FPI, Televisi dan Dajjalisme Informasi
Kamis, 16 Februari 2012
Mengapa koran dan TV bernafsu 'memberangus' FPI? boleh jadi karena ada huruf "I" (Islam) di belekang FPI
Oleh: Suharsono
SENIN siang, 9 Juni 2008, lebih dari 9000 umat Islam "mengepung" Istana Negara menuntut Ahmadiyah dibubarkan. Massa umat Islam se Jabodetabek berpakaian putih-putih ini juga meminta Habib Rizieq Shihab, pimpinan FPI dibebaskan.
Usai dari Istana Negara, massa menuju Polda Metro Jaya guna mengunjungi Ketua FPI, Habib Rizieq. Aksi damai bertema "Sejuta Umat" ini dihadiri puluhan ulama, tokoh Islam, aktivis Islam dan para habaib.
Dalam sebuah orasi, KH Nur Muhammad Iskandar, Pimpinan Pondok Pesantren Assidiqiyah mengatakan, jika tak ingin dianggap sebagai kepanjangan tangan Amerika, maka pemerintah harus segera membubarkan Ahmadiyah. "Jika tidak membubarkan Ahmadiyah, Presiden akan bertanggungjawab di hadapan mahkamah Allah, "ujar Kiai Nur.
Setelah orasi, sekitar sepuluh ulama dan kiai menghadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Meski hanya ditemui juru bicaranya, Andi Malarangeng, yang tak lain kakak kandung Rizal Malarangeng, anggota Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) yang juga penyiar Metro TV.
Tapi jangan kecewa, sebab ribuan massa itu bukan berita besar. Karenanya, televisi tak perlu menyiarkannya secara langsung –apalagi harus-- menayangkan gambar secara berulang-ulang. Suara umat Islam tak terlalu penting!
Bandingkan dengan berita sebelumnya, selang beberapa jam kerusuhan Monas, 1 Juni 2008, seluruh media massa –terutama TV—seolah serempak. Meminjam bahasa Widji Tukul, "hanya satu kata, lawan FPI!". Dalam waktu sekejap, opini masyarakat yang tadinya meminta polisi menindak FPI tiba-tiba melebar meminta organisasi Islam yang dijuluki kalangan AKKBB sebagai "preman berjubah" layak dibubarkan.
Selama beberapa hari, TV menayangkan berulang kali anggota FPI mengejar dan memukul anggota AKKBB, memberikan kesan kuat "Inilah, sebuah kelompok atas nama agama, menggunakan baju dan pakaian Muslim, yang penyuka kekerasan!"
Entah sengaja atau tidak, agar lebih dramatis, ditayangkan pula wajah pria yang disebut-sebut kiai Nahdhatul Ulama (NU), KH Maman Imanul Haq (yang tak lain kiai muda pendukung AKKBB dan bukan representasi PBNU). Dia disebutkan mengalami memar di sekujur badan, sobek di dagu dan lain-lain. Ini menunjukkan, bahwa kiai NU pun ikut menjadi korban. Meski kemudian Ketua PBNU KH. Hasyim Muzadi marah dan tak ingin melibatkan NU (yang direpresentasikan dalam PBNU) terlibat dalam masalah ini.
Tapi apa lacur? Kesan pemirsa yang diciptakan TV sudah bulat. FPI "menganiaya" ulama NU! Esoknya, ormas-ormas onderbow NU seperti: PMII, GP Anshor dan Garda Bangsa marah. Alih-alih melawan kekerasan, mereka justru membalasnya dengan kekerasan serupa kepada FPI di beberapa daerah. Lengkap sudah. Balas membalas atas hasil karya berita televisi.
Di hari berikutnya, TV seolah membuat suasana ibu kota dan Indonesia mencekam. Koran Kompas, dengan tulisan cukup menyeramkan. “Negara Tidak Boleh Kalah”, menanggapi desakan media massa nasional agar bersikap tegas pada FPI yang bentrok dalam peristiwa Monas dengan kelompok massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB).
“Saya minta hukum ditegakkan, pelaku-pelaku diproses secara hukum dan berikan sanksi hukum secara tepat. Negara tidak boleh kalah dengan perilaku-perilaku kekerasan,” ujar Presiden dalam jumpa pers di Kantor Presiden, Jakarta tahun itu.
Koran nasional berlokasi di Jakarta ini memuat habis-habisan penyerangan AKKBB dan meminta polisi bertindak tegas. Begitu pula koran dan media lain. Sampai sebuah koran nasional keliru memasang foto Munarman yang dinilai “mencekik” .
Beberapa jam pernyataan SBY ini, lebih 2000 polisi dikerahkan menyerbu rumah Habib Rizieq dan menangkapi anggota FPI. Habib, yang dalam aksi dengan AKKBB tak ikut dilapangan, bersama anak buahnya akhirnya dipenjara. Sementara pelaku AKKBB, Guntur Romli dan intel yang memprovokasi massa dengan mengacung-asungkan pistol untuk memprovokasi FPI, eh malah, tak tersentuh hukum, sampai hari ini.
Di saat yang sama, ratusan kru TV dan koran sudah menungu dan laporan LIVE di markas FPI, Petamburan. Tapi rupanya, bentrok berdarah-darah yang ditunggu-tunggu gagal mendongkrak rating. Maklum, tolak ukur jurnalisme media kita masih berkutat pada, "anjing menggigit orang bukanlah berita, tapi orang menggigit anjing barulah berita!"
Minggu lalu, peristiwa seperti ini nyaris terjadi. Selasa (14/02/2012), 60 orang anggota kelompok LSM (ada buruh, aktivis feminism, homoseksual, lesbian dan waria yang tergabung di LGBT) berkampanye membubarkan FPI dengan tema “IndonesiaTanpaFPI. Tak ada yang spesial, hanya demo biasa karena kelompok ini menumpang kasus penolakan FPI di Palangkaraya.
Tapi tunggu dulu, yang spesial justru stasiun TV. Di saat yang bersamaan, dua televisi nasional --TV One danMetro TV—menyiarkan LIVE kejadian ini. Rupanya, dua stasiun TV ini sudah menyiapkan dengan cermat agenda “anti FPI”. Dengan tema “Anti Ormas Anarkis” Metro “mengeroyok” Mendagri, Gamawan Fauzi agar segera menutup FPI.
Tak sekedar itu, tiap sekian menit, Metro menayangkan gambar-gambar FPI membabi-buta memecahkan kaca bar. Juga cuplikan SBY yang mengatakan, “Negara Tak boleh kalah dengan kekerasan” (mungkin maksud TV, yang bolah kalah harus masyarakat, khususnya Islam).
Tentu kasus ini tak bisa dipandang sederhana. TV begitu bernafsu menganggak masalah biasa-biasa saja menjadi istimewa. TV ingin kasus 2008 terhadap FPI itu berulang lagi. Ini jelas terlihat kesiapan kedua TV itu mengundang nara sumber dan liputan LIVE.
Pertanyaan pertama, bagaimana bisa aksi kecil kemudian hari itu dibuat seolah sebagai sesuatu kasus maha besar? Jawabnya sederhana, karena TV ingin kasus ini dianggap besar.
Pertanyaan kedua, mengapa TV dan media begitu bernafsu memberangus FPI, jawabannya juga sederhana, boleh jadi, karena ada satu huruf “I” (alias Islam) di belakangnya. Bayangkan jika “I” itu diganti Indramayu atau Inul. TV, media, politisi, artis seronok, gay, lesbi tak begitu khawatir dan cemas.
Irasional Khayali
Dari sekian banyak media massa yang dinyawai oleh kapitalisme, TV adalah satu-satunya yang dianggap oleh berbagai ahli sebagai "setan" paling biadab. Apa yang disuguhkan media massa dalam bentuk lain terakumulasi pada televisi. Ia menyuguhkan bacaan, gambar dan suara sekaligus sehingga bukan hanya mampu mengisi dan mewarnai imajinasi, tapi juga menyihir dan mengendalikan seluruh fungsi-fungsi kejiwaan lainnya.
Jean Baudrillard, seorang filosof Prancis, mengungkap sebuah hakikat tentang televisi. Menurutnya, seperti dikutip Yasraf Amir Piliang (dalam bukunya Sebuah Dunia yang Dilipat, Mizan), rangkaian tontonan yang disuguhkan oleh "kapitalis mutakhir" (bernama televisi), telah menyulap (membius) individu-individu menjadi kumpulan mayoritas yang diam (terhipnotis) . Bagaikan sebuah kekuatan sihir yang sangat dahsyat, media menjadikan massa yang diam itu layaknya sebuah layar raksasa yang pasrah dijejali dan dilalui oleh segala sesuatu yang naif.
Televisi, membius ratusan juta orang dari yang paling bodoh sampai profesor, dari penjahat sampai guru agama, dari balita sampai tua renta, untuk sebuah tontonan sepak bola dini hari. Namun, adakah makna hakiki dan luhur yang berbekas seusai tontonan itu? Di dalam tontonan sepak bola bukan makna (ideologis, moralitas dan spiritualitas luhur) yang dicari para penggilanya, melainkan semacam ekstasi (kepuasan puncak yang sangat sesaat) dari kedangkalan ritual dalam upacara menonton televisi itu sendiri.
Tontonan sejenis, reality show (pertunjukkan nyata) seperti Akademi Fantasi, Indonesian Idol, Kontes Dangdut, Dreamband dan masih banyak lagi, bagi saya adalah "kejahatan spiritual", yang menggiring masyarakat hanya memburu mimpi dan budaya konsumtif.
Di hadapan massa yang mabuk seperti itu, pesan-pesan TV yang rendah (serakah, dengki, licik, dusta) merasuki alam bawah sadar mereka dan mengakar kokoh di simpul-simpul kejiwaannya. Apalagi jika para produser, wartawan dan pembawa beritanya punya interest idiologis dan kebencian dengan kelompok lain. Klop!.
Walhasil, televisi yang jadi cermin masyarakat, tapi masyarakat yang jadi cermin televisi. Apapun yang "dilakukan" televisi pasti diikuti masyarakat. Ini karena televisi telah menciptakan ketidaksadaran massal. Meski, di situ ada indoktrinasi yang sadis dan nilai-nilai sesat.
Leonard Irwin, dosen psikologi dari Universitas Illionis, AS, bersama timnya mengadakan penelitian mengenai hal ini. Mereka menemukan bahwa anak-anak yang pada usia delapan tahun telah menyaksikan tayangan negatif, ketika dewasa akan cenderung melakukan perbuatan jahat dan tidak punya belas kasihan.
Sunday Times pernah menulis, "Meskipun AS memiliki 440 ribu polisi federal, setiap jam terjadi dua kali pembunuhan, 194 kali perampokan bersenjata, 10 kali pemerkosaan terhadap wanita dan anak-anak, dan 600 kali pencurian di rumah-rumah. "
Bodohnya, televisi di negeri kita telah menjadi teman setia dalam keluarga. Seolah hidup kurang lengkap tanpa kehadiran televisi .
Dajjalisme Informasi
Menutup tulisan ini, mungkin Anda semua ada yang menganggap saya pecinta "kekerasan" kan? atau saya anggota FPI? Tidak. Seumur-umur saya tak kenal Habib Rizieq, apalagi ikut aksinya. Saya hanya bicara bagaimana efek dramatis siaran sebuah TV dan keadilan menyampaikan kebenaran.
FPI pasti punya salah dan semua kelompok juga punya salah. Hanya saja, media kita sering menutup mata banyak peristiwa, apalagi menyangkut umat Islam. Contoh kecil; adalah Jaringan Islam Liberal (JIL) dengan berbagai pemikirannya banyak melawan otoritas ulama sedunia dan yang telah disepakati dalam Islam. Mereka hanya kelompok kecil, tidak sampai ratusan. Tetapi oleh media dan TV, semua pikirannya "dipaksakan" agar diterima 200 juta penduduk negeri ini. Adilkah? jelas tidak. Sementara FPI--di luar aksi keras-nya-- ia pasti mewakili harapan mayoritas umat Islam (ada MUI, NU, Muhammadiyah, Al Irysad, Al Wasliyah, Al Khairat, Persis, BKMT, HTI, PKS, Wahdah, ICMI, Hidayatullah dan masih banyak lagi), yang jelas sepakat memberangus kemaksiatan, peredaran minuman keras, pelacuran dll.
Itulah yang sering tak dipahami media. Sehingga banyak orang (khususnya umat Islam), media dan TV lebih memilih minoritas yang tak pernah mewakili ratusan juta umat ini. Jika nilai keadilan ini tak pernah dipahami media, percayalah, satu FPI Anda tutup, kelak bisa saja akan lahir ribuaan FPI di berbagai daerah. Media harus peka sosial di mana ia tinggal. Kita tinggal di negeri dengan penduduk Muslim terbesar, kenapa kepekaan sosial seperti ini sering diabaikan?
Pernah mendengar cerita tentang Dajjal, makhluk besar bermata satu yang muncul menjelang hari kiamat? Makhluk kutukan ini bisa dengan mudah menjadikan manusia berbondong-bondong ingkar kepada Allah. Inilah yang dirasakan masyarakat terhadap berbagai tayangan-tayangan "menyesatkan" media dan TV kita saat ini.
Lantas apa yang harus kita lakukan, sebagai bagian dari umat ini? Memang tidak mudah. Jika 'dajjalisme informasi' ini terus melahirkan standar moral rendahan dan ketidak-adilan, lambat-laun, aksinya akan mengurung dan mengerdilkan entitas ruh dan imajinasi umat Islam. Bukan tak mungkin, seperti tugas Dajjal, di mana tujuan utamanya adalah "memurtadkan" umat Islam dari ajaran agamanya. Sebelum kita memiliki pilihan yang layak, sebaiknya, "Singkirkan 'kotak setan' itu dari rumah kita sekarang juga!". Wallahu a'lam bi shawab.*
Penulis adalah mantan Kabid. Litbang HMI Cabang Jogja Periode 1987–1988 Rep: Sahid
Red: Cholis Akbar
Laskar Pembela Islam Siap Berjihad Hadapi Gerombolan Preman Anarkis
JAKARTA (VoA-Islam) – Rencananya, hari ini, Senin (20/2) Laskar Pembela Islam (LPI) akan mendatangi Kejaksaan Agung RI di Jakarta Selatan untuk kembali melaporkan sejumlah otak pelaku yang mengerahkan massa dayak untuk melakukan upaya pembunuhan terhadap empat pimpinan FPI di Bandara Tjilik Riwut, Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Aksi dipimpin langsung oleh Panglima LPI Ustadz Maman Suryadi.
Sebelumnya, sekitar 60 Laskar Pembela Islam (LPI) mendatangi kantor perwakilan Kalimantan Tengah di Jl. Kembang, Kwitang, Jakarta Pusat untuk memprotes Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang yang dianggap sebagai otak dan actor intelektual.
Ada beberapa nama yang menurut FPI berupaya melakukan percobaan pembunuhan terhadap pimpinan pusat FPI. Aktor intelektual itu antara lain: Agustin Teras Narang (Gubernur Kalteng), Siun Jaris (Sekretaris Daerah Pemprov Kalteng sebagai operator aksi), Damianus Jackie (Kapolda Kalteng sebagai pelindung dan pelaku pembiaran aksi), Yansen Binti (diduga gembong narkoba sebagai coordinator aksi), Sabran (provokator aksi), Lukas Tingkes (terpidana korupsi).
Perlu diketahui, Lukas Tingkes adalah terpidana korupsi dengan Putusan PK dari Mahkamah Agung RI No. 173/ PK/Pid.Sus/2010 tanggal 13 November 2010 yang sudah In Krach tapi hingga saat ini tidak dieksekusi oleh Kejaksaan Palangka Raya, sehingga pada tanggal 11 Februari 2010 mendapat kesempatan menjadi operator dan coordinator serta provokator aksi.
Semua nama kriminal tersebut di atas, baik langsung maupun tidak langsung, telah melakukan kejahatan serius berupa: sabotase objek vital BandaraTjilik Riwut – Palangka Raya - Kalteng, penghadangan pesawat terbang di dalam landasan bandara Tjilik Riwut, pengepungan pesawat terbang Sriwijaya dengan mengacung-acungkan senjata tajam.
Belum lagi, perusakan sejumlah rumah dan toko milik para Panitia Maulid Nabi Muhammad Saw di Kota Palangka Raya. Kemudian, penganiayaan mental maupun fisik terhadap para panitia Maulid Nabi Muhammad Saw, pembakaran tenda dan panggung maulid, percobaan pembunuhan pimpinan ormas Islam, percobaan pembunuhan pimpinan ormas Islam FPI yang sedang melaksanakan tugas dakwah Islam.
Aktor intelektual itu juga mengerahkan masayarakat dayak untuk mengepung rumah dinas Bupati Kabupaten Kuala Kapuas dengan mengacung-acungkan senjata ke rombongan FPI Pusat. Semua kejahatan tersebut dirapatan dan direncanakan di Rumah Betang dalam Komplek Kegubernuran pada tanggal 10 Februari 2012 dengan sepengetahuan dan seizing Gubernur, Sekda serta Kapolda Kalimantan Tengah.
Begitu juga titik kumpul dan persiapan gerombolan aksi ke Bandara Tjilik Riwut, mendapat sepengetahuan dan seizin Gubernur, Sekda serta Kapolda Kalteng. FPI menunjukkan pasal-pasal KUHP yang dilanggar otak atau aktor intelektual yang jelas-jelas bertindak kriminil, yakni:
- KUHP Pasal 156a tentang Penodaan Agama
- KUHP Pasal 170 tentang Perusakan secara bersama-sama
- KUHP Pasal 333 tentang Perampasan Kemerdekaan
- KUHP Pasal 335 tentang Perbutan tidak menyenangkan
- KUHP Pasal 340 tentag Percobaan Pembunuhan berencana.
Desastian
Salafy: Baha'i Mengancam Keamanan Mesir
Ahad, 19 Februari 2012 http://www.hidayatullah.com/read/21235/19/02/2012/salafy:-baha'i-mengancam-keamanan-mesir.html
Hidayatullah.com—Seorang jurubicara Salafy Mesir di Alexandria mengatakan bahwa Baha'i mengancam keamanan nasional Mesir.
Abdul Munim Al Sahat mengatakan, negara harus melindungi dirinya sendiri dari para pihak yang menyatakan bahwa Baha'i adalah sebuah agama.
“Kami akan menuntut Baha'i dengan tuduhan pengkhianatan,” kata salah satu tokoh terkemuka Salafy dan mantan calon anggota legislatif Mesir itu.
“Sebagai Salafy kami menolak untuk berurusan dengan Baha'i, karena berdasarkan keyakinannya mereka tidak ada,” kata Sahat dalam acara televisi Al Haqiqa, menampik klaim Baha'i sebagai sebuah agama, dikutip Al Mishry Al Yaum (18/02/2012).
Menurut Sahat, Baha'i tidak berhak mendapatkan hak-haknya di bawah hukum Islam dan juga konstitusi negara, karena mereka bukan dan tidak diakui sebagai bagian dari agama.
Aliran Baha'i dibentuk pada abad ke-19 Masehi oleh pendirinya Bahaa. Pengikutnya yang berjumlah sekitar 500 – 2.000 di Mesir menjalankan ritual buatan sendiri yang mencampuradukkan ajaran Islam dengan hal-hal lainnya. Al Azhar telah menetapkan bahwa Baha'i bukan Muslim.
Di indonesia juga ada pengikut Baha'i. Dalam websitenya bahaiindonesia.org, kelompok ini tidak mencantumkan alamat jelas dan hanya mencantumkan alamat email, nomor telepon dan faksimili Majelis Rohani Nasional Bahai Indonesia dengan kode wilayah Jakarta 021. Terlulis dalam website itu “situs resmi agama Baha'i di Indonesia”.
”Situs www.bahaiindonesia.net adalah satu-satunya website resmi tentang Agama Bahai dalam bahasa Indonesia. Semua isi yang terdapat dalam website ini beserta semua link yang terdapat di dalamnya berisi informasi yang benar mengenai Agama Bahai,” bunyi keterangan dalam bagian informasi di situs itu. *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar