Selasa, 28 Maret 2017

Menjadi pertanyaan kita berikutnya adalah apakah dasar penetapan DPT tahun 2014 sebesar 209 juta atau 32 juta lebih banyak daripada perhitungan BPS ? Sampai saat ini tidak diketahui secara pasti. Bagaimana dengan perhitungan jumlah calon pemilih tetap oleh Kementerian Dalam Negeri ? Malah lebih tidak jelas. Bahkan proyek prestisius Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP) yang diharapkan selesai pengerjaan dan distribusinya pada akhir 2012 lalu, hingga kini tidak jelas juntrungannya. Padahal penuntasan proyek pengadaan EKTP tersebut semula diharapkan menjadi andalan dalam perhitungan dan penetapan calon pemilih tetap pemilu /pilpres 2014....??>>>...


Gepokan Uang Anggota Dewan

ttps://kumparan.com/muhamad-rizki/infografis-gepokan-uang-anggota-dewan?utm_medium=cpc&utm_campaign=acquisition&utm_source=Facebook


Infografis Gepokan Uang Anggota Dewan
Infografis Gepokan Uang Anggota Dewan (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
Eks Anggota DPR, Miryam S. Haryani, membuka aliran uang ke para anggota DPR. Diduga duit cash itu berasal dari proyek e-KTP, yang diantarkan Sugiharto, PNS Ditjen Dukcapil yang kini menjadi terdakwa kasus e-KTP.
Miryam telah bersaksi di sidang kasus e-KTP pada Kamis (23/3). Namun ketika itu, Miryam malah mencabut kesaksiannya yang sudah dimasukkan ke dalam berita acara pemeriksaan. Padahal, Ketua Majelis Hakim, Jhon Halasan Butar Butar ingin mendalami tentang saweran uang anggota DPR.
Meskipun Miryam berasal dari fraksi Hanura, namun Miryam langsung diperintahkan oleh Ketua Komisi II yang berasal dari fraksi Golkar, Chairuman Harahap. Bahkan, menurut Miryam, Chairuman memakai uangnya sendiri agar adil dibagi-bagikan ke Komisi II.
Berikut uraian kesaksian Miryam mengenai pembagian uang ke anggota dewan.
 
Infografis Gepokan Uang Anggota Dewan
Infografis Gepokan Uang Anggota Dewan (Foto: Bagus Permadi/kumparan)

Usut Korupsi e-KTP, KPK Periksa Dosen ITB

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus dugaan korupsi proyek E-KTP pada 2011-2012. Untuk itu, KPK memeriksa dosen Institut Teknologi Bandung (ITB), Maman Budiman, sebagai saksi, hari ini.
"Yang bersangkuta‎n jadi saksi untuk tersangka IR (Irman)," ujar Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, saat dikonfirmasi, di Jakarta, Kamis (13/10/2016).
Selain Maman, KPK memeriksa staf pengajar lain di ITB, Saiful Akbar dan PNS Pusat Komunikasi Kementerian Luar Negeri, Kristian Ibrahim Moekmin. Keduanya juga diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Irman.

Sebelumnya, pada Jumat 30 September 2016, KPK menetapkan bekas Dirjen Dukcapil Kemendagri, Irman sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek E-KTP pada 2011-2012. Irman diduga melakukan korupsi secara bersama-sama dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Sugiharto.

Sugiharto yang pernah menjabat Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri itu sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

KPK telah mendalami kasus dugaan korupsi proyek e-KTP pada 2011-2012 ini pada tingkat penyidikan selama 2 tahun lebih. Baik Irman maupun Sugiharto, dalam sengkarut proyek senilai Rp 6 triliun itu diduga telah menyalahgunakan kewenangan, sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp 2 triliun.

Senin, 23 Desember 2013

Betulkah Ada Korupsi E-KTP dan Kegagalan Pemilu – Pilpres 2014

  http://suaratuhan.blogspot.co.id/2013/12/betulkah-ada-korupsi-e-ktp-dan.html
 
 

Jurnalis Independen: KTP Elektronik Di luar dugaan tidak ada partai politik, pengamat, politisi atau tokoh dan elit bangsa ini keberatan dengan penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) tahun 2014 yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebanyak 209 juta pemilih.

Jumlah pemilih tetap sebesar 209 juta orang itu jauh melebihi prediksi Badan Pusat Statistik (BPS) yakni sekitar 177 juta pemilih pada tahun 2014 mendatang. Prediksi BPS selaku instansi terdepan dan terpercaya dalam menghitung dan menyusun angka – angka ternyata diabaikan begitu saja oleh KPU dalam penetapan DPT 2014. Padahal, jangankan jumlah pemilih pada tahun 2014, jumlah pemilih untuk tahun 2024 pun BPS mampu memberikan prediksi yang dapat dijamin akurasi dan pertanggungjawabannya.

Menjadi pertanyaan kita berikutnya adalah apakah dasar penetapan DPT tahun 2014 sebesar 209 juta atau 32 juta lebih banyak daripada perhitungan BPS ? Sampai saat ini tidak diketahui secara pasti. Bagaimana dengan perhitungan jumlah calon pemilih tetap oleh Kementerian Dalam Negeri ? Malah lebih tidak jelas. Bahkan proyek prestisius Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP) yang diharapkan selesai pengerjaan dan distribusinya pada akhir 2012 lalu, hingga kini tidak jelas juntrungannya. Padahal penuntasan proyek pengadaan EKTP tersebut semula diharapkan menjadi andalan dalam perhitungan dan penetapan calon pemilih tetap pemilu /pilpres 2014.

Bagaimana dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi yang berjanji akan mengundurkan diri jika proyek E-KTP tidak tuntas hingga 31 Desember 2012 ? Kenapa sampai saat ini masih terdapat puluhan juta rakyat Indonesia berhak E-KTP belum menerimanya ? Siapa yang bermain, mengambil keuntungan materi dan atau politik dari proyek prestisius berbiaya hampir Rp. 7 triliun itu ? Plus belasan pertanyaan lain yang dapat kita ajukan terkait proyek E-KTP ini. Semuanya membutuhkan jawaban dan perhatian sangat serius dari kita semua selaku warga negara yang peduli terhadap nasib bangsa dan negara ini.

E-KTP adalah proyek strategis pemerintah untuk mewujudkan sistem indentitas tunggal (single indentity number atau SIN) yang sangat berguna dan dibutuhkan pemerintah/negara dalam rangka tercapainya tata administrasi kependudukan yang baik, tertib dan ideal. Luar biasa manfaat yang diperoleh dengan tuntasnya proyek E-KTP ini, antara lain : terwujudnya SIN yang menjadi solusi pencegahan dan pemberantasan berbagai kasus kejahatan terkait dengan dampak negatif mudahnya penggandaan KTP selama ini seperti pencucian uang, transaksi suap dan korupsi, transaksi narkoba, judi, illegal logging, penggelapan /penghindaran pajak. atau transaksi illegal lainnya.

Manfaat lain dari tuntasnya proyek E-KTP ini adalah terciptanya jaminan berlangsungnya pemilihan kepala daerah, pemilihan umum dan pemilihan presiden secara lebih bersih dan jujur. Sudah jelas terbukti selama ini berbagai pilkada, pemilu dan pilpres selalu terjadi kecurangan yang dimungkinkan karena banyaknya KTP ganda. Indentitas ganda itu sama saja dengan penetapan pemilih ganda dalam semua Daftar Pemilih Tetap (DPT). Contoh paling aktual adalah dugaan penggadaan sedikitnya 18 juta KTP palsu yang diungkap Jenderal Wiranto sebelum pemilu / pilpres 2009 lalu. Keberadaan 18 juta KTP palsu itu sangat erat kaitanya dengan tuduhan kecurangan hasil perhitungan pada pemilu / pilpres 2009.

Bayangkan saja jika pada pemilu dan atau pilpres 2014 nanti 32 juta pemilih yang diduga fiktif atau siluman itu dilimpahkan semuanya ke salah satu partai dan /atau capres tertentu. Pemilu dan pilpres pun menjadi sia – sia belaka. Suara rakyat dikalahkan oleh suara siluman yang datang entah dari mana untuk tujuan pemenangan partai / capres tertentu.

Bayangkan saja jika pada saat ini sudah dibuka ratusan ribu hingga jutaan rekening palsu yang digunakan untuk menerima dana ilegal untuk kepentingan pemilu dan untuk menyumbang dana pemenangan partai atau capres tertentu.

Pada pemilu dan pilpres 2014 mendatang praktek kecurangan dalam perhitungan suara hasil suara hampir dipastikan akan terjadi. Penyebabnya adalah kisruh proyek pengadaan E-KTP yang pasti bermasalah. Sedikitnya terdapat 3 masalah utama dalam proyek pengadaan ini, yaitu : 1. Suap dan korupsi di sekitar proyek senilai hampir Rp. 7 triliun itu, 2. Penggandaan puluhan juta bahkan mungkin mencapai 100 juta E-KTP palsu dan, 3. Upaya penggagalan terwujudnya SIN oleh pihak – pihak tertentu dengan berbagai motif dan modus operandi.

Satu keanehan atau anomali politik adalah sikap membiarkan atau membisu dari elit politik Indonesia (Presiden, DPR, BPK, KPK, ketua – ketua partai politik, tokoh, elit bangsa dan lain – lain) ketika mengetahui dugaan korupsi dan penggandaan puluhan juta E-KTP pada proyek ini. Sudah tidak adakah kepedulian itu ?

Ada apakah dengan elit politik kita ? Kenapakah mereka diam seribu bahasa ? Apakah dapat diasumsikan kebisuan atau keapatisan mereka semua terhadap dugaan penggandaan E-KTP ini sebagai modus untuk mencari alasan menolak hasil pemilu dan pilpres 2014 jika ternyata hasilnya tidak sesuai harapan ? Apakah alasan penolakan hasil pemilu / pilpres tersebut nantinya tidak sangat membahayakan stabilitas sosial politik dan keamanan negara ? Bukankah kesuksesan pemilu / pilpres 2014 adalah agenda politik utama yang menjadi tanggung jawab kita semua selaku anak bangsa ?

Kegagalan penyelenggaraan pemilu dan atau pilpres serta hasil – hasilnya sangat potensial menjadi pemicu (trigger) instabilitas nasional : sosial politik, ekonomi dan keamanan, yang menjadi ancaman besar terjadinya kerusuhan, huruhara, pergolakan sipil, perang sipil hingga disintegrasi bangsa. Apakah para elit dan rakyat negeri ini tidak menyadari semua itu ? Wallahualam bissawab.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar