Rabu, 23 Agustus 2017

Sayang sekali bukan, mereka yang dengan angkuhnya berkata ”meluruskan penyimpangan sejarah” justru sedang melakukan penyimpangan sejarah. Berikut akan ditunjukkan nama-nama Sahabat Nabi yang ikut mengepung Usman RA diantaranya Abdurrahman bin Udais Al Balawi Jahjah bin Said Al Ghiffari Amr bin Hamiq Al Khuza’i Niyar bin Iyadh Al Aslami Amr bin Badil Al Khuza’i >> ..Sebenarnya masih ada nama-nama lain yang diduga adalah Sahabat Nabi tetapi menurut kami apa yang kami sampaikan sudah mencukupi sebagai bukti...>>

Daftar Sahabat Nabi SAW Yang Mengepung Usman RA

https://secondprince.wordpress.com/2009/01/25/daftar-sahabat-nabi-saw-yang-mengepung-usman-ra/

Sahabat Nabi SAW Yang Mengepung Usman RA

Seperti yang telah dijelaskan pada tulisan-tulisan sebelumnya, kami telah menyatakan bahwa di antara para pengepung Usman terdapat para Sahabat Nabi. Tentu saja kami tidak akan berlebihan untuk mengatakan bahwa semua yang mengepung Usman adalah sahabat Nabi. Mungkin saja diantara mereka yang mengepung Usman terdapat orang-orang yang layak untuk disebut pemberontak seperti yang seringkali dinyatakan dalam sejarah versi Salafiyun.
Sayangnya sejarah versi salafiyun itu terkesan membuat distorsi bahwa semua yang mengepung Usman adalah para pemberontak, bahkan diantara mereka ada yang berkata bahwa pemberontak tersebut adalah kaum munafik pengikut Abdullah bin Saba’. Mereka para Salafiyun berulang kali menekankan hal ini dalam setiap tulisan Sejarah versi mereka seraya mengatakan dengan angkuhnya kalau usaha mereka adalah Meluruskan penyimpangan sejarah.
Padahal kenyataannya diantara pengepung Usman terdapat para Sahabat Nabi. Sungguh aneh sekali,
  • Apakah dengan ini mereka mau mengatakan kalau para Sahabat Nabi itu adalah pemberontak?
  • Bukankah disisi lain mereka sangat mengagungkan para Sahabat sehingga setiap kesalahan sahabat selalu mereka bela atas dasar ijtihad?
Sayang sekali bukan, mereka yang dengan angkuhnya berkata ”meluruskan penyimpangan sejarah” justru sedang melakukan penyimpangan sejarah. Berikut akan ditunjukkan nama-nama Sahabat Nabi yang ikut mengepung Usman RA diantaranya
  • Abdurrahman bin Udais Al Balawi
  • Jahjah bin Said Al Ghiffari
  • Amr bin Hamiq Al Khuza’i
  • Niyar bin Iyadh Al Aslami
  • Amr bin Badil Al Khuza’i
.
.

Abdurrahman bin Udais Al Balawi

Ibnu Katsir dalam Al Bidayah Wan Nihayah 7/204 telah membawakan riwayat bahwa mereka yang mengepung Usman berada dibawah pimpinan Abdurrahman bin Udais

أبا ثور الفقيمي يقول قدمت على عثمان فبينا أنا عنده فخرجت فإذا بوفد أهل مصر قد رجعوا فدخلت على عثمان فأعلمته قال فكيف رأيتهم فقلت رأيت في وجوههم الشر وعليهم ابن عديس البلوي فصعد ابن عديس منبر رسول الله صلى الله عليه وسلم فصلى بهم الجمعة وتنقص عثمان في خطبته
Abu Tsawr Al Fahmy berkata ”Aku mendatangi Usman, ketika aku berada di tempat Beliau ternyata orang-orang Mesir kembali ke Madinah maka aku mendatangi Usman dan memberitahukannya. Ia bertanya ”bagaimana kamu lihat keadaan mereka?”. Aku menjawab ”Aku melihat ada niat jahat yang tergambar di wajah mereka, mereka di bawah pimpinan Ibnu Udais”. Kemudian Ibnu Udais menaiki mimbar Rasulullah SAW dan mengimami shalat Jum’at serta mencela Usman di dalam khutbahnya.
.
Tentu saja bagi mereka yang tidak tahu maka akan dengan mudahnya mereka mengatakan kalau Ibnu Udais adalah pemimpin pemberontak yang tercela. Padahal dalam kenyataannya beliau adalah seorang sahabat Nabi dan termasuk diantara sahabat yang memberikan baiat pada hari Baiatur Ridwan.
Ibnu Abi Hatim berkata dalam Al Jarh Wat Ta’dil juz 5 no 1182

عبد الرحمن بن عديس البلوى له صحبة
Abdurrahman bin Udais Al Balawi adalah seorang Sahabat Nabi
Dalam Al Isabah 4/334 no 5167 Ibnu Hajar menuliskan biografi Ibnu Udais dan mengutip dari Ibnu Sa’ad
قال بن سعد صحب النبي صلى الله عليه وسلم وسمع منه
Ibnu Sa’ad berkata “Ia seorang Sahabat Nabi SAW dan mendengar dari Beliau”
Kemudian Ibnu Hajar juga berkata
 
وقال بن البرقي والبغوي وغيرهما كان ممن بايع تحت الشجرة وقال بن أبي حاتم عن أبيه له صحبة وكذا قال عبد الغني بن سعيد وأبو علي بن السكن وابن حبان
Ibnul Barqi, Al Baghawi dan yang lainnya mengatakan bahwa ia adalah salah seorang dari mereka yang memberikan baiat di bawah pohon, Ibnu Abi Hatim berkata dari ayahnya bahwa “ia adalah seorang sahabat Nabi” dan begitu pula yang dikatakan oleh Abdul Ghani bin Said, Abu Ali bin Sakan dan Ibnu Hibban.
Ibnu Abdil Barr dalam Al Isti’ab 2/840 ketika menjelaskan tentang Abdurrahman bin Udais beliau mengutip

قال أبو عمر هو كان الأمير على الجيش القادمين من مصر إلى المدينة الذين حصروا عثمان وقتلوه
Abu Umar berkata “Ia adalah orang yang memimpin orang-orang Mesir ke Madinah untuk mengepung Usman dan membunuhnya”.

.
Kami akan memberikan sedikit catatan mengenai hadis yang kami tulis dalam tulisan yang lalu. Apakah Sahabat Nabi Terlibat Dalam Pembunuhan Usman RA?, disana terdapat penggalan hadis yang berbunyi
Kemudian Usman berkata lagi ”Aku bersumpah demi Allah, siapakah diantara kalian yang menyaksikan Rasulullah SAW pada hari Baiatul Ridwan ketika Beliau mengutusku menemui orang musyrik Mekkah dan berkata ’Ini tanganKu dan ini tangan Usman’. Lantas Beliau membaiatkan untukku. Beberapa orang bersaksi akan hal tersebut.
Kami katakan bahwa salah satu diantara yang bersaksi itu adalah Abdurrahman bin Udais, karena telah disebutkan kalau beliau adalah Sahabat Nabi yang menyaksikan Baiatur Ridwan dan hal ini juga menolak penakwilan yang dibuat-buat oleh para penakwil dimana mereka berkata kalau kata-kata Usman itu ditujukan pada para Sahabat yang membela beliau bukan kepada para pemberontak. Zahir teks hadis menyatakan kalau Usman sedang berbicara dengan para pengepungnya, dimana Usman sendiri menyadari bahwa diantara para pengepungnya terdapat Sahabat Nabi yang menyaksikan peristiwa Baiatur Ridwan salah satunya yaitu Ibnu Udais.
.
.

Jahjah bin Said Al Ghiffari

Jahjah adalah salah satu dari mereka yang ikut mengepung Usman. Diriwayatkan secara masyhur dan shahih bahwa ketika Usman berbicara di atas mimbar, Jahjah merampas tongkat Usman kemudian ia mematahkan dengan lututnya sehingga terdapat serpihan yang masuk ke lututnya dan menimbulkan penyakit akilah.
Ibnu Jarir Ath Thabari dalam Tarikh Ath Thabari 2/483 berkata

حدثني أحمد بن إبراهيم؛ قال حدثنا عبد الله بن إدريس، عن عبيد الله بن عمر، عن نافع، أن جهجاها الغفاري، أخذ عصا كانت في يد عثمان، فكسرها على ركبته، فرمى في ذلك المكان بأكله.

Telah menceritakan kepadaku Ahmad bin Ibrahim yang berkata telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Idris dari Ubaidillah bin Umar dari Nafi’ bahwa Jahjah Al Ghiffari merampas tongkat yang dibawa Usman kemudian mematahkan tongkat tersebut dengan memukulkan ke lututnya dan karenanya ia menderita penyakit akilah.

Riwayat ini adalah riwayat yang shahih dan para perawinya tsiqat atau terpercaya
  • Ahmad bin Ibrahim, disebutkan Ibnu Hajar dalam At Tahdzib juz 1 no 3 kalau ia telah dinyatakan tsiqat oleh Al Uqaili, Al Khalili, Ibnu Hibban dan yang lainnya. Abu Hatim berkata ”ia shaduq”. Dalam At Taqrib 1/29 Ibnu Hajar menyebutkan kalau ia seorang hafiz yang tsiqat.
  • Abdullah bin Idris, disebutkan dalam At Tahdzib juz 5 no 248 kalau ia dinyatakan tsiqat oleh Abu Hatim, An Nasa’i, Ibnu Saad, Ibnu Kharrasy, Ibnu Hibban, Al Ajli, Al Khalili dan Ali bin Madini. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/477 menyatakan ia tsiqah.
  • Ubaidillah bin Umar, disebutkan dalam At Tahdzib juz 7 no 71 kalau ia seorang yang dikenal tsiqah. Ubadilillah bin Umar telah dinyatakan tsiqah oleh An Nasa’i, Abu Zar’ah, Abu Hatim, Ibnu Hibban, Ahmad bin Shalih, dan Ibnu Main. Ibnu Hajar berkata dalam At Taqrib 1/637 ”tsiqat tsabit”.
  • Nafi’ maula Ibnu Umar adalah seorang yang tsiqah. Ibnu Hajar berkata dalam At Taqrib 2/239 ”seorang faqih yang masyhur tsiqah tsabit”.
Tentu bagi mereka yang tidak tahu maka dengan mudahnya mereka akan mengecam sosok yang bernama Jahjah ini atau mungkin dengan marahnya mereka mengatakan kalau Jahjah ini adalah seorang pemberontak yang berlaku tidak senonoh terhadap Usman. Padahal Jahjah Al Ghiffari ini adalah seorang Sahabat Nabi dan termasuk salah satu dari mereka yang membaiat Nabi dalam Baiatur Ridwan.
Ibnu Abi Hatim berkata dalam Al Jarh Wat Ta’dil juz 2 no 2258 yang mengutip dari ayahnya
 
جهجاه بن سعيد الغفاري المديني له صحبة روى عنه عطاء بن يسار ونافع
Jahjah bin Said Al Ghiffari seorang Sahabat Nabi yang meriwayatkan hadis kepada Atha’ bin Yasar dan Nafi’.
Adz Dzahabi dalam Tarikh Al Islam 3/560 berkata
 
جهجاه بن قيس وقيل بن سعيد الغفاري، مدني، له صحبة. شهد بيعة الرضوان
Jahjah bin Qais dan ada yang mengatakan Jahjah bin Said Al Ghiffari adalah seorang Sahabat Nabi yang menyaksikan Baiatur Ridwan.
Ibnu Hajar dalam Al Isabah 1/518 no 1247 berkata

جهجاه بن سعيد وقيل بن قيس وقيل بن مسعود الغفاري شهد بيعة الرضوان بالحديبية
Jahjah bin Said, ada yang mengatakan Jahjah bin Qais ada yang mengatakan Jahjah bin Mas’ud Al Ghiffari, ia ikut menyaksikan Baiatur Ridwan dan Perjanjian Hudaibiyah.
Ibnu Abdil Barr juga mengatakan hal yang sama dalam Al Isti’ab 1/268 ketika menuliskan biografi Jahjah Al Ghiffari.
.
Kisah Jahjah ini disebutkan pula dalam Kitab Tanzihu Khalil Mu’minin Muawiyah bin Abi Sufyan Min Dzulmi Wal Fisqi Fi Mutholabatihi bi Dami Amirul Mu’minin Utsman bin Affan oleh Al Qadhi Abu Ya’la Muhammad bin Husain Al Fara’ Tahqiq Syaikh Abdul Hamid bin Ali Al Faqihi. Anehnya sang penulis maupun pentahqiq tidak memberikan keterangan bahwa Jahjah ini adalah seorang Sahabat Nabi. Berikut kami ambil dalam terjemah Muqaddimah kitab tersebut yang berjudul Meluruskan Sejarah Tragedi Terbunuhnya Usman bin Affan hal 19
Pengepungan terhadap Usman pada awalnya tidak begitu ketat sehingga beliau masih bisa keluar dan mengimami shalat serta khutbah Jum’at. Pada suatu hari ketika beliau sedang berkhutbah, berdirilah seseorang yang bernama Jahjah dan merebut tongkat yang beliau gunakan untuk bersandar ketika berkhutbah-tongkat yang beliau gunakan adalah tongkat peninggalan Rasulullah SAW-Kemudian dia patahkan tongkat itu dengan lututnya sehingga ada serpihan kayu yang masuk ke lututnya. Hal ini menyebabkan dia tertimpa penyakit akilah. Kemudian terjadilah saling lempar-melempar batu diantara manusia. Usman RA pun tidak luput dari lemparan, sehingga beliau jatuh pingsan lalu dibawa ke rumahnya.
Cukuplah ini sebaik-baik bukti kepada mereka yang dengan angkuhnya menolak bahwa para Sahabat Nabi tidak ikut dalam pengepungan Usman. Mereka sendiri telah menuliskan bahwa seorang Jahjah yang sebenarnya adalah Sahabat Nabi termasuk dalam kelompok yang menentang Usman RA.
.
.

Amr bin Hamiq Al Khuza’i

Mengenai peran sahabat ini dalam pengepungan Usman telah kami jelaskan dalam tulisan kami sebelumnya yaitu Riwayat Bahwa Pembunuh Usman Adalah Sahabat Nabi.
.
.

Niyar bin Iyadh Al Aslami

Beliau adalah seorang sahabat Nabi yang menyeru Usman dan mengingatkannya dengan nama Allah SWT ketika terjadi peristiwa pengepungan Usman. Tatkala ia berbicara kepada Usman dari luar rumah, salah seorang pembela Usman yang bernama Katsir bin Shalt Al Kindi melepaskan panah ke arah Niyar sehingga ia terbunuh. Para pengepung Usman semakin marah dan menuntut Usman untuk menyerahkan Katsir tetapi Usman menolak tuntutan mereka. Hal ini diriwayatkan oleh Ath Thabari dalam Tarikh Ath Thabari 2/491.
Ibnu Hajar telah memasukkan Niyar bin Iyadh Al Aslami ke dalam Al Isabah 6/483 no 8842 dan berkata

نيار بن عياض الأسلمي ذكره الطبري وقال كان من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو ممن كلم عثمان في حصره وناشده الله وقتله بعض أتباع عثمان
Niyar bin Iyadh Al Aslami disebutkan oleh Ath Thabari bahwa ia adalah Sahabat Rasulullah SAW dan ia adalah orang yang berbicara kepada Usman saat pengepungan Usman dan ia mengingatkan Usman dengan nama Allah sampai akhirnya ia dibunuh oleh pengikut Usman.
.
.

Amr bin Badil Al Khuza’i

Amr bin Badil Al Khuza’i adalah salah satu dari mereka yang mengepung Usman dan menerobos masuk ke rumah Usman. Hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Syabbah Al Numairi dalam Tarikh Al Madinah 4/1303

حدثنا عفان قال، حدثنا أبو محصن قال، حدثنا حصين بن عبد الرحمن قال، حدثني جُهيم قال: أنا شاهدٌ، دَخَلَ عليه عمروُ بن بُدَيل الخزاعي واليُّجِيبي يطعنه أحدهما بمشقصٍ في أوداجه، وعلاهُ الآخر بالسيف فقتلوه.
Telah menceritakan kepada kami Affan yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Muhsin yang berkata telah menceritakan kepada kami Hushain bin Abdurrahman yang berkata telah menceritakan kepadaku Juhaim yang berkata “aku menyaksikan bahwa Amr bin Badil Al Khuza’i dan At Tajiby masuk ke dalam rumah Usman. Salah satu dari mereka menusuknya dengan pisau dan yang lain memukulnya dengan pedang dan mereka membunuhnya”.
Riwayat ini adalah riwayat yang shahih dan para perawinya terpercaya
  • Affan bin Muslim, disebutkan dalam At Tahdzib juz 7 no 424 kalau ia telah dinyatakan tsiqat oleh Al Ajli, Ibnu Hibban, Abu Hatim, Ibnu Kharasy, Ibnu Saad. Ibnu Ady berkata “ia dikenal shaduq(jujur)”. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/679 memberikan predikat tsiqat tsabit kepadanya.
  • Abu Muhshin adalah kuniyah dari Husain bin Numair Al Wasithi, disebutkan dalam At Tahdzib juz 2 no 682 kalau ia perawi hadis Shahih Bukhari, Sunan Abu Dawud, Nasa’i dan Tirmidzi. Ia dinyatakan tsiqah oleh Al Ajli, Abu Zar’ah dan Ibnu Hibban. Ibnu Main dan Abu Hatim berkata “shalih”. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/224 berkata “la ba’sa bihi(tidak ada cacat)”. Adz Dzahabi dalam Al Kasyf no 1134 berkata “tsiqah”.
  • Husain bin Abdurrahman, disebutkan Ibnu Hajar dalam At Tahdzib juz 2 no 659 kalau ia telah dinyatakan tsiqat oleh Ahmad, Ibnu Main, Al Ajli, Abu Zar’ah, Abu Hatim dan Ibnu Hibban. Adz Dzahabi dalam Al Kasyf no 1124 menyatakan ia “tsiqah hujjah”.
  • Juhaim Al Fahri, Ibnu Hibban memasukkannya sebagai perawi tsiqat dalam Ats Tsiqat juz 4 no 2084. Disebutkan oleh Bukhari dalam Tarikh Al Kabir juz 2 no 2364 dan beliau memastikan kalau Juhaim mendengar dari Usman dan meriwayatkan hadis kepada Husain bin Abdurrahman. Imam Bukhari tidak sedikitpun menyatakan kalau ia cacat bahkan Imam Bukhari berhujjah dengan hadisnya dalam Tarikh As Shaghir juz 1 no 334 tentang pengepungan Usman. Ibnu Abi Hatim dalam Al Jarh Wat Ta’dil 2/540 no 2242 menuliskan tentang Juhaim dan ia tidak sedikitpun menyatakan cacatnya. Adz Dzahabi juga memasukkannya dalam Tarikh Al Islam 5/384 seraya mengatakan kalau Juhaim meriwayatkan dari Usman dan meriwayatkan kepada Husain bin Abdurrahman.
Jika melihat riwayat di atas maka dengan mudahnya orang akan menuduh kalau Amr bin Badil Al Khuza’i adalah pemberontak yang tercela yang ikut mengepung dan membunuh Usman. Anehnya Ibnu Hajar memasukkan nama Amr bin Badil Al Khuza’i dalam Al Isabah 4/606 no 5781 dan mengutip Ath Thabrani kalau ia seorang Sahabat Nabi
 
قال الطبراني له صحبة وهو أحد من جاء مصر في أثر عثمان
Ath Thabrani berkata “ia seorang Sahabat Nabi dan ia salah seorang dari orang-orang Mesir yang mengepung Usman”.
Pada awalnya kami mengira kalau Amr bin Badil Al Khuza’i adalah orang yang sama dengan Amr bin Hamiq Al Khuza’i tetapi kami melihat ternyata Ibnu Hajar telah membedakan kedua orang tersebut dalam kitab biografi sahabat miliknya Al Isabah Fi Tamyiz As Sahabah. Ibnu Hajar menyebutkan Amr bin Badil Al Khuza’i dalam Al Isabah 4/606 no 5781 sedangkan Amr bin Hamiq Al Khuza’i disebutkan oleh beliau dalam Al Isabah 4/623 no 5822.
.
.
Akhir kata tulisan ini hanya ingin menunjukkan kalau memang diantara pengepung Usman terdapat para Sahabat Nabi SAW bahkan ada yang mengatakan kalau yang memimpin mereka para pengepung Usman RA itu justru para Sahabat Nabi diantaranya Abdurrahman bin Udais. Walaupun begitu bukan berarti kami menyetujui pembunuhan terhadap Usman RA, bagi kami sudah jelas membunuh seorang Muslim tanpa alasan yang jelas adalah kesalahan yang fatal.
.
.
Salam Damai
Catatan :
  • Sebenarnya masih ada nama-nama lain yang diduga adalah Sahabat Nabi tetapi menurut kami apa yang kami sampaikan sudah mencukupi sebagai bukti
  • Bagi yang mau memberi masukan dipersilakan dengan penuh hormat
  • Tidak terasa kalau sudah jadi Tetralogi SP

  • Riwayat Bahwa Pembunuh Usman Adalah Sahabat Nabi

    https://secondprince.wordpress.com/2009/01/21/riwayat-bahwa-pembunuh-usman-adalah-sahabat-nabi/

    Riwayat Bahwa Pembunuh Usman Adalah Sahabat Nabi
    Siapa sebenarnya yang membunuh Usman?. Pertanyaan ini sejak dulu telah menimbulkan kontroversi yang berkepanjangan bahkan menyulut terjadinya perperangan di kalangan Umat Islam. Masalah ini tentu tidak akan mudah dipecahkan begitu saja, sejauh ini memang sangat sulit atau tidak memungkinkan untuk menunjuk satu orang yang bertanggungjawab atas terbunuhnya Usman RA. Walaupun begitu kami akan mencoba mengurai benang kusut dan menunjukkan bahwa salah satu pembunuh Usman yaitu salah satu dari mereka yang mengepung Usman dan menerobos rumah Usman RA adalah seorang Sahabat Nabi.
    Ibnu Katsir dalam Al Bidayah Wan Nihayah 7/208 berkata dalam Bab Peristiwa Terbunuhnya Usman bin Affan

    وروى ابن عساكر عن ابن عون أن كنانة بن بشر ضرب جبينه ومقدم رأسه بعمود حديد فخر لجنبيه وضربه سودان بن حمران المرادي بعد ما خر لجنبه فقتله وأما عمرو بن الحمق فوثب على عثمان فجلس على صدره وبه رمق فطعنه تسع طعنات وقال أما ثلاث منهن فلله وست لما كان في صدري عليه
    Ibnu Asakir meriwayatkan dari Ibnu Aun bahwa Kinanah bin Bisyr memukul rusuk dan ubun-ubun Usman dengan besi sehingga Beliau tersungkur disebelahnya. Lalu Saudan bin Humran Al Murady memukul lagi hingga beliau terbunuh. Kemudian Amr bin Hamiq melompat ke dada Usman dan pada saat itu beliau menghembuskan nafas yang terakhir lalu ia menikam Usman dengan sembilan tikaman seraya berkata “Adapun tiga tikaman karena Allah dan enam tikaman karena dendam di dalam dadaku”.
    Dari penjelasan Ibnu Katsir ini dapat diketahui bahwa salah satu dari pembunuh Usman adalah Amr bin Hamiq dimana mengenai dia Ibnu Katsir dalam Al Bidayah Wan Nihayah 8/48 berkata

    عمرو بن الحمق بن الكاهن الخزاعى أسلم قبل الفتح وهاجر وقيل إنه إنما أسلم عام حجة الوداع وورد فى حديث أن رسول الله دعا له أن يمتعه الله بشبابه فبقى ثمانين سنة لا يرى فى لحيته شعرة بيضاء ومع هذا كان أحد الأربعة الذين دخلوا على عثمان
    Amr bin Hamiq bin Kahin Al Khuza’i memeluk islam sebelum Fathul Makkah dan peristiwa Hijrah dan ada pula yang mengatakan kalau ia memeluk islam pada Haji wada. Diceritakan dalam suatu hadis bahwa Rasulullah SAW berdoa untuknya “semoga Allah memberimu usia yang baik” Ia hidup sampai berumur 80 tahun dan tidak ada sehelaipun uban di janggutnya. Ia adalah salah satu dari empat orang yang menerobos rumah Usman.


    Jika melihat sekilas apa yang dikatakan oleh Ibnu Katsir ternyata Amr bin Hamiq adalah salah seorang yang masuk menerobos rumah Usman ketika terjadi pengepungan terhadap Usman RA. Secara tersirat Amr dikatakan oleh Ibnu Katsir adalah seorang sahabat Nabi. Berikut penjelasan yang lebih tegas bahwa Amr bin Hamiq adalah seorang sahabat
    Amr bin Hamiq Al Khuza’i adalah salah seorang dari Sahabat Nabi SAW. Disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Al Isabah 4/623 no 5822, At Tahdzib juz 8 no 37 dan At Taqrib 1/733 bahwa dia adalah seorang sahabat Nabi dan hadisnya diriwayatkan dalam Sunan Ibnu Majah dan Sunan An Nasa’i. Adz Dzahabi dalam Al Kasyf no 4146 berkata “Amr bin Hamiq Al Khuza’i seorang sahabat Nabi”.

    Ibnu Abi Hatim berkata dalam Al Jarh Wat Ta’dil juz 6 no 1248

    عمرو بن الحمق له صحبة
    Amr bin Hamiq seorang Sahabat Nabi
    Jadi dapat disimpulkan bahwa salah seorang dari mereka yang mengepung Usman dan menerobos rumah Usman serta diriwayatkan ikut serta dalam membunuh Usman adalah seorang Sahabat Nabi yaitu Amr bin Hamiq Al Khuza’i
    Sebelum mengakhiri tulisan ini kami akan menyorot sebuah tulisan dalam kitab yang sepertinya begitu dibanggakan oleh para Salafiyun yaitu Kitab Tanzihu Khalil Mu’minin Muawiyah bin Abi Sufyan Min Dzulmi Wal Fisqi Fi Mutholabatihi bi Dami Amirul Mu’minin Utsman bin Affan oleh Al Qadhi Abu Ya’la Muhammad bin Husain Al Fara’ Tahqiq Syaikh Abdul Hamid bin Ali Al Faqihi. Kitab ini telah diterjemahkan oleh para Salafiyun dalam edisi bahasa Indonesia yang berjudul Meluruskan Sejarah Tragedi Terbunuhnya Usman bin Affan. Dalam hal 14 kitab tersebut disebutkan
    Pada tahun 33 H, sebagian penduduk Kufah yang tersohor adalah Al Asytar An Nakha’i, Kumail bin Ziyad, Amr bin Hamiq Al Khuza’I dan Sho’shoah bin Sauhan berbicara di hadapan Al Qurra’(golongan kedua) dan pemuka masyarakat dengan pembicaraan yang sangat jelek dan keji yang berisikan celaan terhadap Usman serta celaan terhadap kebijakan dan system pemerintahan yang dijalankannya. Merekapun mencela Gubernur Kufah dengan anggapan bahwa tindakan tersebut adalah amar ma’ruf nahi munkar . Karena inilah mereka diusir oleh Usman ke Syam. Di Syam inilah mereka menulis surat kepada orang-orang yang sepaham dengan mereka baik yang berada di Bashrah, Mesir maupun Kufah.
    Sang Penulis menunjukkan bahwa Amr bin Hamiq adalah orang yang berbicara dengan pembicaraan yang sangat jelek dan keji serta berisi celaan terhadap Usman. Padahal sudah jelas bahwa Amr bin Hamiq adalah sahabat Nabi.

  • Ini berarti seorang Sahabat Nabi mencela sahabat lainnya dengan jelek dan keji.
  • Bahkan sang penulis mengatakan kalau Amr adalah salah seorang yang menulis surat kepada orang-orang Bashrah, Mesir dan Kufah. Anehnya di saat lain penulis mengatakan kalau surat tersebut dibuat oleh orang-orang munafik untuk memprovokasi orang banyak agar menentang Usman.
Lucu sekali ternyata seorang Salafiyun dalam pembelaannya terhadap para Sahabat Nabi tanpa disadari justru telah menyudutkan dan menjelek-jelekkan salah seorang Sahabat Nabi yaitu Amr bin Hamiq
.
Yah, ini menunjukkan bahwa Sejarah versi Salafiyyun itu tidak mesti ditelan mentah-mentah. Banyak sekali sisi apologia dengan distorsi atas nama Pembelaan terhadap para Sahabat. Apologia yang berujung pada kontradiksi-kontradiksi yang patut diluruskan
.
.
Salam Damai.

Ahlul Bait Mengakui Kepemimpinan Mereka Dengan Ayat Tathhiir

Ahlul Bait Mengakui Kepemimpinan Mereka Dengan Ayat Tathhiir

Dimana saja dan di zaman manapun akan selalu ada orang-orang yang dengan segala cara mengingkari keutamaan Ahlul Bait. Diantara kaum ingkar tersebut, yang paling berbahaya adalah orang yang menyebut diri mereka “salafy”. Dengan symbol palsu seperti itu mereka mengatasnamakan kaum salaf sambil mengutip hadis-hadis yang mereka simpangkan artinya demi mengingkari keutamaan Ahlul Bait. Salafy adalah kaum yang paling keras pengingkarannya terhadap kepemimpinan Ahlul Bait dan insya Allah, dalam perkara “Ahlul Bait” blog ini akan menjadi yang paling keras membantah salafy. Salafy mengingkari kepemimpinan Ahlul Bait maka kami katakan Ahlul Bait sendiri mengakui kepemimpinan mereka

اخبرنا أبو بكر محمد بن عبد الباقي أنا الحسن بن علي أنا محمد بن العباس الخزاز أنا احمد بن معروف نا الحسين بن محمد أنا محمد بن سعد نا يزيد بن هارون أنا العوام بن حوشب عن هلال بن يساف قال سمعت الحسن بن علي وهو يخطب وهو يقول يا أهل الكوفة اتقوا الله فينا فإنا أمراؤكم وأنا اضيافكم ونحن أهل البيت الذين قال الله تعالى ” إنما يريد الله ليذهب عنكم الرجس أهل البيت ويطهركم تطهيرا ” قال فما رأيت يوما قط اكثر باكيا من يومئذ

Telah mengabarkan kepada kami Abu Bakar Muhammad bin ‘Abdul Baaqiiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Hasan bin Ali yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abbas Al Khazzaaz yang berkata telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Ma’ruf yang berkata telah menceritakan kepada kami Husain bin Muhammad yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sa’ad yang berkata telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun yang berkata telah menceritakan kepada kami Al ‘Awwaam bin Hausyab dari Hilal bin Yasaaf yang berkata aku mendengar Hasan bin Ali dan ia berkhutbah, ia mengatakan “wahai ahlul kufah bertakwalah kepada Allah tentang kami, kami adalah pemimpin-pemimpin kalian dan tamu-tamu kalian dan kami ahlul bait yang difirmankan Allah SWT “sesungguhnya Allah SWT berkehendak menghilangkan dosa dari kamu wahai ahlul bait dan menyucikanmu sesuci-sucinya”. [Hilal bin Yasaaf] berkata “aku belum pernah melihat hari dimana banyak orang menangis seperti pada hari itu” [Tarikh Ibnu Asakir 13/270]

Atsar Imam Hasan ini sanadnya shahih. Para perawinya tsiqat, Husain bin Muhammad adalah Husain bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Fahm dikatakan Daruquthni “tidak kuat” tetapi Al Hakim berkata “tsiqat ma’mun hafizh”.
  • Abu Bakar Muhammad bin ‘Abdul Baaqiy adalah Syaikh [guru] Ibnu Asakir yang tsiqat. Adz Dzahabi menyebutnya Syaikh Imam Al Alim. Ibnu Jauzi menyatakan ia tsiqat tsabit dan hujjah [As Siyar 20/23-28 no 12]
  • Hasan bin Ali adalah Abu Muhammad Hasan bin Ali Al Jauhariy Asy Syiraaziy Al Baghdadiy. Adz Dzahabi menyebutnya Syaikh Imam muhaddis shaduq. Al Khatib telah menulis darinya dan menyatakan ia tsiqat dapat dipercaya [As Siyaar 18/68 no 30]
  • Muhammad bin ‘Abbas adalah Abu ‘Umar Muhammad bin ‘Abbas bin Muhammad bin Zakariya bin Yahya Al Baghdadiy Al Khazzaaz yang dikenal dengan Ibnu Haywayh. Adz Dzahabi menyebutnya imam muhaddis yang tsiqat. Al Khatib menyatakan tsiqat. Al Barqaniy berkata “tsiqat tsabit hujjah” [As Siyar 16/409-410 no 296]
  • Ahmad bin Ma’ruf adalah Ahmad bin Ma’ruf bin Basyr bin Musa Abu Hasan Al Khasysyaab mendengar dari Husain bin Fahm dan telah meriwayatkan darinya Ibnu Haywayh. Al Khatib berkata “ia tsiqat” [Tarikh Baghdad 5/368 no 2920]
  • Husain bin Muhammad adalah Husain bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Fahm. Al Hakim berkata “tsiqat ma’mun hafizh” [Mustadrak Ash Shahihain no 4638]. Daruquthni berkata “tidak kuat” [Su’alat Al Hakim no 85]. Al Khatib berkata “ia tsiqat berhati-hati dalam riwayat” [Tarikh Baghdad 8/92 no 4190]
  • Muhammad bin Sa’ad Al Hasyimi Abu ‘Abdullah Al Bashriy penulis kitab Thabaqat. Ibnu Hajar berkata “ia hafizh besar yang tsiqat”. Al Khatib menyatakan Ibnu Sa’ad termasuk ahli ilmu yang memiliki keutamaan, kefahaman dan ‘adalah [At Tahdzib juz 9 no 275]. Ibnu Hajar juga berkata “shaduq memiliki keutamaan” [At Taqrib 2/79].
  • Yazid bin Harun bin Waadiy adalah perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat. Ibnu Madini berkata “ia termasuk orang yang tsiqat” dan terkadang berkata “aku tidak pernah melihat orang lebih hafizh darinya”. Ibnu Ma’in berkata “tsiqat”. Al Ijli berkata “tsiqat tsabit dalam hadis”. Abu Bakar bin Abi Syaibah berkata “aku belum pernah bertemu orang yang klebih hafizh dan mutqin dari Yazid”. Abu Hatim menyatakan ia tsiqat imam shaduq. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat banyak meriwayatkan hadis”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Yaqub bin Syaibah menyatakan tsiqat. Ibnu Qani’ berkata “tsiqat ma’mun” [At Tahdzib juz 11 no 612]
  • ‘Awwaam bin Hausyaab adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Telah meriwayatkan darinya Syu’bah yang berarti Syu’bah menganggapnya tsiqat. Ahmad bin Hanbal berkata “tsiqat tsiqat”. Ibnu Ma’in dan Abu Zur’ah berkata “tsiqat”. Abu Hatim berkata “shalih tidak ada masalah padanya”. Al Ijli, Ibnu Hibban dan Ibnu Sa’ad menyatakan tsiqat [At Tahdzib juz 8 no 298]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat tsabit dan memiliki keutamaan” [At Taqrib 1/759]
  • Hilaal bin Yasaaf adalah perawi Bukhari dalam At Ta’liq, Muslim dan Ashabus Sunan. Ia menemui masa Ali dan meriwayatkan dari Hasan bin Ali. Ibnu Ma’in menyatakan tsiqat. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat banyak meriwayatkan hadis”. Al Ijli berkata “tabiin kufah yang tsiqat”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 11 no 144]. Ibnu Hajar menyatakan tsiqat [At Taqrib 2/274]
Tidak diragukan lagi semua perawinya tsiqat. Hanya Husain bin Fahm yang dikatakan Daruquthni “tidak kuat” tetapi ini bukan jarh yang menjatuhkan karena perawi dengan predikat seperti ini bisa jadi hadisnya hasan. Apalagi jarh Daruquthni ini bersumber dari Al Hakim sedangkan Al Hakim sendiri menyatakan Husain bin Fahm tsiqat ma’mun dan Hafizh. Pendapat yang rajih Husain bin Fahm seorang yang tsiqat.
Hilaal bin Yasaaf dalam periwayatan dari Imam Hasan memiliki mutaba’ah yaitu dari Abu Jamilah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam Tafsiir Ibnu Abi Hatim no 16776 dan Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir 3/93 no 2761. Berikut sanad riwayat Ibnu Abi Hatim dari ayahnya

حدثنا أبو الوليد حدثنا أبو عوانة عن حصين بن عبد الرحمن عن أبى جملية قال إن الحسن بن علي

Telah menceritakan kepada kami Abul Walid yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu ‘Awanah dari Hushain bin ‘Abdurrahman dari Abi Jamilah yang berkata bahwa Hasan bin Ali-riwayat di atas-

Riwayat Abu Jamilah ini sanadnya hasan. Para perawinya tsiqat kecuali Abu Jamilah ia seorang yang shaduq hasanul hadis. Dalam riwayat Abu Jamilah terdapat tambahan lafaz yang menyebutkan kalau khutbah Imam Hasan itu diucapkan ketika Imam Ali telah wafat.
  • Abu Walid adalah Hisyam bin Abdul Malik seorang Hafizh Imam Hujjah. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat [2/267]. Adz Dzahabi menyatakan ia tsiqat [Al Kasyf no 5970]
  • Abu Awanah adalah Wadhdhah bin Abdullah Al Yaskuri. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat tsabit [At Taqrib 2/283]. Adz Dzahabi menyatakan ia tsiqah [Al Kasyf no 6049].
  • Hushain bin Abdurrahman adalah seorang yang tsiqah. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqah [At Taqrib 1/222] dan Adz Dzahabi menyatakan ia tsiqat hujjah [Al Kasyf no 1124]
  • Abu Jamilah adalah Maisarah bin Yaqub seorang tabiin yang melihat Ali dan meriwayatkan dari Ali dan Hasan bin Ali. Ibnu Hibban menyebutkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 10 no 693]. Ibnu Hajar menyatakan ia maqbul [At Taqrib 2/233]. Pernyataan Ibnu Hajar keliru karena sebagai seorang tabiin dan telah meriwayatkan darinya sekumpulan perawi tsiqah bahkan Ibnu Hibban menyebutnya dalam Ats Tsiqat maka dia adalah seorang yang shaduq hasanul hadis seperti yang dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib [Tahrir At Taqrib no 7039]
Abu ‘Awanah dalam periwayatan dari Hushain bin ‘Abdurrahman memiliki mutaba’ah yaitu dari Khalid bin ‘Abdullah Al Wasithiy sebagaimana yang diriwayatkan Ath Thabrani dengan jalan sanad berikut

حدثنا محمود بن محمد الواسطي ثنا وهب بن بقية أنا خالد عن حصين بن أبي جميلة أن الحسن بن علي رضي الله عنه

Telah menceritakan kepada kami Mahmuud bin Muhammad Al Wasithiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Wahb bin Baqiyah yang berkata telah menceritakan kepada kami Khalid dari Hushain dari Abu Jamilah bahwa Hasan bin Ali radiallahu ‘anhu-riwayat-
Riwayat ini sanadnya hasan. Mahmud bin Muhammad Al Wasithiy dikatakan Daruquthni seorang yang tsiqat [Su’alat Hamzah no 367]. Wahb bin Baqiyah adalah perawi Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i, Ibnu Hajar berkata “tsiqat” [At Taqrib 2/291]. Khalid bin ‘Abdullah Al Wasithiy adalah perawi kutubus sittah, Ibnu Hajar berkata “tsiqat tsabit” [At Taqrib 1/259]. Dengan mengumpulkan sanad-sanadnya maka riwayat Imam Hasan ini kedudukannya shahih tanpa keraguan. Telah meriwayatkan dari Imam Hasan, Hilal bin Yasaaf dan Abu Jamilah Maisarah bin Ya’qub.
.
.
.

Pembahasan Matan Riwayat

Khutbah Imam Hasan ini diucapkan beliau setelah Imam Ali meninggal atau syahid [sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat Abu jamilah]. Imam Hasan mengingatkan kepada para penduduk kufah dengan lafaz “wahai penduduk kufah bertakwalah kepada Allah tentang kami”. Lafaz ini menunjukkan bahwa terdapat sesuatu tentang “kami” [yang dikatakan Imam Hasan] dimana hal tersebut diwajibkan bagi umat islam [yang saat itu diseru adalah penduduk kufah].

Apa sebenarnya sesuatu tentang “kami” yang dimaksud oleh Imam Hasan?. Jawabannya terletak pada kalimat setelahnya yaitu pada lafaz “kami adalah pemimpin-pemimpin kalian”. Lafaz “pemimpin” disini diucapkan dalam bentuk jamak, artinya lebih dari satu. Apakah kepemimpinan yang dimaksud merujuk pada kepemimpinan Khalifah dimana Imam Hasan telah dibaiat?. Jawabannya bukan, karena kalau kepemimpinan yang menyangkut pemerintahan maka pemimpin saat itu hanya ada satu yaitu Khalifah Hasan bin Ali radiallahu ‘anhu. Imam Hasan mengucapkan dengan lafaz jamak “kami pemimpin-pemimpin kalian” untuk menunjukkan kepemimpinan jenis lain yaitu kepemimpinan Ahlul Bait sebagai pribadi-pribadi yang menjadi pedoman umat islam agar tidak tersesat. Sehingga kata “kami” yang diucapkan oleh Imam Hasan merujuk kepada “Ahlul Bait”. Lagipula termasuk aneh jika Imam Hasan mengingatkan penduduk Kufah agar mereka mengikuti dirinya dengan cara mengatakan kalau dirinya adalah khalifah mereka, aneh karena sudah sejak awal mereka telah membaiat Imam Hasan sebagai khalifah atau telah mengakui Imam Hasan sebagai khalifah.

Siapakah Ahlul Bait yang ada saat itu dan yang dimaksudkan oleh Imam Hasan dalam ucapannya tersebut?. Jawabannya terletak pada kalimat selanjutnya “kami adalah ahlul bait yang difirmankan Allah SWT : sesungguhnya Allah SWT berkehendak menghilangkan dosa dari kamu ahlul bait dan menyucikanmu sesuci-sucinya”. Ayat ini turun untuk Imam Ali, Sayyidah Fathimah, Imam Hasan dan Imam Husain, merekalah ahlul bait yang dimaksud. Pada saat Imam Hasan mengucapkan khutbah tersebut, ahlul bait yang dimaksud dalam ayat tathhiir adalah Imam Hasan dan Imam Husain. Mereka berdua yang dimaksud dalam ucapan Imam Hasan “kami adalah pemimpin-pemimpin kalian”.

Khutbah Imam Hasan juga memberikan faedah bagi kita bahwa sebenarnya ayat tathhiir sedari awal memang turun untuk ahlul kisa’. Perhatikan lafaz ucapan Imam Hasan “kami adalah ahlul bait yang difirmankan Allah SWT”, lafaz ini bukti nyata bahwa Imam Hasan mengakui ayat tersebut turun untuk Beliau. Ucapan Imam Hasan ini juga membantah pernyataan kaum pengingkar [baca : Nashibi] yang mengatakan kalau ayat tathhiir turun khusus untuk istri-istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] sedangkan ahlul kisa’ hanya didoakan oleh Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] supaya ikut masuk.

Khutbah Imam Hasan ini juga memberikan faedah soal makna ayat tathhiir. Bagi kaum pengingkar [baca : salafy nashibi] ayat tathhiir bermakna pribadi-pribadi yang dimaksud harus melaksanakan syariat “jangan berhias” atau “tetaplah dirumahmu” agar mendapatkan penyucian yang dimaksud. Ternyata apa yang dikatakan Imam Hasan sangat jauh dari itu, Bagamana mungkin ahlul bait dalam ayat tathiir harus “tetap di rumahmu” padahal Beliau Imam Hasan malah pergi ke medan perang untuk memerangi Muawiyah dan Imam Hasan mengakui kalau dirinya adalah ahlul bait yang dimaksud dalam ayat tathhiir.

Imam Hasan menjadikan ayat tathhiir sebagai hujjah agar umat islam mengikuti dan berpedoman kepada Ahlul Bait [dalam hal ini beliau sendiri dan Imam Husain]. Hal ini menunjukkan bahwa makna ayat tathhiir dalam pandangan Imam Hasan adalah sebagai iradah yang takwiniyah artinya pribadi-pribadi yang dimaksud telah disucikan sehingga penyucian itu menjadi keutamaan bagi mereka dimana sebagai orang yang suci pribadi tersebut harus diikuti dan dijadikan pedoman agar tidak tersesat. Pandangan seperti ini selaras dengan wasiat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dalam hadis Tsaqalain.

Tentu saja para pengingkar [baca : Nashibi] akan merasa sakit hati untuk mengakui kepemimpinan Ahlul Bait. Mengapa? Karena mereka malu [padahal tidak tahu malu] atau mereka sombong untuk mengakui kebenaran. Akibatnya kerja mereka menebar berbagai syubhat “itu syiah” atau “itu ucapan syiah” atau “syiah yang menyesatkan” atau “hawa nafsu kaum syiah” dan yang lain-lain kalau bisa disyiah-syiahkan. Orang-orang seperti ini mungkin layak untuk dikatakan neonashibi [nashibi model baru]. Penyakit nashibi ini memang parah, setiap yang mengutamakan ahlul bait di atas sahabat pasti akan mereka tuduh syiah padahal itulah kedudukan ahlul bait yang telah ditetapkan Allah SWT dan Rasul-Nya SAW. Siapapun yang berpegang teguh pada sunnah akan mengetahui betapa mulia dan tingginya kedudukan Ahlul Bait sehingga tidak ada satupun [bahkan dari kalangan sahabat] yang dapat dibandingkan dengan Mereka. Akhir kata, kami berlepas diri dari ucapan para penuduh dan pengingkar, kepada Allah SWT kami memohon ampun. Salam Damai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar