Rabu, 20 Mei 2015

APA ITU ASEAN..?? UNTUK APA ASEAN...?? MENGAPA PEMBANTAIAN TAK BERPRIKEMANUSIAAN TERHADAP RAKYAT DAN WARGA NEGARA ..... DI SUATU NEGARA ASEAN DIBIARKAN DAN ENGGOTA ASEAN .... SEPERTI... MENUTUP.. MATA...?? SAATNYA SELURUH ANGGOTA ASEAN MEMANGGIL DAN MENDAKWA REGIM.... PEMERINTAHAN JAHAT MYANMAR HARUS SEGERA DIADUKAN KEDEPAN MAHKAMAH INTERNASIONAL... KARENA JELAS DAN NYATA MELAKUKAN GENOSIDA DAN KEJAHATAN KEMANUSIAAN TERHADAP PENDUDUK ROHINGNYA...?? >> REGIM JAHAT PEMERINTAHAN MYANMAR.. HARUS DAJUKAN KEDEPAN MAHKAMAH INTERNASIONAL... ..DAN DIJADIKAN ..... SEBAGAI .... TERDAKWA... PENJAHAT DUNIA YANG HARUS DIHUKUM...??.>> .... ASEANNN......... ASEANNNNNN ..!!!...??? KEMANA SAJA ...?? ASEAN, Rohingnya dan Krisis Kemanusiaan ...?? ...Sekitar 1600 pengungsi kapal asal Myanmar dan Bangladesh mauk ke perairan Indonesia dan Malaysia dua hari terakhir. Pengungsi itu kebanyakan anggota minoritas muslim Rohingya...??!! >> Pemerintah Thailand mendeportasi sekitar 1300 manusia kapal berkebangsaan Rohingya kembali ke Myanmar akhir tahun lalu. Langkah tersebut mengabaikan seruan kelompok hak azasi manusia agar tidak memulangkan kelompok minoritas etnis yang terancam diskriminasi di tanah air sendiri....>>>

Dunia

Nelayan Aceh Selamatkan 800 Pengungsi Rohingya dan Bangladesh

http://www.dw.de/nelayan-aceh-selamatkan-800-pengungsi-rohingya-dan-bangladesh/a-18451487

Hampir 800 pengungsi Rohingya dan Bangladesh diselamatkan nelayan Aceh dengan menarik perahu mereka ke pantai. Menurut keterangan PBB, masih ada ribuan pengungsi yang terkatung-katung di tengah laut. 

Nelayan Aceh menarik dua perahu ke pesisir kota Langsa hari Jumat (15/05). Satu perahu lain ditemukan sehari sebelumnya. Seluruhnya ada hampir 800 pengungsi asal Myanmar dan Bangladesh yang diselamatkan.

Menurut laporan berbagai kantor berita, ada sekitar 420 pengungsi asal Bangladesh dan 370 pengungsi asal Myanmar yang berhasil selamat. Mereka kebanyakan dari etnis Rohingya, minoritas muslim yang mengalami penindasan di negara asalnya.

Para pengungsi itu kini ditampung di Kecamatan Langsa. “Mereka dievakuasi lima kapal nelayan setelah ditemukan berdesakan dalam tongkang kecil,” kata Kapolres Langsa, AKBP Sunarya.

Selanjutnya Sunarya menjelaskan, nelayan dengan kapal motor juga menemukan perahu pengungsi hari Kamis (14/05). Para nelayan lalu menghubungi Polisi Air dan membantu evakuasi pada pengungsi.

Ditolak di Malaysia


“Menurut informasi yang kami dapat dari dari para pengungsi, mereka sempat masuk ke perairan Malaysia. Tapi Angkatan Laut Malaysia mengusir menuju perairan Indonesia,” jelas Sunarya.

Seroang ibu pengungsi yang berhasil diselamatkan di Aceh mencoba menelpon kerabatnya.
Sekarang, sekitar 790 pengungsi itu ditampung di penampungan sementara Pelabuhan Kuala Langsa. Ketika ditemukan, mereka dalam kondisi lemah akibat kelaparan dan dehidrasi.
Minggu yang lalu, ratusan pengungsi juga berhasil diselamatkan dan dibawa ke Aceh, setelah perahunya karam. Ada banyak perempuan dan anak-anak yang lemas karena kekurangan makanan. Selama beberapa hari terakhir, lebih dari 2000 pengungsi asal Myanmar dan Bangladesh mendarat di Malaysia dan Indonesia.
Menurut lembaga urusan pengungsi PBB, UNHCR, masih ada ribuan pengungsi yang terkatung-katung di perairan Asia Tenggara. PBB mengimbau negara-negara Asia Tenggara, terutama Thailand, Malaysia dan Indonesia agar menaati aturan internasional kelautan dan menyelamatkan pengungsi yang terancam tenggelam atau kelaparan.

Saling tuding antara Thailand, Malaysia, Indonesia

Sekretaris Jendral PBB Ban Ki Moon menyerukan kepada negara-negara di kawasan agar "tetap membuka perbatasan untuk membantu orang yang berada dalam kesusahan".
Organisasi Human Rights Watch mengecam pemerintahan Asia Tenggara yang menurut mereka melakukan permainan "ping pong kemanusiaan".
Indonesia menuduh Malaysia sengaja menarik kapal pengungsi yang lewat di teritorialnya sampai ke wilayah perairan Indonesia. Pemerintah Malaysia menolak tuduhan itu dan menerangkan, para pengungsi memang ingin terus berlayar, sebab Malaysia bukan tujuan mereka.
Sementara Thailand menerangkan, mereka sudah membantu pengungsi dan memberikan makanan yang cukup di atas kapal, tapi tidak bisa menahan pengungsi yang ingin berlayar ke Malaysia dan Indonesia. Kebanyakan pengungsi sudah berada sampai tiga bulan di atas kapal, sebelum diselamatkan oleh nelayan lokal.
hp/vlz (afp, rtr, ap)

Dunia

Lebih 1000 Pengungsi Asal Myanmar dan Bangladesh Terdampar di Aceh

  http://www.dw.de/lebih-1000-pengungsi-asal-myanmar-dan-bangladesh-terdampar-di-aceh/a-18443580

Sekitar 1600 pengungsi kapal asal Myanmar dan Bangladesh mauk ke perairan Indonesia dan Malaysia dua hari terakhir. Pengungsi itu kebanyakan anggota minoritas muslim Rohingya. 

Di provinsi Aceh ada sekitar 600 pengungsi yang ditemukan hari Minggu (10/05) pada empat kapal. Sedangkan di Malaysia, lebih 1000 pengungsi dengan tiga kapal ditangkap dan dibawa ke pulau Langkawi.

Kepala Kepolisian Aceh Utara, Ajun Komisaris Besar Achmadi mengatakan para pengungsi terdampar di pantai Aceh Utara. Mereka mendapat pertolongan dari warga setempat lalu dikumpulkan di Gedung Olah Raga Kecamatan Lhoksukon, dan di gedung Polres Aceh Utara.

“Mereka kami kumpulkan ke Polres Aceh Utara untuk memudahkan pendataan. Setelah itu, kami serahkan ke pihak imigrasi. Dari pengakuannya, mereka berasal dari beberapa negara, di antaranya Burma dan Bangladesh,” kata Achmadi.

Kepolisian Malaysia melaporkan, pada hari Minggu itu juga ada lebih 1000 pengungsi dengan tiga kapal yang ditahan di Pulau Langkawi.

Wakil kepala polisi Pulau Langkawi, Jamil Ahmed mengatakan kepada kantor berita AP, kelompoknya terdiri 865 laki-laki, 52 anak-anak dan 101 wanita. Polisi menemukan salah satu perahu mereka terjebak pasir di perairan dangkal di Langkawi.

Korban sindikat perdagangan manusia


Jamil Ahmed menerangkan, seorang pria Bangladesh menceritakan kepada polisi bahwa para awak kapal mereka memberi tahu arah ke mana harus pergi setelah mereka mencapai pantai Malaysia. 

Pengungsi Rohingya ditampung di stadion Lhok Sukon, Aceh Utara, 11 Mei 2015.

Para awak kapal kemudian melarikan diri dengan kapal lain.
Menurut para pengungsi, mereka kehabisan makanan sejak tiga hari. Sebagian besar dari mereka berada dalam kondisi lemah.
Steve Hamilton dari Organisasi Internasional untuk Migrasi, IOM, di Jakarta mengatakan, ke empat kapal bermaksud mendekati pantai Indonesia hari Minggu pagi. Beberapa penumpang sudah melompat ke dalam air dan berenang, sebelum kapal mencapai pantai. Beberapa hari sebelumnya, ratusan pengungsi juga diselamatkan di daerah pesisir Aceh.
Seorang warga Rohingya Rashid Ahmed yang berusia 43 tahun menuturkan, mereka sudah lebih dari dua bulan berada di laut. Ia mengaku meninggalkan Myanmar dengan anak sulungnya tiga bulan lalu.

Ribuan pengungsi ditahan di Malaysia

Chris Lewa, Direktur Arakan Project, yang telah memantau kondisi pengungsi Rohingya lebih sepuluh tahun memperkirakan, ada 7.000 hingga 8.000 orang yang kini terperangkap dalam kapal-kapal mereka di Selat Malaka perairan internasional di dekatnya.

Pengungsi Rohingya di stadion Lhok Sukon, Aceh Utara. Banyak anak-anak dan perempuan.

Itu terjadi setelah pemerintah Thailand dan Malaysia membongkar dan menangkapi anggota sindikat perdagangan manusia dalam beberapa bulan terakhir. Para pengungsi kini ditinggalkan para pengurusnya di kamp-kamp penampungan, tanpa makanan.
"Para pedagang manusia menggunakan kapal-kapal sebagai kamp penampungan", kata Chris Lewa. "Mereka sekarang berusaha mencapai darat, karena hampir mati kelaparan", tambahnya.
Mark Getchell dari IOM mengatakan kepada kantor berita Reuters, para pengungsi bercerita bahwa mereka ditinggalkan di kapal setelah mendekat ke pantai Aceh. Awak kapal lalu mengatakan mereka sudah mencapai Malaysia seperti yang dijanjikan, dan meminta para pengungsi berenang ke pantai.
Minoritas Rohingya di Myanmar dan Bangladesh kebanyakan beragama Islam, dan mengaku mengalami diskriminasi di negaranya. Kebanyakan pengungsi membayar mahal kepada sindikat perdagangan manusia dan berharap bisa mencapai Australia lewat perairan Indonesia.
hp/vlz (afp, reuters, ap)

Dunia

Kekerasan Sektarian Ancam Myanmar

http://www.dw.de/kekerasan-sektarian-ancam-myanmar/a-16009286

Polisi Myanmar terpaksa melepaskan tembakan untuk meredakan ketegangan sektarian yang terjadi di kota yang berpenduduk mayoritas muslim Rohingnya. Demikian keterangan pejabat setempat pada hari Jumat (08/06).
Umat Budha diminta lebih toleran kepada kelompok minoritas

Polisi dikerahkan di puluhan desa di negara bagian Rakhine di sepanjang teluk Bengal, setelah sejumlah rumah dibakar menyusul terjadinya kerusuhan sektarian di wilayah tersebut. “Polisi melepaskan tembakan di Maungdaw di negara bagian Rakhine. Tidak ada korban jiwa” kata pejabat setempat.

Ketegangan berkobar di Rakhine setelah sepuluh orang warga muslim dibunuh oleh kerumunan massa pengikut Budha yang marah pada hari Minggu (03/06). Saat itu, bus korban dikepung oleh ratusan orang yang marah oleh peristiwa pemerkosaan dan pembunuhan yang terjadi pada tanggal 28 Mei atas seorang perempuan Rakhine. Media milik pemerintah melaporkan bahwa para tersangka adalah tiga laki-laki muslim yang berasal dari wilayah yang sama.

Kekerasan ini mengancam usaha rekonsiliasi dan reformasi politik dramatis yang dilakukan oleh pemerintahan sipil yang berkuasa di Myanmar sejak satu tahun yang lalu. Pemerintah Myanmar merespon kejadian ini dengan membentuk tim penyelidik khusus.

Seorang pejabat kantor kepresidenan mengatakan bahwa polisi terpaksa dikerahkan di Maungdaw pada hari Jumat (08/06) setelah 300 orang yang kembali dari mesjid melempari kantor pemerintah, pos polisi dan pertokoan dengan batu. “Kini semuanya bisa dikontrol” kata pejabat tersebut.

Pihak berwenang di Myanmar, pekan ini memperingatkan akan adanya ancaman aksi-aksi anarkis setelah pembunuhan oleh kerumunan massa dan serangan ke pos polisi oleh massa yang marah di Sittwe.

Bentrokan antar agama sering terjadi di Myanmar, terutama di negara bagian Rakhine, yang berpenduduk mayoritas muslim. Februari 2001, junta militer sempat memberlakukan jam malam setelah terjadi bentrok antar kelompok muslim dengan para pengikut Buddha.

89 persen penduduk Myanmar adalah pemeluk Budha, sementara komunitas muslim di sana berjumlah sekitar 4 persen dari populasi. PBB menggambarkan komunitas muslim Rohingnya sebagai salah satu kelompok minoritas yang paling teraniaya di dunia.

Pemimpin oposisi Aung san Suu Kyi, hari Rabu (06/06) menerukan kepada para pemeluk Budha di Myanmar agar menunjukkan simpati kepada kelompok minoritas muslim, menyusul terjadinya pembunuhan di Rakhine. afp/ ab

ASEAN Harus Pastikan Myanmar Laksanakan Kesepakatan Soal Rohingya

Senin 6 Syaaban 1436 / 25 Mei 2015 13:52
https://www.islampos.com/asean-harus-pastikan-myanmar-laksanakan-kesepakatan-soal-rohingya-185483/ 
AHMAD ZAINUDDIN
MESKI hasil pertemuan belum menyentuh semua akar permasalahan, Indonesia mengapresiasi niat baik Myanmar untuk menyelesaikan masalah Rohingya. ASEAN, khususnya pemerintah Indonesia, harus mengawal dan memastikan kesepakatan itu terlaksana dengan baik sesuai cita-cita ASEAN.
ANGGOTA Komisi I DPR, Ahmad Zainuddin menegaskan, setidaknya ada 3 alasan bagi ASEAN, terutama Indonesia untuk terus mengawal Myanmar melaksanakan kesepakatan demi menyelesaikan masalah Rohingya.
“ASEAN dan pemerintah Indonesia harus pastikan poin-poin kesepakatan itu dilaksanakan secara konsisten dan komitmen oleh Myanmar,” ujar anggota komisi I DPR Ahmad Zainuddin dalam keterangan persnya, yang diterima Islampos, Senin (25/5/2015)
Alasan pertama, kata Zainuddin, ASEAN sedang dalam tahap menuju integrasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) yang akan dimulai akhir tahun ini. Integrasi ekonomi kawasan tersebut memerlukan stabilitas kawasan di bidang sosial, budaya, dan politik. Jangan sampai isu-isu keamanan dan HAM, sambungnya, menyandera langkah yang sudah dilakukan ASEAN menuju MEA 2015.
Alasan kedua, lanjut Zainuddin, karena hal itu merupakan amanat Pembukaan UUD 1945, bahwa Indonesia harus berperan aktif dalam ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
“Ketiga, ada Deklarasi HAM ASEAN pada tahun 2009 lalu, dimana Myanmar termasuk yang menyepakatinya. Deklarasi ini berdasarkan pada ASEAN Charter dan Universal Declaration of Human Rights,” jelas Zainuddin.
Selain itu, menurut Zainuddin, kesepakatan penyelesaian masalah Rohingya belum menyentuh akar masalah Rohingya soal diskriminasi dan Hak Asasi Manusia (HAM).
“Akar masalah pengungsi Rohingya ini sebenarnya juga bukan human trafficking. Mereka tidak akan keluar dari negaranya jika tidak ada diskriminasi dan penindasan,” tegas politisi Partai Keadilan Sejahtera ini.
Anggota DPR Daerah Pemilihan DKI Jakarta ini menegaskan, jika Myanmar tidak konsisten dengan yang disepakati, ASEAN harus meninjau ulang keketuaan Myanmar di ASEAN.
“Sangat tidak pantas ketua ASEAN tersandera isu ini, padahal Ketua ASEAN bertanggung jawab terhadap stabilitas kawasan termasuk dalam isu HAM. Gilirkan saja kepada negara yang lain,” tegasnya.
Myanmar menyepakati empat poin saat Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi melakukan kunjungan bilateral ke Nay Pyi Taw, Kamis (21/5).
Pertemuan itu berlangung satu hari setelah pertemuan Tripartit antara Indonesia, Malaysia, dan Thailand di Kuala Lumpur, Rabu (20/5).
Menteri Luar Negeri Myanmar, U Wunna Maung Lwin menyatakan  negaranya menyetujui empat poin. Pertama, Myanmar sepakat untuk memperkuat langkah dalam pencegahan terjadinya pergerakan arus imigran ilegal dari teritorinya. Kedua, Myanmar siap untuk bekerja sama dengan negara-negara kawasan Asia Tenggara dalam pemberantasan perdagangan manusia.
Ketiga, Myanmar segera memerintahkan Kedutaan Besarnya untuk melakukan kunjungan kekonsuleran ke tempat-tempat penampungan sementara para imigran ilegal di Aceh. Keempat, Myanmar menyambut baik tawaran kerja sama Indonesia untuk pembangunan negara bagian Rakhine secara inklusif dan non-diskriminatif. [rn/Islampos]

Malaysia dan Indonesia Setuju Tampung Pengungsi Rohingya

Malaysia dan Indonesia menyatakan siap menampung pengungsi Rohingya untuk setahun. Sebelumnya Filipina sudah membuat pernyataan serupa. Ini terobosan baru dalam upaya penanganan pengungsi yang kelaparan di tengah laut.
Malaysia dan Indonesia hari Rabu (20/05) menyatakan siap menerima pengungsi Rohingya yang terkatung-katung di tengah laut di daerah perairannya. Hal itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri kedua negara setelah melakukan konsultasi dengan menlu Thailand di Putrajaya, Malaysia (gambar).

"Indonesia dan Malaysia sepakat untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada 7000 imigran tidak resmi yang berada di laut", kata Menlu Malaysia Anifah Aman kepada wartawan di Putrajaya.

Malaysia dan Indonesia juga menerangkan siap membangun tempat penampungan sementara untuk satu tahun bagi para pengungsi. Menlu Anifah Aman dan Menlu Indonesia Retno Marsudi menambahkan, kedua negara juga mengundang negara-negara lain untuk bergabung dalam upaya ini.

Perwakilan Lembaga Bantuan Pengungsi PBB, UNHCR di Jenewa menyatakan menyambut baik niat Malaysia dan Indonesia. Para pengungsi harus secepatnya dibawa ke darat dan mendapat perawatan tanpa tertunda lagi, demikian disebutkan.

Tidak akan diusir lagi


Anifah Aman menegaskan, penolakan kapal dan penarikan kembali ke tengah laut "tidak akan terjadi lagi". Indonesia, Malaysia dan Thailand sempat dikritik lembaga internasional karena mengusir dan menarik kembali kapal pengungsi ke tengah laut.

Pengungsi Rohingya yang diselamatkan dibawa ke pelabuhan Desa Julok, Kuta Binje, Aceh
Indonesia dan Malaysia menyatakan akan menjamin nasib lebih dari 7.000 orang yang sekarang masih terkatung-katung di sekitar Selat Malaka. Tapi Menlu Malaysia Anifah Aman menandaskan, hanya akan menerima pengungsi yang "saat ini ada di tengah laut", dan tidak berniat menerima pengungsi baru dari Myanmar.
Menteri Luar Negeri Thailand Tanasak Patimapragorn yang ikut dalam konsultasi di Putrajaya belum membuat pernyataan dan menerangkan masih harus membahas hasil pertemuan itu dengan pemerintahnya. Sekitar 3000 pengungsi berenang ke pantai atau berhasil diselamatkan dalam beberapa hari terakhir. Diperkirakan masih ada 4000 pengungsi di kapal-kapal yang penuh sesak di perairan lepas pantai.

Diselamatkan nelayan lokal

Ratusan pengungsi kembali diselamatkan oleh nelayan Aceh dari kapal yang terancam karam di lepas pantai Aceh. Menurut keterangan pejabat dan nelayan lokal, ada 433 orang yang dibawa ke tempat-tempat penampungan di Aceh Timur.

Berdasarkan konsultasi dengan Badan Pengungsi PBB, UNHCR dan Organisasi Imigran Internasional, IOM, para pengungsi akan didata. Masih belum jelas bagaimana prosedur selanjutnya. Pejabat Indonedia dan Malaysia mengatakan, mereka yang memegang kewarganegaraan Bangladesh akan dipulangkan, karena mereka "pengungsi ekonomi".

Wakil Presiden Jusuf Kalla menerangkan, pengungsi memang terbagi menjadi dua kelompok, yaitu pengungsi etnis Rohingya dan pengungsi asal Bangladesh. Penanganan kedua kelompok itu berbeda karena alasan mereka mengungsi juga berbeda.


"Jadi nanti contohnya orang Bangladesh harus kembali karena dia pengungsi ekonomi," kata Jusuf Kalla di kantornya di Jakarta. Sementara untuk pengungsi etnis Rohingya, pemerintah Indonesia akan memberi tempat sementara untuk jangka waktu tertentu.

hp/vlz (afp, rtr, dpa)


Terlarang, Muslim Menindas Minoritas Non-Muslim



Terlarang, Muslim Menindas Minoritas Non-Muslim
(Foto: ilustrasi)
Oleh: Raehanul Bahraen
INILAHCOM, Jakarta-- Sedang hangat berita kaum Muslimin yang menjadi minoritas di suatu negeri dizalimi oleh orang kafir yang menjadi mayoritas di sana, hingga kaum Muslimin terusir dari tanah air mereka. Tentu kita sebagai sesama Muslim merasa sedih yang amat dalam atas kejadian ini.

Namun timbul niat dari sebagian kaum Muslimin untuk membalas kezaliman tersebut kepada kaum kafir yang berada di negeri yang kaum Muslimin jadi mayoritas di sana. Ketahuilah, hal ini tidak dibenarkan dalam Islam. Kezaliman tidak dibalas kezaliman, bahkan wajib bersikap adil walaupun terhadap non-muslim.
Wajib berlaku adil dalam setiap keadaan. Allah Subhanahu wa Taala berfirman dan memerintahkan agar kita berbuat adil,
"Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil." (Al-Mumtahah: 8).
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sadiy rahimahullah menjelaskan,
"Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik, menyambung silaturahmi, membalas kebaikan , berbuat adil kepada orang-orang musyrik, baik dari keluarga kalian dan orang lain. Selama mereka tidak memerangi kalian karena agama dan selama mereka tidak mengusir kalian dari negeri kalian, maka tidak mengapa kalian menjalin hubungan dengan mereka karena menjalin hubungan dengan mereka dalam keadaan seperti ini tidak ada larangan dan tidak ada kerusakan" (Tafsir Ar Sadi).
Sekalipun kita merasakan kesedihan yang mendalam terhadap keadaan saudara kita yang terzalimi dan merasakan kemarahan yang amat sangat terhadap kaum kuffar yang memerangi kaum Muslimin, Allah menuntut kita untuk berlaku adil dalam setiap keadaan.

Allah Taala berfirman:
"Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan" (QS. Al Maidah: 8).
Maka, walaupun dalam keadaan marah dan sedih, kita wajib berlaku adil. Yaitu, menempatkan segala sesuatu pada tempatnya, dengan menjalankan segala sesuatunya sesuai tuntunan syariat tanpa berlebihan atau meremehkan.
Tidak boleh menganggu non-muslim tanpa sebab syari. Inilah kemuliaan ajaran Islam, tidak boleh kita menzalimi orang non-muslim sekalipun jika mereka memang tidak bersalah. Kedzaliman adalah kegelapan di hari kiamat. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
"Kezhaliman adalah kegelapan (yang berlipat) di hari Kiamat".
Kita dilarang menzhalimi kafir muahad (kafir yang ada perjanjian damai dengan kaum muslim), termasuk di zaman sekarang perjanjian dan kerjasama antar negara. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
"Ingatlah, siapa yang mendzalimi seorang kafir muahad, merendahkannya, membebaninya di atas kemampuannya atau mengambil sesuatu darinya tanpa keridhaan dirinya, maka saya adalah lawan bertikainya pada hari kiamat" (HR. Abu Daud, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami).
Bahkan tidak boleh dibunuh juga dan ancamannya besar, yaitu tidak mencium bau surga.


"Siapa yang membunuh kafir Muahad ia tidak akan mencium bau surga dan sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun" (HR. Bukhari).

Lihat bagaimana mulianya ajaran Islam yang tidak membolehkan berbuat zalim kepada siapapun tanpa sebab yang syari.
Jihad ada aturannya
Adapun jihad ofensif melawan orang kafir yang memerangi kaum Muslimin, dengan menyerang ke negeri kafir yang memerangi kaum Muslimin, ini adalah hal yang disyariatkan namun ada aturannya. Oleh karena itu Allah Taala berfirman:



"Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas" (QS Al Baqarah: 190).
Dan diantara ketentuan jihad ofensif adalah jihad dilakukan bersama ulil amri, bukan secara individu. Berdasarkan firman Allah:
Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu. Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah akan menyiksa dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. At-Taubah: 38-39).
Lebih lengkap mengenai aturan jihad yang syari silakan simak artikel "Konsep Syariat Tentang Jihad Memerangi Orang Kafir".
Ringkasnya, tidak dibenarkan menzalimi kaum kuffar yang minoritas di suatu negeri. Juga tidak dibenarkan jihad secara serampangan seperti menyerang negeri kaum kuffar secara individual tanpa perintah ulil amri kaum Muslimin.[ ]
- See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2206512/terlarang-muslim-menindas-minoritas-non-muslim#sthash.Qne03d13.dpuf
 

Dunia

PBB Desak Indonesia, Malaysia dan Thailand Selamatkan Pengungsi

 http://www.dw.de/pbb-desak-indonesia-malaysia-dan-thailand-selamatkan-pengungsi/a-18458432

Tiga lembaga kemanusiaan PBB mendesak Indonesia, Malaysia dan Thailand meningkatkan operasi penyelamatan pengungsi. ASEAN mohon Myanmar tunjukkan "partisipasi konstruktif" untuk cari solusi.
 
Tiga lembaga PBB, Kantor Hak Asasi Manusia (HAM) di Jenewa, Badan Urusan Pengungsi UNHCR dan Organisasi Migrasi Internasional IOM mengeluarkan pernyataan bersama hari Selasa (19/05715) terkait krisis pengungsi Rohingya di Asia Tenggara.
Ketiga badan PBB itu mendesak agar Indonesia, Malaysia dan Thailand menyelamatkan para pengungsi Rohingya yang masih terkatung-katung di tengah laut dalam kondisi mengenaskan.
Ketiga negara diminta agar mengijinkan kapal-kapal pengungsi merapat ke darat, dan tidak mengusir atau menarik kapal mereka kembali ke tengah laut.
Diperkirakan masih ada sekitar 4000 pengungsi, diantaranya banyak anak-anak dan perempuan, yang masih berada di atas kapal tanpa bahan makanan. Badan urusan pengungsi UNHCR menyebutkan, sekitar 2000 pengungsi sudah berada sekitar 40 hari di atas lima kapal yang penuh sesak.

Diskriminasi di Myanmar

Dalam pernyataan bersama, ketiga lembaga PBB itu meminta kepada negara-negara terkait agar "segera menyediakan daerah tujuan yang aman.. dan menetapkan prosedur pendataan untuk mengidentifikasi, siapa saja yang membutuhkan perlindungan internasional sebagai pengungsi".
Komisaris Tinggi HAM PBB Zeid Ra'ad Zeid Al Hussein asal Yordania minggu lalu sudah menyatakan, arus pengungsi akan terus berlanjut sampai Myanmar mengakhiri diskriminasi terhadap minoritas Rohingya yang mayoritasnya pemeluk Islam.
Dalam pernyataan bersama selanjutnya disebutkan, para pengungsi mengalami kekurangan pangan, dehidrasi dan tindakan kekerasan. UNHCR menyerukan kepada negara-negara yang kedatangan pengungsi Rohingya, agar mereka tidak dihukum atau dideportasi.

Korban perdagangan manusia

Sebagian pengungsi menceritakan, mereka harus membayar sampai 300 dolar AS untuk mendapat tempat di atas kapal. Setelah itu, para awak kapal meninggalkan mereka di laut hanya dengan sedikit atau tanpa makanan dan minuman sama sekali.
Menurut laporan kantor berita AFP, sempat terjadi kerusuhan di beberapa kapal ketika persediaan makanan habis. Para pengungsi yang putus asa berebut bahan makanan dan terlibat aksi kekerasan sampai pembunuhan.
Pemerintah Filipina kini menyatakan siap menerima ribuan pengungsi Rohingya dan Bangladesh yang terkatung-katung di Laut Andaman. Juru bicara kementrian luar negeri Filipina, Charles Jose mengatakan, Manila punya kewajiban untuk menyelamatkan pengungsi sesuai dengan perjanjian PBB dari tahun 1951 yang sudah diratfikasi oleh negaranya.
"Kami punya komitmen dan tanggung jawab untuk memperluas bantuan kemanusiaan bagi para pencari suaka ini," kata Charles Jose pada televisi Filipina.

ASEAN ajak Myanmar tunjukkan "partisipasi konstruktif"

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menegaskan, masalah pengungsi adalah masalah regional di kawasan itu, dan seluruh negara yang terkait harus bertanggung jawab.

Menlu Indonesia Retno Marsudi
"Ini bukan hanya isu dan masalah untuk satu atau dua negara saja, tapi untuk seluruh kawasan," kata Retno Marsudi di Jakarta dan menambahkan, masalah pengungsi seperti ini juga terjadi di kawasan lain "bahkan sudah menjadi krisis internasional".
Ketika ditanya apakah Indonesia akan menekan Myanmar dalam isu ini, Retno Marsudi mengelak dan menjawab bahwa akan ada "partisipasi yang konstruktif". ASEAN sampai saat ini memang berusaha menghindari pernyataan tegas terhadap Myanmar, salah satu anggota termuda di persemakmuran ini.
hp/yf (afp, rtr, dpa)

Terlarang, Muslim Menindas Minoritas Non-Muslim
(Foto: ilustrasi)
Oleh: Raehanul Bahraen

INILAHCOM, Jakarta-- Sedang hangat berita kaum Muslimin yang menjadi minoritas di suatu negeri dizalimi oleh orang kafir yang menjadi mayoritas di sana, hingga kaum Muslimin terusir dari tanah air mereka. Tentu kita sebagai sesama Muslim merasa sedih yang amat dalam atas kejadian ini.

Namun timbul niat dari sebagian kaum Muslimin untuk membalas kezaliman tersebut kepada kaum kafir yang berada di negeri yang kaum Muslimin jadi mayoritas di sana. Ketahuilah, hal ini tidak dibenarkan dalam Islam. Kezaliman tidak dibalas kezaliman, bahkan wajib bersikap adil walaupun terhadap non-muslim.

Wajib berlaku adil dalam setiap keadaan. Allah Subhanahu wa Taala berfirman dan memerintahkan agar kita berbuat adil,

.

"Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil." (Al-Mumtahah: 8).

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sadiy rahimahullah menjelaskan,



"Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik, menyambung silaturahmi, membalas kebaikan , berbuat adil kepada orang-orang musyrik, baik dari keluarga kalian dan orang lain. Selama mereka tidak memerangi kalian karena agama dan selama mereka tidak mengusir kalian dari negeri kalian, maka tidak mengapa kalian menjalin hubungan dengan mereka karena menjalin hubungan dengan mereka dalam keadaan seperti ini tidak ada larangan dan tidak ada kerusakan" (Tafsir Ar Sadi).

Sekalipun kita merasakan kesedihan yang mendalam terhadap keadaan saudara kita yang terzalimi dan merasakan kemarahan yang amat sangat terhadap kaum kuffar yang memerangi kaum Muslimin, Allah menuntut kita untuk berlaku adil dalam setiap keadaan.

Allah Taala berfirman:



"Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan" (QS. Al Maidah: 8).

Maka, walaupun dalam keadaan marah dan sedih, kita wajib berlaku adil. Yaitu, menempatkan segala sesuatu pada tempatnya, dengan menjalankan segala sesuatunya sesuai tuntunan syariat tanpa berlebihan atau meremehkan.

Tidak boleh menganggu non-muslim tanpa sebab syari. Inilah kemuliaan ajaran Islam, tidak boleh kita menzalimi orang non-muslim sekalipun jika mereka memang tidak bersalah. Kedzaliman adalah kegelapan di hari kiamat. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

"Kezhaliman adalah kegelapan (yang berlipat) di hari Kiamat".

Kita dilarang menzhalimi kafir muahad (kafir yang ada perjanjian damai dengan kaum muslim), termasuk di zaman sekarang perjanjian dan kerjasama antar negara. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,



"Ingatlah, siapa yang mendzalimi seorang kafir muahad, merendahkannya, membebaninya di atas kemampuannya atau mengambil sesuatu darinya tanpa keridhaan dirinya, maka saya adalah lawan bertikainya pada hari kiamat" (HR. Abu Daud, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami).

Bahkan tidak boleh dibunuh juga dan ancamannya besar, yaitu tidak mencium bau surga.



"Siapa yang membunuh kafir Muahad ia tidak akan mencium bau surga dan sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun" (HR. Bukhari).

Lihat bagaimana mulianya ajaran Islam yang tidak membolehkan berbuat zalim kepada siapapun tanpa sebab yang syari.

Jihad ada aturannya

Adapun jihad ofensif melawan orang kafir yang memerangi kaum Muslimin, dengan menyerang ke negeri kafir yang memerangi kaum Muslimin, ini adalah hal yang disyariatkan namun ada aturannya. Oleh karena itu Allah Taala berfirman:



"Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas" (QS Al Baqarah: 190).

Dan diantara ketentuan jihad ofensif adalah jihad dilakukan bersama ulil amri, bukan secara individu. Berdasarkan firman Allah:

*

Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu. Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah akan menyiksa dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. At-Taubah: 38-39).

Lebih lengkap mengenai aturan jihad yang syari silakan simak artikel "Konsep Syariat Tentang Jihad Memerangi Orang Kafir".

Ringkasnya, tidak dibenarkan menzalimi kaum kuffar yang minoritas di suatu negeri. Juga tidak dibenarkan jihad secara serampangan seperti menyerang negeri kaum kuffar secara individual tanpa perintah ulil amri kaum Muslimin.[ ]
- See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2206512/terlarang-muslim-menindas-minoritas-non-muslim#sthash.Qne03d13.dpuf

 

ASEAN, Rohingnya dan Krisis Kemanusiaan di Myanmar

http://www.anwibisono.com/

Pengungsi Rohingya
Adhe Nuansa Wibisono, S.IP[1]
ASEAN Researcher, The Habibie Center
http://www.anwibisono.com/

 Selasa, 20 Agustus 2013

Krisis Kemanusiaan Rohingya



Krisis kemanusiaan yaitu kasus kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap kelompok minoritas muslim Rohingya di Myanmar telah menyita perhatian publik internasional. Eskalasi konflik yang meningkat antara Buddha Arakan dengan muslim Rohingya memberikan gambaran yang buruk mengenai keseriusan pemerintah Myanmar dalam penegakan hukum dan hak asasi manusia. Krisis Rohingya ini dipicu oleh insiden pemerkosaan dan pembunuhan terhadap Ma Thida Htwe (27 tahun), seorang gadis Buddhis Arakan, yang dilakukan oleh beberapa oknum muslim Rohingya pada Mei 2012. Insiden tersebut kemudian memicu gejala kebencian terhadap muslim Rohingya di seluruh daerah Arakan. Beberapa hari setelah insiden itu, masyarakat Buddhis Arakan membalas dengan memukuli dan membunuh 10 orang etnis Rohingya, dalam satu insiden pencegatan dan pembunuhan penumpang bus antar-kota, hingga tewas di Taunggup.[2]



Insiden pembunuhan tersebut menjadi awal bagi meningkatnya gejala kekerasan yang dan pelanggaran hak asasi manusia yang dialami oleh muslim Rohingya. Kelompok Buddhis Arakan, didukung oleh pendeta Buddha lokal dan aparat keamanan Myanmar, melakukan berbagai tindakan kekerasan secara sistematis terhadap muslim Rohingya meliputi pemukulan, pemenggalan, pembunuhan, pemerkosaan, pembakaran tempat tinggal, pengusiran dan isolasi bantuan ekonomi. Berbagai tindakan kekerasan ini digunakan sebagai cara untuk mengusir etnis Rohingya keluar dari Myanmar. Aksi anarkisme yang dilakukan oleh masyarakat Arakan ini tidak mendapat perhatian serius dari pemerintah Myanmar, khususnya perlindungan terhadap keberlangsungan hidup etnis Rohingya dan penegakan hukum terhadap pelaku aksi-aksi kekerasan. Pemerintah Myanmar dinilai sengaja mengambil kebijakan yang diskriminatif terhadap muslim Rohingnya dan adanya dugaan upaya pembersihan etnis (ethnic cleansing) yang dilakukan oleh aparat keamanan Myanmar kepada etnis Rohingya.



Kehidupan etnis Rohingnya ini juga diawasi dan dikendalikan pasukan penjaga perbatasan yang dikenal sebagai Nasaka, inisial nama kesatuan tersebut dalam bahasa Burma. Unit Nasaka terdiri dari perwira berbagai kesatuan seperti polisi, militer, bea cukai dan imigrasi. Nasaka mengendalikan hampir setiap aspek dari kehidupan etnis Rohingya. Dokumentasi pelanggaran hak asasi manusia melaporkan bahwa Nasaka bertanggungjawab dalam kasus pemerkosaan, pemerasan dan kerja paksa. Etnis Rohingya tidak dapat melakukan perjalanan antar kota atau mengurus pernikahan tanpa adanya perizinan dari Nasaka, yang semuanya baru akan diurus setelah membayar uang suap.[3]



Menurut laporan United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs, sekitar 180,000 orang mendapatkan dampak dari dua gelombang kekerasan sektarian antara masyarakat Buddhis Arakan dengan Muslim Rohingya di distrik Arakan Barat pada tahun 2012. Dari jumlah tersebut 140,000 orang masih mengungsi, sebagian besar dari mereka adalah orang Rohingya yang tinggal di 80 kamp dan shelter pengungsian. Sementara itu sekitar 36,000 orang sisanya tinggal di 113 desa terpencil yang mengalami kesulitan akses untuk pelayanan dasar. Sejumlah 167 orang tewas dalam insiden kekerasan (78 orang pada Juni dan 89 orang pada Oktober), 223 orang mengalami luka-luka (87 orang pada Juni dan 136 orang pada Oktober) dan lebih dari 10,000 rumah dan bangunan hancur akibat insiden tersebut.[4]



Sejak Oktober 2012 diperkirakan terdapat 785 orang pengungsi Rohingya tewas tenggelam di laut dalam pelariannya untuk mencapai perairan Thailand, Indonesia, Malaysia dan Australia, berbanding dengan 140 orang tewas pada tahun 2011. Sementara di Bangladesh diperkirakan terdapat 300,000 orang pengungsi Rohingya, ungkap Medecins Sans Frontieres (MSF), organisasi medis non-pemerintah asal Perancis. Beberapa pengungsi lainnya mencoba mengungsi ke India, Nepal dan Timor Leste. Pada saat yang bersamaan sekitar 2,000 orang Rohingya baik pria, wanita dan anak-anak berada di shelter-shelter pengungsian di wilayah perbatasan Thailand.[5] Pemerintah Bangladesh melansir bahwa mereka telah menerima sekitar 25,000 orang Rohingya dengan status pengungsi, yang mendapatkan bantuan dari PBB, ditempatkan di dua kamp di sebelah tenggara Bangladesh. Diperkirakan masih terdapat antara 200,000 hingga 300,000 orang pengungsi Rohingya yang tidak terdaftar, tidak memiliki status dan hak-hak legal sebagai pengungsi. Orang-orang ini menetap di luar kamp pengungsian dan bergantung kepada masyarakat lokal Bangladesh untuk bertahan hidup.[6]



Berdasarkan laporan media, terdapat sekitar 90 orang tewas dan hampir 30,000 orang Rohingya terusir akibat gelombang baru kekerasan setelah sekelompok ekstremis menyerang dan membakar rumah dan perahu di daerah pemukiman muslim di Kyaukpyu pada Oktober 2012. Sejumlah orang Rohingnya juga dibawa ke tengah laut melalui perahu, tongkang dan kapal nelayan, dilaporkan lebih dari seratus orang tewas tenggelam setelah kapal mereka diserang dan ditenggelamkan. Gambar satelit yang dipublikasikan oleh Human Rights Watch mengindikasikan bahwa pembakaran terhadap pemukiman Rohingya di Kyaukpyu telah direncanakan dan melibatkan unsur dari militer. Serangan ini menyebabkan kerusakan di delapan distrik yang menghancurkan 4,000 rumah beserta tempat peribadatan.[7]



Dilema ASEAN : Prinsip Non-Intervensi



ASEAN sebenarnya sudah mengadopsi prinsip-prinsip penegakan hak asasi manusia melalui dibentuknya ASEAN Intergovermental Commission on Human Rights (AICHR) pada tahun 2009. Selain itu juga tercantum dalam Piagam ASEAN mengenai proses pembangunan komunitas ASEAN yang melindungi hukum, hak asasi manusia dan terwujudnya stabilitas dan perdamaian di Asia Tenggara. Institusionalisasi isu hak asasi manusia merupakan upaya yang dilakukan ASEAN untuk melakukan penanganan yang lebih serius mengenai krisis pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Asia Tenggara. AICHR dihadapkan dengan kecendrungan organisasi pada norma konservatif akan kedaulatan negara dan prioritas negara anggota akan investasi asing yang lebih mengutamakan pertumbuhan ekonomi daripada perlindungan hak asasi manusia. Salah satu fungsi pembentukan AICHR adalah untuk memberikan informasi dari negara anggota untuk mendorong promosi dan perlindungan akan hak asasi manusia.



Dilema penegakan hak asasi manusia dalam skala kawasan muncul dikarenakan Piagam ASEAN menyediakan landasan hukum bagi prinsip non-intervensi yang menjadikan ASEAN tidak memiliki legitimasi dan otoritas yang cukup untuk mengintervensi masalah konflik dan pelanggaran hak asasi manusia internal negara-negara anggotanya. Prinsip non-intervensi terdapat dalam pasal 2 piagam ASEAN[8] : (e) non-interference in the internal affairs of ASEAN Member States, (f) respect for the right of every Member State to leads its national existence free from external interference, subversion and coersion. Doktrin ini kemudian menghambat penerapan hukum hak asasi manusia dalam lingkup regional dan memungkinkan negara untuk melakukan penyalahgunaan terhadap perlindungan hak asasi manusia tanpa adanya pengawasan dan hukuman oleh ASEAN.[9]



Terkait permasalahan Rohingya jajaran kementerian luar negeri negara anggota ASEAN telah mengeluarkan pernyataan sikap pada Agustus 2012, yaitu : (1) mendorong pemerintahan Myanmar untuk terus bekerja dengan PBB dalam menangani krisis kemanusiaan di Arakan, (2) menyatakan keseriusan organisasi regional ASEAN untuk menyediakan bantuan kemanusiaan, (3) menggarisbawahi bahwa upaya mendorong harmoni nasional di Myanmar merupakan bagian integral dari proses demokratisasi di negara tersebut.[10] Sekretaris Jenderal ASEAN, Dr. Surin Pitsuwan, mengingatkan bahwa isu Rohingya dapat mengganggu stabilitas kawasan jika komunitas internasional, termasuk ASEAN, gagal untuk merespon krisisi tersebut secara tepat dan efektif. Surin Pitsuwan juga mengakui bahwa ASEAN tidak dapat menekan pemerintah Myanmar untuk memberikan kewarganegaraan kepada etnis Rohingya.



Selain itu juga ASEAN sebagai organisasi regional memiliki tanggung jawab untuk menangani kasus pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Myanmar sesuai dengan doktrin Responbility to Protect (R2P) yang telah diadopsi negara-negara anggota PBB pada United Nations World Summit 2005. Doktrin R2P ini muncul sebagai respon atas kasus genosida dan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di  Rwanda. Tiga prinsip mendasar dalam doktrin R2P tersebut adalah[11] :



  1. Negara memiliki tanggung jawab utama untuk melindungi penduduk dari genosida, kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan dan pembersihan etnis,
  2. Komunitas internasional memiliki tanggung jawab untuk membantu negara-negara dalam memenuhi tanggung jawabnya,
  3. Komunitas internasional harus menggunakan cara-cara diplomatik, kemanusiaan dan cara damai lainnya untuk melindungi penduduk dari kejahatan perang. Jika suatu negara gagal dalam melindungi penduduk atau menjadi pelaku kejahatan perang, maka komunitas internasional harus siap untuk mengambil  tindakan yang lebih tegas termasuk penggunaan kekuatan kolektif melalui Dewan Keamanan PBB

Meskipun doktrin R2P telah diadopsi oleh negara-negara anggota ASEAN, doktrin ini belum diterima secara penuh di Asia dan penerapannya juga belum dilakukan secara serius. Khususnya dalam kasus yang terjadi di Myanmar, prinsip non-intervensi dalam urusan internal negara anggota ASEAN yang tercantum dalam piagam ASEAN membatasi ruang ASEAN untuk bertindak melakukan penegakan dan perlindungan hak asasi manusia dalam skala regional. ASEAN tidak mampu untuk melakukan penegakan hukum terhadap pemerintah Myanmar karena tidak memiliki legitimasi hukum dalam skala regional yang memiliki kewenangan di atas hukum nasional negara anggotanya. Meskipun memiliki hambatan ini, ASEAN memiliki mekanisme yang disebut sebagai ASEAN Regional Forum (ARF) dan ASEAN Intergovermental Commission on Human Rights (AICHR), yang berkaitan dan dapat digunakan sebagai mekanisme dalam penerapan prinsip R2P. Negara-negara mayoritas muslim seperti Indonesia dan Malaysia seharusnya dapat mengambil peran penting melalui ASEAN dalam melakukan advokasi atas kasus Rohingya.[12]   



Rekomendasi



Sebagai organisasi regional di kawasan Asia Tenggara, ASEAN seharusnya dapat memainkan peranan sentral dalam melakukan tekanan politik kepada pemerintahan Myanmar dalam mencegah eskalasi konflik antar etnis di Arakan. ASEAN dalam kemitraannya dengan PBB seharusnya menjadi saluran utama dalam memperluas bantuan kemanusiaan kepada seluruh penduduk yang terkena dampak dan menjadi korban dari konflik di area tersebut. ASEAN juga dapat memberikan sanksi dan blokade ekonomi kepada Myanmar untuk memberikan perlindungan HAM di kawasan.



ASEAN juga dapat menggunakan berbagai mekanisme untuk memberikan bantuan kemanusiaan ke Myanmar dalam penanganan masalah Rohingya. ASEAN dapat berperan aktif dalam mencari dan menemukan akar permasalahan konflik antar etnis di Arakan melalui pembangunan kapasitas dalam perdamaian, mediasi konflik, pencegahan konflik, manajemen keamanan perbatasan, masalah migrasi, penguatan kapabilitas pemerintahan lokal dalam manajemen perdamaian dan ketertiban sosial.  



ASEAN juga dapat membantu parlemen Myanmar dalam mengkaji dan mengamandemen undang-undang yang ada mengenai kewarganegaraan, pengungsi, dan orang-orang tanpa kewarganegaraan dengan perubahan yang memungkinkan pemerintah pusat dan otoritas lokal menangani masalah ini. Pemerintah Myanmar telah terbuka dengan gagasan pemberian status kewarganegaraan kepada orang Rohingya yang memenuhi kualifikasi di Arakan, ini adalah sebuah kesempatan positif yang seharusnya dapat dioptimalkan oleh ASEAN.



ASEAN seharusnya dapat membangun supremasi hukum di atas hukum nasional negara anggota khususnya Myanmar dalam isu perlindungan hak asasi manusia. Dengan kata lain konstitusi nasional, hukum perundangan, kebijakan dan tindakan dari negara anggota ASEAN dapat dikoreksi dan dianulir jika bertentangan dengan tujuan, prinsip dan kebijakan ASEAN dalam penegakan hukum dan hak asasi manusia. Dalam konteks krisis kemanusiaan Rohingya adanya pembentukan mahkamah konstitusi ASEAN yang memiliki wewenang dan otoritas untuk melakukan peninjauan, pembatalan dan amandemen undang-undang dan kebijakan nasional Myanmar menjadi suatu hal yang sangat penting dalam upaya perlindungan hak asasi manusia di kawasan Asia Tenggara.



ASEAN kemudian mendorong pelaksanaan doktrin Responsibility to Protect (R2P) dalam penanganan krisis kemanusiaan Rohingya. ASEAN bekerjasama dengan negara anggota mayoritas muslim seperti Indonesia dan Malaysia dapat mengambil peranan penting untuk mengadvokasi kasus pelanggaran hak asasi manusia yang menimpa muslim Rohingnya. Selain itu ASEAN diharapkan dapat pro-aktif untuk berdialog dengan negara-negara perbatasan Myanmar seperti Bangladesh, India dan Thailand dan juga negara-negara mayoritas muslim seperti Malaysia dan Indonesia dalam menemukan solusi bersama mengenai nasib ratusan ribu orang pengungsi Rohingya yang sudah terusir dari Myanmar dan tersebar di berbagai negara. Masalah penyediaan sarana kehidupan mendasar dan kejelasan mengenai status kewarganegaraan Rohingya menjadi problem utama yang harus segera diselesaikan.

Referensi
Aungsan, Killing of Traveling Bengali Muslims in Taung-goke, http://www.salem-news.com/articles/august112012/blood-trails-myanmar-tk.php, diakses pada 19 Agustus 2013
Andrew R.C. Marshall, The War of the Rohingnyas, Reuters - Special Report, 15 June 2012, http://graphics.thomsonreuters.com/12/06/MyanmarRohingya.pdf, diakses pada 15 Agustus 2013
Burma : In Search Of A Regional Rohingya Solution – Analysis, 1 August 2013, http://www.eurasiareview.com/01082013-burma-in-search-of-a-regional-rohingya-solution-analysis/, diakses pada 15 Agustus 2013
R2P Ideas In Brief, ASEAN The Rohingnyas and Myanmar’s Responsibility to Protect, Asia Pacific Center for the Responsibility to Protect, AP R2P Brief, Vol. 2 No. 9 (2012),  http://www.r2pasiapacific.org/docs/r2p-ideas-in-brief/r2piIdeas-in-brief-asean-the-rohingyas-and-myanmars-r2p.pdf,  diakses pada 15 Agustus 2013
Daniel Aguirre, Human Rights the ASEAN Way, JURIST - Forum, Jan. 10, 2012, http://jurist.org/forum/2013/01/human-rights-the-asean-way.php, diakses pada 15 Agustus 2013
Ian G. Robinson and Iffat S. Rahman, The Unknown Fate of the Stateless Rohingya, Oxford Monitor of Forced Migration Volume 2, Number 2, pp. 16-20, http://oxmofm.com/wp-content/uploads/2012/11/Robinson-and-Rahman-FINAL.pdf, diakses pada 16 Agustus 2013
The ASEAN Charter, http://www.asean.org/archive/publications/ASEAN-Charter.pdf, diakses pada 18 Agustus 2013


[1] Adhe Nuansa Wibisono, S.IP (Cand) M.Si adalah seorang Junior Researcher pada ASEAN Studies di The Habibie Center, Jakarta, Indonesia. Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis yang tidak mewakili sikap dan kebijakan resmi dari lembaga asalnya.
[2] Aungsan, Killing of Traveling Bengali Muslims in Taung-goke, http://www.salem-news.com/articles/august112012/blood-trails-myanmar-tk.php, diakses pada 19 Agustus 2013
[3] Andrew R.C. Marshall, The War of the Rohingnyas, Reuters - Special Report, 15 June 2012, http://graphics.thomsonreuters.com/12/06/MyanmarRohingya.pdf, diakses pada 15 Agustus 2013
[4] Burma : In Search Of A Regional Rohingya Solution – Analysis, 1 August 2013, http://www.eurasiareview.com/01082013-burma-in-search-of-a-regional-rohingya-solution-analysis/, diakses pada 15 Agustus 2013
[5] Burma: In Search Of A Regional Rohingya Solution – Analysis, 1 August 2013, http://www.eurasiareview.com/01082013-burma-in-search-of-a-regional-rohingya-solution-analysis/, diakses pada 15 Agustus 2013
[6] Andrew R.C. Marshall, The War of the Rohingnyas, Reuters - Special Report, 15 June 2012, http://graphics.thomsonreuters.com/12/06/MyanmarRohingya.pdf, diakses pada 15 Agustus 2013
[7] R2P Ideas In Brief, ASEAN The Rohingnyas and Myanmar’s Responsibility to Protect, Asia Pacific Center for the Responsibility to Protect, AP R2P Brief, Vol. 2 No. 9 (2012),  http://www.r2pasiapacific.org/docs/r2p-ideas-in-brief/r2piIdeas-in-brief-asean-the-rohingyas-and-myanmars-r2p.pdf,  diakses pada 15 Agustus 2013
[8] The ASEAN Charter, http://www.asean.org/archive/publications/ASEAN-Charter.pdf, diakses pada 18 Agustus 2013
[9] Daniel Aguirre, Human Rights the ASEAN Way, JURIST - Forum, Jan. 10, 2012, http://jurist.org/forum/2013/01/human-rights-the-asean-way.php, diakses pada 15 Agustus 2013
[11] Ian G. Robinson and Iffat S. Rahman, The Unknown Fate of the Stateless Rohingya, Oxford Monitor of Forced Migration Volume 2, Number 2, pp. 16-20, http://oxmofm.com/wp-content/uploads/2012/11/Robinson-and-Rahman-FINAL.pdf, diakses pada 16 Agustus 2013
[12] Ian G. Robinson and Iffat S. Rahman, The Unknown Fate of the Stateless Rohingya, Oxford Monitor of Forced Migration Volume 2, Number 2, pp. 16-20, http://oxmofm.com/wp-content/uploads/2012/11/Robinson-and-Rahman-FINAL.pdf, diakses pada 16 Agustus 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar