keadaan. Masak Anda akan membeli gas negeri kami dengan harga seperdelapan dari harga dunia sekarang ini," kata Kalla lagi menirukan jawabannya kepada Xi.
Oleh karena itu, tambah Kalla, pemerintah akan mengajukan harga dan formula, dan latar belakang baru untuk merevisi kontrak LNG Tangguh. Wapres Kalla menyatakan di akhir pertemuannya dengan wapres China, keduanya sepakat untuk membentuk tim negosiasi kembali. "Dan kami akan bertemu untuk merundingkan kembali kontrak itu," kata Kalla.
- http://kompas.co.id/read/xml/2008/08...ng.minta.murah
- http://forum.indogamers.com/showthre...d.php?t=107583
Laporan Majalah GATRA Seputar Lego Asset Negara Rezim Megawati:
Penjualan Indosat, Premium dengan Banyak Gratisan
Jakarta, 23 Desember 2002 00:26
SEBUAH jip warna perak merapat ke Gedung Badan Reserse dan Kriminal Markas Besar Kepolisian RI, di Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat siang pekan lalu. Beberapa menit kemudian, datang sebuah sedan. Dari sedan yang juga berwarna perak itu muncul Amrin Husein Siregar dan Rahman Sulaiman. Dua anggota DPR dari Fraksi Reformasi ini kemudian bergabung dengan rekannya, Rosyid Hidayat, yang lebih dulu menuju ruang Pelayanan Masyarakat.
Tiga anggota DPR itu didampingi pengacara Ahmad Bay Lubis. Mereka melaporkan perkara serius. "Kami mengadukan Laksamana Sukardi karena telah melakukan kejahatan terhadap negara," kata Rosyid. Bersama surat pengaduan, Rosyid menyerahkan setumpuk berkas kepada Komisaris Besar Bambang Sukardi, Kepala Unit Siaga Badan Reserse Kriminal.
Gugatan Rosyid itu atas nama Fraksi Reformasi DPR. Mereka menyoal penjualan 41,94% saham Indosat kepada Singapore Technologies Telemedia Limited (ST Telemedia). Perusahaan penyedia jasa multimedia asal "negeri singa" itu, 15 Desember lalu, dinyatakan menang dalam tender pembelian saham PT Indosat yang digelar Kantor Menteri BUMN. Kemenangan itu, menurut Rosyid cs, diperoleh ST Telemedia dengan cara tidak wajar. "Prosesnya tidak transparan dan akuntabilitasnya kecil," ujar Rosyid. Ia didukung 16 anggota DPR untuk menggugat kontrak jual-beli saham antara Menteri Negara BUMN dan ST Telemedia. Dalam dokumen jual-beli itu, pembeli saham Indosat adalah Indonesia Communications Limited, bukan ST Telemedia.
Hujan gugatan terhadap keputusan penjualan saham pemerintah di Indosat kepada ST Telemedia deras menerpa Laksamana. Transaksi bernilai Rp 5,62 trilyun itu disinyalir bakal menimbulkan keburukan pada banyak aspek. Anggota Komite Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Didik J. Rachbini, mengatakan bahwa penguasaan 41,94% saham Indosat oleh ST Telemedia itu berpotensi menimbulkan persaingan tak sehat dalam bisnis operator telepon seluler. "ST Telemedia masih berhubungan dengan Temasek, yang menguasai 35% saham PT Telkomsel," katanya.
Temasek Holdings adalah induk berbagai perusahaan di Singapura, yang seluruh sahamnya dikuasai pemerintah jiran itu (lihat: Kota Laut Digenggam Dinasti). Sejak akhir 2001, lewat anak perusahaannya, Singapore Telecommunications Limited (SingTel), Temasek memburu saham PT Telkomsel. Pada pertengahan 2002, SingTel tercatat sebagai pemilik 35% saham Telkomsel. Sehingga Temasek, yang memiliki 67,65% saham SingTel, secara tidak langsung menguasai 23,7% saham Telkomsel. Perusahaan operator telepon seluler (ponsel) dengan jumlah pelanggan terbesar di Indonesia itu menguasai 45% lebih pangsa pasar di dalam negeri. Masuknya ST Telemedia ke Indosat juga menjadi jalan masuk Temasek untuk memperluas cengkeramannya di jaringan jasa operator ponsel.
Dengan memiliki Indosat, ST Telemedia ikut mempunyai hak atas PT Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) dan PT Indosat Multi Media Mobile (IM3). Anak-anak perusahaan yang 100% sahamnya dimiliki Indosat itu masing-masing menguasi sekitar 25% dan 10% pangsa pasar operator ponsel di Indonesia. "Dengan demikian, Temasek memiliki posisi dominan dalam bisnis operator ponsel," kata Didik. Dengan mendominasi pasar, Temasek berpeluang menggunakan posisi dominannya untuk melakukan persaingan bisnis secara tidak sehat. "Pemerintah sudah melakukan kesalahan besar," ujar Didik. Menurut dia, keputusan menjual Indosat ke ST Telemedia telah melanggar Undang-Undang Persaingan Usaha.
Bila tak ada aral melintang, KPPU akan meminta penjelasan pemerintah tentang masalah ini. Jika terbukti melanggar undang-undang, transaksi harus batal. "Mana lebih kuat, transaksi atau undang-undang?" kata Didik. Penjualan Indosat ke perusahaan asing itu disinyalir berpotensi membahayakan pertahanan dan keamanan negara. "Telekomunikasi termasuk bisnis strategis menyangkut keamanan dan pertahanan negara," kata Rizal Djalil, anggota Komisi IX DPR. Ia khawatir, Singapura akan memanfaatkan penguasaannya atas jaringan telekomunikasi itu untuk menyadap berbagai data dan informasi penting tentang Indonesia.
Kerisauan itu juga dirasakan Bachrum Rasir, anggota Komisi IV DPR dari Fraksi TNI/Polri. "Sampai sekarang masih belum jelas, apakah dalam jual-beli saham itu ada klausul-klausul yang mengamankan sistem komunikasi dan informasi dari penyadapan," katanya. Dengan membeli Indosat, ST Telemedia tak cuma mendapatkan bisnis Indosat, yang mengandalkan penerimaan dari jasa SLI 001. Melainkan juga bisnis anak-anak perusahaan Indosat, yang kebetulan bersinggungan dengan informasi penting. Satelindo contohnya. Selain menjadi juara kedua operator ponsel, Satelindo juga memiliki Satelit Palapa, sarana vital lalu lintas telekomunikasi dan informasi di Indonesia.
Contoh lain adalah peran penting PT Aplikasi Lintasarta dalam bisnis perbankan Indonesia. Kepada Lintasarta, Bank Indonesia mempercayakan pembuatan sistem kliring secara elektronik antarbank di dalam negeri. Lintasarta pun mengelola lalu lintas transaksi mesin uang milik bank-bank anggota jaringan ATM Bersama. Membeli Indosat juga berarti membeli lisensi-lisensi yang dimilikinya. Misalnya sambungan langsung internasional, jaringan lokal, percakapan telepon via internet, dan televisi kabel.
Surat Serikat Pekerja Indosat kepada Laksamana Sukardi, Agustus lalu, menyayangkan penyerahan serangkaian lisensi itu satu paket dengan penjualan Indosat. Di negara lain, seperti Inggris. Australia, bahkan Singapura, lisensi-lisensi itu harus ditebus dengan harga mahal. "Harga jual lisensi tersebut tak akan sebesar di negara maju, namun seharusnya tak gratis," tulis Serikat Pekerja Indosat. Celakanya, berbagai kekayaan Indosat itu dijual dengan harga relatif murah. Meski ST Telemedia bersedia membeli dengan harga 50,6% di atas harga pasar, yang Jumat dua pekan lalu ditutup pada harga Rp 8.600 per lembar, harga tersebut tak memperhitungkan prospek dan kondisi Indosat saat ini. "Kesepakatan harga itu dibuat berdasarkan kondisi Indosat Juni lalu," kata Jenal Kaludin, Ketua Bidang Hubungan Kelembagaan, Serikat Pekerja Indosat.
Padahal, sejak Juni hingga awal Desember 2002, Indosat mencatat beberapa kemajuan. Misalnya, jumlah pelanggan ponsel meningkat 33,3%. Masih menurut Jenal, harga itu pun belum memperhitungkan kepemilikan 100% saham Satelindo, yang Juni lalu baru 75% yang dimiliki Indosat. "Seharusnya hal itu bisa dihitung sebagai prospek bagus yang menambah nilai Indosat," ujarnya. Sayang, harga premiun yang dinilai masih rendah itu tak diimbangi komitmen ST Telemedia untuk memprioritaskan pembangunan jaringan telepon tetap. "Mereka hanya ingin penghasilan secepat-cepatnya," kata Rahardjo Tjakraningrat, Ketua Asosiasi Pengusaha Nasional Telekomunikasi.
Tak bisa dimungkiri, rezeki bisnis operator jaringan ponsel belakangan ini jauh lebih menggiurkan ketimbang bisnis penyelenggara telepon tetap. Pada Juni lalu, 45,8% pendapatan Indosat berasal dari bisnis seluler --penyumbang terbesar pendapatan pada Indosat. Padahal, pada periode sebelumnya, bisnis seluler baru menyumbang 30,8%. Peningkatan pendapatan bisnis seluler juga dialami Telkom. Dengan berbagai bukti tersebut, menurut Rizal Djalil, pemerintah tak berpikir panjang sebelum memutuskan untuk menjual Indosat. "Yang dipikir cuma bagaimana mengejar setoran ke APBN," katanya. Mestinya, pemerintah mendahulukan penjualan BUMN yang tak bernilai strategis.
Meski dicerca banyak kalangan, berkat menjual Indosat, target penerimaan APBN dari divestasi BUMN terpenuhi. Jumat pekan lalu, dana hasil penjualan saham Indosat itu masuk rekening pemerintah. "Dengan diterimanya pembayaran dari ST Telemedia, pemerintah telah menyelesaikan privatisasi Indosat," kata Deputi Menteri BUMN Bidang Restrukturisasi dan Privatisasi, Mahmuddin Yasin. Sekaligus, penjualan saham Indosat itu menyelamatkan muka pejabat di Kantor Menteri Negara BUMN. Dari dua tahap divestasi saham Indosat, APBN mendapat setoran dana sekitar Rp 6,7 trilyun. Di luar itu masih ada setoran dari hasil penjualan saham pemerintah di PT Wisma Nusantara, PT Tambang Batu Bara Bukit Asam, dan PT Telkom. Total dana yang bisa dihimpun mencapai Rp 8 trilyun, melebihi target APBN 2002 yang dipatok Rp 6,5 trilyun. "Mestinya kita bersyukur karena penjualan Indosat telah menyelamatkan APBN dari ancaman defisit lebih besar," kata Mohammad Chatib Basri, ekonom dari Universitas Indonesia. Menurut dia, penjualan Indosat tak perlu menimbulkan kekhawatiran berlebihan. "Tak masuk akal kalau Singapura ingin menyadap informasi dengan membeli saham Indosat," ujarnya. Bila sekadar menyadap informasi, katanya, menyogok lebih efektif ketimbang repot-repot membeli perusahaan.
Tak perlu pula mempersoalkan Indosat sebagai perusahaan strategis atau bukan. "Strategis untuk siapa?" katanya. Pada kenyataannya, banyak negara yang telah menyerahkan pengelolaan industri telekomunikasinya kepada swasta, termasuk asing. Bahkan Malaysia, yang disebut-sebut anti-Dana Monter Internasional (IMF), pun tak ragu menyerahkan sebagian pengelolaan ekonominya kepada asing. Di negeri jiran itu, rasio investasi asing terhadap total investasi dalam negeri mencapai 5,5%. Sedangkan Indonesia baru mencapai 2,2%.
Yang lebih penting diperhatikan dari kasus penjualan saham Indosat adalah peran Temasek dalam industri telekomunikasi di Indonesia. "Kalau benar telah terjadi dominasi oleh Temasek, ini bukti bahwa pemerintah tak hati-hati dalam menjual Indosat," kata Chatib. Mestinya, kemungkinan itu dipertimbangkan masak-masak sebelum transaksi dilanjutkan. Nasi telah menjadi bubur. Tapi, bila transaksi Indosat harus dibatalkan, apa investor nggak makin kabur?
http://arsip.gatra.com//2002-12-23/v...k.php?id=23424
Calon Presiden 2014: Jokowi Jadi Capres Tergantung Megawati
Minggu, 14 April 2013 13:59 WIB
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA--Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo terus digadang-gadang sebagai calon Presiden RI 2014. Namun, hingga kini pria yang akrab dipanggil Jokowi itu belum memastikan maju sebagai calon presiden. Direktur Eksekutif Pol-Tracking Institute Hanta Yuda mengatakan, majunya Jokowi sebagai capres sangat tergantung oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. "Jokowi sangat bergantung dengan Megawati, kalau Bu Mega tidak memberi ruang, maka hanya akan menjadi diskusi," ujar Hanta di Jakarta, Minggu (14/4/2013).
Hanta mengatakan Jokowi sangat tergantung dengan perintah partai. Hal itu terlihat saat menjabat sebagai walikota Solo. Jokowi selalu menjawab akan menyelesaikan tugasnya di Solo meski menjadi calon kuat Gubernur DKI Jakarta. "Jokowi selalu mengucapkan tidak memikirkan isu itu, tapi kalau perintah partai, ia langsung mematuhi," kata Hanta. Saat ini, kata Hanta, publik hanya menunggu apakah Megawati memberikan tiket kepada Jokowi sebagai capres atau tidak. Hanta menyakini bahwa peluang Jokowi untuk maju sebagai capres dari partai lain sangat kecil. "Jika tidak diberikan tiket, antiklimaks dan selesai," katanya.
Fenomena Jokowi, lanjut Hanta, sangat mirip dengan yang dialami Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tahun 2003-2004. "SBY pada tahun itu anak kecil saja tahu, sama kayak Jokowi. Media menjadi penting karena membentuk opini masyarakat. Kita lihat apakah PDIP melalui Megawati akan memberikan kejutannya," ujar Hanta.
http://www.tribunnews.com/nasional/2...ntung-megawati
--------------------------------
We have the angry politicians which the are the hungry politicians!
remember ... they were ten years was hungry man!
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA--Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo terus digadang-gadang sebagai calon Presiden RI 2014. Namun, hingga kini pria yang akrab dipanggil Jokowi itu belum memastikan maju sebagai calon presiden. Direktur Eksekutif Pol-Tracking Institute Hanta Yuda mengatakan, majunya Jokowi sebagai capres sangat tergantung oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. "Jokowi sangat bergantung dengan Megawati, kalau Bu Mega tidak memberi ruang, maka hanya akan menjadi diskusi," ujar Hanta di Jakarta, Minggu (14/4/2013).
Hanta mengatakan Jokowi sangat tergantung dengan perintah partai. Hal itu terlihat saat menjabat sebagai walikota Solo. Jokowi selalu menjawab akan menyelesaikan tugasnya di Solo meski menjadi calon kuat Gubernur DKI Jakarta. "Jokowi selalu mengucapkan tidak memikirkan isu itu, tapi kalau perintah partai, ia langsung mematuhi," kata Hanta. Saat ini, kata Hanta, publik hanya menunggu apakah Megawati memberikan tiket kepada Jokowi sebagai capres atau tidak. Hanta menyakini bahwa peluang Jokowi untuk maju sebagai capres dari partai lain sangat kecil. "Jika tidak diberikan tiket, antiklimaks dan selesai," katanya.
Fenomena Jokowi, lanjut Hanta, sangat mirip dengan yang dialami Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tahun 2003-2004. "SBY pada tahun itu anak kecil saja tahu, sama kayak Jokowi. Media menjadi penting karena membentuk opini masyarakat. Kita lihat apakah PDIP melalui Megawati akan memberikan kejutannya," ujar Hanta.
http://www.tribunnews.com/nasional/2...ntung-megawati
--------------------------------
We have the angry politicians which the are the hungry politicians!
remember ... they were ten years was hungry man!
koppas dari kompasiana tentang bu Megawati yang jual aset negara, masuk akal kok
Setidaknya
ada tiga alasan bedanya jual BUMN di masa Megawati dan jual BUMN di
masa SBY. Sebelumnya juga harus dibedakan garis politik antara Megawati
dengan garis politik SBY, garis politik Megawati adalah garis politik
“Berdikari” di masa Megawati semangat kerja Pemerintah saat itu adalah
“mengurangi secara signifikan jumlah utang negara” dan bertahan atas
gebukan IMF yang ditandatangani pada tahun 1999. Sementara di garis SBY,
ekonomi politik berhaluan liberal, pembangunan didasarkan pada
pertumbuhan hutang bukan pertumbuhan produksi.
Inilah beda antara apa yang dilakukan Megawati dan SBY secara substansial dalam kasus penjualan BUMN. Megawati wajib meneruskan keputusan pemerintah sebelumnya di masa Presiden BJ Habibie dalam SAP (Structural Adjustment Program) ini adalah bagian dari desakan dunia luar seperti IMF dan World Bank. Sementara garis politik SBY menjalankan privatisasi sebagai bagian dari politik mandor langsung World Bank.
Kedua, Megawati melakukan politik anggaran yang menutup APBN, saat itu APBN defisit mewarisi berantakannya ekonomi di masa kejatuhan Suharto yang hancur lebur. Megawati harus menutupi hal itu karena dampak krisis 1997 bila tidak diselamatkan lewat politik penyelamatan anggaran darurat akan berimbas ke banyak sektor ekonomi, ini artinya Megawati melakukan “Politik Penyelamatan Anggaran di Masa Darurat”. Sementara di masa SBY, anggaran APBN cenderung surplus dan tidak kekurangan tapi Politik Utang dan Politik Privatisasi BUMN besar-besaran terus dilakukan jelas ini adalah skenario Neoliberal, dan ini adalah skenario yang amat kebalikan dari skenario politik Megawati, dimana skenario politik Megawati berujung pada kemandirian ekonomi maka sistem ekonomi politik SBY berujung pada “Negara Dependensi” Negara yang amat bergantung pada negara-negara pemberi utang.
Ketiga, privatisasi di jaman SBY amat massif tercatat pada masa Pemerintahan SBY dalam setahun 44 BUMN dilego, jelas ini akan memperlemah struktur kekayaan negara karena privatisasi ini dibarengi dengan sistem politik Neoliberal dimana pemodal masuk dan menyerbu seluruh lini kekayaan negara sementara negara sama sekali tidak memiliki kekuatan bersaing dengan pemodal-pemodal asing. Di masa Megawati privatisasi hanya 12 BUMN tujuannya itu untuk segera menyelesaikan hutang.
Ketiga hal ini bisa menjelaskan kenapa SBY seakan-akan membenarkan politik utang dan politik liberalisasi, sementara banyak kalangan terus berteriak soal privatisasi Indosat sebagai titik nol negara tidak mempertahankan asetnya tanpa pernah tau bahwa penjualan itu untuk menyelesaikan hutang dan keluar sebagai negara yang berdikari secara ekonomi, menguasai pasar regional dan produktif.
-Anton DH Nugrahanto-.
Inilah beda antara apa yang dilakukan Megawati dan SBY secara substansial dalam kasus penjualan BUMN. Megawati wajib meneruskan keputusan pemerintah sebelumnya di masa Presiden BJ Habibie dalam SAP (Structural Adjustment Program) ini adalah bagian dari desakan dunia luar seperti IMF dan World Bank. Sementara garis politik SBY menjalankan privatisasi sebagai bagian dari politik mandor langsung World Bank.
Kedua, Megawati melakukan politik anggaran yang menutup APBN, saat itu APBN defisit mewarisi berantakannya ekonomi di masa kejatuhan Suharto yang hancur lebur. Megawati harus menutupi hal itu karena dampak krisis 1997 bila tidak diselamatkan lewat politik penyelamatan anggaran darurat akan berimbas ke banyak sektor ekonomi, ini artinya Megawati melakukan “Politik Penyelamatan Anggaran di Masa Darurat”. Sementara di masa SBY, anggaran APBN cenderung surplus dan tidak kekurangan tapi Politik Utang dan Politik Privatisasi BUMN besar-besaran terus dilakukan jelas ini adalah skenario Neoliberal, dan ini adalah skenario yang amat kebalikan dari skenario politik Megawati, dimana skenario politik Megawati berujung pada kemandirian ekonomi maka sistem ekonomi politik SBY berujung pada “Negara Dependensi” Negara yang amat bergantung pada negara-negara pemberi utang.
Ketiga, privatisasi di jaman SBY amat massif tercatat pada masa Pemerintahan SBY dalam setahun 44 BUMN dilego, jelas ini akan memperlemah struktur kekayaan negara karena privatisasi ini dibarengi dengan sistem politik Neoliberal dimana pemodal masuk dan menyerbu seluruh lini kekayaan negara sementara negara sama sekali tidak memiliki kekuatan bersaing dengan pemodal-pemodal asing. Di masa Megawati privatisasi hanya 12 BUMN tujuannya itu untuk segera menyelesaikan hutang.
Ketiga hal ini bisa menjelaskan kenapa SBY seakan-akan membenarkan politik utang dan politik liberalisasi, sementara banyak kalangan terus berteriak soal privatisasi Indosat sebagai titik nol negara tidak mempertahankan asetnya tanpa pernah tau bahwa penjualan itu untuk menyelesaikan hutang dan keluar sebagai negara yang berdikari secara ekonomi, menguasai pasar regional dan produktif.
-Anton DH Nugrahanto-.
Megawati Menjawab – Jual Indosat
http://vensca81.wordpress.com/2014/04/04/megawati-menjawab-jual-indosat/
Vensca81News, Jakarta
– Serangan-serangan terhadap kinerja Megawati saat menjabat sebagai
Presiden RI kian santer di media nasional dan media sosial pasca
pencapresan Jokowi oleh Megawati Soekarnoputri.
Salah satu
issue yang paling digunakan sebagai celah untuk menjatuhkan PDI
Perjuangan menjelang pemilu 2014 adalah kebijakan saat melepaskan saham
Indosat kepada Singapore Technologies Telemedia (STT).
Megawati memberikan jawaban melalui akun twitter @MegawatiSSP
Mulai…
Selamat pagi Indonesia… Kuliah pagi biasanya akan meningkatkan kesadaran dan daya ingat kita. Jadikan nalar kita #LebihBijak. Salam ^Mega^
1.) Ketika Indosat dijual, adakah rumah yang layak untuk TNI – Polri? #TanyaMega
2.) Adakah yang menghitung berapa unit pesawat tempur yang bisa / layak terbang untuk jaga udara NKRI? #TanyaMega
3.) Adakah yang menghitung berapa kapal perang KRI yang laik berlayar?… #TanyaMega
4.) Embargo Senjata AS dan tekad lunasi
Utang ke IMF sementara manuver Kapal Induk AS Armada Pasifik di Laut
Jawa terlalu sering. #Krisis
5.) Anggaran negara minus dan mungkin kantong kalian saat ini lebih kaya daripada negara ini ketika itu. #Krisis #MultiDimensi
6.) Indosat diswastakan untuk menutupi kekurangan APBN, agar investor terpancing kembali ke Indonesia. #DemiIndonesia
7.) Krisis sudah terlalu lama, sejak ’98 membebani ekonomi setiap keluarga. Tekad kabinet agar hutang LN tdk bertambah lagi. #DemiIndonesia
8.) Dengan APBN yang meyakinkan kemudian kita pakai sebagai penawaran dengan Rusia & Polandia. #DemiIndonesia #Solusi #Krisis #MultiDimensi
9.) Agar mereka bersedia bantu persenjataan TNI, yang sudah di embargo AS. Rusia tertarik dan sedia Sukhoi dan Helikopternya. #DemiIndonesia
10.) Keputusan yang sulit disaat yang
sulit, tapi pemimpin harus berani ambil keputusan. Meski menuai kecaman
dan hujatan dari dalam negeri.
11.) Ibarat seorang ibu yang merelakan
perhiasan kesayangannya demi membeli beras untuk keluarga karena suami
sdh lama menganggur #Umpama
12.) Ibarat seorang ibu, jual perhiasannya demi bayar uang sekolah atau menebus ijazah anaknya #DemiIndonesia #Krisis #MultiDimensi #Umpama
13.) Pemimpin harus mengambil keputusan
meski sangat sulit karena terbatasnya pilihan, tdk boleh ada keraguan
atasi krisis berkepanjangan
14.) Sekali lagi, pemimpin harus
mengambil keputusan… kualitas seorang pemimpin diuji saat situasi
serbasalah dan saat saat kritis…
15.) Hasilnya sesuai target. APBN
terbantu, bahaya kelaparan terhindarkan dgn surplus beras dan bahkan AS
meringankan Embargo Senjatanya.
16.) Sebab AS khawatir hubungan Indonesia – Rusia via diplomasi Sukhoi dibantu barter beras.
17.) Berkat Indosat dan lainnya, kita
capai target APBN, dasar ekonomi membaik, produksi tani yg dapat jadi
bahan barter dengan negara lain.
18.) Karena kita tidak punya uang ketika itu. Jangan lupakan krisis yang teramat parah, NKRI sangat terancam seperti Yugoslavia
19.) Bahkan AS yang mengaku sahabat tapi
tidak ikhlas membantu disaat kita krisis multidimensi. Justru tetap
embargo karena TIMTIM.
20.) Para ahli ekonomi tidak punya solusi
yang lebih baik atau hanya bisa teriak dijalanan tanpa solusi. Semua
hanya bisa bicara pesimis
21.) Indosat, dll.. saat itu adalah
solusi yang bagi negara yang sdg sakit parah. Krn sy yakin dlm 10 thn
harusnya kita dpt beli kembali
22.) Menyelamatkan negara yang sangat sakit ketika itu adalah mandat dari rakyat melalui MPR.
23.) Jika keputusan itu salah, salahkan
saya. Tapi jangan salahkan Indonesia yg perlu disehatkan. Jangan
salahkan sarjana2 tanpa solusi itu
24.) Memang benar Indosat adalah harta
anak bangsa, kebanggaan Indonesia. Namun, ada saatnya ia diperlukan
untuk selamatkan Indonesia
25.) Dan ada juga BUMN yang tdk dpt
diperlakukan seperti Indosat, yang “derajatnya” lebih tinggi, seperti
Pertamina, Garuda, Telkom, dll..
26.) Saya ulangi, seorang pemimpin harus
berani ambil tindakan cepat dan keputusan sulit diantara yang paling
sulit, jangan pernah ragu
27.) Saya berharap, kaum muda #IndonesiaHebat harus belajar kepemimpinan dari kasus ini. ^Mega^
28.) Karena ada saatnya kita semua
dihadapkan pada pilihan sulit dalam setiap bidang kehidupan. Kelak
kalian yg pimpin negeri ini ^Mega^
29.) Yang penting kita berani ambil kebijakan, tunjukkan bahwa anak Indonesia sanggup memimpin & bertanggungjawab. Generasi #IndonesiaHebat
30.) Saya ungkap ini agar kaum muda Indonesia berani jadi pemimpin disaat sulit, karena saya yakin semua anak2 #IndonesiaHebat
31.) Pemimpin #IndonesiaHebat bukan seharusnya peragu, tidak lari dari tanggung jawab apalagi lari ke luar negeri
Demikianlah kuliah pagi kali ini. It’s
not how to escape, but how to lead! Selamat Nyepi dan selamat menikmati
hari libur. ^Mega^
WASPADALAH !!! SEMUA ANAK BANGSA... HARUS WASPADA DAN AWAS...!!!
Terbongkar Mobil Esemka Jokowi Impor dari Cina
OPINI
| 28 April 2014 | 16:37
http://politik.kompasiana.com/2014/04/28/terbongkar-mobil-esemka-jokowi-impor-dari-cina-652048.html
Mobil Esemka yang dibanggakan Joko Widodo atau Jokowi ternyata hanya tipuan belaka. Mobil Esemka itu hanya mobil impor dari Cina.
Selama ini, ada anggapan bahwa mobil Esemka dirakit anak-anak SMK di Surakarta, ternyata tidak benar. Mobil yang ikut menaikkan nama Jokowi itu hanya impor dari Cina bernama Foday.
Dalam laporan Solo Pos “Beberkan ESEMKA, Sukiyat Mengaku Diancam” (4 Maret 2014), Sukiyat mengakui mendapat ancaman dari pihak tertentu saat membeberkan mobil Esemka sebenarnya.
Kata Sukiyat, mobil Esemka itu kebanyakan body maupun perangkat lainnya bukan diproduksi di Indonesia tetapi impor dari negeri Tirai Bambu.
Sukiyat mengatakan, membongkar kebohongan mobil Esemka itu bukan untuk mencari popularitas tetapi ingin menjelaskan ke masyarakat yang sebenarnya. Ia pun mengakui bukan orang politik yang mau mencari popularitas saat membongkar Mobil Esemka sebenarnya.
Kini Mobil Esemka Terkuak Memang Made Ini China, Perasaan Dari Dulu Juga Dah Pada Tahu, Kini Diungkit-unkit Sebagai Dosa Jokwi 1 Mei 2014
Posted by Bonsai Biker in Portal Otomotif.
http://bonsaibiker.com/2014/05/01/kini-mobil-esemka-terkuak-memang-made-ini-china-perasaan-dari-dulu-juga-dah-pada-tahu-kini-diungkit-unkit-sebagai-dosa-jokwi/
Tags: Dosa-dosaJokowi Versi Lawan Politiknya, Esemka, Esemka dan Politik, Esemka part cina, Rumor Esemka
Mobil
Esemka kini jadi pergunjingan besar ditengah majunya Jokowi sebagai
Capres. Peristiwa serupa juga terjadi ketika Jokowi maju menjadi calon
gubbernur DKI. Ketika itu ramai konflik antara Jokowi dan sang empunya
pabrik yakn pak Sukiat. Menurut Sukiat, nama yang tepat untuk mobil
Esemka ini adalah Kiat Esemka dari namanya yang Sukiat, lalu menurut
Jokowi naman mobil Esemka adalah Esemka Rajawali. Dari sinilah rami
menjadi polemik, dan Sukiat membeberkan beberapa fakta bahwa memang
mobil ini banyak ambil part dari China. Itu dulu gan, sebelum Jokowi
maju jadi calon gubernur. Nah kini rumor ini mencuat kembali di berbagai
media saat Jokowi maju jadi Capres.
Yup memang sejak doeloe udah dibahas bahwa body
dan spare part mobil Esemka diambil dari Cina. Desain rancangannya pun
dari Cina, tepatnya dari perusahaan mobil Foday. Berikut nama lengkap
dan alamat perusahaannya di Cina: Guangdong Foday Automobile Co.,Ltd.
Alamat: BOAI ROAD EAST,SHISHAN TECHNOLOGICAL & INDUSTRIAL PARK B,
NANHAI DISTRICT, FOSHAN CITY, GUANGDONG. Nah banyak
juga gambar-gambar yang memotret mobil esemka dengan mobil china
tersebut. Dan itu dulu, gan stahun lalu lebih dikit sebelum Jokowi maju
cagub DKI.
Dan sekarang, aihihi, hal itu diungkit-ungkut lagi, bak pahlawan kesiangan. Contoh saja ini sebuah judul dalam suatu artikel,“Kedustaan Akhirnya Terungkap, Ternyata Mobil ESEMKA itu Buatan China”
Entah yang mempublis ini gak tahu info
atau memang sengaja ya gak tahu, yang jelas ini dagelan politik, entah
memang Jokowi bikin kebohongan publik, atau ini hanya ulah musuh-musuh
politik Jokowi ya wallahu a’lam. Sebagai penggemar berita otomotif,
James Bons ya hanya memaparkan saja, tanpa embel-embel politik.
Ya katanya kan Esemka mau lebih baik, dan memulainya juga njiplak,
wong proton aja edisi awal mesinnya juga mitsubishi, lalu sekarang
nyaplok lotus dan diadopsi jadi mobil nasional, ya merangkak dulu baru
bisa berdiri. Jelasnya sebagai penyuka otomotif James Bon nggak dukung
Jokowi atau juga lawan politiknya, monggo saja yang mau jadi presiden
yang penting amanah, yang jelas ya dukung mobil Esemka, tapi bukan
sekedar komoditi politik.29. alfaso - 29 Juni 2014
Melalui tulisan anda, rupanya anda gagal paham soal bagaimana Mobnas harusnya di Produksi. Soal Proton sy cukup tau, dan itu beda 180″ dr esemka. Mereka awal ada MoU dg Mitsubishi dlm pembangunan pabrik, mengadopsi desain & alih teknologi. Dlm perkembangannya Proton berhasil menginovasi sendiri mobnas mrk. Jd, Proton itu hasil PRODUKSI dlm negeri M’sia, bukan hasil RAKITAN apalagi JIPLAKAN meski desain awal pake Mitsubishi. Tp itu legal. Soal Lotus itu justru sebuah bukti keberhasilan krn mampu mengakuisisi perusahaan mobil mewah tsb dibawah kepemilikan Proton.
Bgm dg esemka? Mobil tersebut BUKAN hasil PRODUKSI dlm negeri. Melainkan hasil RAKITAN dan JIPLAKAN. Tidak ada pabriknya di Indo. Jadi TIDAK bisa dibilang PRODUKSI dalam negeri. Beda Proton yg benar2 produksi, krn ada pabriknya. Mereka membuat dari bahan mentah hingga menjadi mobil siap pakai. Semua komponen dibuat dibawah satu atap pabrik yg sangat luas di Proton City M’sia.
Esemka hasil rakitan ditempat yg hanya bisa dibilang bengkel. Tidak dijelaskan prnah kerja sama dg industri automotif mana pun. Meski akhirnya terkuak mobil trsebut adalah produk China yg komponen dirakit dibengkelnya Sukiyat kemudian diklaim sebagai karya dalam negeri. Esemka adalah contoh cerita buruk, sangat memalukan, pembohongan publik dan akal bulus.
Habibie: Esemka Cuma Mobil "Dolanan"
Rabu, 7 Maret 2012 | 14:31 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/03/07/14315050/Habibie.Esemka.Cuma.Mobil.Dolanan
Bacharuddin Jusuf Habibie, Presiden ke-3 Republik Indonesia, mengatakan, mobil Esemka tidak dibuat secara profesional.
"Mobil Esemka itu cuma dolanan, pembuatannya tidak profesional. Masa anak-anak yang baru tamat sekolah menengah pertama (SMP) sudah mau jadi montir, ya, pasti belum ada pengalaman," kata BJ Habibie seusai acara talkshow Merah Putih di kediamannya, Patra Kuningan 13, Jakarta, Rabu (7/3/2012).
Menurut Habibie, untuk bisa menciptakan sebuah industri otomotif diperlukan pengalaman serta riset yang cukup, tidak serba instan. "Untuk bisa masuk ke dalam industri otomotif dan bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar, membutuhkan waktu yang panjang," tutur dia.
Lebih lanjut Habibie mengungkapkan kecurigaannya akan adanya kepentingan politik di balik pemberitaan mobil Esemka. "Menurut saya, ada ’interest’ politik di balik semua ini. Oleh karena itu, saya sarankan media berhenti mengangkat topik ini, anggap sepi saja," ujar dia.
Habibie menyarankan, membangkitkan industri otomotif di Tanah Air sebaiknya dimulai dengan membidik industri sepeda motor. "Indonesia ini adalah masyarakat terbesar yang memanfaatkan sepeda motor di bumi. Kenapa kita tidak mengembangkan itu saja, sediakan anggarannya, lakukan riset yang menyeluruh, saya rasa itu lebih rasional," papar Habibie.
Meski begitu, Habibie tetap memberi semangat kepada generasi muda, terutama siswa sekolah menengah kejuruan yang telah berhasil membuat mobil Esemka. "Tidak ada sesuatu yang datang dengan percuma, semua harus dilakukan melalui perjuangan yang dibarengi dengan pengorbanan, kita tetap harus optimistis terhadap masa depan bangsa," kata dia.
Note:
Mobil Rkitan itu Bukan Mobnas ?!
Pada dasarnya esemka adalah mobil rakitan dibengkel pak Sukiat di Solo-yang konon..mobobil esemka ini komponennya berasal di impor dr China. Untuk menjadi mobil nasional, konon ada ketentuannya.. sesuai yg ditetapkan oleh standar perindustrian nasional. Kalau tidak salah ada syarat2nya... berapa % komponen lokal dan berapa komponen impor. Beberapa produk lainnya biasanya minimal 85% harus sudah produk lokal dan di support dengan kaontonyu.
Namun konon ada juga produk nasional, jika kita bisa membeli paten suatu produk dan kemudian kita kembangkan di negeri kita. Untuk ini tentu juga ada persyaratannya sesuai peraturan negara kita.
Sekedar gambaran ..sepertinya bengkelnya pak Sukiat itu adalah juga bisa membuat karoseri mobil. Jadi memang belum pantas disebut mobil nasional. Terkesan maen2... atau semacam gebrakan pk Jokowi dari Solo yang ingin memperkenalkan Solo sebagai upaya gereget bahwa anak2 esemka bisa membuat mobil dengan sistem rakitan. Bukan atau belum menjadi produk nasional. menurut pandangan saya.
Sayangnya Media seakan bener2 mobnas, atau memberitakan dengan yang sangat fenomenal, dan sepertinya.. terkesan tergesa-gesa..dan ada maksud2 terselubung.... secara politis pencitraan yang berlebihan. Entahlah... para jurnalis dan pemilik media.. atau para pejabat kita..itu seperti tak mempunyai rasa malu...??? tak beretika...kata orang yang faham ...<za>
Esemka Rajawali II… Design terbaru mobnas rakitan anak SMK Solo..
http://nzahry.wordpress.com/2012/11/24/esemka-rajawali-ii-design-terbaru-mobnas-rakitan-anak-smk-solo/
[Kalau mobil-rakitan dan komponennya impor semua atau sebagian besar komponennya impor- ini bukan mobnas ... tapi mobil rakitan yah? kita harus beretika sedikit yah..? ]
Hai Bro n Sis… Kabar terbaru nich datang dari Kota kelahiran saya yaitu Solo. Bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan tanggal 10 November lalu, PT Solo Manufaktur Kreasi selaku produsen mobnas ESEMKA meluncurkan produk andalan mereka yaitu Esemka Rajawali dan Bima.
Khusus SUV Esemka Rajawali ternyata ada perubahan pada designnya yang sekarang lebih terkesan modern dan gagah, apalagi pada grill serta bumpernya yang berkesan maskulin dengan permainan warna silver juga penambahan bodi kit pada foglamp dan bumper.
Untuk bobot mobil sudah mengalami penyusutan dari awalnya 1700kg sekarang menjadi 1275kg. Sedangkan disektor mesin juga terjadi perubahan dari awalnya yang hanya 1500cc menjadi 1600cc. Sehingga mobil ini mampu menghasilkan tenaga sebesar 76 Kw serta torsi maksimal 147 Nm, yang disalurkan melalui transmisi manual 5 speed.
Mobil Esemka Rajawali sekarang juga sudah mengusung beragam fitur-fitur mobil terkini, antara lain perangkat pengereman yang sudah memakai Anti-lock Breaking System (ABS). Selain mengandalkan sistem ABS, untuk pengendaliannya juga sudah teraplikasi dengan teknologi Break Force Distribution (BFD) dan Break Assist (BA) juga disematkan pula SRS Airbag pada dashboard depannya.
Salah satu inovasi pada Esemka R2 dari tipe sebelumnya yakni pada roda penggeraknya. Jika pada tipe terdahulu menggunakan roda penggerak belakang, tipe R2 kini menggunakan roda penggerak depan, sehingga lebih bertenaga dan stabil. Bahkan pihak produsen ESEMKA mengklaim mobil ini lolos uji Euro 4 karena pembakarannya menggunakan sistem motronic. Untuk mobil Esemka Rajawali dan Bima saat ini mengadopsi dari pabrikan mobil Cherry Cina yang beberapa waktu lalu sempat memasarkan produknya di Indonesia dibawah Indomobil group. Oleh sebab itu untuk design dari mobil SUV Esemka Rajawali ini mirip dengan Cherry Tiggo walaupun untuk kapasitas mesinnya berbeda karena Cherry Tiggo memakai mesin berkapasitas 2000cc.
So.. semoga kedepannya mobnas ESEMKA ini makin maju dan berkembang sehingga dapat menciptakan teknologi terbaru hasil karya anak bangsa sendiri. Tetap semangat dan pantang menyerah…
Matur nuwun…
Sumber : mobil.otomotifnet.com , http://www.timlo.net , mbah Google