SAKSI DARI TPF GP ANSOR SIDOARJO DITOLAK POLDA JATIM
Sidoarjo, NU Online
Tim Pencari Fakta (TPF) GP Ansor menyayangkan ditolaknya delapan saksi yang diajukan ke TPF Polda Jatim terkait kasus penembakan Riyadhus Sholihin warga RT 1 RW 1 Desa Sepande yang menjadi korban penembakan Briptu Eko Ristanto anggota tim penggal jalan Satreskrim Polres Sidoarjo.
Tim Pencari Fakta (TPF) GP Ansor menyayangkan ditolaknya delapan saksi yang diajukan ke TPF Polda Jatim terkait kasus penembakan Riyadhus Sholihin warga RT 1 RW 1 Desa Sepande yang menjadi korban penembakan Briptu Eko Ristanto anggota tim penggal jalan Satreskrim Polres Sidoarjo.
Meski demikian, TPF GP Ansor akan tetap ngotot memasukkan saksi mereka ke TPF Polda Jatim.
Pernyataan tersebut disampaikan Ketua TPF GP Ansor Agus Ubaidillah. Penolakan saksi itu disampaikan penyidik Polda Jatim AKBP Ansori. “Polda beranggapan saksi yang dimiliki TPF Polda Jatim sudah cukup dan penyidikan kasus penembakan Riyadhus Sholihin segera dilimpahkan ke kejaksaan,” ucapnya, Selasa (8/11).
Agus juga menyayangkan hal ini, karena delapan saksi dari warga desa Sepande yang ditemukan TPF GP Ansor dalam tragedi penembakan guru ngaji asal Sepande tersebut.
“Mereka itu mengetahui persis yang terjadi dilapangan,” desaknya. Sementara mengenai pencopotan terhadap Kasatreskrim AKP Ernesto Saiser yang mobil CRV nya nopol N 35 TO diduga dijadikan untuk mengangkut atau mengevakuasi korban usai ditembak dan pencopotan Kanit Idik I Iptu Suwiji sebagai atasan lansung Briptu Eko, Agus menyatakan sudah seharusnya hal tersebut dilakukan.
Namun dirinya berkeyakinan pembebas tugasan oknum polisi Polres Sidoarjo ini bisa bertambah, jika delapan saksi yang diajukan bisa diterima dan memberikan kesaksiannya di TPF Polda Jatim. “Delapan orang itu, tahu yang terjadi di lapangan,” tandasnya lagi.
BANSER SURABAYA KECEWA SIKAP WALIKOTA
RISMAHARINI
Surabaya, NU Online
Kepedulian Walikota Surabaya Tri Rismaharini terhadap kegiatan organisasi keagamaan dipertanyakan. Orang nomor satu di Pemkot Surabaya itu dinilai pilih kasih dan lebih mengutamakan hadir di acara sepeda santai maupun senam bareng.
Kepedulian Walikota Surabaya Tri Rismaharini terhadap kegiatan organisasi keagamaan dipertanyakan. Orang nomor satu di Pemkot Surabaya itu dinilai pilih kasih dan lebih mengutamakan hadir di acara sepeda santai maupun senam bareng.
Kekecewaan itu dikemukan oleh Sekretaris Satkorcab Banser Ansor Surabaya M Hasyim Asy’ari pada wartawan usai menghadiri acara peresemian Monumen Resolusi Jihad di kantor PCNU Surabaya, Ahad (23/10).
“Salah satu kekecawaan kami, tidak hadirnya Bu Risma sebagai Walikota Surabaya, tidak hari ini saja. Beberapa kali PCNU mengundang kegiatan di PCNU tidak pernah hadir,” ungkap Hasyim.
“Bu Risma sebagai salah satu kepala daerah di Kota Surabaya, seharusnya hadir memberikan apresiasi pada ulama. Ternyata sampai pelaskanaan dia tidak hadir,” tuturnya.
Ia mengatakan, kegiatan peresmian Monumen Resolusi Jihad di Kantor PCNU Kota Surabaya, merupakan momen penting terkait kebangsaan, kemerdekaan, serta mengenang para kiai dan ulama yang waktu itu menyerukan Resolusi Jihad fii Sabilillah, untuk tetap mempertahankan Republik Indonesia.
“Kalau untuk acara nggowes, acara sepeda santai beliau bisa hadir. Ada kegiatan lainnya, beliau bisa hadir dan menyempatkan diri,” katanya.
“Beberapa bulan lalu ada peresmian rumah kelahiaran Bung Karno, beliau bisa hadir. Beliau bisa mensosialisasikan di SMA-SMA. Kenapa untuk acara pada kali ini beliau tidak menghadiri,” terangnya.
Kekecawaan yang dialami warga NU tidak hanya sekali ini saja. Hasyim mengatakan, walikota sering mendapatkan undangan dari PCNU Kota Surabaya, tapi selalu tidak hadir.
“Ini kan momen di kantor PBNU pertama. Resolusi Jihad sebelum dikumandangkan digelorakan Bung Tomo sebagai penyemangat arek-arek Suroboyo pada waktu 10 November, itu kan hasil dari pertemuan para kiai dan ulama se-Jawa-Madura pada waktu itu. terbitlah Resolusi jihad,” katanya.
Hasyim menegaskan, monumen Resolusi Jihad dinilai dapat menjadi salah satu ikon Kota Surabaya sebagai kota Pahlawan dan perlu perhatian dari Walikota Surabaya.
“Saya selaku warga NU sangat kecewa dengan tidak hadirnya Bu Risma dalam acara siang hari ini. Harapan kami, ke depan Bu Risma jangan seperti ini,” jelasnya.
FILM “TANDA TANYA” DINILAI SENGAJA LECEHKAN
BANSER
Seperti ingin menuai ‘berkah’ dengan memunculkan kontroversi, sutradara Hanung Bramantyo dinilai sengaja mendeskriditkan sosok Barisan Ansor Serbaguna (Banser) dalam film terbarunya berjudul ‘Tanda Tanya’. Pasalnya, dalam film tersebut Hanung melalui peran Soleh menggambarkan Banser sebagai sosok yang mudah cemburu, dan dangkal pengetahuanya.
Kontan, film yang mulai diputar di bioskop-bioskop di Indonesia ini menuai protes warga Nahdliyin (NU), terutama para anggota Banser yang merasa dilecehkan. Sekretaris Satkorcab Banser Kota Surabaya, M Hasyim As’ari menyayangkan langkah Hanung yang tertutup dalam menggarap film dengan bahan mengambil kelompok-kelompok tertentu.
”Mestinya Hanung konfirmasi kepada tokoh-tokoh Banser sebelum membuat skenario, sehingga tidak membuat ketersinggungan. Pengetahuanya soal NU terutama Banser saya nilai nol besar, terbukti sosok Banser yang dimunculkan sebagai tokoh sentral dalam filmnya justru mendeskriditkan Banser,” katanya di Surabaya, Rabu (6/4).
Hasyim dan seluruh anggota Banser Surabaya yang Rabu kemarin menggelar rapat sehubungan dengan rencana pemutaran film tersebut, meminta kepada masyarakat yang menyaksikan film tersebut untuk tidak menanggapi serius.
Sebab, kata dia, tidak semuanya yang dituangkan Hanung benar adanya. ”Saya yakin masyarakat sudah faham, siapa Hanung sebenarnya, bahkan dalam film ‘Sang Pencerah’ yang mengusung tokoh Muhammadiyah dia juga berusaha memunculkan orang NU di dalamnya, meski lagi-lagi tidak sesuai kepribadian orang nahdliyin, itulah Hanung,” katanya.
Menurut Hasyim, Hanung harus meminta maaf kepada para tokoh Banser sekaligus mervisi film tersebut. ”Banyak yang tidak terima penggunaan seragam Banser yang tanpa meminta izin itu,” kata dia.
Sebelumnya, Ketua PP GP Ansor, Nusron Wahid juga tidak sepakat dengan isi film Tanda Tanya karya Hanung yang cenderung mendeskreditkan Banser di mata umum. ”Masa ada Banser digambarkan suka mengamuk, dan menganggap Banser adalah pekerjaan. Ini kan tidak benar, Banser itu pengabdian sebab ndak digaji,” ujar Nusron ketika diundang Hanung untuk melihat preview film tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar