Jejak Perang Panjang Saudi di Yaman
Arrahmahnews.com – Sejak
dimulai pada 26 Maret lalu sempai sekarang operasi militer bersandi
“Badai Mematikan” yang dilancarkan Arab Saudi dan sekutunya terhadap
Yaman telah membombardir berbagai kawasan di Yaman dengan bahan peledak
sebanyak lebih dari 600 ton atau hampir setara dengan ledakan seperempat
ledakan bom atom yang meluluh lantakkan kota Hiroshima, Jepang.
Selama agresi ini, puluhan warga sipil Yaman menjadi korban keganasan perang yang dikobarkan rezim Al Saud. Namun serang-serangan itu sampai kini belum berhasil menarget Al-Hauthi, yang lebih menyedihkan seranga-serangan itu malah menarget rakyat Yaman yang tak berdosa, tempat-tempat pengungsian, perumahan penduduk, pertokohan, dan masjid.
Dalam kegeramannya Saudi mulai menggunakan senjata-senjata terlarang terhadap warga sipil Yaman. Bom kimia dan cluster mewarnai pembantai rakyat Yaman yang tak berdaya. Perang kali ini, sebenarnya bukanlah perang baru antara dua negara. Kedua negara ini sudah berkali-kali terlibat perang, berikut sejarah panjang perang Arab Saudi-Yaman;
30 Oktober 2009, kelompok Al-Houthi menduduki pangkalan militer di Jebel al-Dukhan di perbatasan antara Arab Saudi dan Yaman.
6 November 2009, militer Arab Saudi terlibat perang di perang Yaman dengan memasuki wilayah Yaman dan mebombardir posisi pertahanan Al-Houthi. Pesawat F-15 dan Tornado Angkatan Udara Arab Saudi membombardir posisi Al-Houthi di Propinsi Jazan.
Muhammad Abdussalam, Jurubicara Al-Houthi, menyatakan, “Militer Arab Saudi selain menembakkan roket dan peluru artileri, juga menggunakan bom fosfor. Aksi ini dilakukan dengan alasan bahwa instabilitas di Yaman telah menjalar ke dalam negeri Saudi.”
Televisi Al-Arabia dari perbatasan Yaman melaporkan, bentrokan di wilayah Mashraf telah merembet ke Jebel al-Dukhan.
Sementara itu, militer Arab Saudi yang berada di wilayah konflik dalam kondisi siaga penuh.
Al-Houthi dalam statemennya mengkonfirmasikan penembakan lebih dari 150 roket Arab Saudi ke wilayah utara Yaman. Kelompok ini juga menyebarkan rekaman video korban serangan roket Arab Saudi. Para korban mayoritas anak-anak dan perempuan.
19 November 2009, serangan ydara militer Arab Saudi ke Jebel al-Dukhan.
Al-Houthi mengkonfirmasikan serangan militer Arab Saudi ke pos-pos pertahanan kelompok ini di wilayah Jebel al-Dukhan, Al-Malahit, Sheda dan sejumlah desa.
Al-Houthi juga menyebarkan rekaman video kejahatan tentara Arab Saudi terhadap warga Yaman utara.
20 November 2009, serangan jet tempur Arab Saudi terhadap warga Yaman di wilayah perbatasan berlanjut.
Jet-jet tempur Arab Saudi membombardir wilayah Jebel al-Dukhan dan al-Doud di perbatasan Yaman utara dengan dalih menggempur milisi Al-Houthi.
Serangan udara ini didukung dengan tembakan mortir dan pasukan infantri.
21 November 2009, 84 kali serangan militer Arab Saudi terhadap posisi Al-Houthi.
Al-Houthi menyatakan, sebuah satuan komando Jordania ikut dalam operasi militer di Saada. Operasi tersebut gagal total dan sebagian besar komando Jordania terpaksa melarikan diri ke Arab Saudi.
Sebuah sumber militer Yaman mengkonfirmasikan dibentuknya “war room” gabungan Yaman dan Arab Saudi guna mencegah bocornya berbagai berita dan fakta perang yang disebarluaskan oleh Al-Houthi.
22 November 2009, sejumlah tentara Arab Saudi disandera Al-Houthi.
Kelompok pejuang Syiah ini menyinggung gerakan maju pasukan Arab Saudi di wilayah Jebel al-Ramih.
Upaya pasukan infantri Arab Saudi menyusup ke wilayah Yaman dihadang oleh 100 pejuang Al-Houthi. Dalam konfrontasi tersebut, militer Saudi menderita kekalahan telak. Selain banyak korban tewas, berbagai persenjataan dan perlengkapan berat juga dirampas oleh pejuang Al-Houthi.
23 November 2009, Al-Houthi memaksa militer Saudi menarik mundur pasukannya.
Gerakan maju militer Saudi ke Yaman berhasil dipatahkan oleh kelompok Al-Houthi dan menyusul kekalahan tersebut, militer Saudi hanya dapat mengerahkan pesawat tempur dan artileri membombardir kawasan Malahit, Shada, al-Haidan, dan al-Razih.
24 November 2009, Arab Saudi bertukar informasi dengan rezim Zionis Israel.
Dalam sebuah kesepakatan dengan perusahaan Israel Amich Sat-pemilik satelit mata-mata-Arab Saudi akan menerima foto-foto posisi Al-Houthi yang diambil dari satelit.
Nahrainnet melaporkan, sejumlah sumber dari Arab Saudi menyebutkan bahwa kontak antara pejabat Saudi dan Israel membahas kerjasama militer menyusul transformasi di Yaman serta mekanisme keterlibatan Saudi dalam perang dengan Al-Houthi, telah berlangsung lama sebelum perang meletus.
Dua pekan sebelum Arab Saudi terjun ke kancah perang di Yaman, perusahaan Israel Amich Sat sepakat menyuplai foto-foto posisi Al-Houthi dari satelit kepada Riyadh dan Sanaa setiap hari.
Di sisi lain, sebuah perusahaan satelit berbasis di Uni Emirat Arab juga membantu operasi teror para pemimpin Al-Houthi.
25 November 2009, militer Saudi kembali gagal menembus wilayah Yaman.
Di wilayah al-Ghawiyah, gerakan maju militer Saudi gagal dan terpaksa mundur ke pangkalannya setelah kehilangan sejumlah panser.
26 November 2009, militer Saudi lancarkan puluhan kali serangan udara.
Dalam lanjutan serangan udara militer Saudi ke berbagai kota dan desa di Yaman, sebuah kamp pengungsi warga Yaman di wilayah Gharib al-Sals, tidak luput dari bombardir pesawat tempur Saudi. Empat anggota keluarga dan seorang lainnya tewas. Serangan jet tempur Saudi ke Propinsi Saad juga menewaskan enam warga.
27 November 2009, tentara Arab Saudi lenyap.
Kementerian Pertahanan Arab Saudi mengkonfirmasikan lenyapnya sembilan personilnya dalam kontak senjata dengan Al-Houthi.
Jubir Dephan Arab Saudi memperkirakan bahwa kesembilan tentara itu disandera oleh Al-Houthi.
28 November 2009, Presiden Yaman ingin berunding dengan Al-Houthi.
Setelah pemerintah Yaman berulangkali gagal mengalahkan Al-Houthi, Presiden Yaman, Ali Abdullah Saleh menginginkan perundingan dengan kelompok tersebut.
29 November 2009, serangan Arab Saudi difokuskan ke wilayah al-Razih.
Bombardir pesawat tempur militer Arab Saudi lebih terkonsentrasikan ke wilayah al-Razih.
Helikopter Apahe Saudi menghujani wilayah Jebel al-Dukhan, Jebel al-Ramih, Jebel al-Madood, dan desa-desa sekitar, dengan roket.
30 November 2009, sebuah pesawat pengintai Arab Saudi ditembak jatuh pejuang Al-Houthi.
1 Desember 2009, Arab Saudi gunakan bom berberat ton.
Militer Arab Saudi berusaha memasuki Yaman melalui wilayah al-Shaba dan melintas di samping Jebel al-Ramih. Namun setelah bergerak maju selama satu setengah jam, pasukan Saudi terpaksa mundur setelah mendapat perlawanan hebat dari pejuang Al-Houthi.
Dalam insiden tersebut, militer Saudi menggunakan bom-bom yang beratnya dalam hitungan ton.
2 Desember 2009, Al-Houthi konfirmasikan gerakan maju militer Saudi di wilayah Jebel al-Madood. Setelah satu setengah jam bentrok, wilayah tersebut berubah menjadi kuburan massal bagi tentara Saudi. Militer Saudi mundur total dari kawasan tersebut.
4 Desember 2009, para pejuang Al-Houthi menghancurkan empat tank Arab Saudi.
Amnesti Internasional menyatakan kekhawatirannya atas penggunaan bom fosfor oleh militer Saudi di Yaman.
5 Desember 2009, pesawat tempur Saudi dalam beberapa kali serangan udara, memporak-porandakan wilayah Majz, Talh, Aali Hamidan, dan Sahar. Lahan pertanian dan kebun milik warga rusak dan terbakar.
7 Desember 2009, jet-jet tempur Saudi menyerang wilayah Tahamah tiga kali dengan menggunakan bom tandan (kluster).
9 Desember 2009, satu jet tempur Arab Saudi ditembak jatuh Al-Houthi.
Militer Saudi melancarkan 76 serangan udara yang 30 di antaranya menghantam wialayh Jebel al-Madood dan al-Ghawiyah.
Seorang tokoh opisisi Yaman, meminta seluruh warga Yaman untuk bangkit melawan dalam rangka mencegah berlanjutnya pembunuhan massa terhadap warga oleh tentara Yaman dan Arab Saudi.
Seif Ali al-Washli, juga mengimbau berbagai partai di selatan Yaman untuk bangkit melawan pemerintah dengan menggunakan berbagai sarana yang ada.
12 Desember 2009, Al-Houthi menduduki sebuah pangkalan militer Arab Saudi.
Dalam rangka membalas aksi penembakan terhadap warga sipil, para pejuang Al-Houthi merebut dan menduduki pangkalan militer Arab Saudi al-Jabir.
Seluruh persenjataan dan perlengkapan logistik di pangkalan tersebut dirampas.
13 Desember 2009, serangan udara Arab Saudi ke sebuah kamp pengungsi di Propinsi Saada menewaskan tiga perempuan dan seorang anak.
14 Desember 2009, perang di Yaman memasuki fase baru.
Setelah kemampuan maksimum militer Arab Saudi terbukti gagal menumpas Al-Houthi. Kini Amerika Serikat ikut terjun dalam perang tersebut.
Dalam langkah pertama, militer AS melancarkan 28 kali serangan udara ke Propinsi Saada, Yaman.
14 Desember 2009, menyusul memburuknya kondisi di utara dan selatan Yaman, pembangkangan di militer negara ini terus meningkat, sehingga seorang tentara Yaman secara serampangan menembak satu regu tentara yang mengakibatkan 6 orang tewas dan 6 lainnya cidera.
15 Desember 2009, anggota Dewan Kerjasama Teluk Persia (PGCC) di Kuwait mendukung agresi brutal Arab Saudi terhadap para pejuang Al-Houthi Yaman.
16 Desember 2009, akibat serangan jet-jet tempur Amerika ke sebuah markas penjara di Yaman, 120 tahanan tewas dan 44 lainnya cidera.
Jet-jet tempur Amerika juga membombardir dua masjid di kawasan Al-Thalah di Yaman dan merusak sebagian besar bangunan kedua masjid tersebut. Angkatan Udara Amerika ikut terlibat langsung dalam perang di utara Yaman dan menggunakan pelbagai senjata pemusnah massal dan terlarang terhadap warga daerah ini.
17 Desember 2009, pesawat-pesawat tempur Amerika menewaskan dua keluarga Yaman dan menghancurkan rumah-rumah tempat tinggal warga.
18 Desember 2009, jet-jet tempur Arab Saudi membombardir rakyat Yaman dengan bom kimia.
Gerakan Al-Houthi menyatakan Arab Saudi menggunakan senjata terlarang dan banyak warga sipil yang menjadi korban akibat gas beracun yang keluar dari bom-bom tersebut.
Jet-jet tempur Arab Saudi dalam serangan udaranya ke Provinsi Saada di utara Yaman telah menewaskan 54 penduduk sipil, termasuk sejumlah wanita dan anak-anak.
19 Desember 2009, pasca perintah Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh untuk menyelenggarakan perundingan nasional, gerakan Al-Houthi langsung menyerahkan draf usulan penghentian konflik di Yaman.
Berdasaskan usulan ini, pemerintah Arab Saudi harus meminta maaf secara resmi kepada Yaman dan rakyat terkait agresi mereka dan berjanji untuk tidak mencampuri lagi urusan dalam negeri Yaman.
Yahya Al-Houthi menilai syarat kedua perundingan ini adalah kembalinya kedua pihak ke meja perundingan berdasarkan nota kesepakatan Doha. Ia menyatakan, Ali Abdullah Saleh dalam perundingan menyeluruh harus mengikutsertakan kelompok Al-Houthi, kelompok penentang di selatan dan juga kelompok penentang yang dikenal dengan nama “pertemuan koalisi” guna membicarakan sejumlah masalah seperti konsistensi terhadap undang-undang dasaw, kebebasan sosial dan hak asasi manusia, berupaya untuk menyelenggarakan pemilu yang bebas dan jujur, penyusunan undang-undang yang diperlukan, pembentukan komisi independen pemilu, adanya pengawasan internasional selama setahun mendatang dan ratifikasi undang-undang desentralisasi.
19 Desember 2009, militer Arab Saudi melanjutkan agresinya terhadap rakyat Yaman dan menewaskan 54 warga sipil yang kebanyakan berasal dari wanita dan anak-anak.
23 Desember 2009, kelompok Al-Houthi menyatakan penghentian agresi Arab Saudi sebagai syarat keluarnya militer negara ini dari Yaman.
24 Desember 2009, militer Arab Saudi membombardir pelbagai daerah Yaman dengan 412 rudal.
25 Desember 2009, sebagian sumber parlemen Yaman mengkonfirmasikan koordinasi keamanan Amerika dan Arab Saudi terhadap warga Yaman dan menyatakan bahwa militer Yaman sebagai eksekutor dalam sejumlah serangan udaranya terhadap rakyat negara ini. Di hari ini militer Yaman dan Arab Saudi secara bersamaan menyerang kawasan penduduk di Provinsi Saada.
26 Desember 2009, jet-jet tempur Arab Saudi dalam agresinya ke Yaman 18 kali membombardir sejumlah daerah Saada dengan 450 rudal.
27 Desember 2009, Direktur Badan Intelijen Yaman kepada sebuah surat kabar Arab Saudi menyebut pemerintah Yaman mendapat bantuan dari Amerika.
28 Desember 2009, gerakan Al-Houthi menyebut agresi Arab Saudi terhadap warga Syiah Yaman di hari Asyura dan mengumumkan, dalam serangan ini 34 orang tewas termasuk ank-anak dan wanita sementara 4 lainnya cidera.
29 Desember 2009, para pejuang Al-Houthi menjawab aksi pembantaian warga sipil oleh militer Arab Saudi dan berhasil menguasai tidak pangkalan militer Arab Saudi.
30 Desember 2009, gerakan Al-Houthi mengkonfirmasikan kekalahan militer Arab Saudi di 5 posisi dalam konflik senjata di kelompok ini. Pemerintah Yaman berusaha mencegah tersebarnya informasi mengenai perang ini dan melakukan sensor berita ketat, bahkan dua situs yang berafiliasi ke kelompok Al-Houthi dihack.
31 Desember 2009, pesawat-pesawat tempur Arab Saudi 25 kali melanjutkan serangan ke pelbagai kawasan Saada. Sementara aksi unjuk rasa mengutuk agresi Arab Saudi dan militer Yaman terus meningkat. Ribuan orang di kota Hilla, Irak melakukan demonstrasi mengutuk pembantaian orang-orang Syiah Yaman dan menyatakan dukungannya terhadap kelompok Al-Houthi.
3 Januari 2010, Arab Saudi menyerang kawasan utara Yaman dengan artileri, rudal dan serangan udara. Dalam serangan ini saja mereka menembakkan 350 rudal.
5 Januari 2010, dalam kejahatan terbarunya terhadap rakyat Yaman, militer Arab Saudi tidak tanggung-tanggung menembakkan 480 bom cluster. Pemimpin para pejuang Al-Houthi juga menegaskan bahwa perang akan terus dilanjutkan hingga agresi Arab Saudi dan Yaman berakhir. Ditambahkannya, gerakan Al-Houthi punya kesiapan untuk melanjutkan perang masif dan dalam jangka waktu lama.
6 Januari 2010, gerakan Al-Houthi dalam pernyataannya menyinggung berlanjutnya serangan udara, rudal dan darat Arab Saudi terhadap Yaman, sekaligus mengkonfirmasikan kekalahan dan terperangkapnya militer Arab Saudi dalam strategi para pejuang Al-Houthi.
8 Januari 2010, Arab Saudi melanjutkan serangannya dengan 2.500 peluru dan rudal terhadap pelbagai kawasan di Yaman.
10 Januari 2010, seorang pemimpin gerakan Al-Houthi mengisyaratkan aksi-aksi Arab Saudi yang menggunakan orang-orang bayaran Yaman dan mengatakan, Arab Saudi setiap harinya menyerahkan 200 riyal Arab Saudi kepada tentara-tentara Yaman. Militer Arab Saudi juga menembakkan 1.370 rudal dan mortir ke sejumlah daerah di utara Yaman.
11 Januari 2010, gerakan Al-Houthi berhasil menguasai tiga pos militer Yaman.
12 Januari 2010, operasi heliborne militer Arab Saudi di Jebel al-Dukhan mengalami kekalahan dan kegagalan.
13 Januari 2010, serangan jet-jet tempur Arab Saudi ke kamp pengungsi Al-Khazain di Saada yang menyebabkan sejumlah warga tewas. Seorang pejabat Arab Saudi juga menyatakan bahwa dalam konflik bersenjata antara pasukan negaranya dengan para pejuang Al-houthi, 4 tentara Arab Saudi tewas.
15 Januari 2010, para pejuang Al-Houthi menguasai jalan internasional yang menghubungkan Yaman dan Arab Saudi.
16 Januari 2010, pasukan Arab Saudi menembakkan 2.090 rudal ke pelbagai daerah Saada. Para pejuang Al-Houthi berhasil menembak jatuh sebuah helikopter apache milik Arab Saudi di dekat daerah Al-Khuwiyah, Arab Saudi.
17 Januari 2010, jet-jet tempur Arab Saudi menebarkan pengumuman di atas kota-kota Yaman guna melemahkan semangat juang para pejuang Al-Houthi.
18 Januari 2010, militer Arab Saudi menembakkan 3.000 rudal dan mortir ke sejumlah daerah Yaman.
19 Januari 2010, jet-jet tempur Arab Saudi mengubah sebuah acara perkawinan warga menjadi neraka. Dalam sebuah operasi pengemboman di daerah-daerah penduduk di kota Razih di dekat Saada, 16 orang yang sebagian besar berasal dari anak-nak dan wanita tewas. Saat melakukan pengeboman, jet-jet tempur Arab Saudi melepaskan tembakan ke arah kumpulan orang banyak yang tengah mengikuti acara perkawinan. Pengeboman yang dilakukan mendekat zhuhur itu meluluhlantakkan sejumlah bangunan bertingkat. Arab Saudi juga menyerang sejumlah daerah penduduk Yaman dengan bom suara..
20 Januari 2010, bentrokan senjata sengit terjadi antara militer Yaman dan Arab Saudi di satu pihak dan pasukan Al-Houthi di pihak lain di daerah Jebel al-Dukhan. Dalam konfli bersenjata itu para pejuang Al-Houthi berhasil menguasai pangkalan militer di daerah al-Mujadalah.
21 Januari 2010, Militer Arab Saudi mengkonfirmasikan tewasnya 113 personilnya dalam perang dengan milisi Al-Houthi di Yaman Utara.
Salah satu komandan militer Arab Saudi, Ali Zaid Al-Khawaji menyatakan, sejak bentrokan bersenjata pertama kalinya antara militer Arab Saudi dan Al-Houthi pada November 2009 tercatat 113 tentara negara ini tewas. Salah satu korban tewas terdapat seorang perwira tinggi.
23 Januari 2010, Gerilyawan Al-Houthi menyerang markas komando militer Yaman di Saada dengan peluru mortir. Dalam statemennya Al-Houthi menegaskan bahwa gerilyawan juga menyerang front Al-Qet’ah, di kota Ketaf dan berhasil mencegah gerak laju pasukan pemerintah bahkan memukul mundur mereka. Dalam pertempuran di Al Uqab, gerilayawan Al-Houthi berhasil menghancurkan tank tentara Yaman. Militer Yaman juga kehilangan tiga tanknya yang hancur di front Al-Jabiri.
Menyusul kekalahan tersebut, militer Yaman mengerahkan pesawat-pesawat tempur untuk menggempur wilayah permukiman sipil di Saada, Damaj, Al Ammar, Al-Jabiri, Malahith, dan Ghafirah di utara negara itu. 24 Januari 2010, Pejuang Al-Houthi menyatakan militer Saudi melancarkan 18 serangan udara dalam rangkaian serangan baru ke wilayah perbatasan dengan Yaman utara.
Kelompok Al-Houthi menyatakan sedikitnya 300 roket dan peluru mortir ditembakkan ke berbagai desa Propinsi Saada hingga tengah malam.
Jum’at, Al-Houthi menyatakan berhasil memukul mundur pasukan Yaman dan menghancurkan sejumlah tank.
24 Januari 2010, para pejuang Al-Houthi berhasil menghancurkan 76 tank Arab Saudi sejak konflik meletus.
Militer Arab Saudi 15 kali membombardir kawasan Saada yang mengakibatkan tewasnya 34 orang yang kebanyakan berasal dari anak-anak dan wanita.
24 Januari 2010, Seorang pemimpin oposisi Yaman di Kanada menyebut kontradiksi pernyataan pada pejabat tinggi Arab Saudi terkait al-Houthi sebagai bukti bahwa para pejabat Riyadh telah kehilangan akal menghadapi gerilyawan di Yaman utara itu.
Mohammad Al-Bukhaiti, tokoh oposisi Yaman di Kanada mengatakan, Arab Saudi merasa gagal. Apalagi baru-baru ini 20 tentaranya ditemukan tewas di perbatasan dengan Yaman. Menurutnya, kasus al-Houthi harus dibayar mahal oleh Riyadh karena berimbas pada masalah dalam negeri Arab Saudi. Ditegaskannya bahwa pengalaman al-Houthi membuktikan bahwa kekuatan rakyat jika memiliki tekad kuat pasti akan mengukir kesuksesan.
26 Maret 2015, Sebelumnya Al-Hauthi bersama rakyat Yaman menggulingkan presiden Ali Abdullah Saleh yang memimpin selama 32 tahun. Setelah kejatuhannya Mansyur Abdul Hadi menggantikan presiden Yaman sebelumnya. Namun pemerintahannya yang diharapkan membawa perubahan, malah menjelma menjadi diktator kedua di Yaman setelah Ali Abdullah Saleh, sehingga kemarahan rakyat tidak bisa dibendung lagi.
Al-Hauthi pun mendapat dukungan dari rakyat mengambil alih instana negara dan temapat-tempat penting pemerintahan Yaman. Mansyur Abdul Hadi pun tak lama setelah itu mengundurkan diri sebagai presiden Yaman. Saudi pada tanggal 26 maret 2015 melakukan serangan ke Yaman dengan didukung beberapa negara, dan dengan dalih mengembalikan pemerintah sah Yaman.
Dan hingga detik Anda membaca laporan ini, Arab Saudi masih terus melanjutkan kebengisannya di Yaman. [ARN]
- See more at:
http://indianexpress.com/article/world/middle-east-africa/45-dead-286-injured-in-saudi-led-airstrikes-on-yemen-police-headquarters/2/#sthash.TeUlPEvz.dpuf
Rabu, 27 Mei 2015 03:37
http://indonesian.irib.ir/international/timur-tengah/item/96033-ansarullah-yaman-sambut-konferensi-jenewa
Al-Azzi yang juga menjabat ketua hubungan luar negeri Ansarullah Yaman dalam wawancaranya dengan Koran al-Akhbar, Lebanon mengatakan, gerakan rakyat ini akan hadir di Konferensi Jenewa yang digelar berdasarkan hasil Dialog Nasional dan kesepakatan damai.
Ia menambahkan, dialog dalam pandangan Ansarullah merupakan nilai kemanusiaan dan peradaban.
Sementara itu, Sadiq Abu Shawareb, anggota komisi tinggi revolusi Yaman dalam wawancaranya dengan televisi al-Hurra menanaskan, agresi Arab Saudi ke Yaman tidak menghasilkan keuntungan apa pun, karena realita yang ada di Yaman adalah gerakan rakyat menentang tokoh, anasir yang rusak dan kekuatan yang selalu kalah selama lebih dari 30 tahun.
Ia menekankan, tokoh dan kekuatan yang rusak adalah antek-antek Arab Saudi dan rezim Al Saud menguasai Yaman serta pemerintah Sanaa.
Berita lainnya dari Yaman menyebutkan, tokoh-tokoh wilayah Jabal Sabir dalam pertemuannya menyatakan dukungan mereka terhadap militer dan pasukan rakyat. Mereka juga mengungkapkan penentangannya atas agresi AS dan rezim Al Saud serta mengaskan dukukungannya terhadap militer dan komite rakyat.
Tokoh-tokoh Jabal Sabir di pertemuan ini ketika bertemu dengan perwakilan militer dan komite rakyat menekankan urgensitas pengokohan persatuan serta menentang langkah-langkah yang merusak stabilitas di Provinsi Taiz, selatan Yaman.
Para tokoh ini juga mengutuk aksi-aksi destruktif dan provokasi antek-antek Arab Saudi serta menekankan komitme menjaga kawasan mereka. (IRIB Indonesia/MF)
Arrahmahnews.com – Syaikh al-Zahir Ja’id, sekretaris jenderal Front Aksi Islam Lebanon mengatakan bahwa pembunuhan orang tak bersalah di bulan apapun adalah dosa besar, tetapi yang melakukan kekejaman tersebut selama empat bulan suci dan tanpa alasan yang dibenarkan tidak dapat diterima , ia menyatakan pandangan ini dalam sebuah wawancara dengan Rasa News Agency.
Syaikh al-Ja’id menambahkan meskipun klaim mereka sebagai “Custodians of the Two Holy Shrines” pembunuhan orang-orang Yaman oleh House of Saud menunjukkan bahwa mereka tidak menghormati bulan suci dan bahwa mereka mengabaikan perintah-perintah Allah.
“Klaim bahwa tempat suci berada dalam ancaman Ansarullah didasarkan pada ideologi ekstremis yang bersumber pada wahabisme, yang diciptakan oleh House of Saud melalui propaganda teologi palsu dan tindakan tak berdasar dan tak berarti,” jelas Syaikh al-Ja’id.
“Klaim Saudi bahwa tempat suci berada dalam ancaman Ansarullah tidak hanya sekedar propaganda, bahkan merusak rukun Islam itu sendiri dengan menyajikan Islam sebagai agama kekerasan dan kasar di mata masyarakat dunia,” tegasnya.
Syaikh al-Ja’id menambahkan bahwa klaim Arab Saudi menyerang Ansarullah tidak berdasar karena mereka telah melancarkan perang terhadap rakyat Yaman dan menargetkan infrastruktur negara miskin itu, dan semakin menyulitkan kehidupan masyarakat Yaman.
Kongres AS menyebutnya “proyek kolonial” untuk membagi Irak menjadi tiga negara merdeka, bahwa rencana ini bukan hal yang baru dan mereka tidak hanya berusaha untuk membagi Irak, tapi seluruh wilayah dan semua negara-negara Islam atas dasar Tujuan kolonialis mereka.
Mereka berencana untuk membuat perselisihan dan perpecahan demi keuntungan mereka sendiri. Seperti yang terlihat di Libya, rakyat Libya tidak memiliki perbedaan agama, tetapi karena telah disetting dengan pembagian wilayah, mereka terjebak pada konflik serius saat ini.
Sekretaris Jenderal Front Aksi Islam menguraikan peran penting ulama di Lebanon dalam meredam konflik sektarian. Dia menekankan bahwa para ulama, baik ustad, cendikiawan, dan akademisi sekuler tidak boleh berdiam diri dalam menghadapi kejahatan Arab Saudi di Yaman. Baca Lebanon bersatu melawan ekstrimisme
Dia menambahkan bahwa tugas seorang ulama adalah mengungkap kejahatan Saudi dalam agresinya ke Yaman. Menyadarkan semua pihak bahwa apa yang dilakukan Saudi di Yaman saat ini, berbahaya dan mengancam persatuan kaum muslimin dan lebih menguntungkan Zionis. [ARN]
Selama agresi ini, puluhan warga sipil Yaman menjadi korban keganasan perang yang dikobarkan rezim Al Saud. Namun serang-serangan itu sampai kini belum berhasil menarget Al-Hauthi, yang lebih menyedihkan seranga-serangan itu malah menarget rakyat Yaman yang tak berdosa, tempat-tempat pengungsian, perumahan penduduk, pertokohan, dan masjid.
Dalam kegeramannya Saudi mulai menggunakan senjata-senjata terlarang terhadap warga sipil Yaman. Bom kimia dan cluster mewarnai pembantai rakyat Yaman yang tak berdaya. Perang kali ini, sebenarnya bukanlah perang baru antara dua negara. Kedua negara ini sudah berkali-kali terlibat perang, berikut sejarah panjang perang Arab Saudi-Yaman;
30 Oktober 2009, kelompok Al-Houthi menduduki pangkalan militer di Jebel al-Dukhan di perbatasan antara Arab Saudi dan Yaman.
6 November 2009, militer Arab Saudi terlibat perang di perang Yaman dengan memasuki wilayah Yaman dan mebombardir posisi pertahanan Al-Houthi. Pesawat F-15 dan Tornado Angkatan Udara Arab Saudi membombardir posisi Al-Houthi di Propinsi Jazan.
Muhammad Abdussalam, Jurubicara Al-Houthi, menyatakan, “Militer Arab Saudi selain menembakkan roket dan peluru artileri, juga menggunakan bom fosfor. Aksi ini dilakukan dengan alasan bahwa instabilitas di Yaman telah menjalar ke dalam negeri Saudi.”
7 November 2009, militer Arab Saudi kalah telak
dalam pertempuran darat dengan Al-Houthi. Jubir Al-Houthi menyatakan,
“Para pejuang Al-Houthi berhasil memukul mundur pasukan darat dan
komando Arab Saudi serta menimbulkan kerugian besar terhadap militer
Saudi.”
“Pejuang Al-Houthi juga berhasil menyandera sejumlah pasukan Saudi serta menyita berbagai senjata dan perlengkapan militernya.”
8 November 2009, Saudi mengerahkan armada darat dan udaranya secara bersamaan.
Kelompok Al-Houthi dalam statemennya menyatakan, pesawat tempur Saudi membombardir wilayah Malahit dan desa-desa sekitar, serta menghantam pangkalan militer Ain al-Harra dengan 30 roket. Jet-jet tempur Saudi juga membombardir kawasan Shadaa, al-Hasama, al-Malahit, dan sejumlah desa lain
9 November 2009, pesawat tempur Saudi melanggar zona udara Yaman sebanyak 30 kali serta menyerang wilayah al-Malahit, al-Hasama, Shada, al-Qabas, dan al-Raqi.
9 November 2009, makar kolekfit Arab Saudi, Mesir, dan Kuwait untuk memberantas Al-Houthi.
Presiden Mesir, Hosni Mubarak dalam kontak telpon dengan Raja Arab Saudi, Abdullah bin Abdul Aziz, membahas pertempuran antara pasukan pemerintah Yaman dan Al-Houthi. Mubarak mendukung Arab Saudi menumpas Al-Houthi.
Pemeritah Kuwait secara resmi menyatakan bahwa angkatan bersenjata negara ini siap membantu militer Arab Saudi memberangus Al-Houthi.
10 November 2009, Al-Houthi menyatakan bahwa para pejuangnya berhasil menguasai sebagian wilayah Qatabir di Propinsi Saada, Yaman, serta merampas seluruh senjata dan perlengkapan logistik dari komplek militer di kawasan tersebut. Qatabir adalah sebuah wilayah utara Propinsi Saada dan termasuk dalam kawasan Jazan yang juga berbatasan dengan Arab Saudi. Ini adalah wilayah ketiga setelah Munaba dan al-Razih yang jatuh ke tangan Al-Houthi.
11 November 2009, pemerintah Yaman menandatangani kerjasama militer dengan Amerika Serikat.
Demi mencegah apa yang diklaim sebagai terorisme dan dalam rangka mewujudkan stabilitas, pemerintah Yaman menandatangani kerjasama militerdengan AS. Kerjasama ini termasuk pertukaran informasi dan pelatihan pasukan, serta persiapan personil militer Yaman.
11 November 2009, Deputi Menteri Pertahanan Arab Saudi: Riyadh melanjutkan serangannya terhadap Al-Houthi.
Amir Khaled bin Sultan menyatakan, negaranya akan membersihkan kawasan perbatasannya dari para pejuang Al-Houthi.
Di pihak lain, Al-Houthi menyebarkan rekaman video bagaimana anak-anak Yaman mengerang kesakitan hingga mati akibat terkena bom fosfor militer Saudi.
11 November 2009, Al-Houthi mengumumkan persyaratannya untuk gencatan senjata.
Jubir Al-Houthi, Muhammad Abdussalam, mengimbau pemerintah Sanaa untuk tidak bersikap rasis terhadap kelompok ini, serta mencegah keterlibatan Arab Saudi dalam perang saudara di pemerintah ini.
12 November 2009, Arab Saudi berencana mewujudkan wilayah terpisah di Yaman.
Pemimpin Al-Houthi, Abdussalam menyatakan, Arab Saudi tengah berupaya mewujudkan sebuah wilayah terpisah di Yaman.
13 November 2009, serangan darat dan udara militer Arab Saudi ke utara Yaman terus berlanjut.
Serangan udara dan darat militer Arab Saudi ke berbagai wilayah di utara Yaman terus berlanjut dan jet-jet tempur Saudi membombardir kawasan al-Malahit, al-Hasama dan berbagai desa yang terbentang di sepanjang perbatasan dengan Arab Saudi.
Penasehat Negara Arab Saudi menyatakan, negaranya mengerahkan armada udara dan artilerinya untuk memisahkan kawasan utara Yaman dengan kawasan lain hingga radius 10 kilometer.
13 November 2009, Arab Saudi merekrut kembali para veteran perangnya untuk ikut membasmi Al-Houthi.
Panglima Pasukan Penjaga Perbatasan Arab Saudi di wilayah Jizan selatan merekrut kembali seluruh veteran perangnya untuk membantu militer Saudi dalam memerangi Al-Houthi.
Pada saat yang sama, pusat komando militer Saudi menginstruksikan seluruh kapal perangnya untuk memblokade perairan di utara Yaman.
Serangan udara militer Saudi tak kunjung berhenti.
14 November 2009, Angkatan Laut Arab Saudi memblokade perairan utara Yaman.
Penasehat Negara Arab Saudi menyatakan, Riyadh memblokade perairan utara Yaman demi mencegah masuknya suplai persenjataan dari Laut Merah.
Menlu Yaman, Abu Bakar Al-Qirbi, dalam wawancaranya dengan koran Al-Ahram terbitan Kairo mengaku bahwa Sanaa memiliki kerjasama erat dengan Amerika Serikat dalam menumpas Al-Houthi.
15 November 2009, Arab Saudi melipat gandakan personilnya dekat perbatasan Yaman.
Sumber militer Arab Saudi dalam wawancara dengan koran trans-regional Al-Sharq Al-Awsat menyatakan, militer Saudi telah mengerahkan tentaranya dalam jumlah besar ke perbatasan dengan Yaman.
Satuan pasukan terjun payung juga dikerahkan untuk membantu operasi penyisiran di kawasan.
Pesawat tempur Saudi membombardir kawasan Al-Malahit, Shada, dan Haidan.
16 November 2009, Arab Saudi mempersempit blokadenya di perairan utara Yaman.
Angkatan Laut Arab Saudi memblokade pelabuhan Midi dengan alasan mencegah penyelundupan senjata. Kapal-kapal perang Saudi berpatroli di sekitar pelabuhan Midi.
Pemerintah Arab Saudi mengklaim para pejuang Al-Houthi mendapatkan suplai senjata yang disusupkan melalui Eritrea.
17 November 2009, serangan udara Saudi semakin sadis.
Dalam sehari, militer Saudi telah menembakkan 40 roket ke wilayah al-Razih, al-Malahit, dan Shada.
18 November 2009, Arab Saudi menempatkan pasukannya di wilayah pegunungan yang berbatasan dengan Yaman.“Pejuang Al-Houthi juga berhasil menyandera sejumlah pasukan Saudi serta menyita berbagai senjata dan perlengkapan militernya.”
8 November 2009, Saudi mengerahkan armada darat dan udaranya secara bersamaan.
Kelompok Al-Houthi dalam statemennya menyatakan, pesawat tempur Saudi membombardir wilayah Malahit dan desa-desa sekitar, serta menghantam pangkalan militer Ain al-Harra dengan 30 roket. Jet-jet tempur Saudi juga membombardir kawasan Shadaa, al-Hasama, al-Malahit, dan sejumlah desa lain
9 November 2009, pesawat tempur Saudi melanggar zona udara Yaman sebanyak 30 kali serta menyerang wilayah al-Malahit, al-Hasama, Shada, al-Qabas, dan al-Raqi.
9 November 2009, makar kolekfit Arab Saudi, Mesir, dan Kuwait untuk memberantas Al-Houthi.
Presiden Mesir, Hosni Mubarak dalam kontak telpon dengan Raja Arab Saudi, Abdullah bin Abdul Aziz, membahas pertempuran antara pasukan pemerintah Yaman dan Al-Houthi. Mubarak mendukung Arab Saudi menumpas Al-Houthi.
Pemeritah Kuwait secara resmi menyatakan bahwa angkatan bersenjata negara ini siap membantu militer Arab Saudi memberangus Al-Houthi.
10 November 2009, Al-Houthi menyatakan bahwa para pejuangnya berhasil menguasai sebagian wilayah Qatabir di Propinsi Saada, Yaman, serta merampas seluruh senjata dan perlengkapan logistik dari komplek militer di kawasan tersebut. Qatabir adalah sebuah wilayah utara Propinsi Saada dan termasuk dalam kawasan Jazan yang juga berbatasan dengan Arab Saudi. Ini adalah wilayah ketiga setelah Munaba dan al-Razih yang jatuh ke tangan Al-Houthi.
11 November 2009, pemerintah Yaman menandatangani kerjasama militer dengan Amerika Serikat.
Demi mencegah apa yang diklaim sebagai terorisme dan dalam rangka mewujudkan stabilitas, pemerintah Yaman menandatangani kerjasama militerdengan AS. Kerjasama ini termasuk pertukaran informasi dan pelatihan pasukan, serta persiapan personil militer Yaman.
11 November 2009, Deputi Menteri Pertahanan Arab Saudi: Riyadh melanjutkan serangannya terhadap Al-Houthi.
Amir Khaled bin Sultan menyatakan, negaranya akan membersihkan kawasan perbatasannya dari para pejuang Al-Houthi.
Di pihak lain, Al-Houthi menyebarkan rekaman video bagaimana anak-anak Yaman mengerang kesakitan hingga mati akibat terkena bom fosfor militer Saudi.
11 November 2009, Al-Houthi mengumumkan persyaratannya untuk gencatan senjata.
Jubir Al-Houthi, Muhammad Abdussalam, mengimbau pemerintah Sanaa untuk tidak bersikap rasis terhadap kelompok ini, serta mencegah keterlibatan Arab Saudi dalam perang saudara di pemerintah ini.
12 November 2009, Arab Saudi berencana mewujudkan wilayah terpisah di Yaman.
Pemimpin Al-Houthi, Abdussalam menyatakan, Arab Saudi tengah berupaya mewujudkan sebuah wilayah terpisah di Yaman.
13 November 2009, serangan darat dan udara militer Arab Saudi ke utara Yaman terus berlanjut.
Serangan udara dan darat militer Arab Saudi ke berbagai wilayah di utara Yaman terus berlanjut dan jet-jet tempur Saudi membombardir kawasan al-Malahit, al-Hasama dan berbagai desa yang terbentang di sepanjang perbatasan dengan Arab Saudi.
Penasehat Negara Arab Saudi menyatakan, negaranya mengerahkan armada udara dan artilerinya untuk memisahkan kawasan utara Yaman dengan kawasan lain hingga radius 10 kilometer.
13 November 2009, Arab Saudi merekrut kembali para veteran perangnya untuk ikut membasmi Al-Houthi.
Panglima Pasukan Penjaga Perbatasan Arab Saudi di wilayah Jizan selatan merekrut kembali seluruh veteran perangnya untuk membantu militer Saudi dalam memerangi Al-Houthi.
Pada saat yang sama, pusat komando militer Saudi menginstruksikan seluruh kapal perangnya untuk memblokade perairan di utara Yaman.
Serangan udara militer Saudi tak kunjung berhenti.
14 November 2009, Angkatan Laut Arab Saudi memblokade perairan utara Yaman.
Penasehat Negara Arab Saudi menyatakan, Riyadh memblokade perairan utara Yaman demi mencegah masuknya suplai persenjataan dari Laut Merah.
Menlu Yaman, Abu Bakar Al-Qirbi, dalam wawancaranya dengan koran Al-Ahram terbitan Kairo mengaku bahwa Sanaa memiliki kerjasama erat dengan Amerika Serikat dalam menumpas Al-Houthi.
15 November 2009, Arab Saudi melipat gandakan personilnya dekat perbatasan Yaman.
Sumber militer Arab Saudi dalam wawancara dengan koran trans-regional Al-Sharq Al-Awsat menyatakan, militer Saudi telah mengerahkan tentaranya dalam jumlah besar ke perbatasan dengan Yaman.
Satuan pasukan terjun payung juga dikerahkan untuk membantu operasi penyisiran di kawasan.
Pesawat tempur Saudi membombardir kawasan Al-Malahit, Shada, dan Haidan.
16 November 2009, Arab Saudi mempersempit blokadenya di perairan utara Yaman.
Angkatan Laut Arab Saudi memblokade pelabuhan Midi dengan alasan mencegah penyelundupan senjata. Kapal-kapal perang Saudi berpatroli di sekitar pelabuhan Midi.
Pemerintah Arab Saudi mengklaim para pejuang Al-Houthi mendapatkan suplai senjata yang disusupkan melalui Eritrea.
17 November 2009, serangan udara Saudi semakin sadis.
Dalam sehari, militer Saudi telah menembakkan 40 roket ke wilayah al-Razih, al-Malahit, dan Shada.
Televisi Al-Arabia dari perbatasan Yaman melaporkan, bentrokan di wilayah Mashraf telah merembet ke Jebel al-Dukhan.
Sementara itu, militer Arab Saudi yang berada di wilayah konflik dalam kondisi siaga penuh.
Al-Houthi dalam statemennya mengkonfirmasikan penembakan lebih dari 150 roket Arab Saudi ke wilayah utara Yaman. Kelompok ini juga menyebarkan rekaman video korban serangan roket Arab Saudi. Para korban mayoritas anak-anak dan perempuan.
19 November 2009, serangan ydara militer Arab Saudi ke Jebel al-Dukhan.
Al-Houthi mengkonfirmasikan serangan militer Arab Saudi ke pos-pos pertahanan kelompok ini di wilayah Jebel al-Dukhan, Al-Malahit, Sheda dan sejumlah desa.
Al-Houthi juga menyebarkan rekaman video kejahatan tentara Arab Saudi terhadap warga Yaman utara.
20 November 2009, serangan jet tempur Arab Saudi terhadap warga Yaman di wilayah perbatasan berlanjut.
Jet-jet tempur Arab Saudi membombardir wilayah Jebel al-Dukhan dan al-Doud di perbatasan Yaman utara dengan dalih menggempur milisi Al-Houthi.
Serangan udara ini didukung dengan tembakan mortir dan pasukan infantri.
21 November 2009, 84 kali serangan militer Arab Saudi terhadap posisi Al-Houthi.
Al-Houthi menyatakan, sebuah satuan komando Jordania ikut dalam operasi militer di Saada. Operasi tersebut gagal total dan sebagian besar komando Jordania terpaksa melarikan diri ke Arab Saudi.
Sebuah sumber militer Yaman mengkonfirmasikan dibentuknya “war room” gabungan Yaman dan Arab Saudi guna mencegah bocornya berbagai berita dan fakta perang yang disebarluaskan oleh Al-Houthi.
22 November 2009, sejumlah tentara Arab Saudi disandera Al-Houthi.
Kelompok pejuang Syiah ini menyinggung gerakan maju pasukan Arab Saudi di wilayah Jebel al-Ramih.
Upaya pasukan infantri Arab Saudi menyusup ke wilayah Yaman dihadang oleh 100 pejuang Al-Houthi. Dalam konfrontasi tersebut, militer Saudi menderita kekalahan telak. Selain banyak korban tewas, berbagai persenjataan dan perlengkapan berat juga dirampas oleh pejuang Al-Houthi.
23 November 2009, Al-Houthi memaksa militer Saudi menarik mundur pasukannya.
Gerakan maju militer Saudi ke Yaman berhasil dipatahkan oleh kelompok Al-Houthi dan menyusul kekalahan tersebut, militer Saudi hanya dapat mengerahkan pesawat tempur dan artileri membombardir kawasan Malahit, Shada, al-Haidan, dan al-Razih.
24 November 2009, Arab Saudi bertukar informasi dengan rezim Zionis Israel.
Dalam sebuah kesepakatan dengan perusahaan Israel Amich Sat-pemilik satelit mata-mata-Arab Saudi akan menerima foto-foto posisi Al-Houthi yang diambil dari satelit.
Nahrainnet melaporkan, sejumlah sumber dari Arab Saudi menyebutkan bahwa kontak antara pejabat Saudi dan Israel membahas kerjasama militer menyusul transformasi di Yaman serta mekanisme keterlibatan Saudi dalam perang dengan Al-Houthi, telah berlangsung lama sebelum perang meletus.
Dua pekan sebelum Arab Saudi terjun ke kancah perang di Yaman, perusahaan Israel Amich Sat sepakat menyuplai foto-foto posisi Al-Houthi dari satelit kepada Riyadh dan Sanaa setiap hari.
Di sisi lain, sebuah perusahaan satelit berbasis di Uni Emirat Arab juga membantu operasi teror para pemimpin Al-Houthi.
25 November 2009, militer Saudi kembali gagal menembus wilayah Yaman.
Di wilayah al-Ghawiyah, gerakan maju militer Saudi gagal dan terpaksa mundur ke pangkalannya setelah kehilangan sejumlah panser.
26 November 2009, militer Saudi lancarkan puluhan kali serangan udara.
Dalam lanjutan serangan udara militer Saudi ke berbagai kota dan desa di Yaman, sebuah kamp pengungsi warga Yaman di wilayah Gharib al-Sals, tidak luput dari bombardir pesawat tempur Saudi. Empat anggota keluarga dan seorang lainnya tewas. Serangan jet tempur Saudi ke Propinsi Saad juga menewaskan enam warga.
27 November 2009, tentara Arab Saudi lenyap.
Kementerian Pertahanan Arab Saudi mengkonfirmasikan lenyapnya sembilan personilnya dalam kontak senjata dengan Al-Houthi.
Jubir Dephan Arab Saudi memperkirakan bahwa kesembilan tentara itu disandera oleh Al-Houthi.
28 November 2009, Presiden Yaman ingin berunding dengan Al-Houthi.
Setelah pemerintah Yaman berulangkali gagal mengalahkan Al-Houthi, Presiden Yaman, Ali Abdullah Saleh menginginkan perundingan dengan kelompok tersebut.
29 November 2009, serangan Arab Saudi difokuskan ke wilayah al-Razih.
Bombardir pesawat tempur militer Arab Saudi lebih terkonsentrasikan ke wilayah al-Razih.
Helikopter Apahe Saudi menghujani wilayah Jebel al-Dukhan, Jebel al-Ramih, Jebel al-Madood, dan desa-desa sekitar, dengan roket.
30 November 2009, sebuah pesawat pengintai Arab Saudi ditembak jatuh pejuang Al-Houthi.
1 Desember 2009, Arab Saudi gunakan bom berberat ton.
Militer Arab Saudi berusaha memasuki Yaman melalui wilayah al-Shaba dan melintas di samping Jebel al-Ramih. Namun setelah bergerak maju selama satu setengah jam, pasukan Saudi terpaksa mundur setelah mendapat perlawanan hebat dari pejuang Al-Houthi.
Dalam insiden tersebut, militer Saudi menggunakan bom-bom yang beratnya dalam hitungan ton.
2 Desember 2009, Al-Houthi konfirmasikan gerakan maju militer Saudi di wilayah Jebel al-Madood. Setelah satu setengah jam bentrok, wilayah tersebut berubah menjadi kuburan massal bagi tentara Saudi. Militer Saudi mundur total dari kawasan tersebut.
4 Desember 2009, para pejuang Al-Houthi menghancurkan empat tank Arab Saudi.
Amnesti Internasional menyatakan kekhawatirannya atas penggunaan bom fosfor oleh militer Saudi di Yaman.
5 Desember 2009, pesawat tempur Saudi dalam beberapa kali serangan udara, memporak-porandakan wilayah Majz, Talh, Aali Hamidan, dan Sahar. Lahan pertanian dan kebun milik warga rusak dan terbakar.
7 Desember 2009, jet-jet tempur Saudi menyerang wilayah Tahamah tiga kali dengan menggunakan bom tandan (kluster).
9 Desember 2009, satu jet tempur Arab Saudi ditembak jatuh Al-Houthi.
Militer Saudi melancarkan 76 serangan udara yang 30 di antaranya menghantam wialayh Jebel al-Madood dan al-Ghawiyah.
Seorang tokoh opisisi Yaman, meminta seluruh warga Yaman untuk bangkit melawan dalam rangka mencegah berlanjutnya pembunuhan massa terhadap warga oleh tentara Yaman dan Arab Saudi.
Seif Ali al-Washli, juga mengimbau berbagai partai di selatan Yaman untuk bangkit melawan pemerintah dengan menggunakan berbagai sarana yang ada.
12 Desember 2009, Al-Houthi menduduki sebuah pangkalan militer Arab Saudi.
Dalam rangka membalas aksi penembakan terhadap warga sipil, para pejuang Al-Houthi merebut dan menduduki pangkalan militer Arab Saudi al-Jabir.
Seluruh persenjataan dan perlengkapan logistik di pangkalan tersebut dirampas.
13 Desember 2009, serangan udara Arab Saudi ke sebuah kamp pengungsi di Propinsi Saada menewaskan tiga perempuan dan seorang anak.
14 Desember 2009, perang di Yaman memasuki fase baru.
Setelah kemampuan maksimum militer Arab Saudi terbukti gagal menumpas Al-Houthi. Kini Amerika Serikat ikut terjun dalam perang tersebut.
Dalam langkah pertama, militer AS melancarkan 28 kali serangan udara ke Propinsi Saada, Yaman.
14 Desember 2009, menyusul memburuknya kondisi di utara dan selatan Yaman, pembangkangan di militer negara ini terus meningkat, sehingga seorang tentara Yaman secara serampangan menembak satu regu tentara yang mengakibatkan 6 orang tewas dan 6 lainnya cidera.
15 Desember 2009, anggota Dewan Kerjasama Teluk Persia (PGCC) di Kuwait mendukung agresi brutal Arab Saudi terhadap para pejuang Al-Houthi Yaman.
16 Desember 2009, akibat serangan jet-jet tempur Amerika ke sebuah markas penjara di Yaman, 120 tahanan tewas dan 44 lainnya cidera.
Jet-jet tempur Amerika juga membombardir dua masjid di kawasan Al-Thalah di Yaman dan merusak sebagian besar bangunan kedua masjid tersebut. Angkatan Udara Amerika ikut terlibat langsung dalam perang di utara Yaman dan menggunakan pelbagai senjata pemusnah massal dan terlarang terhadap warga daerah ini.
17 Desember 2009, pesawat-pesawat tempur Amerika menewaskan dua keluarga Yaman dan menghancurkan rumah-rumah tempat tinggal warga.
18 Desember 2009, jet-jet tempur Arab Saudi membombardir rakyat Yaman dengan bom kimia.
Gerakan Al-Houthi menyatakan Arab Saudi menggunakan senjata terlarang dan banyak warga sipil yang menjadi korban akibat gas beracun yang keluar dari bom-bom tersebut.
Jet-jet tempur Arab Saudi dalam serangan udaranya ke Provinsi Saada di utara Yaman telah menewaskan 54 penduduk sipil, termasuk sejumlah wanita dan anak-anak.
19 Desember 2009, pasca perintah Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh untuk menyelenggarakan perundingan nasional, gerakan Al-Houthi langsung menyerahkan draf usulan penghentian konflik di Yaman.
Berdasaskan usulan ini, pemerintah Arab Saudi harus meminta maaf secara resmi kepada Yaman dan rakyat terkait agresi mereka dan berjanji untuk tidak mencampuri lagi urusan dalam negeri Yaman.
Yahya Al-Houthi menilai syarat kedua perundingan ini adalah kembalinya kedua pihak ke meja perundingan berdasarkan nota kesepakatan Doha. Ia menyatakan, Ali Abdullah Saleh dalam perundingan menyeluruh harus mengikutsertakan kelompok Al-Houthi, kelompok penentang di selatan dan juga kelompok penentang yang dikenal dengan nama “pertemuan koalisi” guna membicarakan sejumlah masalah seperti konsistensi terhadap undang-undang dasaw, kebebasan sosial dan hak asasi manusia, berupaya untuk menyelenggarakan pemilu yang bebas dan jujur, penyusunan undang-undang yang diperlukan, pembentukan komisi independen pemilu, adanya pengawasan internasional selama setahun mendatang dan ratifikasi undang-undang desentralisasi.
19 Desember 2009, militer Arab Saudi melanjutkan agresinya terhadap rakyat Yaman dan menewaskan 54 warga sipil yang kebanyakan berasal dari wanita dan anak-anak.
23 Desember 2009, kelompok Al-Houthi menyatakan penghentian agresi Arab Saudi sebagai syarat keluarnya militer negara ini dari Yaman.
24 Desember 2009, militer Arab Saudi membombardir pelbagai daerah Yaman dengan 412 rudal.
25 Desember 2009, sebagian sumber parlemen Yaman mengkonfirmasikan koordinasi keamanan Amerika dan Arab Saudi terhadap warga Yaman dan menyatakan bahwa militer Yaman sebagai eksekutor dalam sejumlah serangan udaranya terhadap rakyat negara ini. Di hari ini militer Yaman dan Arab Saudi secara bersamaan menyerang kawasan penduduk di Provinsi Saada.
26 Desember 2009, jet-jet tempur Arab Saudi dalam agresinya ke Yaman 18 kali membombardir sejumlah daerah Saada dengan 450 rudal.
27 Desember 2009, Direktur Badan Intelijen Yaman kepada sebuah surat kabar Arab Saudi menyebut pemerintah Yaman mendapat bantuan dari Amerika.
28 Desember 2009, gerakan Al-Houthi menyebut agresi Arab Saudi terhadap warga Syiah Yaman di hari Asyura dan mengumumkan, dalam serangan ini 34 orang tewas termasuk ank-anak dan wanita sementara 4 lainnya cidera.
29 Desember 2009, para pejuang Al-Houthi menjawab aksi pembantaian warga sipil oleh militer Arab Saudi dan berhasil menguasai tidak pangkalan militer Arab Saudi.
30 Desember 2009, gerakan Al-Houthi mengkonfirmasikan kekalahan militer Arab Saudi di 5 posisi dalam konflik senjata di kelompok ini. Pemerintah Yaman berusaha mencegah tersebarnya informasi mengenai perang ini dan melakukan sensor berita ketat, bahkan dua situs yang berafiliasi ke kelompok Al-Houthi dihack.
31 Desember 2009, pesawat-pesawat tempur Arab Saudi 25 kali melanjutkan serangan ke pelbagai kawasan Saada. Sementara aksi unjuk rasa mengutuk agresi Arab Saudi dan militer Yaman terus meningkat. Ribuan orang di kota Hilla, Irak melakukan demonstrasi mengutuk pembantaian orang-orang Syiah Yaman dan menyatakan dukungannya terhadap kelompok Al-Houthi.
3 Januari 2010, Arab Saudi menyerang kawasan utara Yaman dengan artileri, rudal dan serangan udara. Dalam serangan ini saja mereka menembakkan 350 rudal.
5 Januari 2010, dalam kejahatan terbarunya terhadap rakyat Yaman, militer Arab Saudi tidak tanggung-tanggung menembakkan 480 bom cluster. Pemimpin para pejuang Al-Houthi juga menegaskan bahwa perang akan terus dilanjutkan hingga agresi Arab Saudi dan Yaman berakhir. Ditambahkannya, gerakan Al-Houthi punya kesiapan untuk melanjutkan perang masif dan dalam jangka waktu lama.
6 Januari 2010, gerakan Al-Houthi dalam pernyataannya menyinggung berlanjutnya serangan udara, rudal dan darat Arab Saudi terhadap Yaman, sekaligus mengkonfirmasikan kekalahan dan terperangkapnya militer Arab Saudi dalam strategi para pejuang Al-Houthi.
8 Januari 2010, Arab Saudi melanjutkan serangannya dengan 2.500 peluru dan rudal terhadap pelbagai kawasan di Yaman.
10 Januari 2010, seorang pemimpin gerakan Al-Houthi mengisyaratkan aksi-aksi Arab Saudi yang menggunakan orang-orang bayaran Yaman dan mengatakan, Arab Saudi setiap harinya menyerahkan 200 riyal Arab Saudi kepada tentara-tentara Yaman. Militer Arab Saudi juga menembakkan 1.370 rudal dan mortir ke sejumlah daerah di utara Yaman.
11 Januari 2010, gerakan Al-Houthi berhasil menguasai tiga pos militer Yaman.
12 Januari 2010, operasi heliborne militer Arab Saudi di Jebel al-Dukhan mengalami kekalahan dan kegagalan.
13 Januari 2010, serangan jet-jet tempur Arab Saudi ke kamp pengungsi Al-Khazain di Saada yang menyebabkan sejumlah warga tewas. Seorang pejabat Arab Saudi juga menyatakan bahwa dalam konflik bersenjata antara pasukan negaranya dengan para pejuang Al-houthi, 4 tentara Arab Saudi tewas.
15 Januari 2010, para pejuang Al-Houthi menguasai jalan internasional yang menghubungkan Yaman dan Arab Saudi.
16 Januari 2010, pasukan Arab Saudi menembakkan 2.090 rudal ke pelbagai daerah Saada. Para pejuang Al-Houthi berhasil menembak jatuh sebuah helikopter apache milik Arab Saudi di dekat daerah Al-Khuwiyah, Arab Saudi.
17 Januari 2010, jet-jet tempur Arab Saudi menebarkan pengumuman di atas kota-kota Yaman guna melemahkan semangat juang para pejuang Al-Houthi.
18 Januari 2010, militer Arab Saudi menembakkan 3.000 rudal dan mortir ke sejumlah daerah Yaman.
19 Januari 2010, jet-jet tempur Arab Saudi mengubah sebuah acara perkawinan warga menjadi neraka. Dalam sebuah operasi pengemboman di daerah-daerah penduduk di kota Razih di dekat Saada, 16 orang yang sebagian besar berasal dari anak-nak dan wanita tewas. Saat melakukan pengeboman, jet-jet tempur Arab Saudi melepaskan tembakan ke arah kumpulan orang banyak yang tengah mengikuti acara perkawinan. Pengeboman yang dilakukan mendekat zhuhur itu meluluhlantakkan sejumlah bangunan bertingkat. Arab Saudi juga menyerang sejumlah daerah penduduk Yaman dengan bom suara..
20 Januari 2010, bentrokan senjata sengit terjadi antara militer Yaman dan Arab Saudi di satu pihak dan pasukan Al-Houthi di pihak lain di daerah Jebel al-Dukhan. Dalam konfli bersenjata itu para pejuang Al-Houthi berhasil menguasai pangkalan militer di daerah al-Mujadalah.
21 Januari 2010, Militer Arab Saudi mengkonfirmasikan tewasnya 113 personilnya dalam perang dengan milisi Al-Houthi di Yaman Utara.
Salah satu komandan militer Arab Saudi, Ali Zaid Al-Khawaji menyatakan, sejak bentrokan bersenjata pertama kalinya antara militer Arab Saudi dan Al-Houthi pada November 2009 tercatat 113 tentara negara ini tewas. Salah satu korban tewas terdapat seorang perwira tinggi.
23 Januari 2010, Gerilyawan Al-Houthi menyerang markas komando militer Yaman di Saada dengan peluru mortir. Dalam statemennya Al-Houthi menegaskan bahwa gerilyawan juga menyerang front Al-Qet’ah, di kota Ketaf dan berhasil mencegah gerak laju pasukan pemerintah bahkan memukul mundur mereka. Dalam pertempuran di Al Uqab, gerilayawan Al-Houthi berhasil menghancurkan tank tentara Yaman. Militer Yaman juga kehilangan tiga tanknya yang hancur di front Al-Jabiri.
Menyusul kekalahan tersebut, militer Yaman mengerahkan pesawat-pesawat tempur untuk menggempur wilayah permukiman sipil di Saada, Damaj, Al Ammar, Al-Jabiri, Malahith, dan Ghafirah di utara negara itu. 24 Januari 2010, Pejuang Al-Houthi menyatakan militer Saudi melancarkan 18 serangan udara dalam rangkaian serangan baru ke wilayah perbatasan dengan Yaman utara.
Kelompok Al-Houthi menyatakan sedikitnya 300 roket dan peluru mortir ditembakkan ke berbagai desa Propinsi Saada hingga tengah malam.
Jum’at, Al-Houthi menyatakan berhasil memukul mundur pasukan Yaman dan menghancurkan sejumlah tank.
24 Januari 2010, para pejuang Al-Houthi berhasil menghancurkan 76 tank Arab Saudi sejak konflik meletus.
Militer Arab Saudi 15 kali membombardir kawasan Saada yang mengakibatkan tewasnya 34 orang yang kebanyakan berasal dari anak-anak dan wanita.
24 Januari 2010, Seorang pemimpin oposisi Yaman di Kanada menyebut kontradiksi pernyataan pada pejabat tinggi Arab Saudi terkait al-Houthi sebagai bukti bahwa para pejabat Riyadh telah kehilangan akal menghadapi gerilyawan di Yaman utara itu.
Mohammad Al-Bukhaiti, tokoh oposisi Yaman di Kanada mengatakan, Arab Saudi merasa gagal. Apalagi baru-baru ini 20 tentaranya ditemukan tewas di perbatasan dengan Yaman. Menurutnya, kasus al-Houthi harus dibayar mahal oleh Riyadh karena berimbas pada masalah dalam negeri Arab Saudi. Ditegaskannya bahwa pengalaman al-Houthi membuktikan bahwa kekuatan rakyat jika memiliki tekad kuat pasti akan mengukir kesuksesan.
26 Maret 2015, Sebelumnya Al-Hauthi bersama rakyat Yaman menggulingkan presiden Ali Abdullah Saleh yang memimpin selama 32 tahun. Setelah kejatuhannya Mansyur Abdul Hadi menggantikan presiden Yaman sebelumnya. Namun pemerintahannya yang diharapkan membawa perubahan, malah menjelma menjadi diktator kedua di Yaman setelah Ali Abdullah Saleh, sehingga kemarahan rakyat tidak bisa dibendung lagi.
Al-Hauthi pun mendapat dukungan dari rakyat mengambil alih instana negara dan temapat-tempat penting pemerintahan Yaman. Mansyur Abdul Hadi pun tak lama setelah itu mengundurkan diri sebagai presiden Yaman. Saudi pada tanggal 26 maret 2015 melakukan serangan ke Yaman dengan didukung beberapa negara, dan dengan dalih mengembalikan pemerintah sah Yaman.
Dan hingga detik Anda membaca laporan ini, Arab Saudi masih terus melanjutkan kebengisannya di Yaman. [ARN]
45 dead, 286 injured in Saudi-led airstrikes on Yemen police headquarters
Witnesses said jets also bombed a naval base in the western Hodeida province controlled by the Houthis.
- Comments
By: Associated Press | Sanaa |
Updated: May 28, 2015 9:04 am
death toll, middle east turmoil, international news, news”
width=”759″ height=”422″ /> People stand by a crater and a house
damaged by a Saudi-led airstrike in Sanaa, Yemen, Wednesday, May 27,
2015. (Source: AP)[/caption]
The war, as well as a Saudi-led air and sea blockade of the country, also have caused widespread shortages of fuel, water, food and medical supplies. Earlier this week, the international humanitarian group Oxfam warned that some 16 million people in Yemen don’t have access to clean water. Half a million people have been displaced across the country.
Journalists also have been a target following the Houthis seizing Sanaa in September, taking over government institutions and ministries.
In the most recent incident, two young Yemeni journalists, Abdullah Qabil and Youssef al-Ayzari, were found dead after Houthis detained them while covering fighting in the city of Dhamar, south of Sanaa, according to the country’s Press Syndicate. The syndicate said the two were led by Houthis on Wednesday to a site struck by Saudi-led airstrikes.
The syndicate held the Houthis responsible for their deaths, saying it is part of their campaign against the press. Many of Yemen’s daily and weekly newspapers have been suspended since September. Some journalists have fled the country and the offices of television networks owned by rivals to the Houthis were raided and shut down.
The airstrikes have devastated rebel positions, ammunition depots and bases, but largely has failed to stop the Houthis. Fighters allied to Hadi did manage Tuesday to recapture the strategic city of Dhale, located near Aden.
On Wednesday, Aden residents said mobile phone service had been cut and that fighting intensified on its outskirts. In the city of Taiz, a mortar shell hit a bus stop, killing four civilians and wounding over 15, officials said.
The war, as well as a Saudi-led air and sea blockade of the country, also have caused widespread shortages of fuel, water, food and medical supplies. Earlier this week, the international humanitarian group Oxfam warned that some 16 million people in Yemen don’t have access to clean water. Half a million people have been displaced across the country.
Journalists also have been a target following the Houthis seizing Sanaa in September, taking over government institutions and ministries.
In the most recent incident, two young Yemeni journalists, Abdullah Qabil and Youssef al-Ayzari, were found dead after Houthis detained them while covering fighting in the city of Dhamar, south of Sanaa, according to the country’s Press Syndicate. The syndicate said the two were led by Houthis on Wednesday to a site struck by Saudi-led airstrikes.
The syndicate held the Houthis responsible for their deaths, saying it is part of their campaign against the press. Many of Yemen’s daily and weekly newspapers have been suspended since September. Some journalists have fled the country and the offices of television networks owned by rivals to the Houthis were raided and shut down.
The airstrikes have devastated rebel positions, ammunition depots and bases, but largely has failed to stop the Houthis. Fighters allied to Hadi did manage Tuesday to recapture the strategic city of Dhale, located near Aden.
On Wednesday, Aden residents said mobile phone service had been cut and that fighting intensified on its outskirts. In the city of Taiz, a mortar shell hit a bus stop, killing four civilians and wounding over 15, officials said.
First Published on: May 28, 2015 9:02 amSingle Page Format
45 dead, 286 injured in Saudi-led airstrikes on Yemen police headquarters
Witnesses said jets also bombed a naval base in the western Hodeida province controlled by the Houthis.
http://world.einnews.com/article/267790279/q0P4nQPupc8KMtw4
People look at a car
destroyed by Saudi-led airstrikes in Sanaa, Yemen, Wednesday, May 27, 2015.
(Source: AP)
By: Associated Press |
Sanaa | Updated: May 28, 2015 9:04 am
Saudi-led
airstrikes struck a headquarters for police commandos in Yemen’s capital
Wednesday, killing at least 45 people gathered there to prepare to fight
against forces loyal to the country’s exiled president, Shiite rebels said.
Hundreds
had been gathered at the site, close to Sanaa’s presidential palace, to receive
weapons while others loitered in the grass and under trees before the strike,
three men there told The Associated Press. There also were militiamen there
from the ranks of the Shiite rebels, known as Houthis, many of them wearing
traditional Yemeni clothes, they said.
The
bombs and missiles demolished at least three buildings in the complex, damaged
armoured vehicles and set weapons depots ablaze, many having explosions for at
least an hour afterward.
Related
The
Houthi-controlled Health Ministry said in a statement that the strikes killed
at least 45 members of the security forces and wounded at least 286. The main
Houthi satellite news channel gave a similar death toll, saying it was expected
to rise.
The
three men, along with security officials describing the attack, spoke on
condition of anonymity because they were not authorized to speak to
journalists.
Across
the country Wednesday, the ministry said violence killed another 96 people and
wounded 276, without breaking down civilian casualties.
Witnesses
said jets also bombed a naval base in the western Hodeida province controlled
by the Houthis. Saudi and allied jets also bombed the northern Houthi
strongholds of Saada and Hajjah, witnesses said.
The
attacks are part a military campaign launched March 26 to try and restore
internationally recognized President Abed Rabbo Mansour Hadi, now living in
exile in neighboring Saudi Arabia. The strikes target the Houthis and their
allies, which include forces loyal to ousted President Ali Abdullah.
In
a new report Wednesday, World Health Organization chief Margaret Chan said that
Yemen’s conflict has killed up to 2,000 people and wounded 8,000, including
hundreds of women and children. She did not specify how many of the dead were
civilian.
Recent
UN estimates have said that at least 1,037 civilians, including 130 women and
234 children, have been killed in the fighting.
Chan
also said that the killings sometimes included whole families, giving the
example of a 65-year-old woman named Fathiya who lost 13 members of her family
in an attack that left her the only guardian of three surviving grandchildren.
- See more at: http://indianexpress.com/article/world/middle-east-africa/45-dead-286-injured-in-saudi-led-airstrikes-on-yemen-police-headquarters/#sthash.suJbh1J8.dpuf
People look at a car destroyed by Saudi-led airstrikes in
Sanaa, Yemen, Wednesday, May 27, 2015. (Source: AP)
By: Associated Press |
Sanaa | Updated: May 28, 2015 9:04 am
death
toll, middle east turmoil, international news, news” width=”759″ height=”422″
/> People stand by a crater and a house damaged by a Saudi-led airstrike in
Sanaa, Yemen, Wednesday, May 27, 2015. (Source: AP)[/caption]
The
war, as well as a Saudi-led air and sea blockade of the country, also have
caused widespread shortages of fuel, water, food and medical supplies. Earlier
this week, the international humanitarian group Oxfam warned that some 16
million people in Yemen don’t have access to clean water. Half a million people
have been displaced across the country.
Journalists
also have been a target following the Houthis seizing Sanaa in September,
taking over government institutions and ministries.
In
the most recent incident, two young Yemeni journalists, Abdullah Qabil and
Youssef al-Ayzari, were found dead after Houthis detained them while covering
fighting in the city of Dhamar, south of Sanaa, according to the country’s
Press Syndicate. The syndicate said the two were led by Houthis on Wednesday to
a site struck by Saudi-led airstrikes.
The
syndicate held the Houthis responsible for their deaths, saying it is part of
their campaign against the press. Many of Yemen’s daily and weekly newspapers
have been suspended since September. Some journalists have fled the country and
the offices of television networks owned by rivals to the Houthis were raided
and shut down.
The
airstrikes have devastated rebel positions, ammunition depots and bases, but
largely has failed to stop the Houthis. Fighters allied to Hadi did manage
Tuesday to recapture the strategic city of Dhale, located near Aden.
On
Wednesday, Aden residents said mobile phone service had been cut and that
fighting intensified on its outskirts. In the city of Taiz, a mortar shell hit
a bus stop, killing four civilians and wounding over 15, officials said.
First Published on: May 28, 2015
9:02 amSingle
Page Format
- See more at: http://indianexpress.com/article/world/middle-east-africa/45-dead-286-injured-in-saudi-led-airstrikes-on-yemen-police-headquarters/2/#sthash.TeUlPEvz.dpuf
Rabu, 27 Mei 2015 03:37
http://indonesian.irib.ir/international/timur-tengah/item/96033-ansarullah-yaman-sambut-konferensi-jenewa
Ansarullah Yaman Sambut Konferensi Jenewa
Hussein al-Azzi, anggota gerakan rakyat Ansarullah Yaman
menyambut Konferensi Jenewa untuk mencari solusi bagi krisis di negara
ini.
Al-Azzi yang juga menjabat ketua hubungan luar negeri Ansarullah Yaman dalam wawancaranya dengan Koran al-Akhbar, Lebanon mengatakan, gerakan rakyat ini akan hadir di Konferensi Jenewa yang digelar berdasarkan hasil Dialog Nasional dan kesepakatan damai.
Ia menambahkan, dialog dalam pandangan Ansarullah merupakan nilai kemanusiaan dan peradaban.
Sementara itu, Sadiq Abu Shawareb, anggota komisi tinggi revolusi Yaman dalam wawancaranya dengan televisi al-Hurra menanaskan, agresi Arab Saudi ke Yaman tidak menghasilkan keuntungan apa pun, karena realita yang ada di Yaman adalah gerakan rakyat menentang tokoh, anasir yang rusak dan kekuatan yang selalu kalah selama lebih dari 30 tahun.
Ia menekankan, tokoh dan kekuatan yang rusak adalah antek-antek Arab Saudi dan rezim Al Saud menguasai Yaman serta pemerintah Sanaa.
Berita lainnya dari Yaman menyebutkan, tokoh-tokoh wilayah Jabal Sabir dalam pertemuannya menyatakan dukungan mereka terhadap militer dan pasukan rakyat. Mereka juga mengungkapkan penentangannya atas agresi AS dan rezim Al Saud serta mengaskan dukukungannya terhadap militer dan komite rakyat.
Tokoh-tokoh Jabal Sabir di pertemuan ini ketika bertemu dengan perwakilan militer dan komite rakyat menekankan urgensitas pengokohan persatuan serta menentang langkah-langkah yang merusak stabilitas di Provinsi Taiz, selatan Yaman.
Para tokoh ini juga mengutuk aksi-aksi destruktif dan provokasi antek-antek Arab Saudi serta menekankan komitme menjaga kawasan mereka. (IRIB Indonesia/MF)
Ulama Sunni Mengutuk Agresi Saudi dI Yaman
http://arrahmahnews.com/2015/05/17/ulama-sunni-mengutuk-agresi-saudi-di-yaman/
Arrahmahnews.com – Syaikh al-Zahir Ja’id, sekretaris jenderal Front Aksi Islam Lebanon mengatakan bahwa pembunuhan orang tak bersalah di bulan apapun adalah dosa besar, tetapi yang melakukan kekejaman tersebut selama empat bulan suci dan tanpa alasan yang dibenarkan tidak dapat diterima , ia menyatakan pandangan ini dalam sebuah wawancara dengan Rasa News Agency.
Syaikh al-Ja’id menambahkan meskipun klaim mereka sebagai “Custodians of the Two Holy Shrines” pembunuhan orang-orang Yaman oleh House of Saud menunjukkan bahwa mereka tidak menghormati bulan suci dan bahwa mereka mengabaikan perintah-perintah Allah.
Dia mengomentari perang yang dilancarkan Arab Saudi atas Yaman, Islam adalah agama damai, toleransi, dan persaudaraan. Dia menambahkan bahwa Nabi Muhammad Saw dikenal karena rahmat-Nya dan kasih sayang, tetapi tindakan Arab Saudi terhadap Yaman tampaknya telah merusak citra Islam di dunia. “Dengan menginvasi negara Muslim lain, Arab Saudi telah melanggar semua prinsip-prinsip Islam,” tegasnya.Sarjana Lebanon ini, menyatakan bahwa klaim Saudi bahwa dua tempat suci di Makkah dan Madinah berada dalam ancaman “probable attacks” adalah palsu. Arab Saudi telah menabuh perang dengan kelompok perlawanan Islam Yaman (Houthi), tetapi tindakan mereka hanya menyebabkan kematian ribuan orang tak berdosa di Yaman, sementara klaim dan alasan mereka sia-sia dan dusta belaka.
“Klaim bahwa tempat suci berada dalam ancaman Ansarullah didasarkan pada ideologi ekstremis yang bersumber pada wahabisme, yang diciptakan oleh House of Saud melalui propaganda teologi palsu dan tindakan tak berdasar dan tak berarti,” jelas Syaikh al-Ja’id.
“Klaim Saudi bahwa tempat suci berada dalam ancaman Ansarullah tidak hanya sekedar propaganda, bahkan merusak rukun Islam itu sendiri dengan menyajikan Islam sebagai agama kekerasan dan kasar di mata masyarakat dunia,” tegasnya.
Syaikh al-Ja’id menambahkan bahwa klaim Arab Saudi menyerang Ansarullah tidak berdasar karena mereka telah melancarkan perang terhadap rakyat Yaman dan menargetkan infrastruktur negara miskin itu, dan semakin menyulitkan kehidupan masyarakat Yaman.
Kongres AS menyebutnya “proyek kolonial” untuk membagi Irak menjadi tiga negara merdeka, bahwa rencana ini bukan hal yang baru dan mereka tidak hanya berusaha untuk membagi Irak, tapi seluruh wilayah dan semua negara-negara Islam atas dasar Tujuan kolonialis mereka.
Mereka berencana untuk membuat perselisihan dan perpecahan demi keuntungan mereka sendiri. Seperti yang terlihat di Libya, rakyat Libya tidak memiliki perbedaan agama, tetapi karena telah disetting dengan pembagian wilayah, mereka terjebak pada konflik serius saat ini.
Sekretaris Jenderal Front Aksi Islam menguraikan peran penting ulama di Lebanon dalam meredam konflik sektarian. Dia menekankan bahwa para ulama, baik ustad, cendikiawan, dan akademisi sekuler tidak boleh berdiam diri dalam menghadapi kejahatan Arab Saudi di Yaman. Baca Lebanon bersatu melawan ekstrimisme
Dia menambahkan bahwa tugas seorang ulama adalah mengungkap kejahatan Saudi dalam agresinya ke Yaman. Menyadarkan semua pihak bahwa apa yang dilakukan Saudi di Yaman saat ini, berbahaya dan mengancam persatuan kaum muslimin dan lebih menguntungkan Zionis. [ARN]
Analisa peta politik revolusi Suriah
dan tangan-tangan tersembunyi yang bermain di belakang Layar
Muhib Al-Majdi Rabu, 23 Rajab 1433 H / 13 Juni
2012 06:03
http://www.arrahmah.com/read/2012/06/13/20888-analisa-peta-politik-revolusi-suriah-dan-tangan-tangan-tersembunyi-yang-bermain-di-belakang-layar.html
Ilustrasi
- Analisa peta politik revolusi Suriah dan tangan-tangan tersembunyi yang
bermain di belakang Layar
(Arrahmah.com) – Revolusi muslim sunni melawan
rezim Nushairiyah Suriah terus berjalan walau pembantaian demi pembantaian keji
dilakukan oleh militer rezim Asad yang didukung oleh Syiah Iran, Syiah Lebanon,
Syiah Irak dan komunis Rusia.
Negara-negara salibis Barat dan rezim-rezim Arab boneka Barat
di kawasan Timur Tengah juga berkepentingan dengan konflik di Suriah. Mereka
ingin memastikan tumbangnya rezim Suriah tidak mengganggu eksistensi negara
zionis Yahudi dan tidak menyebabkan tegaknya daulah Islamiyah yang menerapkan
syariat Islam di Suriah.
Sementara bagi umat Islam Suriah, tumbangnya rezim
Nushairiyah dan penegakan pemerintahan muslim sunni yang menerapkan syariat
Islam adalah harga mati. Mujahidin dari berbagai kelompok saat ini berjihad di
garis depan demi membela rakyat muslim Suriah dan meruntuhkan rezim
Nushairiyah.
Salah satu kelompok jihad di Palestina, Tanzhim Fatah Al-Islam,
menurunkan analisa politik dan militer seputar masa depan revolusi rakyat
muslim sunni di Suriah. Berikut ini terjemahan lengkap analisa tersebut.
***
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
Divisi Politik Gerakan Fatah Al-Islam
السلام عليكم
ورحمة الله وبركاته
Analisa Politik Tentang Revolusi Suriah dan Pertarungan
Tangan-tangan Tersembunyi
Segala puji bagi Allah Rabb seluruh alam. Shalawat dan salam
senantiasa dilimpahkan kepada pemimpin seluruh utusan Allah, keluarganya, dan
sahabat-sahabatnya. Wa ba’du…
(note: arab springs melanda Libya-Tunisia-Suriah-Mesir...?? Tetapi kenapa tidak kepada Saudi Arabia-Kuwait-Bahrain yg lebih tidak demokrasi dibanding yang lainnya..??)
Angin topan revolusi Suriah hampir memasuki sudah mendekati
tahun pertamanya dan skalanya selalu meningkat dan terus berlanjut, sementara
rezim Suriah terus melawan terpaan angin topan itu dengan struktur
pemerintahannya yang masih baku tanpa mengalami perubahan yang bisa disebutkan.
Revolusi Suriah berawal dengan mengusung slogan menumbangkan
rezim Suriah dan mengembalikan kebebasan serta kehormatan. Sementara itu rezim
Suriah mulai memberangus secara biadab revolusi tersebut dengan cara memainkan
unsur golongan, mengancam kemungkinan terjadinya perang saudara dan perang
golongan yang mungkin terjadi di kawasan itu. Nampaknya rezim Suriah menyadari
bahwa serangan militernya terhadap rakyat hanya akan berakhir dengan kegagalan,
sehingga rezim Suriah ingin mengamankan wilayah-wilayah milik golongan
Nushairiyah. Dengan harapan tetap bisa mempertahankan negara Nushairiyah
melalui peperangan antara golongan Nushairiyah dan golongan Muslim Sunni.
Basyar Assad
Sebagian orang mungkin akan mengatakan bahwa rezim Suriah
bodoh karena menabuh genderang atas hal ini melalui pernyataan Batsinah
Sha’ban, juru bicara kelompok Nushairiyah. Namun orang yang mengikuti jalannya
revolusi Suriah akan sepenuhnya mengetahui bahwa dukungan rezim Suriah terhadap
pernyataan itu bukanlah sebuah kesia-siaan. Justru karena rezim Suriah
memerlukan hal itu dan rezim Suriah telah mempersiapkannya sebelumnya agar
mampu mengumpulkan berbagai kelompok dan golongan minoritas dalam tentara yang
melayanki kepentingan-kepentingan rezim
Suriah. Sebab rezim Suriah mengaitkan kesudahan nasib kelompok dan golongan
minoritas dengan kesudahan nasib rezim Suriah sendiri. Rezim Suriah
mempergunakan di satu sisi mempergunakan agen-agennya yang terus berkoar-koar
dari dalam kelompok-kelompok minoritas ini, dan di sisi lain rezim Suriah
mengetahui bahwa pada akhirnya, cepat atau lambat, muslim sunni yang merupakan
kelompok mayoritas di Suriah akan lepas dari tangannya.
Rakyat Suriah dari seluruh elemen telah keluar untuk
menumbangkan rezim Suriah. Namun milisi Syiah Shabihah, kelompok-kelompok dan
kaki tangan-kaki tangan loyalis rezim Suriah yang mengaku berasal dari
kelompok-kelompok revolusi baik yang berasal dari dalam Suriah maupun luar
Suriah telah sukses menjadikan jalannya revolusi mengarah kepada revolusi
golongan (muslim sunni) disertai slogan-slogan menumbangkan rezim Suriah.
Dengan demikian rezim Nushairiyah Suriah yang licik sukses
merealisasikan langkah pertama yang diinginkannya, yaitu mempertahankan anggota
kelompok-kelompok minoritas berada dalam genggamannya dan berada dalam
tentaranya; setelah rezim Suriah meraih kesuksesan besar dalam menanamkan rasa
takut kepada kelompok muslim sunni dalam jiwa kelompok-kelompok minoritas
tersebut. Barangkali pembelotan dari tentara nasional yang hanya dilakukan oleh
tentara muslim sunni lantas membuat kelompok Tentara Kebebasan Suriah
menguatkan analisa ini.
Sambutan yang sangat cerdik dari rezim Nushairiyah Suriah dan
para loyalisnya ini membuat kagum kekuatan internasional, baik kekuatan
kapitalis maupun sosialis, sekaligus mengingatkan kedua kekuatan internasional
tersebut atas beberapa hal yang bisa mereka manfaatkan jika revolusi Suriah
berubah menjadi perang antar kelompok.
Oleh karenanya, mendorong revolusi Suriah menjadi perang
antar kelompok menjadi sebuah kebutuhan bagi dua kekuatan internasional ini,
meskipun pandangan militer kekuatan kapitalis Barat dan sosialis Timur berbeda
atas persoalan revolusi Suriah. Kekuatan Barat pimpinan Amerika memandang
permasalahan itu dari sudut pandang hegemoni rezim kelompok Nushairiyah Suriah
atas salah satu kawasan baru Timur Tengah. Sementara kekuatan Timur pimpinan
Rusia dan Cina memandang revolusi Suriah jika berubah menjadi perang antar
kelompok dari sudut pandang melindungi pengaruh-pengaruh dan
kepentingan-kepentingan keduanya, bahkan boleh jadi dari sudut pandang ‘saya
ada atau saya tidak ada’ karena hegemoni Barat atas kawasan itu berarti
berakhirnya pengaruh Rusia di sana.
Di antara keuntungan-keuntungan yang bisa dipetik oleh Barat
adalah:
- Keamanan eksistensi negara zionis Yahudi yang tengah terancam dan kemampuan untuk memukul balik ancaman itu serta membangun dinding penghalang yang tinggi untuk membendung gelombang ancaman yang snagat berbahaya tersebut. Sebab, peperangan antar kelompok di Suriah akan menguras habis kekuatan kedua belah pihak yang berperang dan memecah-belah negara. Hal itu akan menyebabkan negara zionis Yahudi menduduki singgasana kekuatan di kawasan Timur Tengah.
- Jaminan revolusi Suriah tidak merembet lebih jauh dari keadaannya saat ini, karena bangsa-bangsa Arab lainnya akan berpikir seribu kali sebelum melakukan revolusi terhadap rezim-rezim pemerintahannya, karena takut mengalami peperangan yang serupa dengan perang di Suriah. Hal ini membuat pemerintahan negara-negara Arab mendukung perang antar golongan di Suriah ini dan kekuatan Barat akan mendapat manfaat dari pemerintahan negara-negara Arab yang menjadi kacung-kacung Barat.
- Membagi-bagi wilayah yang telah terbagi-bagi adalah salah satu poin terpenting planning Timur Tengah Baru. Perang antar kelompok apapun akan membuat AS bisa menghemat dan mempercepat banyak jalan demi merealisasikan planning jahat tersebut.
- Perang antar kelompok biasanya berlangsung dalam waktu yang lama. Dengan demikian kawasan itu akan menjadi pasar besar penjualan senjata yang akan memakmurkan ekonomi Barat, yang tengah terperosok jatuh, dengan mengorbankan bangsa-bangsa muslim.
- Semua negara yang berbatasan langsung dengan Suriah adalah negara-negara sekutu Barat. Otomatis negara-negara tersebut akan mendukung planning Barat dan ‘menyembelih’ peperangan demi mengamankan planning Barat. Hal ini menginterpretasikan sikap Liga Arab yang mengulur-ulur solusi apapun untuk krisis Suriah, karena Liga Arab berharap terjadi dinding tertutup (jalan buntu) sehingga memaksa Suriah terpeleset dalam perang antar kelompok.
- Perang antar kelompok memberikan pihak kapitalis kesempatan untuk ‘cuci gudang” anggaran perang melawan pihak sosialis, karena perang tersebut menjadi ajang pertempuran ‘perwakilan’ yang sangat menentukan.
- Jika perang antar kelompok di Suriah merembet ke negara-negara Arab lainnya, maka proyek Timur Tengah Baru telah tercapai secara sempurna dalam pandangan AS.
Amerika dan Rusia
Di antara keuntungan yang bisa dipetik oleh kekuatan Timur
Sosialis:
- Rusia mengetahui bahwa tumbangnya rezim Nushairiyah Suriah akan menyebabkan Rusia dan di belakangnya pihak Timur kehilangan sekutu terbesar dan pasar senjata terbesar bagi mereka di kawasan Timur Tengah. Rusia dan kekuatan Timur akan kehilangan salah satu kartu penting untuk menekan Barat karena rezim Suriah selama ini menguasai bagian kawasan yang terpisah dan menjamin keamanan eksistensi negara zionis Yahudi. Oleh karena itu Rusia menganggap sangat perlu terjadinya perang antar kelompok yang membuat Suriah terbagi-bagi, agar Rusia tetap memiliki sekutu di kawasan Timur Tengah.
- Pihak Timur Sosialis juga memerlukan kesempatan untuk menggenjot anggaran melawan Barat, terutama pada masa-masa terakhir ini di mana terjadi beberapa konflik antara kedua belah pihak.
- Iran sebagai sekutu pihak Timur Sosialis memerlukan Suriah agar terus dikuasai oleh rezim Nushairiyah yang loyal kepada Rusia. Rezim Nushairiyah Suriah merupakan sayap kekuatan negara Syiah Iran guna mengancam keamanan negara zionis Yahudi. Jika rezim Nushairiyah Suriah tumbang, maka Iran kehilangan sayap untuk mengancam negara zionis Yahudi, dan hal itu akan mempercepat serangan (Barat atau zionis Yahudi) terhadap proyek senjata nuklir Iran.
- Perang antar kelompok membuka pasar perdagangan senjata bagi Rusia dan Iran, sebab perang seperti itu akan menghabiskan senjata dalam jumlah yang sangat besar.
- Wilayah Suriah akan dibagi-bagi antara sekutu pihak Timur Sosialis dengan musuh, yaitu pihak Barat. Artinya kekayaan negara itu akan dibagi antara pihak kapitalis Barat dan sosialis Timur.
Rusia dan Cina telah mengetahui sepenuhnya urgensi perang
seperti ini, sehingga mereka bekerja untuk memperpanjang usia rezim Suriah.
Sebab tumbangnya rezim Suriah akan mencerai-beraikan ‘mimpi-mimpi’ Rusia dan
Cina. Maka Rusia dan Cina menggunakan hak veto di Dewan Keamanan PBB untuk
menghalangi sanksi internasional apapun yang akan dijatuhkan kepada rezim
Nushairiyah Suriah. Sikap Rusia dan Cina itu secara lahiriah memang membuat AS
dan Barat tidak senang, namun diam-diam sikap itu menggembirakan AS dan Barat
karena panjang usia rezim Nushairiyah Suriah juga menjadi tujuan mereka demi
merealisasikan planning jahat mereka. Jadi pandangan kedua belah pihak sama
tentang urgensi menyeret Suriah kepada peperangan antar kelompok dengan
mempertahankan rezim Nushairiyah selama mungkin.
Nampak sekali bahwa pihak sosialis Timur mendukung kelompok
Rafidhah (rezim Nushairiyah Suriah, milisi Syiah Shabihah dan milisi Syiah
Hizbul Lata Lebanon, pent) dan mempersenjatai mereka secara lebih luas lagi.
Keteguhan rezim Suriah, para pejabatnya dan sekutunya di Iran, Irak, dan
Lebanon di atas satu sikap hanyalah bukti mereka yakin bahwa pihak
sosialis Timur tidak akan membiarkan mereka berperang sendirian dan menyerahkan
‘perisai’nya untuk mereka pergunakan.
Sebaliknya, pihak Barat akan mendukung pembantu-pembantunya
dari kelompok Sunni untuk menghadapi kelompok Rafidhah. Namun pihak Barat
kehilangan pihak yang siap menerjuni kancah peperangan melawan sekutu-sekutu
Rusia dan Cina. Maka pihak Barat membuat Dewan Peralihan Nasional Suriah. Pihak
Barat juga menyelesaikan masalah kelemahan dan tiadanya pengaruh Dewan Peralihan
terhadap realita di lapangan dengan cara menekan Tentara Kebebasan Suriah dan
mengaitkan dukungan kepada Tentara Kebebasan dengan kesiapan Tentara Kebebasan
untuk tunduk di bawah bendera Dewan Peralihan Nasional. Dan inilah yang saat
ini terjadi.
Kedua belah pihak semakin perlu untuk menarik kawasan Suriah
kepada peperangan ‘lewat perantaraan’ ini pada waktu-waktu terakhir ini karena
tebalnya ‘file-file’ yang menggantung di antara kedua belah pihak. Sikap AS dan
Barat yang mendukung Taiwan, menerapkan banyak persyaratan bagi barang-barang
ekspor dari Cina, dan menuntut Cina untuk menaikkan harga mata uangnya, belum
lagi niat jahat AS terhadap Korea Utara, telah membuat Cina tidak bisa tinggal
diam. Tekanan AS dan Barat terhadap Iran dan penempatan rudal-rudal AS di Eropa
tanpa mengindahkan kepentingan-kepentingan Rusia telah membuat ‘beruang’ Rusia
terbangun dari tidur musim dinginnya akibat ‘asap’ yang ditimbulkan dari bawah
‘salju’ Moskow.
Intinya, kekuatan-kekuatan besar yang bertarung tidak siap
jika suasananya berubah menjadi kancah peperangan yang bisa saja berkembang
menjadi perang nuklir. Maka kekuatan-kekuatan besar tersebut membuat
kesepakatan dengan rezim Nushairiyah Suriah yang telah menghadiahkan di atas
nampan emas negeri Suriah kepada mereka agar mereka bisa menjadikan sebagian
wilayah Suriah sebagai ajang pertempuran yang telah mereka tunggu-tunggu.
Kelompok Nushairiyah menginginkan kembali sebuah negara
Nushairiyah jika mereka kehilangan kekuasaan atas Negara Suriah. Secara
sederhana, kesepakatan ketiga belah pihak tersebut adalah pihak kapitalis Barat
member tenggang waktu lebih lama kepada rezim Nushairiyah Suriah. Pihak komunis
Timur akan mendukung rezim Nushairiyah Suriah. Sementara rezim Nushairiyah
Suriah akan menjadikan revolusi rakyat sebagai perang antar kelompok
(Nushairiyah-Syiah melawan ahlus sunnah) yang dengannya mereka bisa mendirikan
sebuah negara Nushairiyah di daerah-daerah yang dikuasai oleh kelompok
Nushairiyah, yaitu pegunungan Alawiyin dari wilayah Akar di Suriah Selatan sampai
pegunungan Thurus di Suriah Utara serta seluruh wilayah pantai Suriah.
Sungguh sebuah kekeliruan jika kita menganggap bahwa
pergerakan Kapal Induk Rusia menuju pelabuhan Tharsus dan ancaman para pejabat
Rusia terhadap Barat dan Amerika dari sikap mengabaikan kepentingan-kepentingan
Rusia adalah bertujuan untuk memancing kemarahan Barat. Masalahnya lebih besar
dari itu semua. Rusia, misalnya, rela menanggung kerugian dari dilengserkannya
Moammar Qaddafi, tanpa Rusia mengirimkan kapal induknya ke Tripoli, Libia.
Realitanya, Suriah dikelilingi oleh rezim-rezim yang mendukung rezim Suriah,
berbeda halnya dengan Libia yang dikelilingi oleh negara-negara di mana
revolusi rakyat meraih kemenangan dan rezim-rezimnya memusuhi rezim Qaddafi.
Kajian terhadap sejarah pertarungan negara-negara besar sejak
awal abad 20 M membuat kita menarik kesimpulan apa yang mungkin terjadi di
Suriah jika revolusi Suriah berubah menjadi perang antar kelompok. Sejak lama
negara-negara Arab pasca runtuhnya khilafah Utsmaniyah menjadi ajang peperangan
di antara negara-negara besar. Terutama setelah Perang Dunia Kedua, sebab
kawasan Arab sebelum perang dunia kedua berada dalam kekuasaan penjajah Barat
semata dan saat itu pihak komunis Timur belum memiliki eksistensi yang bisa
disebutkan di kawasan tersebut.
Oleh karenanya Uni Soviet berusaha mencari tempat berpijak
walau sempit agar setelahnya mampu melebarkan sayap dan menguasai kawasan Timur
Tengah saat kekuatan Barat meninggalkan kawasan tersebut. Uni Soviet pun segera
mendukung eksistensi negara zionis dan mendukungnya dengan segala bentuk
dukungan, karena menginginkan posisi penting di kawasan itu. Memang benar
negara zionis Yahudi dilahirkan oleh rahim Barat, namun bidan yang
mengeluarkannya ke kehidupan alam nyata adalah Uni Soviet dengan membuka pintu
migrasi ke Palestina dan mengakui secara resmi negara zionis Yahudi di
Persatuan Bangsa-Bangsa agar mampu melindunginya. Uni Soviet termasuk negara
pertama yang mengakui eksistensi negara zionis Yahudi yang dinamakan Israel
itu.
Hanyasaja keberpihakan zionis Yahudi kepada pihak Barat
menghalangi kesuksesan planning pihak sosialis Timur di kawasan Timur Tengah.
Sampai akhirnya muncul mendiang jagal Jamal Abdun Nashir dengan revolusi
militernya, nasionalisasi terusan Sues, dan keberpihakannya kepada pihak
sosialis Timur demi mencari bantuan pihak Timur. Pada saat itulah Uni
Soviet mengulurkan bantuan kepada Abdun Nashir. Arah revolusi Abdun
Nashir yang menginduk kepada sosialis Timur membuat Uni Soviet memiliki peluang
emas untuk mengembangkan sayap kekuasaannya melalui pintu gerbang Mesir, negara
terbesar di kawasan Timur Tengah.
Uni Soviet memberikan bantuan secara total kepada Abdun
Nashir, sampai-sampai Uni Soviet mengancam akan menghantam Paris dan London
dengan senjata atom jika keduanya tidak menghentikan serangan terhadap Mesir
pada masa berlangsungnya serangan segitiga (Israel-Inggris-Prancis) terhadap
Mesir tahun 1956 M. Uni Soviet juga mengendorkan hubungan eratnya dengan negara
zionis Yahudi dengan menjaga kemungkinan tetap bisa memperbaiki hubungan
tersebut.
Setelah terjadi revolusi militer Jamal Abdun Nashir,
kemunduran kekuatan penjajah Barat setelah perang dunia kedua, dan banyak
negara Arab yang baru saja meraih ‘kemerdekaan’ condong kepada blok Uni Soviet
dan sosialisme, maka pihak sosialis/komunis Timur mulai menjadi saingan
sesungguhnya bagi blok kapitalis Barat di kawasan Arab. Sejak itu kawasan Arab
menjadi ajang perebutan pengaruh dan ‘cuci gudang’ anggaran antara kedua blok
selama masa Perang Dingin yang merupakan kelanjutan dari perang dunia kedua.
Masa perang dingin antara kedua blok di negara-negara Arab
terbagi menjadi dua periode:
a. Periode sebelum runtuhnya Uni Soviet, diwarnai dengan
banyak pertarungan ‘secara perwakilan’ antara kedua blok.
b. Periode setelah runtuhnya Uni Soviet, dimana pertarungan
terbatas antara blok kapitalis Barat melawan blok Rusia —sebagai pewaris Uni
Soviet— dan sekutunya, Cina.
Sebelum runtuh, Uni Soviet memihak Mesir dalam perang 1956 M
melawan blok Barat. Uni Soviet juga memihak Arab dalam kekalahan perang 1967 M
melawan Israel dan Barat. Pada tahun 1967 M itu juga, Uni Soviet mendukung
revolusi Yaman melawan Inggris. Pada perang 1973 M, Uni Soviet memihak Arab
saat Barat memihak zionis Yahudi. Hal yang sama dilakukan oleh Uni Soviet saat
zionis Yahudi melakukan invasi militer terhadap Lebanon pada tahun 1982 M.
Setelah Uni Soviet runtuh pada tahun 1991 M, Rusia sebagai
pewarisnya memihak Irak dalam perang Teluk melawan pasukan multinasional pimpinan
AS. Pada tahun 2003 M, Uni Soviet menentang invasi militer Barat pimpinan AS
terhadap rezim Shadam Husain. Perang ‘melalui perwakilan’ yang terakhir terjadi
di kawasan Timur Tengah adalah perang antara kelompok Hizbullah (baca: Hizbul
Lata, pent) Lebanon sekutu blok Timur melawan zionis Yahudi sekutu blok Barat.
Dalam seluruh perang ‘melalui wakil’ yang terjadi di kawasan
Timur Tengah, pelakunya adalah bangsa Arab sekutu blok Timur melawan zionis
Yahudi sekutu blok Barat, kecuali perang AS atas Irak yang dilakukan oleh AS
langsung. Persekutuan Uni Soviet dengan bangsa Barat sebenarnya bukan didasari
atas kecintaan kepada bangsa Arab dan kebencian kepada zionis Yahudi, melainkan
semata-mata untuk merealisasikan ambisi-ambisi dan kepentingan-kepentingan Uni
Soviet.
Jika kita sedikit menarik memori kita ke belakang, kepada
perang Korea 1950 M, perang Vietnam 1956 M, krisis Kuba 1962 M dan perang
Afghanistan 1979 M, plus peperangan-peperangan antara kedua blok di kawasan
Timur Tengah, maka kita melihat dengan jelas bahwa peperangan antara
bangsa-bangsa biasanya berakhir dengan kesepakatan pembagian wilayah dan
kekuasaan antara kedua belah blok dan sekutunya yang berperang di atas jutaan
manusia yang tewas. Kedua blok memberikan dukungan politik dan militer, sementara
rakyat mengorbankan nyawa, harta, dan negara mereka sebagai harga dari dukungan
politik dan militer tersebut.
Inilah hal yang akan terjadi di Suriah jika konflik berubah
menjadi perang antar kelompok. Terlebih berlabuhnya Kapal Induk Rusia di pelabuhan
Tarsus mengingatkan kita dengan perang Vietnam, di mana kapal Induk Uni Soviet
memberikan dukungan kepada sekutunya, Vietnam Utara berdekatan dengan kapal
induk Amerika Serikat yang juga memberikan dukungan kepada sekutunya, Vietnam
Selatan. Kami ingin mengingatkan bahwa kami sengaja memaparkan cukup panjang
tentang sejarah peperangan pada masa di kawasan ini, supaya kita bisa memahami
dan mengerti dengan baik perjalanan peristiwa dan alur sejarah, agar kita bisa
memetik pelajaran darinya.
Pada peperangan-peperangan ‘melalui wakil’ yang telah lalu
selalu terjadi perimbangan dengan terbaginya perang antara pihak utara dan
selatan atau Arab sekutu komunis Timur dengan zionis Yahudi sekutu Barat;
dengan kawasan pertempuran yang terbatas.
Adapun peperangan saat ini perimbangan perang tidak seperti
perimbangan pada peperangan-peperangan lain, karena kekuatan internasional
menginginkan peperangan ini sebagai peperangan agama antara Ahlus sunnah dan
Rafidhah. Adapaun kawasan pertempurannya terbuka lebar, sebab dalam semua
negara Islam termasuk di dalamnya kawasan semenanjung Arab, terdapat kelompok
Rafidhah dan ahlus sunnah.
Dunia internasional, terkhusus Barat, mengetahui sepenuhnya
pengertian perang agama. Perang agama biasanya berlangsung sengit dalam jangka
waktu yang panjang, dan meninggalkan dendam dalam jiwa melebihi segala bentuk
peperangan lainnya. Pada tahun 1618 M meletus peperangan agama antara pemeluk
Katolik dan Protestan sehingga merobek-robek bangsa Eropa. Perang itu dikenal
dengan sebutan perang tiga puluh tahun, karena ia berlagsung sampai tahun 1648
M. Jika peperangan seperti ini terjadi di negara kita, maka seluruh negeri kaum
muslimin akan terobek-robek, wallahu a’lam.
Sesungguhnya tidak adanya kekuatan Islam yang sesungguhnya
[1] akan memberikan kesempatan emas bagi blok Barat dan blok Timur untuk
menerapkan skenario perang tiga puluh tahun terhadap negara kita.
Mungkin ada orang yang akan mengatakan bahwa susunan kelompok
di Suriah jauh dari scenario seperti itu dan kita tengah hidup dalam periode
satu blok saja, karena blok komunis telah runtuh.
Namun kita tidak boleh lupa bahwa Syiah Nushairiyah adalah
sebuah kekuatan militer di Suriah, menghadapi bangsa muslim Ahlus sunnah yang
tidak bersenjata. Jika Amerika Serikat memberikan dukungan kepada Tentara
Kebebasan Suriah (pro revolusi rakyat), maka yang terjadi adalah tentara (rezim
Nushairiyah) melawan tentara. Selanjutnya, sangat mungkin Hizbullah (baca:
Hizbul Lata) Lebanon yang memiliki faktor-faktor penopang tegaknya Negara
melakukan intervensi militer untuk memihak kepentingan rezim Nushairiyah [2].
Belum lagi Iran yang akan mendorong Irak untuk menerjuni kancah peperangan ini
[3]. Keterlibatan Irak melalui kekuatan militer Syiah yang menguasai negara
Irak berarti terbentuknya front Syiah Rafidhah bersatu, sejak dari Iran, Irak,
rezim Nushairiyah Suriah sampai Hizbullah di Lebanon.
Keterlibatan Irak berarti saat membagi-bagi wilayah Irak
telah tiba dan berada dalam genggaman. Inilah yang diinginkan oleh AS dari
Timur Tengah Baru. Boleh jadi penarikan mundur tentara AS dari Irak —setelah AS
mengamankan kepentingan-kepentingannya di Irak— adalah untuk member kesempatan
kepada kekuatan Syiah di Irak untuk mendukung rezim Nushairiyah Suriah melawan
Ahlus sunnah di Suriah.
Pembagian wilayah Irak merupakan tuntutan negara Syiah Iran
guna memperkuat pengaruh dan cengkeraman Iran atas Irak. Hal itu juga merupakan
tuntuan para pemimpin Rafidhah di wilayah Irak Selatan yang memang dipersiapkan
untuk memisahkan diri dari pemerintahan pusat di Baghdad. Bagi kelompok suku
Kurdi di Irak Utara, perang antar kelompok di kawasan Timur Tengah member
mereka jalan untuk melebarkan sayap kekuasaannya atas wilayah-wilayah suku
Kurdi di Suriah. Pada akhirnya, penarikan mundur tentara AS dari Irak memberi
tentara AS kesempatan untuk menerjuni perang yang sengit dan menyiapkan kondisi
bagi pelebaran sayap kekuasaan front Syiah bersenjata dari Teheran sampai
Beirut, yang didukung oleh blok komunis Timur dalam rangka merobek-robek negeri
kaum muslimin.
Pada saat yang sama, kelompok muslim ahlus sunnah di kawasan
Timur Tengah menghadapi sedikitnya bantuan. Kondisi mengenaskan yang dialami
oleh muslim ahlus sunnah di Iran dan Irak sudah menjadi rahasia umum.
Sementara umat muslim ahlus sunnah di Suriah menghadapi pembantaian setiap
hari. Adapun umat muslim ahlus sunnah di Lebanon dijepit oleh senjata kelompok
Kristen dan kelompok Syiah Rafidhah.
Penerapan skenario perang ini dan pembagian wilayah negara
antara kelompok Ahlus sunnah dan kelompok Rafidhah akan menjadikan situasi di
negara-negara front Rafidhah sebagai berikut ini:
a. Irak
Irak akan terpecah menjadi tiga negara; negara Rafidhah yang
kaya minyak di wilayah Irak Selatan, negara Ahlus sunnah yang lemah di Irak
Tengah, dan negara Kurdistan di Irak Utara. Sementara di Suriah dan Lebanon,
negara akan terbagi-bagi sesuai wilayah-wilayah dominasi masing-masing kelompok
Ahlus Sunnah atau Rafidhah. Tentunya dengan tetap terjaganya
kepentingan-kepentingan kelompok Kristen di kawasan itu.
b. Negara zionis Yahudi
Negara zionis Yahudi akan menjadi kepanjangan tangan blok
Barat dalam peperangan ini. Blok Barat akan meningkatkan ‘kecerdasan’ negara
zionis Yahudi dan sekaligus mempertahankan kekuatan kelompok Syiah Nushairiyah
di kawasan itu sebagai pisau beracun atas jantung kaum muslimin.
Nushairiyah dan zionisme adalah dua wajah bagi satu mata
uang. Sudah terkenal dalam sejarah bagaimana kelompok Syiah Nushairiyah selalu
berpihak kepada setiap penjajah yang menyerbu negeri-negeri kaum muslimin.
Dukungan zionis Yahudi kepada rezim Nushairiyah Suriah akan membuat blok Barat
senang, karena blok Barat sendiri tidak bisa menampakkan dukungannya kepada
rezim Nushairiyah Suriah secara terang-terangan, demi mempertahankan dukungan
dari sekutu-sekutunya dari kelompok Sunni.
Barangsiapa membaca surat-surat kelompok Nushairiyah kepada
penjajah Prancis selama masa penjajahan Prancis terhadap Suriah dan Lebanon,
akan mengetahui sepenuhnya bahwa permintaan zionis Yahudi sekutu Barat kepada
kelompok Alawiyah (Nushairiyah) agar mengamankan diri kepada zionis Yahudi saat
kelompok itu berada dalam kondisi terancam, bukanlah sebuah permainan belaka.
Blok Barat dan zionis Yahudi tidak menemukan sekutu di kawasan Timur Tengah
yang lebih baik daripada kelompok Nushairiyah.
Pihak penjajah Barat sangat lihai menjamin kesetiaan
antek-anteknya setelah menghinakan mereka dan mengawasi aib-aib mereka, sama
halnya dengan kelihaian penjajah Barat mengangkat para antek tersebut sebagai
penguasa-penguasa dan mentri-mentri. Pihak Barat tidak mendukung ahlus sunnah
karena kecintaan kepada ahlus sunnah dan kebencian kepada Nushairiyah. Dukungan
penjajah Barat semat-mata didasarkan kepada keinginan mengusir blok sosialis
Timur dari kawasan Timur Tengah, sehingga blok Barat bisa sendirian menguasai
kawasan tersebut dan bisa merealisasikan rencana-rencana jahatnya dalam
memberangus revolusi-revolusi rakyat, merobek-robek wilayah, dan merampok
kekayaannya. Caranya adalah melebarkan sayap kekuasaannya sepenuhnya atas
kawasan tersebut dengan tetap mempertahankan para anteknya, kelompok
Nushairiyah.
Dalam kondisi peperangan seperti itu, zionis Yahudi
mendapatkan kesempatan emas untuk mengeraskan cekikan terhadap penduduk muslim
Palestina dan mencoba mengusir mereka guna menyempurnakan rencana Yahudisasi
Palestina. Zionis Yahudi akan menjadi kekuatan Yahudi bersatu yang didukung
oleh blok Barat, berhadapan dengan kekuatan Islam yang telah terpecah-belah,
saling bermusuhan, dan memerlukan bantuan dari zionis Yahudi dan blok Barat.
Dengan demikian, upaya mengamankan perbatasan zionis Yahudi,
merealisasikan rencana-rencana jahatnya, dan melemahkan revolusi-revolusi kaum
muslimin yang telah menumbuhkan kegentaran dalam hati kekuatan Penjajah dan
memaksa zionis Yahudi dan kekuatan-kekuatan adidaya dunia baik blok Timur
maupun blok Barat untuk mengubah taktik mereka di kawasan Timur Tengah, akan
tergantung kepada terjadinya peperangan antar kelompok ini, berapapun harganya.
Terjadinya peperangan antar kelompok akan membuat zionis
Yahudi memetik banyak manfaat dari revolusi-revolusi rakyat muslim sunni yang
pada awalnya menggentarkan zionis Yahudi dan mengancam eksistensinya. Jika
perang antar kelompok tidak terjadi, maka rencana-rencana jahat zionis Yahudi
akan menemui kegagalan, dan hal itu berarti masa tumbangnya negara penjajah itu
semakin dekat.
c. Negara-negara Arab dari Samudra Hindia sampai Teluk
Persia
Negara-negara Arab dari Samudra Hindia sampai Teluk Persia
yang berevolusi akan menjadi panggung ideal dan pasar ekonomi yang besar bagi
perdagangan senjata, jika peperangan antar kelompok benar-benar terjadi di
kawasan tersebut. Seperti biasanya, berhala-berhala negara-negara Arab yaitu
rezim-rezim penguasanya akan terpecah-belah memihak blok Timur dan blok Barat,
baik secara terang-terangan maupun secara diam-diam.
Pada akhirnya, nampaknya kekuatan-kekuatan tersembunyi yang
bekerja dari belakang layar ini tetap melanjutkan efektifitas
program-programnya demi menciptakan peperangan antar kelompok. Mereka akan
berusaha mempertahankan rezim Suriah dan menjaga pemimpinnya, Bashar Asad,
meskipun di media massa mereka menampakkan dirinya sebagai pihak yang
menginginkan perlindungan bagi nyawa kaum muslimin sunni Suriah.
Rusia tidak akan mundur dari membela rezim Nushairiyah Suriah
dan menganggapnya sebagai lampu merah. Sementara blok Barat akan menjadikan
sikap Rusia dan Cina tersebut sebagai alasan untuk melakukan intervensi
langsung guna menyelesaikan konflik di Suriah. Maka siasat blok Timur terhadap
blok Barat akan tetap sama, meskipun Uni Soviet telah runtuh. Demikian pula
siasat blok Barat terhadap blok Timur masih tetap sama, karena keduanya
memiliki kesamaan siasat yaitu kerakusan dan keinginan berkuasa.
Kesimpulan:
- Jika rakyat Suriah ingin menghadang dan meruntuhkan rencana jahat kekuatan internasional ini, mereka tidak boleh mencukupkan diri dengan demonstrasi damai. Mereka harus bergerak menuju kantor-kantor pemerintahan dan mempersenjatai diri dengan senjata apapun, selain senjata akidah dan iman.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Lajnah Siyasiyah li-Tanzhim Fath Al-Islam
(Divisi
Politik Organisasi Fatah Islam)
Ahad, 5 Rabi’ul Awwal 1433 H / 29 Januari 2012 M
_____________
[1]. Aliansi rezim Nushairiyah Suriah memang didukung oleh
milisi Syiah Shabihah Suriah, milisi Hizbul Lata Lebanon, negara Syiah Itsna
‘Asyariyah Iran, negara Syiah Irak dan negara komunis Rusia. Aliansi ini
membentuk sebuah kekuatan ekonomi, politik, dan militer yang tangguh. Namun
bukan berarti tidak bisa dilawan dan dikalahkan oleh umat Islam. Saat ini di
Suriah sudah terdapat kekuatan jihad Islam yang sesungguhnya, yang mengusung
akidah Islam yang lurus dan cita-cita menegakkan khilafah Islam dan menerapkan
syariat Islam di Suriah. Di antaranya adalah kelompok jihad Jabhah An-Nushrah, yang
sering diidentifikasikan oleh banyak penamat sebagai ‘sayap Al-Qaeda’. Jabhah
An-Nushrah telah memiliki anggota di banyak wilayah Suriah dan operasi-operasi
jihadnya mengguncangkan militer rezim Nushairiyah. Selain Jabhah An-Nushrah,
terdapat beberapa kelompok mujahidin Islam lain seperti brigade Ahrar Asy-Syam,
brigade Al-Anshar, brigade Saraya At-Tauhid, dan lain-lain.
Tentara Kebebasan Suriah adalah sebuah organisasi yang
menyatukan para tentara/polisi yang disersi dan berpihak kepada revolusi rakyat
muslim Suriah. Secara umum, organisasi ini bercorak nasionalis-sekuleris. Namun
tidak semua kelompok dan satuan militer di dalamnya mengusung paham
nasionalisme-sekulerisme. Banyak kelompok dan satuan militernya yang mengusung
panji jihad fi sabilillah demi menegakkan syariat Allah dan khilafah Islamiyah.
Misalnya brigade Ubadah bin Shamit, brigade Shuqur al-Ladzikiyah, brigade Zaid
bin Haritsah, brigade Ash-Shahba’, dan banyak lainnya. Hal itu nampak jelas
dalam situs-situs resmi kelompok-kelompok dan kesatuan-kesatuan militer
tersebut.
Maka tidak seyogyanya memandang perjuangan kelompok dan
kesatuan militer tersebut sebagai perjuangan nasionalis-sekuler yang tidak
bernilai jihad fi sabilillah, hanya karena secara organisasi berada di bawah
paying Tentara Kebebasan Suriah.
[2]. Keterlibatan milisi Syiah Hizbul Lata Lebanon bersama
militer rezim Nushairiyah Suriah dalam membatai warga sipil muslim sunni Suriah
sudah menjadi rahasia umum. Media massa Suriah, Timur Tengah dan internasional
hampir setiap hari menampilkan berita dan video tentang hal itu. Selama
beberapa pecan terakhir, militer rezim Nushairiyah Suriah dan milisi Hizbul
Lata Lebanon sibuk mencari 12 warga Lebanon yang ditahan oleh mujahidin dan
Tentara Kebebasan Suriah. Siapa lagi ke-12 warga Lebanon itu jika bukan anggota
milisi Hizbul Lata yang tertawan dalam kontak senjata? Puluhan warga Lebanon
yang tewas di Suriah dan diangkut serta dimakamkan di Iran, siapa lagi mereka
itu jika bukan anggota milisi Syiah Hizbul Lata?
[3]. Keterlibatan negara Syiah Itsna ‘Asyariyah dalam
pembantaian atas warga muslim sunni Suriah sudah menjadi rahasia umum.
Pernyataan para wartawan dan petinggi Iran sendiri menegaskan bahwa militer
Iran melatih pasukan khusus Suriah untuk memberangus para demonstran dan membantai
penduduk sunni. Iran juga mengirimkan persenjataan dan amunisi kepada militer
rezim Suriah, melalui pesawat-pesawat sipil dan Kapal Induk Iran yang ironisnya
sempat berlabuh di pelabuhan Jedah. Iran juga mengirimkan sedikitnya 15.000
anggota pasukan khusus (Quds Force) untuk memerangi para demonstran, mujahidin,
dan Tentara Kebebasan Suriah. Tentara Kebebasan Suriah pernah menayangkan video
para tentara elit Iran yang berhasil mereka tawan.
Keterlibatan negara Syiah Irak di Suriah juga sangat jelas.
Irak mengirimkan minyak bumi Irak ke Suriah dalam jumlah sangat besar dan
sebagai gantinya Suriah menyerahkan produk ekspornya untuk dijualkan oleh Iran
dan Irak yang bernilai miliaran dolar. Milisi-milisi Syiah Irak juga
mengirimkan personil dan persenjataan untuk memerangi para demonstran,
mujahidin, dan Tentara Kebebasan Suriah.
International Jihad Analysis
filter your mind, get the truth
(muhib almajdi/arrahmah.com)
- See more
at:
http://www.arrahmah.com/read/2012/06/13/20888-analisa-peta-politik-revolusi-suriah-dan-tangan-tangan-tersembunyi-yang-bermain-di-belakang-layar.html#sthash.NYiqEj3R.dpuf
Muslimahzone.com – Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang memiliki akal. (QS. Yusuf (12) : 111)
Pikirkanlah dengan
dalam..! Betapa jauh perbedaan latar belakang wanita Aceh 358 tahun yang
lalu itu dengan perjuangan wanita zaman sekarang.
Mereka itu didorong oleh
semangat jihad dan syahid karena ingin menegakkan agama Allah dengan
kaum laki-laki, jauh daripada arti yang dapat kita ambil dari gerakan
emansipasi wanita atau feminisme zaman modern sekarang ini. (Kekaguman
Buya Hamka atas keteguhan Cut Nyak Dien).
***
Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah bangsanya oleh karena itu belajarlah dari sejarah
Sejarah perempuan Indonesia bukah hanya membincangkan peran
perempuan yang menuntut pendidikan dan kesetaraan di segala bidang,
melainkan juga mengenai sejarah para perempuan yang pernah menjadi
pemimpin sebuah kerajaan, negarawan maupun pemimpin militer. Di Aceh,
misalnya sebut saja Laksamana Malahayati atau Ratu Nihrasiyah Chadiyn.
Tetapi, jika kita maju hingga akhir abad ke-19 di masa Aceh berperang
melawan penjajahan Belanda, maka kita akan bertemu dengan Cut Nyak Dien,
Cut Meutia, dan Teuku Fakinah. Sayang, sejarah perjuangan mereka nyaris
dilupakan bangsa.
Tentu kita bertanya, mengapa Aceh memiliki begitu banyak tokoh
perempuan dalam melawan kaum imperialis? Menurut Teuku H. Ainal Mardhiah
Aiy dalam artikelnya yang berjudul “Pergerakan Wanita di Aceh Masa
Lampau sampai Masa Kini”, dijelaskan mengenai kedudukan perempuan di
Aceh pada masa lampau. Perempuan Aceh diberi kesempatan dan penghargaan
yang luar biasa untuk ikut serta dalam lembaga-lembaga negara serta
kancah pertahanan karena Pemerintah Kerajaan Aceh Darussalam mengambil
Islam sebagai dasar negaranya dan Kanun serta Hadits sebagai sumber
hukumnya. Oleh karena itu, perempuan setara dengan laki-laki dalam
kehidupan masyarakat dan bernegara. Maka adalah hal yang wajar jika
banyak tokoh perempuan yang bermunculan dan berperan sama pentingnya
dengan laki-laki di Aceh.
Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas salah satu pahlawan
perempuan Aceh yang telah disebutkan di atas, yaitu Cut Nyak Dien. Siapa
yang tidak kenal beliau dalam perjuangannya mengusir penjajah? Insya
Allah masyarakat dalam negeri ini mengenalnya. Akan tetapi, adakah yang
mengetahui mengapa beliau sangat gigih melawan penjajah? Hal inilah yang
kurang atau bahkan tidak diketahui oleh banyak orang.
Cut Nyak Dien adalah keturunan dari bangsawan puteri Nanta Seutia
Raja Ulebalang VI Mukim. Berwajah cantik, baik budi pekertinya, tangkas
tingkah lakunya, dan mempunyai watak yang luar biasa menjadi kata yang
pas disematkan pada Cut Nyak Dien.[1] Nanta Seutia mengharapkan putrinya
menikah dengan seorang yang mencintai negaranya. Maka, Cut Nyak Dien
akhirnya menikah dengan Teuku Ibrahim Lamnga. Teuku merupakan seorang
pahlawan yang memimpin peperangan melawan kolonial Belanda. Keduanya
merupakan pasangan serasi dalam kepribadian, yaitu tegas dan tangkas
dalam menyikapi “Kaphe (kafir) Belanda” yang merupakan musuh agama dan
negara.
Perjuangan Cut Nyak Dien melawan Belanda hadir dalam bentuk upaya
mengajar para wanita dalam hal mendidik bayi dan menanam semangat
kepahlawanan melalui syair-syair yang menanam semangat jihad kepada
anak-anak mereka. Ketika peperangan semakin memanas, Cut Nyak Dien terus
menggembleng semangat para pejuang perempuan untuk turut serta membantu
peperangan. Pun, ketika Teuku Ibrahim Lamnga gugur (29 Juni 1878), Cut
Nyak Dien tidak larut dalam kesedihan dan berputus asa, melainkan
sebaiknya beliau merasa bangga atas kemuliaan suaminya yang syahid.
Seiring dengan berjalannya waktu, Cut Nyak Dien akhirnya
melepaskan status jandanya. Kali ini pria yang dinikahinya adalah Teuku
Umar yang setelah pernikahan diangkat menjadi panglima perang. Ketika
banyak daerah yang telah dikuasai oleh Belanda dan Belanda menyatakan
damai, banyak Hulubalang yang menyerah damai. Namun, Cut Nyak Dien tetap
tegas menyatakan pantang tunduk. Atas kegigihannya mengobarkan semangat
jihad, banyak para pahlawan kian bersemangat dalam berjuang mengusir
Belanda untuk secara teratur munudr dari Jawa pada tahun 1873.
Setelah peperangan tersebut, Cut Nyak Dien pulang ke kampungnya,
Lampisang. Sampai di Lampisang, ia menggantikan kedudukan ayahnya yang
sudah lanjut usia sebagai Hulubalang VI Mukim. Selain memegang tampuk
pemerintahan, Cut Nyak Dien juga mengatur siasat untuk menentang Belanda
dari dalam rumahnya yang dijadikan “Markas Besar”. Cut Nyak Dien pun
terus berusaha mengubah paham suaminya agar tidak berdamai dengan
Belanda. Hal ini akan terlihat jelas saat Teuku Umar menyebrang ke pihak
Belanda.
Teuku Umar mengajukan penyerahan diri dan menyatakan siap
membantu Belanda mengamankan Aceh Besar yang diikuti sikap Jenderal C.
Deijkerhoff untuk meneliti kesungguhan suami Cut Nyak Dien tersebut.
Pada bulan Agustus 1893, Teuku Umar dengan menggunakan kebijaksanaannya
berhasil mengamankan Mukim XXV untuk membuktikan kesungguhannya.
Deijkerhoff pun merasa puas atas sikap Teuku Umar dengan menerima
penyerahan dirinya. Pada tanggal 30 Sempetember 1893, Teuku Umar bersama
15 orang panglimanya menyatakan sumpah setia di hadapan Deijkerhoff
dalam sebuah upacara.[2] Gelar Johan Pahlawan Panglima Besar Hindia
Belanda didapatkan pada upacara ini. Teuku Umar juga diberi sebuah rumah
besar, diangkat sebagai pejabat pemerintah, dan mendapatkan gaji.
Selama 3 tahun Teuku Umar berada di pihak Belanda, dan selama itu pula
Cut Nyak Dien tetap tegas melawan Belanda dan berusaha mempengaruhi
suaminya untuk tidak terus melanjutkan taktiknya.
Adalah Teuku Fakinah, seorang pejuang wanita yang selalu gigih
melawan Belanda. Teuku Fakinah memiliki hubungan yang erat dengan Cut
Nyak Dien karena keduanya saling membantu ketika peperangan. Saat Teuku
Fakinah mendengar berita mengenai Teuku Umar, ia memikirkan bagaimana
caranya supaya Cut Nyak Dien dapat mempengaruhi suaminya untuk kembali
ke jalan yang benar. Maka Teuku Fakinah mengirim Cut Nyak Dien surat
berisi permintaan agar suaminya menyerang benteng-benteng Inong Bale.
Tujuannya agar dia tahu keberanian wanita Aceh yang terdiri dari
janda-janda. Melihat kondisi tersebut, Cut Nyak Dien tersadar dan
mengirim surat balasan pada Teuku Fakinah yang berisi harapan agar Allah
mengembalikan langkah Cut Nyak Dien dan Teuku Umar ke jalan semula.
Teuku Umar mendapati bahwa walaupun berada di pihak Belanda, ia
mengalami kesulitan untuk mengubah langkah Belanda agar menguntungkan
pihak Aceh. Menyadari hal tersebut, maka Teuku Umar berencana untuk
kembali berbalik melawan Belanda setelah mendapatkan senjata tambahan,
yaitu 380 pucuk senapan achterlaad, 25.000 peluru Beamont,
120.000 slaghoedjes, 5.000 kg loods, dan uang $18.000. Setelah kembali
ke pihak Aceh, Teuku Umar bersama Cut Nyak Dien melancarkan perang
gerilya. Saat perang inilah, Teuku Umar meregang nyawa. Ia syahid dalam
sebuah pertempuran. Berita syahidnya Teuku Umar sampat membuat Cut Nyak
Dien terpaku. Namun tak lama berselang, kebanggaan tersirat dalam
dirinya karena sejatinya Teuku Umar meninggal dalam kondisi syahid.
menebutkan bukan Van Vuuren yang menangkap lengan
Cut Nyak Dien, melainkan PanPasca syahid suami keduanya inilah Cut Nyak Dien bersumpah: “Demi
Allah, selama Pahlawan Aceh masih hidup, peperangan tetap kuteruskan
guna kepentingan agama, kemerdekaan bangsa, dan negara.”[3] Cut Nyak
Dien pun meneruskan perjuangan suaminya dan bergerilya selama enam belas
tahun di tengah hutan.
Pada tanggal 6 November 1905, Belanda menyerbu ke hutan, tempat
di mana Cut Nyak Dien bersembunyi. Dalam serbuan itu situasi menakdirkan
Cut Nyak Dien tertangkap. Dalam kondisi yang lanjut usia dan tidak
kuasa lagi melawan Belanda, perempuan pemberani itu mencabut rencong di
pinggang pendukungnya lalu dihadapkan ke dadanya. Sebelum rencong
tersebut menikam dadanya, Letnan Van Vuuren secepat kilat merampas
rencong dari tangannya. Akibat perbuatannya, Van Vuuren membuat marah
Cut Nyak Dien yang berkata, “Jangan kau menyinggung (menyentuh) kulitku,
kafir!”[4] Versi lain glima Laot, pengikut Cut Nyak Dien yang
selalu menasehati pahlawan perempuan tersebut untuk menyerah pada
Belanda.
Panglima Laot-lah yang melapor kepada Belanda mengenai posisi Cut
Nyak Dien. Panglima Laot melapor akibat ia tidak tahan lagi melihat
kondisi Cut Nyak Dien yang begitu menyedihkan. Ketika Panglima Laot
menangkap tangan Cut Nyak Dien agar melepaskan rencong, Cut Nyak Dien
marah dan menjeritkan hinaan: “Cis, kau pengkhianat!” Cut Nyak Dien juga
berkata kepada Kapten Veltman: “Kau kafir jahanam, tembak saja aku! Di
Meulaboh pun kau nanti akan membuangku ke laut.”[5] Dari perkataan Cut
Nyak Dien ini, kita dapat menyimpulkan bahwa walaupun dalam keadaan
terdesak, beliau tidak begitu saja takut dan menyerah. Beliau terus
melawan, walau kemungkinan untuk menang sangat kecil. Sikap beliau
terhadap Belanda sama sekali tidak berubah, tetap tegas menghadapi
mereka.
Alhasil, Cut Nyak Dien dibawa ke Meulaboh. Dari sana, beliau
diberangkatkan ke Kutaraja. Awalnya, Cut Nyak Dien tidak akan
diasingkan. Tetapi, Pemerintah Belanda khawatir jika tidak diisolir Cut
Nyak Dien dapat kembali mengobarkan semangat perjuangan. Akhirnya
keputusan mengasingkan Cut Nyak Dien itu dipilih belanda. Perempuan
gagah berani itu dibawa ke Batavia hingga kemudian diasingkan ke
Sumedang. Namun dalam pengasingannya, Cut Nyak Dien mendapatkan
perlakuan istimewa meski ia tetap tidak diizinkan melihat tanah Aceh.
Hingga pada tanggal 6 November 1908, mujahidah tersebut meninggal dalam
pengasingan.
Ketahuilah, Cut Nyak Dien memiliki pengaruh besar di
masyarakatnya dan cukup ditakuti oleh Pemerintah Belanda. Beliau
disegani kawan maupun lawan. Hal ini terbukti dari kebijakan Belanda
untuk mengasingkan Cut Nyak Dien ke Sumedang, jauh dari tanah dan
rakyatnya. Padahal Cut Nyak Dien pada saat itu telah berusia lanjut dan
lemah.
Pengaruh Cut Nyak Dien, seperti yang diuraikan dari karangan Pol
bahwa di Meulaboh kejuruan/uleebalang, datuk-datuk, penghulu-penghulu,
dan lain-lain mulai dari setinggi-tingginya sampai serendah-rendahnya
betul-betul menjadi momok menakutkan bagi Belanda.[6]. Walaupun tidak
dapat berjuang dengan tangan dan kaki, tapi pikirannya mampu mengobarkan
semangat para pahlawan Aceh untuk mengangkat senjata melawan Belanda.
Selain itu, beliau juga dapat bertahan di hutan-hutan dengan makanan
seadanya, bahkan berminggu-minggu tanpa sesuap nasi. Padalah pada saat
itu, usia Cut Nyak Dien telah udzur. Hal inilah yang menyebabkan para
pengikutnya mengadakan perjanjian dengan Belanda. Mereka sudah tidak
tahan lagi dengan kondisi Cut Nyak Dien dan ingin menyelamatkannya.
Cut Nyak Dien bukan hanya pejuang yang gigih, tegas, dan tangkas,
tapi beliau juga seorang istri yang selalu menyayangi dan menghormati
suaminya. Cut Nyak Dien memang tidak menyukai taktik yang dijalankan
oleh Teuku Umar, tapi beliau terus mendukung dan mengingatkannya dengan
berbagai cara. Beliau juga tidak terlena dengan perlakuan istimewa
Pemerintah Belanda ketika Teuku Umar berada di pihak Belanda. Saat Teuku
Umar kembali melawan Belanda, Cut Nyak Dien mendukung suaminya dan berusaha agar para pejuang Aceh dapat menerima suaminya.
Cut Nyak Dien berjuang bukan hanya dengan tenaga dan kekuatannya,
tapi juga dengan pemikiran dan keteguhannya membela agama. Seperti yang
dikatakan Snouck Hurgronje, kekuatan perjuangan pasukan Aceh bukan dari tenaga mereka tapi dari agama mereka. Begitu pula dengan semangat perjuangan Cut Nyak Dien. Wallahu’alam bi ash shawwab.
Oleh: Nazirah Ahmad Penulis adalah Guru Pesantren Husnayain, Sukabumi
[1] Suny, Prof. DR. Ismail S.H., M.C.L. (1980). Bunga Rampai tentang Aceh. Jakarta: Penerbit Bhratara Karya Aksara. Hal. 297.
[2] Said, Mohammad H., (2007). Aceh Sepanjang Abad jilid II cet. III. Medan: Harian WASPADA. Hal. 277.
[3] Suny, Prof. DR. Ismail S.H., M.C.L. (1980). Bunga Rampai tentang Aceh. Jakarta: Penerbit Bhratara Karya Aksara. Hal. 301.
[4] Ibid. Hal. 301.
[5] Said, Mohammad H., (2007). Aceh Sepanjang Abad jilid II cet. III. Medan: Harian WASPADA. Hal. 339.
[6] Ibid. Hal. 331.
Sumber: Islampos.com
(zafaran/muslimahzone.com)
Sumber: Islampos.com
(zafaran/muslimahzone.com)
Amerika Nyatakan Dukungan pada Koalisi Gempur Syiah Houthi
Kamis 5 Jamadilakhir 1436 / 26 Maret 2015 19:30
PRESIDEN AS Barack Obama secara resmi menyatakan dukungan logistik
dan intelijen kepada operasi militer di Yaman yang dilakukan oleh Gulf
Cooperation Council (GCC). Demikian dilansir oleh Gedung Putih, menurut thenewsdoctor, Kamis (26/3/2015) atau sekitar 4 jam lalu.
Washington menyatakan bahwa mereka menjalin komunikasi yang erat
dengan Presiden Yaman Abd Rabbuh Mansour Hadi, Saudi dan negara-negara
GCC lainnya sebelum peluncuran operasi militer.
“Sementara ini, pasukan AS tidak mengambil tindakan militer langsung
di Yaman untuk mendukung upaya ini. Kami membangun perencanaan bersama
dengan Arab Saudi untuk mengoordinasikan dukungan militer dan intelijen
AS,” kata pernyataan itu.
Selain itu, Gedung Putih mendesak Syiah Houthi untuk segera
menghentikan “aksi militer mereka” dan kembali melakukan dialog politik
dengan pemerintah terguling Yaman. [sa/islampsos]
Nurdin Muhammad
Republik Turki yang di pimpin oleh PM.Recep
Thayyeb Erdogan semakin mantap setelah berhasil mengungguli
partai-partai politik saingannya dalam pemilu yang diselenggarakan
pertengahan Juni lalu, sehingga pemimpin Partai Keadilan
Pembangunan (PKP) yang beraliran Islam sunni tersebut mulai memasuki ajang
pergolakan kawasan Timur Tengah.Bagi Turki memasuki kawasan yang sedang
bergolak tersebut, bukanlah merupakan sesuatu yang asing bagi negara
mayoritas populasinya muslim itu, tetapi laksana reuninya dengan bangsa
Arab yang pernah dikuasainya sejak tahun 1517 sampai berakhirnya Perang
Dunia pertama tahun 1918.
Oleh karena itu, ambisi Turki untuk memperluas pengaruhnya kekawasan yang masih bergolak itu bukanlah tanpa alasan yang kuat. Paling tidak terdapat empat alasan yang amat kuat bagi Turki untuk mengulangi keberhasilan para leluhurnya, Turki Osmany beberapa abad yang lalu.
Pertama, Turki Osmany sekitar empat abad menguasai kawasan Timur Tengah mulai dari Maroko sampai Yaman, sehingga hubungan historisnya amat erat dengan kawasan tersebut. Namun karena kekalahannya dalam Perang Dunia I (1914-1918) terhadap pihak negara-negara sekutu, menyebabkan kawasan itu di kapling-kapling oleh mereka yang terdiri dari Inggris, Perancis, Italia menjadi jajahannya.
Sekaranglah waktunya bagi Turki untuk kembali memasuki kawasan Timur Tengah, meskipun tidak sebagai negara penjajah tetapi lebih sebagai reuni persahabatan berdasarkan ikatan-ikatan historis,Islami dan juga sosial budaya yang berabad-abad tersimpul itu.
Kedua, Turki yang juga merupakan negara anggota NATO berambisi hendak menyingkirkan dominasi mitra-mitra NATOnya yang lain seperti Inggris,Perancis, Italia dan AS supaya tidak campur tangan dalam masalah domistik kawasan bekas kekuasaannya itu.Apalagi setelah hubungannya dengan Israel memburuk setelah insiden penyerbuan pasukan komando Yahudi terhadap Kapal relawan Turki (Marmara) yang menewaskan 10 relawan kemanusiaan ke Gaza itu, maka hubungan Turki-Mesir-Libya-Tunisia dan negara-negara Arab lainnya di kawasan sangat penting dan strategis, baik secara politik, militer dan juga ekonomi dan sosial budayanya.
Ketiga,Turki berambisi kuat untuk menyodorkan sistem demokrasinya di kawasan tersebut, sekaligus sebagai bantahan terhadap Barat bahwa negara yang mayoritas penduduknya muslim tidak bisa mewujudkan sebuah pemerintahan yang demokratis, bahkan lebih jauh lagi Turki hendak membuktikan pula bahwa Islam tidak identik dengan kekerasan, radikalisme dan teroris sebagaimana anggapan Barat sekarang. Dan persepsi Barat terhadap Islam selama ini, yang dianggap identik dengan kekerasan, teroris dan radikalisme itu merupakan sesuatu persepsi yang salah tanpa didasarkan sesuatu fakta -fakta yang benar.Buktinya negara berpenduduk mayoritas muslim terbesar dunia bahkan lebih demokratis dari Barat (Swiss, Perancis, Belanda, Inggris yang melarang busana muslim) sebagaimana dibuktikan oleh Indonesia dan juga Turki. Nah, hal serupa juga mau disodorkan kepada politisi-politisi di Timur Tengah. Dalam konteks ini pula, maka Menlu Turki Ahmed Davutaglu Minggu 3 Juli bertemu dengan Penanggung Jawab Urusan Luar Negeri TNC (Transition National Councel) Ali Essawi di Markasnya, Benghazi. Selain itu juga Turki mendukung kelompok oposisi yang melawan Bashar Asa’ad Suriah, serta memfasilitasi pertemuan pertama kelompok anti As’ad di kota parawisata Turki, Antalia. Dan disamping itu pemerintah Turki juga menampung sekitar 10.000 pengungsi Suriah yang melarikan diri ke Turki dari opfensif militer rejim diktator Damascus tersebut.
Pemerintahan Turki yang hendak menjaga keseimbangan politiknya dengan semua warga Libya maka meskipun Turki salah satu negara anggota NATO, tetapi tidak melibatkan diri dalam penyerbuan terhadap Kol.Muhammad Ghaddafi..Namun demikian Turki menganjurkan supaya Kolonel Muhammad Ghaddafi dan keluarganya segera mengakhiri perlawanannya bersamaan mengharapkan supaya proses suksesi bisa diselesaikan secara damai. Selain itu PM.Recep Thayyeb Erdogan dalam kunjungannya ke Mesir yang akan dilakukannya tanggal 21 Juli akan membentuk “Dewan Tinggi Strategi Mesir-Turki”yang di kuatkan oleh Menlu Mesir, Mohammed El Oraby .
Keempat, sebagai penganut mazhab sunni Turki tentu saja lebih besar peluangnnya dalam konteks berhubungan baik dengan kawasan Timur Tengah karena kesamaan mazhab dan juga latar belakang historisnya yang sangat erat kaitannya. Dalam kaitannya dengan ambisi Iran yang juga hendak memasuki kawasan tersebut, lebih kecil peluangnya karena soal konflik antara Syia’ah-Sunni yang sulit diredam itu yang bisa mengundang pihak lain sebagaimana terjadi di Bahrain.Konstalasi politik seperti itu amat berbahaya bagi kestabilan kawasaan yang sangat sensitif yang masih menyimpan mesiu yang bisa meledak kapan saja seperti di Palestina,Libanon yang juga bisa mengundang Israel dan sekutunya. Karena itu Turki mengharapkan supaya masalah Timur Tengah bisa secepatnya diselesaikan secara damai,sehingga hubungan Turki-Timur Tengah semakin akrab dan saling menguntungkan dalam berbagai aspek sosial masyarakat.
Sekiranya Timur Tengah bisa dipengaruhi oleh Republik Islam Iran,maka besar kemungkinannya kawasan tersebut semakin terseret kedalam konflik yang lebih besar lagi.Karena Iran dengan sikap kerasnya terhadap AS dan sekutunya plus isu-isu nuklirnya, malahan Mahmud Ahmadinejad sesumbar hendak menghapus Israel dalam peta dunia bersamaan mendustakan Holocaust merupakan cukup alasan bagi Israel-AS dan sekutunya untuk menghalangi kehadiran Teheran di Timur Tengah. Israel sangat khawatir terhadap Iran, seperti diperlihatkan ketika dua Kapal Perang Iran melintasi Terusan Suez dalam pelayarannya ke Libanon sebagai dukungan moral kepada Hizbullah. Stabilitas Timur Tengah akan terganggu, bahkan bisa meledaknya perang besar antara Iran dan Israel yang tentu saja akan menyeret negera-negara lain di kawasan tersebut. Berdasarkan fenomena-fenomena tersebut, boleh jadi lebih baik Turki yang memasuki kawasan Timur Tengah dari pada Iran atau NATO. Hal ini juga akan disetujui oleh negara Paman Sam, yang memang selalu membela Turki. Maka bagi Turki inilah momentum yang amat sangat penting, untuk membuktikan bahwa meskipun Turki dihalang-halangi oleh Barat untuk menjadi anggota EU, tetapi Istambul bisa mendapat hubungan dengan kawasan yang lebih kaya sumber-sumber enerji yang berhadapan langsung dengan Eropa.Sehingga diskriminasi Barat terhadap Turki selama puluhan tahun ini yang selalu memmveto Turki menyebabkannya gagal menjadi anggota EU, akan di tinjau kembali soalnya tidak fair perlakukan Eropa terhadap Turki selama ini. Padahal negara-negara Eropa Timur yang baru terlepas dari Uni Sovyet tahun 1991 sekarang sudah jadi anggota EU, sedangkan Tureki yang beberapa dekade menati sampai sekarangpun belum berhasil bergabung dengan EU.Nah, sekiranya Turki bisa menyatukan kawasan Timur Tengah tidak menjadi anggota EU-pun enggak apa-apa, boleh jadi begitu pula persepsi Turki sekarang ini.
Oleh karena itu, ambisi Turki untuk memperluas pengaruhnya kekawasan yang masih bergolak itu bukanlah tanpa alasan yang kuat. Paling tidak terdapat empat alasan yang amat kuat bagi Turki untuk mengulangi keberhasilan para leluhurnya, Turki Osmany beberapa abad yang lalu.
Pertama, Turki Osmany sekitar empat abad menguasai kawasan Timur Tengah mulai dari Maroko sampai Yaman, sehingga hubungan historisnya amat erat dengan kawasan tersebut. Namun karena kekalahannya dalam Perang Dunia I (1914-1918) terhadap pihak negara-negara sekutu, menyebabkan kawasan itu di kapling-kapling oleh mereka yang terdiri dari Inggris, Perancis, Italia menjadi jajahannya.
Sekaranglah waktunya bagi Turki untuk kembali memasuki kawasan Timur Tengah, meskipun tidak sebagai negara penjajah tetapi lebih sebagai reuni persahabatan berdasarkan ikatan-ikatan historis,Islami dan juga sosial budaya yang berabad-abad tersimpul itu.
Kedua, Turki yang juga merupakan negara anggota NATO berambisi hendak menyingkirkan dominasi mitra-mitra NATOnya yang lain seperti Inggris,Perancis, Italia dan AS supaya tidak campur tangan dalam masalah domistik kawasan bekas kekuasaannya itu.Apalagi setelah hubungannya dengan Israel memburuk setelah insiden penyerbuan pasukan komando Yahudi terhadap Kapal relawan Turki (Marmara) yang menewaskan 10 relawan kemanusiaan ke Gaza itu, maka hubungan Turki-Mesir-Libya-Tunisia dan negara-negara Arab lainnya di kawasan sangat penting dan strategis, baik secara politik, militer dan juga ekonomi dan sosial budayanya.
Ketiga,Turki berambisi kuat untuk menyodorkan sistem demokrasinya di kawasan tersebut, sekaligus sebagai bantahan terhadap Barat bahwa negara yang mayoritas penduduknya muslim tidak bisa mewujudkan sebuah pemerintahan yang demokratis, bahkan lebih jauh lagi Turki hendak membuktikan pula bahwa Islam tidak identik dengan kekerasan, radikalisme dan teroris sebagaimana anggapan Barat sekarang. Dan persepsi Barat terhadap Islam selama ini, yang dianggap identik dengan kekerasan, teroris dan radikalisme itu merupakan sesuatu persepsi yang salah tanpa didasarkan sesuatu fakta -fakta yang benar.Buktinya negara berpenduduk mayoritas muslim terbesar dunia bahkan lebih demokratis dari Barat (Swiss, Perancis, Belanda, Inggris yang melarang busana muslim) sebagaimana dibuktikan oleh Indonesia dan juga Turki. Nah, hal serupa juga mau disodorkan kepada politisi-politisi di Timur Tengah. Dalam konteks ini pula, maka Menlu Turki Ahmed Davutaglu Minggu 3 Juli bertemu dengan Penanggung Jawab Urusan Luar Negeri TNC (Transition National Councel) Ali Essawi di Markasnya, Benghazi. Selain itu juga Turki mendukung kelompok oposisi yang melawan Bashar Asa’ad Suriah, serta memfasilitasi pertemuan pertama kelompok anti As’ad di kota parawisata Turki, Antalia. Dan disamping itu pemerintah Turki juga menampung sekitar 10.000 pengungsi Suriah yang melarikan diri ke Turki dari opfensif militer rejim diktator Damascus tersebut.
Pemerintahan Turki yang hendak menjaga keseimbangan politiknya dengan semua warga Libya maka meskipun Turki salah satu negara anggota NATO, tetapi tidak melibatkan diri dalam penyerbuan terhadap Kol.Muhammad Ghaddafi..Namun demikian Turki menganjurkan supaya Kolonel Muhammad Ghaddafi dan keluarganya segera mengakhiri perlawanannya bersamaan mengharapkan supaya proses suksesi bisa diselesaikan secara damai. Selain itu PM.Recep Thayyeb Erdogan dalam kunjungannya ke Mesir yang akan dilakukannya tanggal 21 Juli akan membentuk “Dewan Tinggi Strategi Mesir-Turki”yang di kuatkan oleh Menlu Mesir, Mohammed El Oraby .
Keempat, sebagai penganut mazhab sunni Turki tentu saja lebih besar peluangnnya dalam konteks berhubungan baik dengan kawasan Timur Tengah karena kesamaan mazhab dan juga latar belakang historisnya yang sangat erat kaitannya. Dalam kaitannya dengan ambisi Iran yang juga hendak memasuki kawasan tersebut, lebih kecil peluangnya karena soal konflik antara Syia’ah-Sunni yang sulit diredam itu yang bisa mengundang pihak lain sebagaimana terjadi di Bahrain.Konstalasi politik seperti itu amat berbahaya bagi kestabilan kawasaan yang sangat sensitif yang masih menyimpan mesiu yang bisa meledak kapan saja seperti di Palestina,Libanon yang juga bisa mengundang Israel dan sekutunya. Karena itu Turki mengharapkan supaya masalah Timur Tengah bisa secepatnya diselesaikan secara damai,sehingga hubungan Turki-Timur Tengah semakin akrab dan saling menguntungkan dalam berbagai aspek sosial masyarakat.
Sekiranya Timur Tengah bisa dipengaruhi oleh Republik Islam Iran,maka besar kemungkinannya kawasan tersebut semakin terseret kedalam konflik yang lebih besar lagi.Karena Iran dengan sikap kerasnya terhadap AS dan sekutunya plus isu-isu nuklirnya, malahan Mahmud Ahmadinejad sesumbar hendak menghapus Israel dalam peta dunia bersamaan mendustakan Holocaust merupakan cukup alasan bagi Israel-AS dan sekutunya untuk menghalangi kehadiran Teheran di Timur Tengah. Israel sangat khawatir terhadap Iran, seperti diperlihatkan ketika dua Kapal Perang Iran melintasi Terusan Suez dalam pelayarannya ke Libanon sebagai dukungan moral kepada Hizbullah. Stabilitas Timur Tengah akan terganggu, bahkan bisa meledaknya perang besar antara Iran dan Israel yang tentu saja akan menyeret negera-negara lain di kawasan tersebut. Berdasarkan fenomena-fenomena tersebut, boleh jadi lebih baik Turki yang memasuki kawasan Timur Tengah dari pada Iran atau NATO. Hal ini juga akan disetujui oleh negara Paman Sam, yang memang selalu membela Turki. Maka bagi Turki inilah momentum yang amat sangat penting, untuk membuktikan bahwa meskipun Turki dihalang-halangi oleh Barat untuk menjadi anggota EU, tetapi Istambul bisa mendapat hubungan dengan kawasan yang lebih kaya sumber-sumber enerji yang berhadapan langsung dengan Eropa.Sehingga diskriminasi Barat terhadap Turki selama puluhan tahun ini yang selalu memmveto Turki menyebabkannya gagal menjadi anggota EU, akan di tinjau kembali soalnya tidak fair perlakukan Eropa terhadap Turki selama ini. Padahal negara-negara Eropa Timur yang baru terlepas dari Uni Sovyet tahun 1991 sekarang sudah jadi anggota EU, sedangkan Tureki yang beberapa dekade menati sampai sekarangpun belum berhasil bergabung dengan EU.Nah, sekiranya Turki bisa menyatukan kawasan Timur Tengah tidak menjadi anggota EU-pun enggak apa-apa, boleh jadi begitu pula persepsi Turki sekarang ini.
Gerakan Rakyat Anti Kerajaan Saudi Mulai Bermunculan
Salafynews.com –
Setelah kematian Raja Abdullah dan penobatan Salman bin Abdul Aziz
sebagai Raja Arab Saudi, serangkaian peristiwa terjadi di internal
kerajaan yang berdampak pada kebijakan-kebijakan penguasa Saudi terhadap
masalah-masalah dalam negeri, regional dan internasional. Baca Konflik Internal Al-Saud
Perkembangan yang semakin
mengkhawatirkan ini menimbulkan gerakan dan mobilitas anti kerajaan yang
dianggap sebagai biang segala masalah yang terjadi belakangan ini. Di
antaranya adalah mobilitas yang menamakan dirinya sebagai “Gerakan
Rakyat Hijaz dan Najd” dalam rangka membersihkan Tanah Suci dari
kekejian Al Saud.
Gerakan ini mengeluarkan statemen yang disebar luaskan melalui sejumlah media Arab.
Berikut teks pernyataan yang dilansir melalui situs Lahj News :
Salam bagi seluruh anak bangsa Hijaz dan Najd.
Telah terbukti kedustaan dan korupsi
keluarga penguasa Al Saud, yang telah menguasai administrasi negara
selama hampir satu abad. Sudah saatnya rakyat Hijaz dan Najd mengambil
satu sikap, yang mencakup seluruh sekte dan suku di Najd dan Hijaz ..
Atas dasar ini kami mengumumkan awal
kemunculan Gerakan Rakyat Hijaz dan Najd, yang bertujuan untuk
membebaskan tanah Najd dan Hijaz dari kekuasaan putera-putera Abdul Aziz
bin Saud dan pemikiran Wahabi ekstrimis.
Kami juga mengumumkan, penentangan kami
terhadap keluarga yang tidak adil dan korup ini, yang bermain-main
dengan harta kekayaan bangsa kami dan nyawa tentara kami dalam upaya
mempromosikan kelanjutan pemerintahan monarki dan diktator.
Kami menyerukan kepada semua orang yang merdeka dari Najd dan Hijaz, Syiah dan Sunni, intelektual dan media untuk berdiri berdampingan dan bergandengan tangan hingga penguasa yang bermain-main dan bertindak zalim dan korup ini tersingkir. Kezalimannya tidak hanya menimpa rakyat kita saja, tapi mereka telah sekian lama bertindak zalim dan agresif terhadap beberapa negara Arab yang lain.
Atas agresi ini, kami mengumumkan
penolakan kami terhadap kebijakan kotor mereka dan mengajukan permintaan
maaf kami kepada saudara-saudara kami rakyat Yaman dan negara-negara
Arab yang terkena dampak kebijakan Al-Saud dan kebencian mereka terhadap
negara-negara, yang faktanya terbukti dari berbagai peristiwa baru-baru
ini di negara-negara Arab seperti Suriah, Yaman, Irak dan Bahrain.
Semua ini membuktikan kepada dunia bahwa
keluarga Al Saud dan kekayaan kita (yang disalahgunakan) adalah
penyebab munculnya tekanan kepada negara-negara tersebut. Hal itu adalah
menekan negara-negara miskin tersebut untuk melaksanakan apa yang
dimaukan Al-Saud kepada mereka.
Kami menyeru kepada semua media Arab
untuk berdiri di samping rakyat Hijaz dan Najd. Dan akhir perkataan
kami, Demi Allah kami akan bertindak, dan kami berjanji kepada Allah
dan rakyat Hijaz untuk melanjutkan gerakan perubahan kami hingga meraih
kebebasan dan mengembalikan hak-hak kami, serta menyingkirkan kekuasan
Al Saud. Semoga Najd dan Hijaz hidup merdeka dan rakyatnya hidup dengan
kemerdekaan yang besar.
Dikeluarkan oleh Gerakan Rakyat Hijaz dan Najd. (mm)
PEREBUTAN KEKUASAAN MONARKI “AL SA’UD” SEMAKIN MEMANAS
Saudi, Salafynews- Seorang aktivis politik Arab Saudi yang
dekat dengan Pangeran Walid bin Talal, membeberkan informasi penting
terkait perselisihan pendapat dalam keluarga kerajaan al-Saud terkait
serangan militer ke Yaman.
Kantor berita al-Masa Press Yaman melaporkan, aktivis Saudi ini
mengatakan, Mutib bin Abdullah, putra mendiang raja Abdullah, mengancam
Muhammad bin Salman, putra raja saat ini dan menjabat sebagai Menteri
Pertahanan Arab Saudi, akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan
untuk menghentikan petualangan berbahaya Arab Saudi di Yaman.
Sumber itu menambahkan, Mutib bin Abdullah menentang agresi ke Yaman,
sementara Muhammad bin Salman, yang kebijakannya disetujui oleh Raja
Saudi. Kedua pangeran itu saling mengancam.
Aktivis Arab Saudi yang
berbicara secara anonim itu menegaskan, Pangeran Walid bin Talal kepada
keluarga kerajaan Arab Saudi mengatakan bahwa lampu hijau Amerika
Serikat untuk menyerang Yaman pada hakikatnya adalah jebakan yang
ditebar Washington untuk Riyadh dan melalui cara ini AS ingin Arab Saudi
melemah serta pada akhirnya terpecah-pecah. Oleh karena itu, Pengeran
Walid bin Talal meminta para orang tua di keluarga raja untuk mencegah
Muhammad bin Salman dan Muhammad bin Nayef, mengingat keduanya adalah
“sosok sembrono”
Menurut Pangeran Walid bin Talal, kedua pangeran “sembrono” itu akan sedang mempermainkan masa depan dan keamanan Arab Saudi.
Di bagian lain, aktivis politik ini mengatakan, para pangeran dan
pejabat provinsi selatan Arab Saudi yang dekat dengan perbatasan Yaman,
telah meninggalkan istana-istana mereka di wilayah itu dan beralih ke
Jeddah. Kekosongan pejabat tinggi di wilayah perbatasan itu, membuat
perbatasan tanpa pasukan dan kantor-kantor bea cukai kosong tanpa
pegawai.
“Jika ada orang yang ingin masuk ke Arab Saudi, maka ia dengan mudah menerobosnya,” katanya.
Tentara Irak Rebut 60 % Kawasan Strategis di Timur Ramadi
Salafynews.com – Tentara
Irak mengalami kemajuan dalam melawan teroris ISIL di bagian Timur
kota Ramadi, dan mengambil lebih dari 60 persen dari wilayah al-Sajjaria
dari kelompok teroris.
“Pasukan keamanan
berhasil merebut kembali lebih dari 60 persen wilayah al-Sajjaria di
bagian Timur kota Ramadi,” kata sumber Command Cente Al-Anbar, Selasa.
Sumber militer
menegaskan bahwa pasukan keamanan Irak yang didukung oleh pasukan
relawan dan suku Irak dalam sebuah operasi dengan kode sandi “Labbaik Ya
Irak” kembali menguasai banyak wilayah di Ramadi Timur, termasuk 60
persen dari wilayah al-Sajjaria.
Tahap kedua dari operasi pasukan relawan Irak dengan kode sandi “Labbaik Ya Rasalallah ” menggebrak kembali Utara Tikrit, ibukota provinsi Salahuddin, Samarra dan Ramadi, ibukota provinsi Anbar.
“Operasi kedua
membentang ke arah Utara Tikrit untuk mengambil kembali kendali wilayah
yang tersisa dari kota Samarra, dan akan langsung menuju ke arah
Ramadi,” situs Ain al-Araq News mengutip pernyataan dari pasukan
relawan Irak.
Pada hari Minggu,
tentara Irak, yang didukung oleh pasukan relawan Syiah dan Sunni,
berhasil merebut kembali beberapa daerah strategis di lingkungan kota
Ramadi.
Pasukan Irak mengambil
kembali Al-Tamim, Al-Tash dan Al-Hamira 5 km sebelah Timur Ramadi dan
Universitas Anbar 7 km ke barat daya kota.
Pasukan Irak sekarang
hanya 3 km dari pusat kota Ramadi dan mereka telah menguasai pangkalan
militer yang sebelumnya dikuasai ISIL.
“Para militan dipaksa
untuk menarik diri dari pangkalan militer setelah kami menyerang mereka
dari sisi Barat Ramadi,” dikutip dari koran berbahasa arab As-Sharq
al-Awsat dari Kepala Polisi Al-Anbar Hadi Razih. [AH]