Dunia
Nelayan Aceh Selamatkan 800 Pengungsi Rohingya dan Bangladesh
http://www.dw.de/nelayan-aceh-selamatkan-800-pengungsi-rohingya-dan-bangladesh/a-18451487
Hampir 800 pengungsi Rohingya dan Bangladesh diselamatkan nelayan Aceh
dengan menarik perahu mereka ke pantai. Menurut keterangan PBB, masih
ada ribuan pengungsi yang terkatung-katung di tengah laut.
Nelayan Aceh menarik dua perahu ke pesisir kota Langsa hari Jumat
(15/05). Satu perahu lain ditemukan sehari sebelumnya. Seluruhnya ada
hampir 800 pengungsi asal Myanmar dan Bangladesh yang diselamatkan.
Menurut laporan berbagai kantor berita, ada sekitar 420 pengungsi asal
Bangladesh dan 370 pengungsi asal Myanmar yang berhasil selamat. Mereka
kebanyakan dari etnis Rohingya, minoritas muslim yang mengalami
penindasan di negara asalnya.
Para pengungsi itu kini ditampung di Kecamatan Langsa. “Mereka
dievakuasi lima kapal nelayan setelah ditemukan berdesakan dalam
tongkang kecil,” kata Kapolres Langsa, AKBP Sunarya.
Selanjutnya Sunarya menjelaskan, nelayan dengan kapal motor juga
menemukan perahu pengungsi hari Kamis (14/05). Para nelayan lalu
menghubungi Polisi Air dan membantu evakuasi pada pengungsi.
Ditolak di Malaysia
“Menurut informasi yang kami dapat dari dari para pengungsi, mereka
sempat masuk ke perairan Malaysia. Tapi Angkatan Laut Malaysia mengusir
menuju perairan Indonesia,” jelas Sunarya.
Sekarang, sekitar 790 pengungsi itu ditampung di penampungan
sementara Pelabuhan Kuala Langsa. Ketika ditemukan, mereka dalam kondisi
lemah akibat kelaparan dan dehidrasi.
Minggu yang lalu, ratusan pengungsi juga berhasil diselamatkan dan
dibawa ke Aceh, setelah perahunya karam. Ada banyak perempuan dan
anak-anak yang lemas karena kekurangan makanan. Selama beberapa hari
terakhir, lebih dari 2000 pengungsi asal Myanmar dan Bangladesh mendarat
di Malaysia dan Indonesia.
Menurut lembaga urusan pengungsi PBB, UNHCR, masih ada ribuan pengungsi
yang terkatung-katung di perairan Asia Tenggara. PBB mengimbau
negara-negara Asia Tenggara, terutama Thailand, Malaysia dan Indonesia
agar menaati aturan internasional kelautan dan menyelamatkan pengungsi
yang terancam tenggelam atau kelaparan.
Saling tuding antara Thailand, Malaysia, Indonesia
Sekretaris Jendral PBB Ban Ki Moon menyerukan kepada negara-negara di
kawasan agar "tetap membuka perbatasan untuk membantu orang yang berada
dalam kesusahan".
Organisasi Human Rights Watch mengecam
pemerintahan Asia Tenggara yang menurut mereka melakukan permainan "ping
pong kemanusiaan".
Indonesia menuduh Malaysia sengaja menarik kapal pengungsi yang lewat di
teritorialnya sampai ke wilayah perairan Indonesia. Pemerintah Malaysia
menolak tuduhan itu dan menerangkan, para pengungsi memang ingin terus
berlayar, sebab Malaysia bukan tujuan mereka.
Sementara Thailand menerangkan, mereka sudah membantu pengungsi dan
memberikan makanan yang cukup di atas kapal, tapi tidak bisa menahan
pengungsi yang ingin berlayar ke Malaysia dan Indonesia. Kebanyakan
pengungsi sudah berada sampai tiga bulan di atas kapal, sebelum
diselamatkan oleh nelayan lokal.
hp/vlz (afp, rtr, ap)
Dunia
Lebih 1000 Pengungsi Asal Myanmar dan Bangladesh Terdampar di Aceh
http://www.dw.de/lebih-1000-pengungsi-asal-myanmar-dan-bangladesh-terdampar-di-aceh/a-18443580
Sekitar 1600 pengungsi kapal asal Myanmar dan Bangladesh mauk ke
perairan Indonesia dan Malaysia dua hari terakhir. Pengungsi itu
kebanyakan anggota minoritas muslim Rohingya.
Di provinsi Aceh ada sekitar 600 pengungsi yang ditemukan hari Minggu
(10/05) pada empat kapal. Sedangkan di Malaysia, lebih 1000 pengungsi
dengan tiga kapal ditangkap dan dibawa ke pulau Langkawi.
Kepala Kepolisian Aceh Utara, Ajun Komisaris Besar Achmadi mengatakan
para pengungsi terdampar di pantai Aceh Utara. Mereka mendapat
pertolongan dari warga setempat lalu dikumpulkan di Gedung Olah Raga
Kecamatan Lhoksukon, dan di gedung Polres Aceh Utara.
“Mereka kami kumpulkan ke Polres Aceh Utara untuk memudahkan pendataan.
Setelah itu, kami serahkan ke pihak imigrasi. Dari pengakuannya, mereka
berasal dari beberapa negara, di antaranya Burma dan Bangladesh,” kata
Achmadi.
Kepolisian Malaysia melaporkan, pada hari Minggu itu juga ada lebih 1000
pengungsi dengan tiga kapal yang ditahan di Pulau Langkawi.
Wakil kepala polisi Pulau Langkawi, Jamil Ahmed mengatakan kepada kantor
berita AP, kelompoknya terdiri 865 laki-laki, 52 anak-anak dan 101
wanita. Polisi menemukan salah satu perahu mereka terjebak pasir di
perairan dangkal di Langkawi.
Korban sindikat perdagangan manusia
Jamil Ahmed menerangkan, seorang pria Bangladesh menceritakan kepada
polisi bahwa para awak kapal mereka memberi tahu arah ke mana harus
pergi setelah mereka mencapai pantai Malaysia.
Para awak kapal kemudian melarikan diri dengan kapal lain.
Menurut para pengungsi, mereka kehabisan makanan sejak tiga hari. Sebagian besar dari mereka berada dalam kondisi lemah.
Steve Hamilton dari Organisasi Internasional untuk Migrasi, IOM, di
Jakarta mengatakan, ke empat kapal bermaksud mendekati pantai Indonesia
hari Minggu pagi. Beberapa penumpang sudah melompat ke dalam air dan
berenang, sebelum kapal mencapai pantai. Beberapa hari sebelumnya,
ratusan pengungsi juga diselamatkan di daerah pesisir Aceh.
Seorang warga Rohingya Rashid Ahmed yang berusia 43 tahun menuturkan,
mereka sudah lebih dari dua bulan berada di laut. Ia mengaku
meninggalkan Myanmar dengan anak sulungnya tiga bulan lalu.
Ribuan pengungsi ditahan di Malaysia
Chris Lewa, Direktur Arakan Project, yang telah memantau kondisi
pengungsi Rohingya lebih sepuluh tahun memperkirakan, ada 7.000 hingga
8.000 orang yang kini terperangkap dalam kapal-kapal mereka di Selat
Malaka perairan internasional di dekatnya.
Itu terjadi setelah pemerintah Thailand dan Malaysia membongkar
dan menangkapi anggota sindikat perdagangan manusia dalam beberapa
bulan terakhir. Para pengungsi kini ditinggalkan para pengurusnya di
kamp-kamp penampungan, tanpa makanan.
"Para pedagang manusia menggunakan kapal-kapal sebagai kamp
penampungan", kata Chris Lewa. "Mereka sekarang berusaha mencapai darat,
karena hampir mati kelaparan", tambahnya.
Mark Getchell dari IOM mengatakan kepada kantor berita Reuters, para
pengungsi bercerita bahwa mereka ditinggalkan di kapal setelah mendekat
ke pantai Aceh. Awak kapal lalu mengatakan mereka sudah mencapai
Malaysia seperti yang dijanjikan, dan meminta para pengungsi berenang ke
pantai.
Minoritas Rohingya di Myanmar dan Bangladesh kebanyakan beragama Islam,
dan mengaku mengalami diskriminasi di negaranya. Kebanyakan pengungsi
membayar mahal kepada sindikat perdagangan manusia dan berharap bisa
mencapai Australia lewat perairan Indonesia.
hp/vlz (afp, reuters, ap)
Dunia
Kekerasan Sektarian Ancam Myanmar
http://www.dw.de/kekerasan-sektarian-ancam-myanmar/a-16009286
Polisi Myanmar terpaksa melepaskan tembakan untuk meredakan ketegangan
sektarian yang terjadi di kota yang berpenduduk mayoritas muslim
Rohingnya. Demikian keterangan pejabat setempat pada hari Jumat (08/06).
Umat Budha diminta lebih toleran kepada kelompok minoritas
Polisi dikerahkan di puluhan desa di negara bagian Rakhine di sepanjang
teluk Bengal, setelah sejumlah rumah dibakar menyusul terjadinya
kerusuhan sektarian di wilayah tersebut. “Polisi melepaskan tembakan di
Maungdaw di negara bagian Rakhine. Tidak ada korban jiwa” kata pejabat
setempat.
Ketegangan berkobar di Rakhine setelah sepuluh orang warga muslim
dibunuh oleh kerumunan massa pengikut Budha yang marah pada hari Minggu
(03/06). Saat itu, bus korban dikepung oleh ratusan orang yang marah
oleh peristiwa pemerkosaan dan pembunuhan yang terjadi pada tanggal 28
Mei atas seorang perempuan Rakhine. Media milik pemerintah melaporkan
bahwa para tersangka adalah tiga laki-laki muslim yang berasal dari
wilayah yang sama.
Kekerasan ini mengancam usaha rekonsiliasi dan reformasi politik
dramatis yang dilakukan oleh pemerintahan sipil yang berkuasa di Myanmar
sejak satu tahun yang lalu. Pemerintah Myanmar merespon kejadian ini
dengan membentuk tim penyelidik khusus.
Seorang pejabat kantor kepresidenan mengatakan bahwa polisi terpaksa
dikerahkan di Maungdaw pada hari Jumat (08/06) setelah 300 orang yang
kembali dari mesjid melempari kantor pemerintah, pos polisi dan
pertokoan dengan batu. “Kini semuanya bisa dikontrol” kata pejabat
tersebut.
Pihak berwenang di Myanmar, pekan ini memperingatkan akan adanya ancaman
aksi-aksi anarkis setelah pembunuhan oleh kerumunan massa dan serangan
ke pos polisi oleh massa yang marah di Sittwe.
Bentrokan antar agama sering terjadi di Myanmar, terutama di negara
bagian Rakhine, yang berpenduduk mayoritas muslim. Februari 2001, junta
militer sempat memberlakukan jam malam setelah terjadi bentrok antar
kelompok muslim dengan para pengikut Buddha.
89 persen penduduk Myanmar adalah pemeluk Budha, sementara komunitas
muslim di sana berjumlah sekitar 4 persen dari populasi. PBB
menggambarkan komunitas muslim Rohingnya sebagai salah satu kelompok
minoritas yang paling teraniaya di dunia.
Pemimpin oposisi Aung san Suu Kyi, hari Rabu (06/06) menerukan kepada
para pemeluk Budha di Myanmar agar menunjukkan simpati kepada kelompok
minoritas muslim, menyusul terjadinya pembunuhan di Rakhine. afp/ ab
ASEAN Harus Pastikan Myanmar Laksanakan Kesepakatan Soal Rohingya
Senin 6 Syaaban 1436 / 25 Mei 2015 13:52
https://www.islampos.com/asean-harus-pastikan-myanmar-laksanakan-kesepakatan-soal-rohingya-185483/
MESKI hasil pertemuan belum menyentuh semua akar permasalahan,
Indonesia mengapresiasi niat baik Myanmar untuk menyelesaikan masalah
Rohingya. ASEAN, khususnya pemerintah Indonesia, harus mengawal dan
memastikan kesepakatan itu terlaksana dengan baik sesuai cita-cita
ASEAN.
ANGGOTA Komisi I DPR, Ahmad Zainuddin menegaskan, setidaknya ada 3 alasan bagi ASEAN, terutama Indonesia untuk terus mengawal Myanmar melaksanakan kesepakatan demi menyelesaikan masalah Rohingya.
“ASEAN dan pemerintah Indonesia harus pastikan poin-poin kesepakatan itu dilaksanakan secara konsisten dan komitmen oleh Myanmar,” ujar anggota komisi I DPR Ahmad Zainuddin dalam keterangan persnya, yang diterima Islampos, Senin (25/5/2015)
Alasan pertama, kata Zainuddin, ASEAN sedang dalam tahap menuju integrasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) yang akan dimulai akhir tahun ini. Integrasi ekonomi kawasan tersebut memerlukan stabilitas kawasan di bidang sosial, budaya, dan politik. Jangan sampai isu-isu keamanan dan HAM, sambungnya, menyandera langkah yang sudah dilakukan ASEAN menuju MEA 2015.
Alasan kedua, lanjut Zainuddin, karena hal itu merupakan amanat Pembukaan UUD 1945, bahwa Indonesia harus berperan aktif dalam ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
“Ketiga, ada Deklarasi HAM ASEAN pada tahun 2009 lalu, dimana Myanmar termasuk yang menyepakatinya. Deklarasi ini berdasarkan pada ASEAN Charter dan Universal Declaration of Human Rights,” jelas Zainuddin.
Selain itu, menurut Zainuddin, kesepakatan penyelesaian masalah Rohingya belum menyentuh akar masalah Rohingya soal diskriminasi dan Hak Asasi Manusia (HAM).
“Akar masalah pengungsi Rohingya ini sebenarnya juga bukan human trafficking. Mereka tidak akan keluar dari negaranya jika tidak ada diskriminasi dan penindasan,” tegas politisi Partai Keadilan Sejahtera ini.
Anggota DPR Daerah Pemilihan DKI Jakarta ini menegaskan, jika Myanmar tidak konsisten dengan yang disepakati, ASEAN harus meninjau ulang keketuaan Myanmar di ASEAN.
“Sangat tidak pantas ketua ASEAN tersandera isu ini, padahal Ketua ASEAN bertanggung jawab terhadap stabilitas kawasan termasuk dalam isu HAM. Gilirkan saja kepada negara yang lain,” tegasnya.
Myanmar menyepakati empat poin saat Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi melakukan kunjungan bilateral ke Nay Pyi Taw, Kamis (21/5).
Pertemuan itu berlangung satu hari setelah pertemuan Tripartit antara Indonesia, Malaysia, dan Thailand di Kuala Lumpur, Rabu (20/5).
Menteri Luar Negeri Myanmar, U Wunna Maung Lwin menyatakan negaranya menyetujui empat poin. Pertama, Myanmar sepakat untuk memperkuat langkah dalam pencegahan terjadinya pergerakan arus imigran ilegal dari teritorinya. Kedua, Myanmar siap untuk bekerja sama dengan negara-negara kawasan Asia Tenggara dalam pemberantasan perdagangan manusia.
Ketiga, Myanmar segera memerintahkan Kedutaan Besarnya untuk melakukan kunjungan kekonsuleran ke tempat-tempat penampungan sementara para imigran ilegal di Aceh. Keempat, Myanmar menyambut baik tawaran kerja sama Indonesia untuk pembangunan negara bagian Rakhine secara inklusif dan non-diskriminatif. [rn/Islampos]
ANGGOTA Komisi I DPR, Ahmad Zainuddin menegaskan, setidaknya ada 3 alasan bagi ASEAN, terutama Indonesia untuk terus mengawal Myanmar melaksanakan kesepakatan demi menyelesaikan masalah Rohingya.
“ASEAN dan pemerintah Indonesia harus pastikan poin-poin kesepakatan itu dilaksanakan secara konsisten dan komitmen oleh Myanmar,” ujar anggota komisi I DPR Ahmad Zainuddin dalam keterangan persnya, yang diterima Islampos, Senin (25/5/2015)
Alasan pertama, kata Zainuddin, ASEAN sedang dalam tahap menuju integrasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) yang akan dimulai akhir tahun ini. Integrasi ekonomi kawasan tersebut memerlukan stabilitas kawasan di bidang sosial, budaya, dan politik. Jangan sampai isu-isu keamanan dan HAM, sambungnya, menyandera langkah yang sudah dilakukan ASEAN menuju MEA 2015.
Alasan kedua, lanjut Zainuddin, karena hal itu merupakan amanat Pembukaan UUD 1945, bahwa Indonesia harus berperan aktif dalam ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
“Ketiga, ada Deklarasi HAM ASEAN pada tahun 2009 lalu, dimana Myanmar termasuk yang menyepakatinya. Deklarasi ini berdasarkan pada ASEAN Charter dan Universal Declaration of Human Rights,” jelas Zainuddin.
Selain itu, menurut Zainuddin, kesepakatan penyelesaian masalah Rohingya belum menyentuh akar masalah Rohingya soal diskriminasi dan Hak Asasi Manusia (HAM).
“Akar masalah pengungsi Rohingya ini sebenarnya juga bukan human trafficking. Mereka tidak akan keluar dari negaranya jika tidak ada diskriminasi dan penindasan,” tegas politisi Partai Keadilan Sejahtera ini.
Anggota DPR Daerah Pemilihan DKI Jakarta ini menegaskan, jika Myanmar tidak konsisten dengan yang disepakati, ASEAN harus meninjau ulang keketuaan Myanmar di ASEAN.
“Sangat tidak pantas ketua ASEAN tersandera isu ini, padahal Ketua ASEAN bertanggung jawab terhadap stabilitas kawasan termasuk dalam isu HAM. Gilirkan saja kepada negara yang lain,” tegasnya.
Myanmar menyepakati empat poin saat Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi melakukan kunjungan bilateral ke Nay Pyi Taw, Kamis (21/5).
Pertemuan itu berlangung satu hari setelah pertemuan Tripartit antara Indonesia, Malaysia, dan Thailand di Kuala Lumpur, Rabu (20/5).
Menteri Luar Negeri Myanmar, U Wunna Maung Lwin menyatakan negaranya menyetujui empat poin. Pertama, Myanmar sepakat untuk memperkuat langkah dalam pencegahan terjadinya pergerakan arus imigran ilegal dari teritorinya. Kedua, Myanmar siap untuk bekerja sama dengan negara-negara kawasan Asia Tenggara dalam pemberantasan perdagangan manusia.
Ketiga, Myanmar segera memerintahkan Kedutaan Besarnya untuk melakukan kunjungan kekonsuleran ke tempat-tempat penampungan sementara para imigran ilegal di Aceh. Keempat, Myanmar menyambut baik tawaran kerja sama Indonesia untuk pembangunan negara bagian Rakhine secara inklusif dan non-diskriminatif. [rn/Islampos]
Malaysia dan Indonesia Setuju Tampung Pengungsi Rohingya
Malaysia dan Indonesia menyatakan siap menampung pengungsi Rohingya
untuk setahun. Sebelumnya Filipina sudah membuat pernyataan serupa. Ini
terobosan baru dalam upaya penanganan pengungsi yang kelaparan di tengah
laut.
Malaysia dan Indonesia hari Rabu (20/05) menyatakan siap menerima
pengungsi Rohingya yang terkatung-katung di tengah laut di daerah
perairannya. Hal itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri kedua negara
setelah melakukan konsultasi dengan menlu Thailand di Putrajaya,
Malaysia (gambar).
"Indonesia dan Malaysia sepakat untuk memberikan bantuan kemanusiaan
kepada 7000 imigran tidak resmi yang berada di laut", kata Menlu
Malaysia Anifah Aman kepada wartawan di Putrajaya.
Malaysia dan Indonesia juga menerangkan siap membangun tempat
penampungan sementara untuk satu tahun bagi para pengungsi. Menlu Anifah
Aman dan Menlu Indonesia Retno Marsudi menambahkan, kedua negara juga
mengundang negara-negara lain untuk bergabung dalam upaya ini.
Perwakilan Lembaga Bantuan Pengungsi PBB, UNHCR di Jenewa menyatakan
menyambut baik niat Malaysia dan Indonesia. Para pengungsi harus
secepatnya dibawa ke darat dan mendapat perawatan tanpa tertunda lagi,
demikian disebutkan.
Tidak akan diusir lagi
Anifah Aman menegaskan, penolakan kapal dan penarikan kembali ke tengah
laut "tidak akan terjadi lagi". Indonesia, Malaysia dan Thailand sempat
dikritik lembaga internasional karena mengusir dan menarik kembali kapal
pengungsi ke tengah laut.
Indonesia dan Malaysia menyatakan akan menjamin nasib lebih
dari 7.000 orang yang sekarang masih terkatung-katung di sekitar Selat
Malaka. Tapi Menlu Malaysia Anifah Aman menandaskan, hanya akan menerima
pengungsi yang "saat ini ada di tengah laut", dan tidak berniat
menerima pengungsi baru dari Myanmar.
Menteri Luar Negeri Thailand Tanasak Patimapragorn yang ikut dalam
konsultasi di Putrajaya belum membuat pernyataan dan menerangkan masih
harus membahas hasil pertemuan itu dengan pemerintahnya. Sekitar 3000
pengungsi berenang ke pantai atau berhasil diselamatkan dalam beberapa
hari terakhir. Diperkirakan masih ada 4000 pengungsi di kapal-kapal yang
penuh sesak di perairan lepas pantai.
Diselamatkan nelayan lokal
Ratusan pengungsi kembali diselamatkan oleh nelayan Aceh dari kapal yang
terancam karam di lepas pantai Aceh. Menurut keterangan pejabat dan
nelayan lokal, ada 433 orang yang dibawa ke tempat-tempat penampungan di
Aceh Timur.
Berdasarkan konsultasi dengan Badan Pengungsi
PBB, UNHCR dan Organisasi Imigran Internasional, IOM, para pengungsi
akan didata. Masih belum jelas bagaimana prosedur selanjutnya. Pejabat
Indonedia dan Malaysia mengatakan, mereka yang memegang kewarganegaraan
Bangladesh akan dipulangkan, karena mereka "pengungsi ekonomi".
Wakil Presiden Jusuf Kalla menerangkan, pengungsi memang terbagi menjadi
dua kelompok, yaitu pengungsi etnis Rohingya dan pengungsi asal
Bangladesh. Penanganan kedua kelompok itu berbeda karena alasan mereka
mengungsi juga berbeda.
"Jadi nanti contohnya orang Bangladesh harus kembali karena dia
pengungsi ekonomi," kata Jusuf Kalla di kantornya di Jakarta. Sementara
untuk pengungsi etnis Rohingya, pemerintah Indonesia akan memberi tempat
sementara untuk jangka waktu tertentu.
hp/vlz (afp, rtr, dpa)
Terlarang,
Muslim Menindas Minoritas Non-Muslim
(Foto: ilustrasi)
Oleh:
Raehanul Bahraen
INILAHCOM,
Jakarta-- Sedang hangat berita kaum Muslimin yang menjadi minoritas di suatu
negeri dizalimi oleh orang kafir yang menjadi mayoritas di sana, hingga kaum
Muslimin terusir dari tanah air mereka. Tentu kita sebagai sesama Muslim merasa
sedih yang amat dalam atas kejadian ini.
Namun timbul niat dari sebagian kaum Muslimin untuk membalas kezaliman tersebut kepada kaum kafir yang berada di negeri yang kaum Muslimin jadi mayoritas di sana. Ketahuilah, hal ini tidak dibenarkan dalam Islam. Kezaliman tidak dibalas kezaliman, bahkan wajib bersikap adil walaupun terhadap non-muslim.
Namun timbul niat dari sebagian kaum Muslimin untuk membalas kezaliman tersebut kepada kaum kafir yang berada di negeri yang kaum Muslimin jadi mayoritas di sana. Ketahuilah, hal ini tidak dibenarkan dalam Islam. Kezaliman tidak dibalas kezaliman, bahkan wajib bersikap adil walaupun terhadap non-muslim.
Wajib
berlaku adil dalam setiap keadaan. Allah Subhanahu wa Taala berfirman dan
memerintahkan agar kita berbuat adil,
"Allah
tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari
negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil."
(Al-Mumtahah: 8).
Syaikh
Abdurrahman bin Nashir As-Sadiy rahimahullah menjelaskan,
"Allah
tidak melarang kalian untuk berbuat baik, menyambung silaturahmi, membalas
kebaikan , berbuat adil kepada orang-orang musyrik, baik dari keluarga kalian
dan orang lain. Selama mereka tidak memerangi kalian karena agama dan selama
mereka tidak mengusir kalian dari negeri kalian, maka tidak mengapa kalian
menjalin hubungan dengan mereka karena menjalin hubungan dengan mereka dalam
keadaan seperti ini tidak ada larangan dan tidak ada kerusakan" (Tafsir Ar
Sadi).
Sekalipun
kita merasakan kesedihan yang mendalam terhadap keadaan saudara kita yang
terzalimi dan merasakan kemarahan yang amat sangat terhadap kaum kuffar yang
memerangi kaum Muslimin, Allah menuntut kita untuk berlaku adil dalam setiap
keadaan.
Allah Taala berfirman:
Allah Taala berfirman:
"Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk
berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.
Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan" (QS. Al Maidah: 8).
Maka,
walaupun dalam keadaan marah dan sedih, kita wajib berlaku adil. Yaitu,
menempatkan segala sesuatu pada tempatnya, dengan menjalankan segala sesuatunya
sesuai tuntunan syariat tanpa berlebihan atau meremehkan.
Tidak
boleh menganggu non-muslim tanpa sebab syari. Inilah kemuliaan ajaran Islam,
tidak boleh kita menzalimi orang non-muslim sekalipun jika mereka memang tidak
bersalah. Kedzaliman adalah kegelapan di hari kiamat. Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
"Kezhaliman
adalah kegelapan (yang berlipat) di hari Kiamat".
Kita
dilarang menzhalimi kafir muahad (kafir yang ada perjanjian damai dengan kaum
muslim), termasuk di zaman sekarang perjanjian dan kerjasama antar negara.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
"Ingatlah,
siapa yang mendzalimi seorang kafir muahad, merendahkannya, membebaninya di
atas kemampuannya atau mengambil sesuatu darinya tanpa keridhaan dirinya, maka
saya adalah lawan bertikainya pada hari kiamat" (HR. Abu Daud, dishahihkan
Al Albani dalam Shahih Al Jami).
Bahkan
tidak boleh dibunuh juga dan ancamannya besar, yaitu tidak mencium bau surga.
"Siapa yang membunuh kafir Muahad ia tidak akan mencium bau surga dan sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun" (HR. Bukhari).
Lihat bagaimana mulianya ajaran Islam yang tidak membolehkan berbuat zalim kepada siapapun tanpa sebab yang syari.
"Siapa yang membunuh kafir Muahad ia tidak akan mencium bau surga dan sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun" (HR. Bukhari).
Lihat bagaimana mulianya ajaran Islam yang tidak membolehkan berbuat zalim kepada siapapun tanpa sebab yang syari.
Jihad
ada aturannya
Adapun
jihad ofensif melawan orang kafir yang memerangi kaum Muslimin, dengan
menyerang ke negeri kafir yang memerangi kaum Muslimin, ini adalah hal yang
disyariatkan namun ada aturannya. Oleh karena itu Allah Taala berfirman:
"Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas" (QS Al Baqarah: 190).
"Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas" (QS Al Baqarah: 190).
Dan
diantara ketentuan jihad ofensif adalah jihad dilakukan bersama ulil amri,
bukan secara individu. Berdasarkan firman Allah:
Hai
orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu:
"Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat
dan ingin tinggal di tempatmu. Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia
sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia
(dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. Jika kamu tidak
berangkat untuk berperang, niscaya Allah akan menyiksa dengan siksa yang pedih
dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi
kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS.
At-Taubah: 38-39).
Lebih
lengkap mengenai aturan jihad yang syari silakan simak artikel "Konsep
Syariat Tentang Jihad Memerangi Orang Kafir".
Ringkasnya,
tidak dibenarkan menzalimi kaum kuffar yang minoritas di suatu negeri. Juga
tidak dibenarkan jihad secara serampangan seperti menyerang negeri kaum kuffar
secara individual tanpa perintah ulil amri kaum Muslimin.[ ]
-
See more at:
http://mozaik.inilah.com/read/detail/2206512/terlarang-muslim-menindas-minoritas-non-muslim#sthash.Qne03d13.dpuf
Dunia
PBB Desak Indonesia, Malaysia dan Thailand Selamatkan Pengungsi
http://www.dw.de/pbb-desak-indonesia-malaysia-dan-thailand-selamatkan-pengungsi/a-18458432
Tiga lembaga kemanusiaan PBB mendesak Indonesia, Malaysia dan Thailand
meningkatkan operasi penyelamatan pengungsi. ASEAN mohon Myanmar
tunjukkan "partisipasi konstruktif" untuk cari solusi.
Tiga lembaga PBB, Kantor Hak Asasi Manusia (HAM) di Jenewa, Badan Urusan
Pengungsi UNHCR dan Organisasi Migrasi Internasional IOM mengeluarkan
pernyataan bersama hari Selasa (19/05715) terkait krisis pengungsi
Rohingya di Asia Tenggara.
Ketiga badan PBB itu mendesak agar Indonesia, Malaysia dan Thailand
menyelamatkan para pengungsi Rohingya yang masih terkatung-katung di
tengah laut dalam kondisi mengenaskan.
Ketiga negara diminta agar mengijinkan kapal-kapal pengungsi merapat ke
darat, dan tidak mengusir atau menarik kapal mereka kembali ke tengah
laut.
Diperkirakan masih ada sekitar 4000 pengungsi, diantaranya banyak
anak-anak dan perempuan, yang masih berada di atas kapal tanpa bahan
makanan. Badan urusan pengungsi UNHCR menyebutkan, sekitar 2000
pengungsi sudah berada sekitar 40 hari di atas lima kapal yang penuh
sesak.
Diskriminasi di Myanmar
Dalam pernyataan bersama, ketiga lembaga PBB itu meminta kepada
negara-negara terkait agar "segera menyediakan daerah tujuan yang aman..
dan menetapkan prosedur pendataan untuk mengidentifikasi, siapa saja
yang membutuhkan perlindungan internasional sebagai pengungsi".
Komisaris Tinggi HAM PBB Zeid Ra'ad Zeid Al
Hussein asal Yordania minggu lalu sudah menyatakan, arus pengungsi akan
terus berlanjut sampai Myanmar mengakhiri diskriminasi terhadap
minoritas Rohingya yang mayoritasnya pemeluk Islam.
Dalam pernyataan bersama selanjutnya disebutkan, para pengungsi
mengalami kekurangan pangan, dehidrasi dan tindakan kekerasan. UNHCR
menyerukan kepada negara-negara yang kedatangan pengungsi Rohingya, agar
mereka tidak dihukum atau dideportasi.
Korban perdagangan manusia
Sebagian pengungsi menceritakan, mereka harus membayar sampai 300 dolar
AS untuk mendapat tempat di atas kapal. Setelah itu, para awak kapal
meninggalkan mereka di laut hanya dengan sedikit atau tanpa makanan dan
minuman sama sekali.
Menurut laporan kantor berita AFP, sempat terjadi kerusuhan di beberapa
kapal ketika persediaan makanan habis. Para pengungsi yang putus asa
berebut bahan makanan dan terlibat aksi kekerasan sampai pembunuhan.
Pemerintah Filipina kini menyatakan siap menerima ribuan pengungsi
Rohingya dan Bangladesh yang terkatung-katung di Laut Andaman. Juru
bicara kementrian luar negeri Filipina, Charles Jose mengatakan, Manila
punya kewajiban untuk menyelamatkan pengungsi sesuai dengan perjanjian
PBB dari tahun 1951 yang sudah diratfikasi oleh negaranya.
"Kami punya komitmen dan tanggung jawab untuk memperluas bantuan
kemanusiaan bagi para pencari suaka ini," kata Charles Jose pada
televisi Filipina.
ASEAN ajak Myanmar tunjukkan "partisipasi konstruktif"
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menegaskan, masalah
pengungsi adalah masalah regional di kawasan itu, dan seluruh negara
yang terkait harus bertanggung jawab.
"Ini bukan hanya isu dan masalah untuk satu atau dua negara
saja, tapi untuk seluruh kawasan," kata Retno Marsudi di Jakarta dan
menambahkan, masalah pengungsi seperti ini juga terjadi di kawasan lain
"bahkan sudah menjadi krisis internasional".
Ketika ditanya apakah Indonesia akan menekan Myanmar dalam isu ini,
Retno Marsudi mengelak dan menjawab bahwa akan ada "partisipasi yang
konstruktif". ASEAN sampai saat ini memang berusaha menghindari
pernyataan tegas terhadap Myanmar, salah satu anggota termuda di
persemakmuran ini.
hp/yf (afp, rtr, dpa)
(Foto: ilustrasi)
Oleh: Raehanul Bahraen
INILAHCOM, Jakarta-- Sedang hangat berita kaum Muslimin yang menjadi minoritas di suatu negeri dizalimi oleh orang kafir yang menjadi mayoritas di sana, hingga kaum Muslimin terusir dari tanah air mereka. Tentu kita sebagai sesama Muslim merasa sedih yang amat dalam atas kejadian ini.
Namun timbul niat dari sebagian kaum Muslimin untuk membalas kezaliman tersebut kepada kaum kafir yang berada di negeri yang kaum Muslimin jadi mayoritas di sana. Ketahuilah, hal ini tidak dibenarkan dalam Islam. Kezaliman tidak dibalas kezaliman, bahkan wajib bersikap adil walaupun terhadap non-muslim.
Wajib berlaku adil dalam setiap keadaan. Allah Subhanahu wa Taala berfirman dan memerintahkan agar kita berbuat adil,
.
"Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil." (Al-Mumtahah: 8).
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sadiy rahimahullah menjelaskan,
"Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik, menyambung silaturahmi, membalas kebaikan , berbuat adil kepada orang-orang musyrik, baik dari keluarga kalian dan orang lain. Selama mereka tidak memerangi kalian karena agama dan selama mereka tidak mengusir kalian dari negeri kalian, maka tidak mengapa kalian menjalin hubungan dengan mereka karena menjalin hubungan dengan mereka dalam keadaan seperti ini tidak ada larangan dan tidak ada kerusakan" (Tafsir Ar Sadi).
Sekalipun kita merasakan kesedihan yang mendalam terhadap keadaan saudara kita yang terzalimi dan merasakan kemarahan yang amat sangat terhadap kaum kuffar yang memerangi kaum Muslimin, Allah menuntut kita untuk berlaku adil dalam setiap keadaan.
Allah Taala berfirman:
"Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan" (QS. Al Maidah: 8).
Maka, walaupun dalam keadaan marah dan sedih, kita wajib berlaku adil. Yaitu, menempatkan segala sesuatu pada tempatnya, dengan menjalankan segala sesuatunya sesuai tuntunan syariat tanpa berlebihan atau meremehkan.
Tidak boleh menganggu non-muslim tanpa sebab syari. Inilah kemuliaan ajaran Islam, tidak boleh kita menzalimi orang non-muslim sekalipun jika mereka memang tidak bersalah. Kedzaliman adalah kegelapan di hari kiamat. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
"Kezhaliman adalah kegelapan (yang berlipat) di hari Kiamat".
Kita dilarang menzhalimi kafir muahad (kafir yang ada perjanjian damai dengan kaum muslim), termasuk di zaman sekarang perjanjian dan kerjasama antar negara. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
"Ingatlah, siapa yang mendzalimi seorang kafir muahad, merendahkannya, membebaninya di atas kemampuannya atau mengambil sesuatu darinya tanpa keridhaan dirinya, maka saya adalah lawan bertikainya pada hari kiamat" (HR. Abu Daud, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami).
Bahkan tidak boleh dibunuh juga dan ancamannya besar, yaitu tidak mencium bau surga.
"Siapa yang membunuh kafir Muahad ia tidak akan mencium bau surga dan sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun" (HR. Bukhari).
Lihat bagaimana mulianya ajaran Islam yang tidak membolehkan berbuat zalim kepada siapapun tanpa sebab yang syari.
Jihad ada aturannya
Adapun jihad ofensif melawan orang kafir yang memerangi kaum Muslimin, dengan menyerang ke negeri kafir yang memerangi kaum Muslimin, ini adalah hal yang disyariatkan namun ada aturannya. Oleh karena itu Allah Taala berfirman:
"Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas" (QS Al Baqarah: 190).
Dan diantara ketentuan jihad ofensif adalah jihad dilakukan bersama ulil amri, bukan secara individu. Berdasarkan firman Allah:
*
Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu. Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah akan menyiksa dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. At-Taubah: 38-39).
Lebih lengkap mengenai aturan jihad yang syari silakan simak artikel "Konsep Syariat Tentang Jihad Memerangi Orang Kafir".
Ringkasnya, tidak dibenarkan menzalimi kaum kuffar yang minoritas di suatu negeri. Juga tidak dibenarkan jihad secara serampangan seperti menyerang negeri kaum kuffar secara individual tanpa perintah ulil amri kaum Muslimin.[ ]
- See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2206512/terlarang-muslim-menindas-minoritas-non-muslim#sthash.Qne03d13.dpufINILAHCOM, Jakarta-- Sedang hangat berita kaum Muslimin yang menjadi minoritas di suatu negeri dizalimi oleh orang kafir yang menjadi mayoritas di sana, hingga kaum Muslimin terusir dari tanah air mereka. Tentu kita sebagai sesama Muslim merasa sedih yang amat dalam atas kejadian ini.
Namun timbul niat dari sebagian kaum Muslimin untuk membalas kezaliman tersebut kepada kaum kafir yang berada di negeri yang kaum Muslimin jadi mayoritas di sana. Ketahuilah, hal ini tidak dibenarkan dalam Islam. Kezaliman tidak dibalas kezaliman, bahkan wajib bersikap adil walaupun terhadap non-muslim.
Wajib berlaku adil dalam setiap keadaan. Allah Subhanahu wa Taala berfirman dan memerintahkan agar kita berbuat adil,
.
"Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil." (Al-Mumtahah: 8).
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sadiy rahimahullah menjelaskan,
"Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik, menyambung silaturahmi, membalas kebaikan , berbuat adil kepada orang-orang musyrik, baik dari keluarga kalian dan orang lain. Selama mereka tidak memerangi kalian karena agama dan selama mereka tidak mengusir kalian dari negeri kalian, maka tidak mengapa kalian menjalin hubungan dengan mereka karena menjalin hubungan dengan mereka dalam keadaan seperti ini tidak ada larangan dan tidak ada kerusakan" (Tafsir Ar Sadi).
Sekalipun kita merasakan kesedihan yang mendalam terhadap keadaan saudara kita yang terzalimi dan merasakan kemarahan yang amat sangat terhadap kaum kuffar yang memerangi kaum Muslimin, Allah menuntut kita untuk berlaku adil dalam setiap keadaan.
Allah Taala berfirman:
"Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan" (QS. Al Maidah: 8).
Maka, walaupun dalam keadaan marah dan sedih, kita wajib berlaku adil. Yaitu, menempatkan segala sesuatu pada tempatnya, dengan menjalankan segala sesuatunya sesuai tuntunan syariat tanpa berlebihan atau meremehkan.
Tidak boleh menganggu non-muslim tanpa sebab syari. Inilah kemuliaan ajaran Islam, tidak boleh kita menzalimi orang non-muslim sekalipun jika mereka memang tidak bersalah. Kedzaliman adalah kegelapan di hari kiamat. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
"Kezhaliman adalah kegelapan (yang berlipat) di hari Kiamat".
Kita dilarang menzhalimi kafir muahad (kafir yang ada perjanjian damai dengan kaum muslim), termasuk di zaman sekarang perjanjian dan kerjasama antar negara. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
"Ingatlah, siapa yang mendzalimi seorang kafir muahad, merendahkannya, membebaninya di atas kemampuannya atau mengambil sesuatu darinya tanpa keridhaan dirinya, maka saya adalah lawan bertikainya pada hari kiamat" (HR. Abu Daud, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami).
Bahkan tidak boleh dibunuh juga dan ancamannya besar, yaitu tidak mencium bau surga.
"Siapa yang membunuh kafir Muahad ia tidak akan mencium bau surga dan sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun" (HR. Bukhari).
Lihat bagaimana mulianya ajaran Islam yang tidak membolehkan berbuat zalim kepada siapapun tanpa sebab yang syari.
Jihad ada aturannya
Adapun jihad ofensif melawan orang kafir yang memerangi kaum Muslimin, dengan menyerang ke negeri kafir yang memerangi kaum Muslimin, ini adalah hal yang disyariatkan namun ada aturannya. Oleh karena itu Allah Taala berfirman:
"Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas" (QS Al Baqarah: 190).
Dan diantara ketentuan jihad ofensif adalah jihad dilakukan bersama ulil amri, bukan secara individu. Berdasarkan firman Allah:
*
Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu. Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah akan menyiksa dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. At-Taubah: 38-39).
Lebih lengkap mengenai aturan jihad yang syari silakan simak artikel "Konsep Syariat Tentang Jihad Memerangi Orang Kafir".
Ringkasnya, tidak dibenarkan menzalimi kaum kuffar yang minoritas di suatu negeri. Juga tidak dibenarkan jihad secara serampangan seperti menyerang negeri kaum kuffar secara individual tanpa perintah ulil amri kaum Muslimin.[ ]
ASEAN, Rohingnya dan Krisis Kemanusiaan di Myanmar
http://www.anwibisono.com/
Pengungsi Rohingya |
Adhe Nuansa Wibisono, S.IP[1]
ASEAN Researcher, The
Habibie Center
http://www.anwibisono.com/
Selasa, 20 Agustus 2013
Krisis Kemanusiaan Rohingya
Krisis
kemanusiaan yaitu kasus kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap
kelompok minoritas muslim Rohingya di Myanmar telah menyita perhatian publik
internasional. Eskalasi konflik yang meningkat antara Buddha Arakan dengan
muslim Rohingya memberikan gambaran yang buruk mengenai keseriusan pemerintah
Myanmar dalam penegakan hukum dan hak asasi manusia. Krisis Rohingya ini dipicu
oleh insiden pemerkosaan dan pembunuhan terhadap Ma Thida Htwe (27 tahun),
seorang gadis Buddhis Arakan, yang dilakukan oleh beberapa oknum muslim
Rohingya pada Mei 2012. Insiden tersebut kemudian memicu gejala kebencian
terhadap muslim Rohingya di seluruh daerah Arakan. Beberapa hari setelah
insiden itu, masyarakat Buddhis Arakan membalas dengan memukuli dan membunuh 10
orang etnis Rohingya, dalam satu insiden pencegatan dan pembunuhan penumpang
bus antar-kota, hingga tewas di Taunggup.[2]
Insiden
pembunuhan tersebut menjadi awal bagi meningkatnya gejala kekerasan yang dan
pelanggaran hak asasi manusia yang dialami oleh muslim Rohingya. Kelompok
Buddhis Arakan, didukung oleh pendeta Buddha lokal dan aparat keamanan Myanmar,
melakukan berbagai tindakan kekerasan secara sistematis terhadap muslim
Rohingya meliputi pemukulan, pemenggalan, pembunuhan, pemerkosaan, pembakaran
tempat tinggal, pengusiran dan isolasi bantuan ekonomi. Berbagai tindakan kekerasan
ini digunakan sebagai cara untuk mengusir etnis Rohingya keluar dari Myanmar.
Aksi anarkisme yang dilakukan oleh masyarakat Arakan ini tidak mendapat
perhatian serius dari pemerintah Myanmar, khususnya perlindungan terhadap
keberlangsungan hidup etnis Rohingya dan penegakan hukum terhadap pelaku
aksi-aksi kekerasan. Pemerintah Myanmar dinilai sengaja mengambil kebijakan
yang diskriminatif terhadap muslim Rohingnya dan adanya dugaan upaya
pembersihan etnis (ethnic cleansing)
yang dilakukan oleh aparat keamanan Myanmar kepada etnis Rohingya.
Kehidupan etnis
Rohingnya ini juga diawasi dan dikendalikan pasukan penjaga perbatasan yang
dikenal sebagai Nasaka, inisial nama kesatuan tersebut dalam bahasa Burma. Unit
Nasaka terdiri dari perwira berbagai kesatuan seperti polisi, militer, bea
cukai dan imigrasi. Nasaka mengendalikan hampir setiap aspek dari kehidupan
etnis Rohingya. Dokumentasi pelanggaran hak asasi manusia melaporkan bahwa
Nasaka bertanggungjawab dalam kasus pemerkosaan, pemerasan dan kerja paksa.
Etnis Rohingya tidak dapat melakukan perjalanan antar kota atau mengurus
pernikahan tanpa adanya perizinan dari Nasaka, yang semuanya baru akan diurus
setelah membayar uang suap.[3]
Menurut laporan
United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs, sekitar
180,000 orang mendapatkan dampak dari dua gelombang kekerasan sektarian antara
masyarakat Buddhis Arakan dengan Muslim Rohingya di distrik Arakan Barat pada
tahun 2012. Dari jumlah tersebut 140,000 orang masih mengungsi, sebagian besar
dari mereka adalah orang Rohingya yang tinggal di 80 kamp dan shelter
pengungsian. Sementara itu sekitar 36,000 orang sisanya tinggal di 113 desa
terpencil yang mengalami kesulitan akses untuk pelayanan dasar. Sejumlah 167
orang tewas dalam insiden kekerasan (78 orang pada Juni dan 89 orang pada
Oktober), 223 orang mengalami luka-luka (87 orang pada Juni dan 136 orang pada
Oktober) dan lebih dari 10,000 rumah dan bangunan hancur akibat insiden
tersebut.[4]
Sejak Oktober
2012 diperkirakan terdapat 785 orang pengungsi Rohingya tewas tenggelam di laut
dalam pelariannya untuk mencapai perairan Thailand, Indonesia, Malaysia dan
Australia, berbanding dengan 140 orang tewas pada tahun 2011. Sementara di
Bangladesh diperkirakan terdapat 300,000 orang pengungsi Rohingya, ungkap Medecins Sans Frontieres (MSF),
organisasi medis non-pemerintah asal Perancis. Beberapa pengungsi lainnya
mencoba mengungsi ke India, Nepal dan Timor Leste. Pada saat yang bersamaan
sekitar 2,000 orang Rohingya baik pria, wanita dan anak-anak berada di
shelter-shelter pengungsian di wilayah perbatasan Thailand.[5] Pemerintah Bangladesh melansir bahwa mereka telah menerima
sekitar 25,000 orang Rohingya dengan status pengungsi, yang mendapatkan bantuan
dari PBB, ditempatkan di dua kamp di sebelah tenggara Bangladesh. Diperkirakan
masih terdapat antara 200,000 hingga 300,000 orang pengungsi Rohingya yang
tidak terdaftar, tidak memiliki status dan hak-hak legal sebagai pengungsi.
Orang-orang ini menetap di luar kamp pengungsian dan bergantung kepada
masyarakat lokal Bangladesh untuk bertahan hidup.[6]
Berdasarkan
laporan media, terdapat sekitar 90 orang tewas dan hampir 30,000 orang Rohingya
terusir akibat gelombang baru kekerasan setelah sekelompok ekstremis menyerang
dan membakar rumah dan perahu di daerah pemukiman muslim di Kyaukpyu pada
Oktober 2012. Sejumlah orang Rohingnya juga dibawa ke tengah laut melalui
perahu, tongkang dan kapal nelayan, dilaporkan lebih dari seratus orang tewas
tenggelam setelah kapal mereka diserang dan ditenggelamkan. Gambar satelit yang
dipublikasikan oleh Human Rights Watch mengindikasikan bahwa pembakaran
terhadap pemukiman Rohingya di Kyaukpyu telah direncanakan dan melibatkan unsur
dari militer. Serangan ini menyebabkan kerusakan di delapan distrik yang
menghancurkan 4,000 rumah beserta tempat peribadatan.[7]
Dilema ASEAN : Prinsip Non-Intervensi
ASEAN sebenarnya
sudah mengadopsi prinsip-prinsip penegakan hak asasi manusia melalui
dibentuknya ASEAN Intergovermental Commission on Human Rights (AICHR) pada
tahun 2009. Selain itu juga tercantum dalam Piagam ASEAN mengenai proses
pembangunan komunitas ASEAN yang melindungi hukum, hak asasi manusia dan
terwujudnya stabilitas dan perdamaian di Asia Tenggara. Institusionalisasi isu
hak asasi manusia merupakan upaya yang dilakukan ASEAN untuk melakukan
penanganan yang lebih serius mengenai krisis pelanggaran hak asasi manusia yang
terjadi di Asia Tenggara. AICHR dihadapkan dengan kecendrungan organisasi pada
norma konservatif akan kedaulatan negara dan prioritas negara anggota akan
investasi asing yang lebih mengutamakan pertumbuhan ekonomi daripada
perlindungan hak asasi manusia. Salah satu fungsi pembentukan AICHR adalah untuk
memberikan informasi dari negara anggota untuk mendorong promosi dan
perlindungan akan hak asasi manusia.
Dilema penegakan
hak asasi manusia dalam skala kawasan muncul dikarenakan Piagam ASEAN
menyediakan landasan hukum bagi prinsip non-intervensi yang menjadikan ASEAN
tidak memiliki legitimasi dan otoritas yang cukup untuk mengintervensi masalah
konflik dan pelanggaran hak asasi manusia internal negara-negara anggotanya.
Prinsip non-intervensi terdapat dalam pasal 2 piagam ASEAN[8]
: (e) non-interference in the internal affairs of ASEAN Member States, (f)
respect for the right of every Member State to leads its national existence
free from external interference, subversion and coersion. Doktrin ini kemudian
menghambat penerapan hukum hak asasi manusia dalam lingkup regional dan
memungkinkan negara untuk melakukan penyalahgunaan terhadap perlindungan hak asasi
manusia tanpa adanya pengawasan dan hukuman oleh ASEAN.[9]
Terkait
permasalahan Rohingya jajaran kementerian luar negeri negara anggota ASEAN
telah mengeluarkan pernyataan sikap pada Agustus 2012, yaitu : (1) mendorong
pemerintahan Myanmar untuk terus bekerja dengan PBB dalam menangani krisis
kemanusiaan di Arakan, (2) menyatakan keseriusan organisasi regional ASEAN
untuk menyediakan bantuan kemanusiaan, (3) menggarisbawahi bahwa upaya
mendorong harmoni nasional di Myanmar merupakan bagian integral dari proses
demokratisasi di negara tersebut.[10] Sekretaris Jenderal ASEAN, Dr. Surin Pitsuwan, mengingatkan bahwa isu
Rohingya dapat mengganggu stabilitas kawasan jika komunitas internasional,
termasuk ASEAN, gagal untuk merespon krisisi tersebut secara tepat dan efektif.
Surin Pitsuwan juga mengakui bahwa ASEAN tidak dapat menekan pemerintah Myanmar
untuk memberikan kewarganegaraan kepada etnis Rohingya.
Selain itu juga
ASEAN sebagai organisasi regional memiliki tanggung jawab untuk menangani kasus
pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Myanmar sesuai dengan doktrin
Responbility to Protect (R2P) yang telah diadopsi negara-negara anggota PBB pada
United Nations World Summit 2005. Doktrin R2P ini muncul sebagai respon atas
kasus genosida dan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Rwanda. Tiga prinsip mendasar dalam doktrin
R2P tersebut adalah[11]
:
- Negara memiliki tanggung jawab utama untuk melindungi penduduk dari genosida, kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan dan pembersihan etnis,
- Komunitas internasional memiliki tanggung jawab untuk membantu negara-negara dalam memenuhi tanggung jawabnya,
- Komunitas internasional harus menggunakan cara-cara diplomatik, kemanusiaan dan cara damai lainnya untuk melindungi penduduk dari kejahatan perang. Jika suatu negara gagal dalam melindungi penduduk atau menjadi pelaku kejahatan perang, maka komunitas internasional harus siap untuk mengambil tindakan yang lebih tegas termasuk penggunaan kekuatan kolektif melalui Dewan Keamanan PBB
Meskipun doktrin
R2P telah diadopsi oleh negara-negara anggota ASEAN, doktrin ini belum diterima
secara penuh di Asia dan penerapannya juga belum dilakukan secara serius.
Khususnya dalam kasus yang terjadi di Myanmar, prinsip non-intervensi dalam
urusan internal negara anggota ASEAN yang tercantum dalam piagam ASEAN
membatasi ruang ASEAN untuk bertindak melakukan penegakan dan perlindungan hak
asasi manusia dalam skala regional. ASEAN tidak mampu untuk melakukan penegakan
hukum terhadap pemerintah Myanmar karena tidak memiliki legitimasi hukum dalam
skala regional yang memiliki kewenangan di atas hukum nasional negara
anggotanya. Meskipun memiliki hambatan ini, ASEAN memiliki mekanisme yang
disebut sebagai ASEAN Regional Forum (ARF) dan ASEAN Intergovermental
Commission on Human Rights (AICHR), yang berkaitan dan dapat digunakan sebagai
mekanisme dalam penerapan prinsip R2P. Negara-negara mayoritas muslim seperti
Indonesia dan Malaysia seharusnya dapat mengambil peran penting melalui ASEAN dalam
melakukan advokasi atas kasus Rohingya.[12]
Rekomendasi
Sebagai
organisasi regional di kawasan Asia Tenggara, ASEAN seharusnya dapat memainkan
peranan sentral dalam melakukan tekanan politik kepada pemerintahan Myanmar
dalam mencegah eskalasi konflik antar etnis di Arakan. ASEAN dalam kemitraannya
dengan PBB seharusnya menjadi saluran utama dalam memperluas bantuan
kemanusiaan kepada seluruh penduduk yang terkena dampak dan menjadi korban dari
konflik di area tersebut. ASEAN juga dapat memberikan sanksi dan blokade
ekonomi kepada Myanmar untuk memberikan perlindungan HAM di kawasan.
ASEAN juga dapat
menggunakan berbagai mekanisme untuk memberikan bantuan kemanusiaan ke Myanmar
dalam penanganan masalah Rohingya. ASEAN dapat berperan aktif dalam mencari dan
menemukan akar permasalahan konflik antar etnis di Arakan melalui pembangunan
kapasitas dalam perdamaian, mediasi konflik, pencegahan konflik, manajemen
keamanan perbatasan, masalah migrasi, penguatan kapabilitas pemerintahan lokal
dalam manajemen perdamaian dan ketertiban sosial.
ASEAN juga dapat
membantu parlemen Myanmar dalam mengkaji dan mengamandemen undang-undang yang
ada mengenai kewarganegaraan, pengungsi, dan orang-orang tanpa kewarganegaraan dengan
perubahan yang memungkinkan pemerintah pusat dan otoritas lokal menangani
masalah ini. Pemerintah Myanmar telah terbuka dengan gagasan pemberian status
kewarganegaraan kepada orang Rohingya yang memenuhi kualifikasi di Arakan, ini
adalah sebuah kesempatan positif yang seharusnya dapat dioptimalkan oleh ASEAN.
ASEAN seharusnya
dapat membangun supremasi hukum di atas hukum nasional negara anggota khususnya
Myanmar dalam isu perlindungan hak asasi manusia. Dengan kata lain konstitusi
nasional, hukum perundangan, kebijakan dan tindakan dari negara anggota ASEAN
dapat dikoreksi dan dianulir jika bertentangan dengan tujuan, prinsip dan
kebijakan ASEAN
dalam penegakan hukum dan hak asasi manusia. Dalam
konteks krisis kemanusiaan Rohingya adanya pembentukan mahkamah konstitusi
ASEAN yang memiliki wewenang dan otoritas untuk melakukan peninjauan,
pembatalan dan amandemen undang-undang dan kebijakan nasional Myanmar menjadi
suatu hal yang sangat penting dalam upaya perlindungan hak asasi manusia di
kawasan Asia Tenggara.
ASEAN kemudian mendorong
pelaksanaan doktrin Responsibility to Protect (R2P) dalam penanganan krisis
kemanusiaan Rohingya. ASEAN bekerjasama dengan negara anggota mayoritas muslim
seperti Indonesia dan Malaysia dapat mengambil peranan penting untuk
mengadvokasi kasus pelanggaran hak asasi manusia yang menimpa muslim Rohingnya.
Selain itu ASEAN diharapkan dapat pro-aktif untuk berdialog dengan negara-negara
perbatasan Myanmar seperti Bangladesh, India dan Thailand dan juga negara-negara
mayoritas muslim seperti Malaysia dan Indonesia dalam menemukan solusi bersama
mengenai nasib ratusan ribu orang pengungsi Rohingya yang sudah terusir dari
Myanmar dan tersebar di berbagai negara. Masalah penyediaan sarana kehidupan
mendasar dan kejelasan mengenai status kewarganegaraan Rohingya menjadi problem
utama yang harus segera diselesaikan.
Referensi
Aungsan, Killing of Traveling Bengali Muslims in
Taung-goke, http://www.salem-news.com/articles/august112012/blood-trails-myanmar-tk.php, diakses pada 19 Agustus 2013
Andrew R.C.
Marshall, The War of the Rohingnyas,
Reuters - Special Report, 15 June 2012, http://graphics.thomsonreuters.com/12/06/MyanmarRohingya.pdf,
diakses pada 15 Agustus 2013
Burma : In
Search Of A Regional Rohingya Solution – Analysis, 1 August 2013, http://www.eurasiareview.com/01082013-burma-in-search-of-a-regional-rohingya-solution-analysis/,
diakses pada 15 Agustus 2013
R2P Ideas In Brief, ASEAN The Rohingnyas and Myanmar’s Responsibility to Protect, Asia
Pacific Center for the Responsibility to Protect, AP R2P Brief, Vol. 2 No. 9
(2012), http://www.r2pasiapacific.org/docs/r2p-ideas-in-brief/r2piIdeas-in-brief-asean-the-rohingyas-and-myanmars-r2p.pdf, diakses pada 15 Agustus 2013
Daniel Aguirre, Human Rights the ASEAN
Way, JURIST - Forum, Jan. 10, 2012, http://jurist.org/forum/2013/01/human-rights-the-asean-way.php, diakses pada 15 Agustus 2013
Ian G. Robinson
and Iffat S. Rahman, The Unknown Fate of
the Stateless Rohingya, Oxford Monitor of Forced Migration Volume 2, Number
2, pp. 16-20, http://oxmofm.com/wp-content/uploads/2012/11/Robinson-and-Rahman-FINAL.pdf,
diakses pada 16 Agustus 2013
Statement
of ASEAN Foreign Ministers on the Recent Developments in the Rakhine State, http://www.asean.org/news/asean-secretariat-news/item/statement-of-asean-foreign-ministers-on-the-recent-developments-in-the-rakhine-state-myanmar-phnom-penh-cambodia-17-august-2012, diakses
pada 15 Agustus 2013
The ASEAN Charter, http://www.asean.org/archive/publications/ASEAN-Charter.pdf, diakses pada 18 Agustus 2013
[1] Adhe Nuansa Wibisono, S.IP (Cand) M.Si adalah seorang Junior Researcher
pada ASEAN Studies di The Habibie Center, Jakarta, Indonesia. Tulisan ini
merupakan opini pribadi penulis yang tidak mewakili sikap dan kebijakan resmi
dari lembaga asalnya.
[2] Aungsan, Killing of Traveling
Bengali Muslims in Taung-goke, http://www.salem-news.com/articles/august112012/blood-trails-myanmar-tk.php, diakses pada 19 Agustus 2013
[3] Andrew R.C. Marshall, The War of the
Rohingnyas, Reuters - Special Report, 15 June 2012, http://graphics.thomsonreuters.com/12/06/MyanmarRohingya.pdf,
diakses pada 15 Agustus 2013
[4] Burma : In Search Of A Regional Rohingya
Solution – Analysis,
1 August 2013, http://www.eurasiareview.com/01082013-burma-in-search-of-a-regional-rohingya-solution-analysis/,
diakses pada 15 Agustus 2013
[5] Burma: In Search Of A Regional Rohingya Solution – Analysis, 1
August 2013, http://www.eurasiareview.com/01082013-burma-in-search-of-a-regional-rohingya-solution-analysis/,
diakses pada 15 Agustus 2013
[6] Andrew R.C. Marshall, The War of the
Rohingnyas, Reuters - Special Report, 15 June 2012, http://graphics.thomsonreuters.com/12/06/MyanmarRohingya.pdf,
diakses pada 15 Agustus 2013
[7] R2P Ideas In Brief, ASEAN The Rohingnyas and Myanmar’s
Responsibility to Protect, Asia Pacific Center for the Responsibility to
Protect, AP R2P Brief, Vol. 2 No. 9 (2012),
http://www.r2pasiapacific.org/docs/r2p-ideas-in-brief/r2piIdeas-in-brief-asean-the-rohingyas-and-myanmars-r2p.pdf, diakses pada 15 Agustus 2013
[8] The ASEAN Charter, http://www.asean.org/archive/publications/ASEAN-Charter.pdf, diakses pada 18 Agustus 2013
[9] Daniel Aguirre, Human Rights the ASEAN Way,
JURIST - Forum, Jan. 10, 2012, http://jurist.org/forum/2013/01/human-rights-the-asean-way.php, diakses pada 15 Agustus 2013
[10] Statement of ASEAN Foreign Ministers on the Recent Developments in the
Rakhine State, http://www.asean.org/news/asean-secretariat-news/item/statement-of-asean-foreign-ministers-on-the-recent-developments-in-the-rakhine-state-myanmar-phnom-penh-cambodia-17-august-2012,
diakses pada 15 Agustus 2013
[11] Ian G. Robinson and Iffat S. Rahman, The
Unknown Fate of the Stateless Rohingya, Oxford Monitor of Forced Migration
Volume 2, Number 2, pp. 16-20, http://oxmofm.com/wp-content/uploads/2012/11/Robinson-and-Rahman-FINAL.pdf,
diakses pada 16 Agustus 2013
[12] Ian G. Robinson and Iffat S. Rahman, The
Unknown Fate of the Stateless Rohingya, Oxford Monitor of Forced Migration
Volume 2, Number 2, pp. 16-20, http://oxmofm.com/wp-content/uploads/2012/11/Robinson-and-Rahman-FINAL.pdf,
diakses pada 16 Agustus 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar