Konferensi Media Islam Akan Deklarasikan Kode Etik Jurnalis Muslim
Jakarta (voa-islam) -
Indonesia akan menjadi tuan rumah Konferensi Media Islam Internasional ke-2. Konferensi ini akan dilangsungkan pada 13-15 Desember mendatang di Hotel Sultan Jakarta, dan rencananya bakal dihadiri sekitar 400 peserta dari negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan juga negara non anggota OKI. Konferensi ini diharapkan bisa memberi keseimbangan informasi mengenai Islam dan masyakarat Muslim di seluruh dunia.
Konferensi akan menghadirkan 20 pembicara utama (keynote speaker) dari berbagai negara termasuk Indonesia seperti Prof DR Azyumardi Azra, Prof DR Komaruddin Hidayat, DR Alwi Dahlan dan Parni Hadi. Dijadwalkan konferensi ini akan dibuka oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Sedangkan untuk penutupannya dijadwalkan kehadiran wakil presiden.
Dalam sebuah konferensi pers di Jakarta, Sekjen Kementerian Agama, Bahrul Hayat, mengatakan, Konferensi kali ini ditujukan untuk meningkatkan kerja sama dan membentuk jejaring di antara negara Islam di bidang pengembangan informasi dan teknologi komunikasi.
“Konferensi ini tidak akan menyisipkan agenda politik. Namun tidak menutup kemungkinan, dalam konferensi tersebut akan dibahas pula masalah terorisme dan Palestina. Streotipe mengenai terorisme dan Islam itu memang diakibatkan karena adanya ketidakseimbangan informasi. Begitu juga dengan Palestina,'' kata Bahrul.
Lebih lanjut Bahrul menjelaskan, definisi media Islam yang terlibat dalam konferensi ini tidak merujuk pada identitas keagamaan. Namun labelisasi Islam di sini lebih menunjukkan media-media yang terdapat di negara-negara bermayoritas muslim.
Selain itu, konferensi ini bertujuan meningkatkan kerjasama dalam bidang media dan informasi negara-negara Islam, sehingga menghasilkan networking yang kokoh dalam upaya memajukan dan meningkatkan pengetahuan umat Islam pada umumnya, dan memajukan industri media islam pada khususnya, serta mengantisipasi persoalan-persoalan yang muncul dan merugikan umat Islam.
Sementara itu untuk konferensi ini, Pemerintah RI dalam hal ini Kementerian Agama (Kemnag) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bekerjasama dengan Rabithah Alam Islami (Ikatan Islam se-Dunia) NGO yang berpusat di Makkah, Arab Saudi. Kegiatan ini merupakan kegiatan lanjutan dari konferensi pertama yang pernah digelar pada 1980.
Konferensi Media Islam Internasional ke-1 pernah diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 1-3 September 1980 yang diikuti oleh 327 peserta dari 49 negara. Saat itu Delegasi RI diketuai oleh Menteri Penerangan RI.
Pada konferensi tahun 1980 tersebut telah dihasilkan deklarasi Jakarta yang berisi kode etik wartawan Islam; penetapan Sekjen Rabithah Alam Islami (Ali Al Harakan) sebagai Sekjen tetap Media Massa Islam sedunia yang berkedudukan di Makkah; dan Pendirian Dewan Tertinggi Penerangan Islam yang berkedudukan di Makkah. (Desastian)
MAC adakan aksi “Hell for Heroes” : Bangkit lawan hukum buatan manusia!
M. Fachry
Kamis, 3 November 2011 10:19:25
LONDON (Arrahmah.com) –
Muslim Against Crusades (MAC) kembali menggelar aksi demonstrasi yang kali ini bertajuk “Hell for Heroes”. Aksi ini menyoroti kekejaman tentara kafir Inggris terhadap kaum Muslimin di Afghanistan, Irak, dan juga penyiksaan kaum kafir AS, Inggris, dan sekutu-sekutu mereka di kamp-kamp konsentrasi penyiksaan brutal di Guantanamo, Agu Ghraib, dan lainnya. Aksi akan dilakukan di Royal Albert Hall, Kensington Gore, London pada hari Jum’at, 11 November 2011, pukul 10.00 hingga jam 12.00 siang.
Neraka buat tentara kafir Inggris
Hel for Heroes atau neraka buat para tentara kafir. Demikian tajuk aksi yang akan dilakukan oleh Muslim Against Crusades (MAC), sebuah komunitas muslim di London, Inggris. Aksi demonstrasi tersebut akan dilakukan pada hari Jum’at, 11 November 2011, di Royal Albert Hall, dimana publik Inggris pada tanggal yang sama memperingati pasukan perang mereka saat perang dunia pertama.
Bagi MAC, aksi ini dimaksudkan untuk menyoroti kekejaman tentara kafir Inggris terhadap kaum Muslimin di Afghanistan, Irak, dan juga penyiksaan kaum kafir AS, Inggris, dan sekutu-sekutu mereka di kamp-kamp konsentrasi penyiksaan brutal di Guantanamo, Agu Ghraib, dan lainnya.
Inggris juga memperingari hari tersebut, 11-11-2011 dan mempergunakannya sebagai sebuah kesempatan, khususnya AS dan Inggris, untuk meningkatkan upaya perang mereka kepada umat Islam. Satuan tentara Inggris, atau yang dikenal dengan sebutan Royal British tidak lagi dapat menutupi rahasia bahwa mereka mempergunakan hasil penjualan opium untuk keluarga korban tentara kafir mereka, melainkan juga sebagai dana kampanye di Negara-negara Muslim.
Tentara kafir Inggris bantai ribuan kaum Muslimin
Aksi yang diadakan oleh MAC juga bertujuan untuk membangkitkan kesadaran umat Islam bahwa ribuan bahkan jutaan rakyat tak berdosa, wanita, dan anak-anak kaum Muslimin terus saja dibantai oleh rezim Inggris dan Amerika dengan sadis. Penyiksaan, tindakan brutal hingga saat ini terus saja dilakukan demi mengamankan kepentingan ekonomi, militer, dan strategis para penjajah kafir, Inggris dan Amerika.
Untuk itu, MAC juga menyerukan kepada seluruh kaum Muslimin di Inggris agar tidak ikut-ikutan dalam acara tahunan yang dilakukan oleh Inggris dalam memperingati hari tersebut (Poppy Appeal). Hal ini dikarenakan Rasulullah SAW., telah melarang kita umatnya meniru orang-orang kafir dalam ritual mereka atau mensupport apapun kepada mereka. Sesungguhnya orang-orang yang mati sebagai orang kafir tempatnya adalah neraka jahannam di akhirat nanti, yakni mereka para tentara kafir yang tewas dalam pertempuran ketika memerangi kaum Muslimin.
MAC siap hadapi tantangan, serukan bangkit lawan hukum buatan manusia
MAC sebagai komunitas Muslim di Inggris yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar dan membongkar setiap kesesatan barat, telah siap menghadapi tantangan terkait aksi menentang ritual Poopy Appeal yang biasa dilakukan untuk mengenang jasa para tentara kafir Inggris.
Tidak bisa dipungkiri, aksi MAC ini akan membangkitkan reaksi keras dari media kafir Inggris, politisi, dan masyarakat umum. Namun MAC tetap maju terus dan mengingatkan agar mereka semua mau melihat dengan jernih atas kejahatan yang terus dilakukan oleh rezim militer Inggris terhadap kaum Muslimin. Kami juga sampaikan ke publik Inggris, bahwa tidak ada wajib militer di Inggris. Oleh karena itu, setiap prajurit bebas untuk memilih apakah ingin bergabung dengan tentara atau melawan , bahkan keluar dari ketentaraan jika mereka tidak ingin dikirim untuk melakukan pembunuhan dan kekacauan atas nama kebebasan dan demokrasi.
Padahal, perang yang dilaksanakan rezim kafir Inggris tidak ada kaitannya sama sekali dengan kebebasan dan demokrasi. Perang dilancarkan untuk mencegah penerapan syariat Islam secara sempurna dan untuk menjarah sumber daya alam kaum Muslimin yang sangat besar. Ini semua akibat keserakahan Negara-negara kafir barat yang perekonomian mereka semakin hancur.
Seorang antek Inggris, Mustafa Kemal At taturk, pada tanggal 3 Maret 1924, pasca Perang Dunia Pertama melakukan tindakan penghentian syariat Islam untuk pertama kalinya, dan kemudian AS dan Inggris melakukannya lagi di saat ini dengan masuk ke Afghanistan dan mencegah Taliban untuk mendirikan kembali Khilafah Islamiyah.
Untuk itu, kami juga menyerukan kaum Muslimin agar bangkit melawan hukum buatan manusia, dimanapun kalian berada. Semoga Allah SWT., mengekspos rencana-rencana musuh-musuh Islam dan kaum Muslimin dan mendukung mereka dengan ketabahan dan untuk tetap istiqomah berdiri menentang dan menghapus kejahatan hukum buatan manusia dan mereka-mereka yang berupaya menghapus cahaya agama Allah SWT., jika mereka bisa. Allahu Akbar!
(M Fachry/almuhajirun.net/arrahmah.com)
Putera Mahkota Saudi Pangeran Kegelapan
Saudi Arabia menuju kegelapan? Di tengah-tengah revolusi di dunia Arab, yang menjungkirkan para tiran, justeru putera mahkota Arab Saudi yang baru ini, memiliki kecenderungan akan menjadi tiran dan ekskutor Amerika Serikat.
Pengganti Pangeran Sultan yang meninggal di rumah sakit New York, konon seorang "algojo" Amerika, yang akan bertindak lebih keras membasmi unsur-unsur yang dituduh teroris dan ekstrimis serta radikal.
Kantornya di Riyad dilengkapi dengan kursi kayu berwarna gelap, berlapis emas, dan berbentuk persegi. Gedung itu sudah mencerminkan rasa ketakutan yang ditanamkan pada rakyat yang tinggal di ibukota Arab Saudi itu.
Beberapa tahun yang lalu, Menteri Dalam Negeri, Pangeran Nayef bin Abdul Aziz, seorang pria gempal dengan kumis rapi, disambut sekelompok sarjana Amerika. Para sarjana Amerika Serikat, menaruh perhatian kepada pangeran Arab Saudi itu. Karena, mereka sudah memprediksi kekuasaan Raja Abdullah akan jatuh ketangannya dalam beberapa tahun mendatang.
"Dia orang yang paling baik, dan orang sangat hangat yang pernah kukenal," ujar Jon Alterman, seorang ilmuwan Yahudi di Pusat Studi Strategis dan Internasional yang berbasis di Washington. "Dia calon Pangeran Manchuria, kan?", canda Alterman.
Memang, Jon Alterman tidak menggambarkan Nayef bisa bertindak dingin seperti kisah Pangeran Manchuria. Nayif memiliki karakter yang khas, dan sangat dingin dalam bertindak, tidak peduli, dan akan melakukan apa saja, walaupun banyak yang tidak menyukai. Nampaknya, dia memiliki kedekatan dengan Washington dibandingkan dengan raja-raja Arab Saudi sebelumnya.
Charles W. Freeman, Jr, seorang mantan duta besar Amerika Serikat untuk Arab Saudi, mengatakan bahwa pernah mengunjungi Nayef di Kementerian Dalam Negeri, pada satu pagi, di mana saat itu dia sedang rapat. "Dia dikenal sebagai pangeran yang penuh dengan rahasia serta bayang-bayang, karena ia bertanggung jawab atas badan intelijen," kenang Freeman, "Nayef selalu melakukan operasi pada malam hari", ujarnya.
Nayef yang menggantikan Putera Mahkota Pangeran Sultan, yang menderita kanker usus selama bertahun-tahun, dan meninggal pada 22 Oktober lalu. Nayef, nampaknya menjadi pewaris tahta kerajaan Arab Saudi, karena Raja Abdullah sekarang sudah dalam keadaan sakit-sakitan. Secara de facto penguasa Kerajaan Saudi itu, sekarang berada di tangan Pangeran Nayef, dan akan memiliki implikasi penting terhadap Washington, dan kota-kota lain di seluruh dunia.
Pejabat Gedung Putih menginginkan Arab Saudi dipimpin seorang pangeran yang dapat menciptakan suasana stabil di Riyadh. Karena para pengeran Arab Saudi itu, mereka ikut bermain di pasar global. Arab Saudi merupakan salah satu eksportir minyak terbesar di dunia - dan Arab Saudi menjadi negara paling depan dalam memerangi teroris di Timur Tengah. Amerika Serikat tidak ingin para pangeran di Arab Saudi kehilangan kekuasaan mereka, di tengah-tengah kehilangan kekuasaan para penguasa di Arab akibat revolusi.
Washington benar-benar menginginkan pengganti Raja Abdullah adalah orang yang dekat dengan Gedung Putih, dan terus dapat menjaga kepentingan Washington di Timur Tengah. Kekacauan yang melanda Arab Saudi, ini akan mempunyai dampak global, termasuk terhadap Amerika Serikat. Karena itu, sekarang perhatian Gedung Putih, dipusatkan kepada perubahan yang terjadi di Riyadh. Washington mengharapkan perubahan dan transisi kepemimpinan bisa berlangsung dengan lancar kepada Pangeran Nayef, dan tetap memiliki komitmen terhadap kepentingan strategis Amerika Serikat di kawasan itu.
Situasi politik yang sangat rentan dan tidak stabil dan perubahan yang terus berlangsung di dunia Arab, termasuk transisi di Arab Saudi sekarang ini, kemudian Amerika Serikat menggelar armada lautnya ke kawasan Teluk.
Sejumlah kapal perang dan kapal induk telah berada di kawasan itu, menjaga kemungkinan meletusnya perang terbuka dan konflik terbuka di kawasan itu, termasuk kemungkinan yang akan terjadi di Arab Saudi, nampaknya Washington sudah melakukan langkah-langkah antispasi dengan menerjukan armada lautnya di Teluk.
Situasi ini diperkeruh dengan usaha pembunuhan Duta Besar Arab Saudi di Washington oleh unsur-unsur pasukan elite Iran, yang menggunakan kartel narkoba Columbia. Ini nampaknya yang mendorong Amerika Serikat menggelar armada angkatan lautnya. Arab benar-benar geram dan kawatir atas ancaman Iran, yang sekarang memiliki kemampuan nuklir.
Revolusi di dunia Arab telah menunjukkan, para pemimpin Arab yang paling otoriterpun dapat kehilangan kekuasaan mereka atas sebuah negara. Washington, bagaimanapun menginginkan pergantian kekuasaan dari satu pangeran ke tangan pangeran lainnya di Riyadh, bisa berlangsung secara tertib.
Tetapi, sekarang menurut sumber-sumber yang dekat dengan kerajaan, banyak diantara para pangeran tidak menginginkan kekuasaan itu, jatuh ke tangan pangeran Nayef. Betapapun, diantara para pangeran di kerajaan Arab Saudi, sekarang berebut pengaruh kekuasaan, dan mereka ingin mendapatkan kekuasaan. Tidak sekadar menjadi pengeran. Para putera mahkota kerajaan tidak ingin Pangeran Nayif memonopoli kekuasaan.
Nayef dinilai tangguh dan angkuh, tetapi juga merupakan seorang Pangeran sangat dikenal oleh berbagai kalangan di Amerika, dan mampu berbicara dengan Amerika tentang isu-isu penting, seperti krisis ekonomi global. Hal itu, seperti yang digambarkan oleh bocoran dari kawat diplomatik dari WikiLeaks. Kawat rahasia yang dibocorkan oleh Wikileaks itu, menceritakan pertemuan dengan Nayif dan Menteri Keuangan Timothy Geithner, Juli 2009.
Nayef sangat dihormati di komunitas intelijen AS, karena upayanya yang agresif dalam melakukan kontra dan perang melawan terorisme, kata mantan duta besar Freeman. Nayef sejak 2009, dipilih dan mengepalai Dewan Intelijen Nasional. Sekarang kegiatan kontraterorisme Saudi telah diserahkan anaknya, Pangeran Muhammad, yang sebelumnya menjabat sebagai asisten menteri dalam negeri untuk urusan keamanan, yang memiliki reputasi sangat terkenal dikalangan pejabat keamanan di Washington.
Pangeran Nayef selaku pemegang otoritas di Kementerian Dalam Negeri mendirikan sebuah program de-radikalisasi di 2004. Dengan program de-radikalisasi itu para pejabat Arab Saudi mengeliminir mereka-mereka yang dituduh sebagai ekstremisme dan teroris. Tak kurang dari 4.000 tahanan telah melalui program ini. Mereka mendapatkan "brainwashing" alias cuci otak, dan mendapatkan doktrin agama baru, yang semua itu dibawah supervisi Amerika Serikat. Amerika Serikat sampai pada tingkat mengawasi kurikulum sekolah dan mengeliminir ajaran-ajaran agama di sekolah yang dapat menimbulkan kebencian terhadpa golongan dan agama lainnya.
Human Rights Watch Sarah Leah Whitson mengkritik program itu, menggambarkannya sebagai, "Langkah daur ulang manusia besar-besaran" dari beberapa ribu orang yang dituduh radikal dan ekstrimis, yang mengancam kekuasaan para Pangeran Arab Saudi, dan mereka yang ingin melepaskan diri dari hegemoni Amerika Serikat.
Maka Pangeran Nayef tidak terlalu banyak pilihan kecuali harus menghilangkan pengaruh kaum radikal dan ektrimis, yang bukan hanya mengancam kepentingan Amerika Serikat, tetapi juga menjadi ancaman kekuasaan dan kepentingan para pangeran Arab Saudi, yang sekarang mereka menikmati hasil kekayaan minyak yang sangat melimpah, serta menjadi sekutu Washington.
Barat sedang menanti langkah apa yang akan dilakukan oleh Nayef di masa mendatang, khususnya untuk menjaga kepentingan strategis Amerika di kawasan Timur Tengah yang kaya dengan minyak. Karena di mata Amerika Serikat, munculnya radikalisme dan ekstrimisme itu dari Arab Saudi, yang menjadi pusat dan sumber ajaran Wahabi. (mas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar