Gepokan Uang Anggota Dewan
ttps://kumparan.com/muhamad-rizki/infografis-gepokan-uang-anggota-dewan?utm_medium=cpc&utm_campaign=acquisition&utm_source=Facebook
Eks Anggota DPR, Miryam S. Haryani, membuka aliran uang ke para anggota DPR. Diduga duit cash itu berasal dari proyek e-KTP, yang diantarkan Sugiharto, PNS Ditjen Dukcapil yang kini menjadi terdakwa kasus e-KTP.
Miryam telah bersaksi di sidang kasus e-KTP pada Kamis (23/3). Namun ketika itu, Miryam malah mencabut kesaksiannya yang sudah dimasukkan ke dalam berita acara pemeriksaan. Padahal, Ketua Majelis Hakim, Jhon Halasan Butar Butar ingin mendalami tentang saweran uang anggota DPR.
Meskipun Miryam berasal dari fraksi Hanura, namun Miryam langsung diperintahkan oleh Ketua Komisi II yang berasal dari fraksi Golkar, Chairuman Harahap. Bahkan, menurut Miryam, Chairuman memakai uangnya sendiri agar adil dibagi-bagikan ke Komisi II.
Berikut uraian kesaksian Miryam mengenai pembagian uang ke anggota dewan.
Usut Korupsi e-KTP, KPK Periksa Dosen ITB
Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus dugaan korupsi proyek E-KTP pada 2011-2012. Untuk itu, KPK memeriksa dosen Institut Teknologi Bandung (ITB), Maman Budiman, sebagai saksi, hari ini.
"Yang bersangkutan jadi saksi untuk tersangka IR (Irman)," ujar
Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, saat
dikonfirmasi, di Jakarta, Kamis (13/10/2016).
Baca Juga
Selain Maman, KPK memeriksa staf pengajar lain di ITB, Saiful Akbar
dan PNS Pusat Komunikasi Kementerian Luar Negeri, Kristian Ibrahim
Moekmin. Keduanya juga diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Irman.
Sebelumnya, pada Jumat 30 September 2016, KPK menetapkan bekas Dirjen Dukcapil Kemendagri,
Irman sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek E-KTP pada
2011-2012. Irman diduga melakukan korupsi secara bersama-sama dengan
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Sugiharto.
Sugiharto yang pernah menjabat Direktur Pengelola Informasi
Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri itu sudah lebih
dulu ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3
Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1
ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
KPK telah mendalami kasus dugaan korupsi proyek e-KTP pada 2011-2012 ini pada tingkat penyidikan selama 2 tahun lebih. Baik Irman
maupun Sugiharto, dalam sengkarut proyek senilai Rp 6 triliun itu
diduga telah menyalahgunakan kewenangan, sehingga merugikan keuangan
negara sebesar Rp 2 triliun.
Senin, 23 Desember 2013
Betulkah Ada Korupsi E-KTP dan Kegagalan Pemilu – Pilpres 2014
http://suaratuhan.blogspot.co.id/2013/12/betulkah-ada-korupsi-e-ktp-dan.html
Jurnalis Independen: KTP Elektronik Di luar dugaan
tidak ada partai politik, pengamat, politisi atau tokoh dan elit bangsa ini
keberatan dengan penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) tahun 2014 yang
ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebanyak 209 juta pemilih.
Jumlah pemilih tetap sebesar 209
juta orang itu jauh melebihi prediksi Badan Pusat Statistik (BPS) yakni sekitar
177 juta pemilih pada tahun 2014 mendatang. Prediksi BPS selaku instansi
terdepan dan terpercaya dalam menghitung dan menyusun angka – angka ternyata
diabaikan begitu saja oleh KPU dalam penetapan DPT 2014. Padahal, jangankan
jumlah pemilih pada tahun 2014, jumlah pemilih untuk tahun 2024 pun BPS mampu
memberikan prediksi yang dapat dijamin akurasi dan pertanggungjawabannya.
Menjadi pertanyaan kita
berikutnya adalah apakah dasar penetapan DPT tahun 2014 sebesar 209 juta atau
32 juta lebih banyak daripada perhitungan BPS ? Sampai saat ini tidak diketahui
secara pasti. Bagaimana dengan perhitungan jumlah calon pemilih tetap oleh
Kementerian Dalam Negeri ? Malah lebih tidak jelas. Bahkan proyek prestisius
Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP) yang diharapkan selesai pengerjaan dan
distribusinya pada akhir 2012 lalu, hingga kini tidak jelas juntrungannya.
Padahal penuntasan proyek pengadaan EKTP tersebut semula diharapkan menjadi
andalan dalam perhitungan dan penetapan calon pemilih tetap pemilu /pilpres
2014.
Bagaimana dengan Menteri Dalam
Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi yang berjanji akan mengundurkan diri jika
proyek E-KTP tidak tuntas hingga 31 Desember 2012 ? Kenapa sampai saat ini
masih terdapat puluhan juta rakyat Indonesia berhak E-KTP belum menerimanya ?
Siapa yang bermain, mengambil keuntungan materi dan atau politik dari proyek
prestisius berbiaya hampir Rp. 7 triliun itu ? Plus belasan pertanyaan lain
yang dapat kita ajukan terkait proyek E-KTP ini. Semuanya membutuhkan jawaban
dan perhatian sangat serius dari kita semua selaku warga negara yang peduli terhadap
nasib bangsa dan negara ini.
E-KTP adalah proyek strategis
pemerintah untuk mewujudkan sistem indentitas tunggal (single indentity number
atau SIN) yang sangat berguna dan dibutuhkan pemerintah/negara dalam rangka
tercapainya tata administrasi kependudukan yang baik, tertib dan ideal. Luar
biasa manfaat yang diperoleh dengan tuntasnya proyek E-KTP ini, antara lain :
terwujudnya SIN yang menjadi solusi pencegahan dan pemberantasan berbagai kasus
kejahatan terkait dengan dampak negatif mudahnya penggandaan KTP selama ini
seperti pencucian uang, transaksi suap dan korupsi, transaksi narkoba, judi,
illegal logging, penggelapan /penghindaran pajak. atau transaksi illegal
lainnya.
Manfaat lain dari tuntasnya
proyek E-KTP ini adalah terciptanya jaminan berlangsungnya pemilihan kepala
daerah, pemilihan umum dan pemilihan presiden secara lebih bersih dan jujur.
Sudah jelas terbukti selama ini berbagai pilkada, pemilu dan pilpres selalu
terjadi kecurangan yang dimungkinkan karena banyaknya KTP ganda. Indentitas ganda
itu sama saja dengan penetapan pemilih ganda dalam semua Daftar Pemilih Tetap
(DPT). Contoh paling aktual adalah dugaan penggadaan sedikitnya 18 juta KTP
palsu yang diungkap Jenderal Wiranto sebelum pemilu / pilpres 2009 lalu.
Keberadaan 18 juta KTP palsu itu sangat erat kaitanya dengan tuduhan kecurangan
hasil perhitungan pada pemilu / pilpres 2009.
Bayangkan saja jika pada pemilu
dan atau pilpres 2014 nanti 32 juta pemilih yang diduga fiktif atau siluman itu
dilimpahkan semuanya ke salah satu partai dan /atau capres tertentu. Pemilu dan
pilpres pun menjadi sia – sia belaka. Suara rakyat dikalahkan oleh suara
siluman yang datang entah dari mana untuk tujuan pemenangan partai / capres
tertentu.
Bayangkan saja jika pada saat ini
sudah dibuka ratusan ribu hingga jutaan rekening palsu yang digunakan untuk
menerima dana ilegal untuk kepentingan pemilu dan untuk menyumbang dana
pemenangan partai atau capres tertentu.
Pada pemilu dan pilpres 2014
mendatang praktek kecurangan dalam perhitungan suara hasil suara hampir
dipastikan akan terjadi. Penyebabnya adalah kisruh proyek pengadaan E-KTP yang
pasti bermasalah. Sedikitnya terdapat 3 masalah utama dalam proyek pengadaan
ini, yaitu : 1. Suap dan korupsi di sekitar proyek senilai hampir Rp. 7 triliun
itu, 2. Penggandaan puluhan juta bahkan mungkin mencapai 100 juta E-KTP palsu
dan, 3. Upaya penggagalan terwujudnya SIN oleh pihak – pihak tertentu dengan
berbagai motif dan modus operandi.
Satu keanehan atau anomali
politik adalah sikap membiarkan atau membisu dari elit politik Indonesia
(Presiden, DPR, BPK, KPK, ketua – ketua partai politik, tokoh, elit bangsa dan
lain – lain) ketika mengetahui dugaan korupsi dan penggandaan puluhan juta
E-KTP pada proyek ini. Sudah tidak adakah kepedulian itu ?
Ada apakah dengan elit politik
kita ? Kenapakah mereka diam seribu bahasa ? Apakah dapat diasumsikan kebisuan
atau keapatisan mereka semua terhadap dugaan penggandaan E-KTP ini sebagai
modus untuk mencari alasan menolak hasil pemilu dan pilpres 2014 jika ternyata
hasilnya tidak sesuai harapan ? Apakah alasan penolakan hasil pemilu / pilpres
tersebut nantinya tidak sangat membahayakan stabilitas sosial politik dan
keamanan negara ? Bukankah kesuksesan pemilu / pilpres 2014 adalah agenda
politik utama yang menjadi tanggung jawab kita semua selaku anak bangsa ?
Kegagalan penyelenggaraan pemilu
dan atau pilpres serta hasil – hasilnya sangat potensial menjadi pemicu
(trigger) instabilitas nasional : sosial politik, ekonomi dan keamanan, yang
menjadi ancaman besar terjadinya kerusuhan, huruhara, pergolakan sipil, perang
sipil hingga disintegrasi bangsa. Apakah para elit dan rakyat negeri ini tidak
menyadari semua itu ? Wallahualam bissawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar