Turki Ottoman Vs Byzantium (Romawi Timur)
Profil Byzantium
Lambang Dinasti Paleologus, Byzantum:
http://serbasejarah.blogspot.co.id/2011/03/turki-ottoman-vs-byzantium-romawi-timur.html
Kekaisaran
Byzantium merupakan pecahan dari kekaisaran Romawi pada masa Justianus
(527-565), wilayahnya mencakup sebelah timur Romawi, Yunani, Semenanjung
Balkan, Asia Barat, Mesir dan sebagian Italia.
Nouve Rome, Constantinoupolis
atau Constantinopel adalah ibukota Byzantium. Kota ini dikelilingi oleh
tembok-tembok besar yang kokoh, disebut juga sebagai tembok Konstantin.
Letak Geografis Constantinopel:
Konstantin Agung:
Berbeda
dengan Romawi, agama resmi Byzantium adalah Nasrani. Setelah jatuhnya
Romawi, kekaisaran Byzantium menjadi pelindung bagi wilayah Eropa Barat
dari orang-orang Barbar, yaitu Bangsa Slavia Utara, Kaum Nomad di Rusia
Selatan, para penunggang kuda Kirghizia, dan Bangsa Hun. Namun ancaman
utamanya adalah Kekaisaran Ottoman.
Sistem Pertahanan Darat dan Laut Byzantium:
Byzantium
tercatat memiliki 120.000 pasukan terlatih regular disertai dengan
sistem keamanan berlapis. Yaitu melakukan peleburan provinsi-provinsi
lama kedalam provinsi baru yang disebut Themes. Setiap Themes dilengkapi
dengan pusat komando dan di pimpin oleh seorang panglima perang
setingkat jenderal. Angkatan Laut Byzantium senantiasa menjaga keamanan
daerah pantai dan laut. Mereka menyiagakan kapal tempur untuk berpatroli
setiap saat. Angkatan laut Byzantium menggunakan rantai-rantai besi
sebagai pertahanan wilayah ibukota mereka, dari serangan kapal musuh.
Mehmet II
Lahir
dengan nama Muhammad Al Fatih di Edirne, sebuah kota perbatasan antara
Yunani dan Bulgaria. Ia adalah keturunan dari Beyazid I. Ayahnya seorang
Sultan Kekaisaran Ottoman bernama Sultan Murad II, dan ibunya Huma
Hatun.
Turki Ottoman:
Kekaisaran
Turki Ottoman didirikan oleh bangsa keturunan mongol. Mereka berasal
dari dinasti Saljuk. Dengan kaisar pertamanya Beyazid I.
Selagi
dalam kandungan, seorang guru spiritual pernah mengatakan kepada Murad
II, bahwa Tuhan telah mentakdirkan anaknya sebagai penakluk
Constantinopel. Hal ini membuat Murad II semakin giat mengajarkan
anaknya lmu perang, matematika, agama, bahasa Arab, Persia dan Turki.
Pada
usia 11 tahun, Al Fatih hijrah dari Edirne menuju Amsya, bersamaan
dengan meletusnya Perang Salib antara pasukan Serbia-Hunggaria dengan
Turki Ottoman. Dalam pertempuran ini, Murad harus rela kehilangan Nis,
Sofia, Wallachia dan Varna berikut tahta kesultanannya. Secara otomatis,
Al Fatih bergelar Mehmet II menjadi sultan boneka bagi Eropa.
Perang Varna
Beberapa
tahun kemudian, Mehmed II membujuk ayahnya untuk kembali berperang.
Berbekal Pasukan Turki berjumlah 60.000 personil, lengkap dengan para
pemanah, pasukan berkuda dan kesatuan yanisari, mereka siap menyerang
pasukan Salib yang berjumlah 20.000 orang. Pasukan Salib merupakan
pasukan koalisi dari Hunggaria, Jerman, Bosnia, Kroasia, Serbia,
Bulgaria, Wallachia dan Ukarina, dipimpin oleh John Hunyadi.
ilustrasi perang Varna:
Dalam
perang ini, meskipun kehilangan 20.000 prajuritnya Turki Ottoman tampil
sebagai pemenang, Sedangkan Pasukan Salib kehilangan 13.000 prajurit,
berikut salah seorang panglima terbaiknya, Vladislav (ayah dari Vlad
Staples). Mehmet II mempersilahkan ayahnya untuk kembali menjadi sultan.
Kemenangan
ini mengangkat rasa percaya diri prajurit Ottoman untuk menyerang
Constantinopel. Mereka merasa mendapat suntikan kekuatan baru, terkhusus
bagi Mehmet II, beliau semakin giat mempelajari ilmu pengetahuan dan
strategi perang. Setelah ayahnya mangkat. Ia naik tahta sebagai sultan
untuk yang kedua kalinya.
Strategi sebelum menaklukan Constantinopel
- Mehmet II tidak mau melakukan kesalahan seperti yang pernah dialami para pendahulunya. Ia banyak mencari informasi mengenai kota tua Constantinopel di berbagai literature. Sampai akhirnya ia menemukan satu mitos, rakyat Constantinopel percaya, bahwa mereka dilindungi oleh kekuatan dari bulan purnama.
- Mendatangkan para ahli senjata dan logam untuk membuat Orban.
- Orban:
-
Orban adalah meriam berukuran super besar. digunakan untuk menggempur benteng Konstantin yang terkenal kokoh. Konon untuk mengangkut meriam ini membutuhkan ratusan orang dengan reload hingga seminggu.
- Menyiapkan 250.000 pasukan yang telah dilatih selama bertahun–tahun, dengan Pasukan Yanisari di garda depan.
- Yanisari: Pasukan terlatih Kesultanan Ottoman:
- Keanggotaan
yanisari berasal dari para tawanan perang, setelah memeluk agama Islam,
mereka di latih menjadi prajurit-prajurit elite. Sebagai pasukan
khusus, mereka dibekali dengan kemampuan tempur, medis, bahkan juga
senjata api dan granat tangan.
Perekrutan Yanisari sangat bersifat rahasia, bahkan pada keluarganya sekalipun, kecuali anak laki-laki yang diwariskan.keanggotaan Yanisari dari sang ayah. Kerahasiaan ini tetap di jaga sampai ajal menjemput. Yanisari di pimpin langsung oleh sultan, dan hanya sultan saja yang mengetahui identitas asli mereka - Melakukan berbagai perjanjian dengan Negara-negara lawan, agar tidak saling menyerang selama pertempuran Turki Ottoman-Byzantium.
- Mehmet berpendapat, bahwa kota Rumeli yang terletak di selat Bosporus. Antara asia dan Eropa merupakan tempat yang strategis untuk menyiapkan pasukan. Terutama untuk pelayaran. Dengan menaklukan kota ini maka akan sangat membantu untuk menaklukan Constantinopel.
Jalannya peperangan
6 April 1453:
Mehmet II sampai di pintu gerbang Constantinopel. Dia berorasi untuk
membakar semangat prajuritnya, bahwa kemenangan Ottoman tinggal
selangkah lagi, dan di sambut oleh teriak gemuruh dari para prajurit
Ottoman. Sebaliknya tentara Byzantium juga semakin memperkuat barisan.
ilustrasi kaisar dan pengepungan benteng constantine:
7 April 1453:
Mehmet II Membagi angkatan daratnya menjadi tiga lapis. Garda depan
adalah pasukan infanteri dan yanisari. Sedangkan lapisan dua dan tiga
adalah pendukung. Sebagian mereka adalah pasukan artileri. Sementara
Angkatan Laut disiagakan sebanyak 400 kapal perang,dengan dengan Meriam
Orbannya.
Pertempuran akhirnya di
mulai, tapi pertahanan Constantinopel terlalu kuat untuk di tembus. Di
Tanduk Mas, kapal-kapal perang Ottoman mulai karam menabrak
rantai-rantai besi besi yang di pasang mengelilingi Constantinopel.
Angkatan laut Ottoman berusaha keras untuk mematahkan rantai-rantai
tersebut, namun tidak berhasil.
Situasi
semakin buruk dengan datangnya bala bantuan Byzantium dari angkatan
laut Negara-negara Eropa Barat. Angkatan laut Turki semakin terdesak,
Mehmet II mengganti Panglima Lautnya, Palta Oglu diganti oleh Laksamana
Hamzah Pasha
ilustrasi pertempuran darat:
ilustrasi pertempuran laut:
18 April 1453:
Turki ottoman berhasil menghancurkan benteng pertahanan Constantinopel
yang berada di Lembah Lycos. Kaisar Constantin melakukan penawaran
dengan memberikan daerah-daerah jajahan lain kepada Turki sebagai ganti
Constantinopel, tapi Mehmet menolak, sebaliknya ia menawarkan
perlindungan bagi seluruh warga Byzantium, termasuk kepada Constantin
sendiri.
Selama satu bulan
penyerangan belum ada hasil yang dicapai. Namun menjelang berakhirnya
Bulan Purnama, Sultan mendapat ide untuk menarik kapal-kapal perangnya
ke daratan.
Awalnya, ide ini
dijalankan setengah hati oleh para prajurit, mereka menganggap sultan
mereka telah gila karena tidak berhasil melakukan serangan laut. Namun
sultan menjelaskan, selama ini kekuatan prajurit Constantinopel berasal
dari keyakinan akan adanya “kekuatan bulan purnama”. Dan sekarang, bulan
purnama telah lewat. Kapal-kapal itu akan ditarik dengan menggunakan
kayu gelondongan dan minyak gorang sebagai rodanya.
Malam
harinya, dengan diterangi bintang-bintang, kapal-kapal itu berlayar di
daratan melintasi lembah dan bukit. Pagi harinya, 70 kapal perang yang
tersisa telah berpindah lokasi melintasi tanjung emas, Besiktas dan
Galata.
Rakyat Byzantium yang
menyaksikan kapal-kapal yang berayar di daratan itu begitu terkejut,
mereka mengira itu karena bantuan jin atau setan, sebagian dari mereka
menggosok-gosok mata, mencubit pipi, untuk memastikan bahwa ini bukan
mimpi.
Bahkan seorang sastrawan
Yoilmaz Oztuna mengatakan “Tidaklah kami pernah melihat atau mendengar
hal ajaib seperti ini. Muhammad Al Fatih telah menukar darat menjadi
lautan dan melayarkan kapalnya dipuncak gunung. Bahkan usahanya ini
mengungguli apa yang pernah diilakukan oleh Alexander The Great”.
29 Mei 1453:
Pasukan Turki Ottoman melakukan serangan besar-besaran. Dengan dibantu
pasukan dari Anatolia. Melihat Serangan ini, Gustiniani, salah seorang
Jendral Byzantium menyarankan Constantin untuk mundur. Namun ia
menolaknya, malah melepas baju perang nya dan pergi bertempur bersama
para pasukannya, namun sampai akhir pertermpuran jasadnya tidak pernah
ditemukan.
Pasukan Ottoman
berhasil masuk benteng melalui pintu Edirne, kemudian Mehmet II berorasi
di depan para rakyat Consantinopel, bahwa ia akan menjamin keamanan
seluruh warga Constantine, termasuk harta, jabatan dan tempat
peribadatan mereka.
Catatan:
Dalam
cerita ini, saya sangat bersimpatik kepada Kaisar Constantine, karena
ketaatannya dalam beragama dan berjiwa ksatria, disaat-saat terakhir
kejayaannya ia memilih tidak menyerah dan ikut bertempur bersama para
prajuritnya hingga titik darah penghabisan.
Juga
kepada Mehmet II: Meskipun telah menaklukan wilayah Byzantium namun
tetap melindungi warganya meskipun mereka berbeda keyakinan. Suatu al
yang jarang dilakukan oleh para penguasa-penguasa lain.
Muhammad Al Fatih:
Murad II:
Benteng Rantai Constantinopel:
Muhammad al-Fatih, Penakluk Konstantinopel
Muhammad
al-Fatih adalah salah seorang raja atau sultan Kerajaan Utsmani yang
paling terkenal. Ia merupakan sultan ketujuh dalam sejarah Bani
Utsmaniah. Al-Fatih adalah gelar yang senantiasa melekat pada namanya
karena dialah yang mengakhiri atau menaklukkan Kerajaan Romawi Timur
yang telah berkuasa selama 11 abad.
Sultan Muhammad al-Fatih memerintah selama 30
tahun. Selain menaklukkan Binzantium, ia juga berhasil menaklukkan
wilayah-wilayah di Asia, menyatukan kerajaan-kerajaan Anatolia dan
wilayah-wilayah Eropa, dan termasuk jasanya yang paling penting adalah
berhasil mengadaptasi menajemen Kerajaan Bizantium yang telah matang ke
dalam Kerajaan Utsmani.
Karakter Pemimpin Yang Ditanamkan Sejak Kecil
Muhammad al-Fatih dilahirkan pada 27 Rajab 835 H/30 Maret 1432 M di
Kota Erdine, ibu kota Daulah Utsmaniyah saat itu. Ia adalah putra dari
Sultan Murad II yang merupakan raja keenam Daulah Utsmaniyah.
Sultan Murad II memiliki perhatian yang besar
terhadap pendidikan anaknya. Ia menempa buah hatinya agar kelak menjadi
seorang pemimpin yang baik dan tangguh. Perhatian tersebut terlihat dari
Muhammad kecil yang telah menyelesaikan hafalan Alquran 30 juz,
mempelajari hadis-hadis, memahami ilmu fikih, belajar matematika, ilmu
falak, dan strategi perang. Selain itu, Muhammad juga mempelajari
berbagai bahasa, seperti: bahasa Arab, Persia, Latin, dan Yunani. Tidak
heran, pada usia 21 tahun Muhammad sangat lancar berbahasa Arab, Turki,
Persia, Ibrani, Latin, dan Yunani, luar biasa!
Walaupun usianya baru seumur jagung, sang ayah,
Sultan Murad II, mengamanati Sultan Muhammad memimpin suatu daerah
dengan bimbingan para ulama. Hal itu dilakukan sang ayah agar anaknya
cepat menyadari bahwa dia memiliki tanggung jawab yang besar di kemudian
hari. Bimbingan para ulama diharapkan menjadi kompas yang mengarahkan
pemikiran anaknya agar sejalan dengan pemahaman Islam yang benar.
Menjadi Penguasa Utsmani
Sultan Muhammad II diangkat menjadi Khalifah Utsmaniyah pada tanggal 5
Muharam 855 H bersamaan dengan 7 Febuari 1451 M. Program besar yang
langsung ia canangkan ketika menjabat sebagai khalifah adalah
menaklukkan Konstantinopel.
Langkah pertama yang Sultan Muhammad lakukan
untuk mewujudkan cita-citanya adalah melakukan kebijakan militer dan
politik luar negeri yang strategis. Ia memperbarui perjanjian dan
kesepakatan yang telah terjalin dengan negara-negara tetangga dan
sekutu-sekutu militernya. Pengaturan ulang perjanjian tersebut bertujuan
menghilangkan pengaruh Kerajaan Bizantium Romawi di wilayah-wilayah
tetangga Utsmaniah baik secara politis maupun militer.
Menaklukkan Bizantium
Sultan Muhammad II juga menyiapkan lebih dari 4
juta prajurit (?? trll berlebihn...krn dlm sejarah blm pernah ada jumlah prajurit sbnyk itu??) yang akan mengepung Konstantinopel dari darat. Pada saat
mengepung benteng Bizantium banyak pasukan Utsmani yang gugur karena
kuatnya pertahanan benteng tersebut. Pengepungan yang berlangsung tidak
kurang dari 50 hari itu, benar-benar menguji kesabaran pasukan Utsmani,
menguras tenaga, pikiran, dan perbekalan mereka.
Pertahanan yang tangguh dari kerajaan besar Romawi ini terlihat sejak
mula. Sebelum musuh mencapai benteng mereka, Bizantium telah memagari
laut mereka dengan rantai yang membentang di semenanjung Tanduk Emas.
Tidak mungkin bisa menyentuh benteng Bizantium kecuali dengan melintasi
rantai tersebut.
Akhirnya Sultan Muhammad menemukan ide yang ia
anggap merupakan satu-satunya cara agar bisa melewati pagar tersebut.
Ide ini mirip dengan yang dilakukan oleh para pangeran Kiev yang
menyerang Bizantium di abad ke-10, para pangeran Kiev menarik kapalnya
keluar Selat Bosporus, mengelilingi Galata, dan meluncurkannya kembali
di Tanduk Emas, akan tetapi pasukan mereka tetap dikalahkan oleh
orang-orang Bizantium Romawi. Sultan Muhammad melakukannya dengan cara
yang lebih cerdik lagi, ia menggandeng 70 kapalnya melintasi Galata ke
muara setelah meminyaki batang-batang kayu. Hal itu dilakukan dalam
waktu yang sangat singkat, tidak sampai satu malam.
Di pagi hari, Bizantium kaget bukan kepalang,
mereka sama sekali tidak mengira Sultan Muhammad dan pasukannya
menyeberangkan kapal-kapal mereka lewat jalur darat. 70 kapal laut
diseberangkan lewat jalur darat yang masih ditumbuhi pohon-pohon besar,
menebangi pohon-pohonnya dan menyeberangkan kapal-kapal dalam waktu satu
malam adalah suatu kemustahilan menurut mereka, akan tetapi itulah yang
terjadi.
Peperangan dahsyat pun terjadi, benteng yang
tak tersentuh sebagai simbol kekuatan Bizantium itu akhirnya diserang
oleh orang-orang yang tidak takut akan kematian. Akhirnya kerajaan besar
yang berumur 11 abad itu jatuh ke tangan kaum muslimin. Peperangan
besar itu mengakibatkan 265.000 pasukan umat Islam gugur. Pada tanggal
20 Jumadil Awal 857 H bersamaan dengan 29 Mei 1453 M, Sultan al-Ghazi
Muhammad berhasil memasuki Kota Konstantinopel. Sejak saat itulah ia
dikenal dengan nama Sultan Muhammad al-Fatih, penakluk Konstantinopel.
Saat memasuki Konstantinopel, Sultan Muhammad
al-Fatih turun dari kudanya lalu sujud sebagai tanda syukur kepada
Allah. Setelah itu, ia menuju Gereja Hagia Sophia dan memerintahkan
menggantinya menjadi masjid. Konstantinopel dijadikan sebagai ibu kota,
pusat pemerintah Kerajaan Utsmani dan kota ini diganti namanya menjadi
Islambul yang berarti negeri Islam, lau akhirnya mengalami perubahan
menjadi Istanbul.
Selain itu, Sultan Muhammad al-Fatih juga memerintahkan untuk membangun masjid di makam sahabat yang mulia Abu Ayyub al-Anshari radhiallahu ‘anhu, salah seorang sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang wafat saat menyerang Konstantinopel di zaman Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan radhiallahu ‘anhu.
أَلاَ وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوْا يَتَّخِذُوْنَ
قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيْهِمْ مَسَاجِدَ، أَلاَ فَلاَ
تَتَّخِذُوا الْقُبُوْرَ مَسَاجِدَ، إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ.
“… Ketahuilah, bahwa sesungguhnya umat-umat
sebelum kamu telah menjadikan kuburan Nabi-Nabi mereka sebagai tempat
ibadah, tetapi janganlah kamu sekalian menjadikan kuburan sebagai tempat
ibadah, karena aku benar-benar melarang kamu melakukan perbuatan itu.”
(HR. HR. Muslim no.532)
Kekeliruan yang dilakukan oleh Sultan Muhammad tidak serta-merta
membuat kita menafikan jasa-jasanya yang sangat besar. Semoga Allah
mengampuni kesalahan dan kekhilafannya beliau rahimahullah.
Setelah itu rentetat penaklukkan strategis dilakukan oleh Sultan
Muhammad al-Fatih; ia membawa pasukannya menkalukkan Balkan, Yunani,
Rumania, Albania, Asia Kecil, dll. bahkan ia telah mempersiapkan pasukan
dan mengatur strategi untuk menaklukkan kerajaan Romawi di Italia, akan
tetapi kematian telah menghalanginya untuk mewujudkan hal itu.
Peradaban Yang Dibangun Pada Masanya
Selain terkenal sebagai jenderal perang dan berhasil memperluas
kekuasaan Utsmani melebihi sultan-sultan lainnya, Muhammad al-Fatih juga
dikenal sebagai seorang penyair. Ia memiliki diwan, kumpulan syair yang ia buat sendiri.
Sultan Muhammad juga membangun lebih dari 300 masjid, 57 sekolah, dan
59 tempat pemandian di berbagai wilayah Utsmani. Peninggalannya yang
paling terkenal adalah Masjid Sultan Muhammad II dan Jami’ Abu Ayyub
al-Anshari
Wafatnya Sang Penakluk
Pada bulan Rabiul Awal tahun 886 H/1481 M,
Sultan Muhammad al-Fatih pergi dari Istanbul untuk berjihad, padahal ia
sedang dalam kondisi tidak sehat. Di tengah perjalanan sakit yang ia
derita kian parah dan semakin berat ia rasakan. Dokter pun didatangkan
untuk mengobatinya, namun dokter dan obat tidak lagi bermanfaat bagi
sang Sultan, ia pun wafat di tengah pasukannya pada hari Kamis, tanggal 4
Rabiul Awal 886 H/3 Mei 1481 M. Saat itu Sultan Muhammad berusia 52
tahun dan memerintah selama 31 tahun. Ada yang mengatakan wafatnya
Sultan Muhammad al-Fatih karena diracuni oleh dokter pribadinya Ya’qub
Basya, Allahu a’lam.
Tidak ada keterangan yang bisa dijadikan
sandaran kemana Sultan Muhammad II hendak membawa pasukannya. Ada yang
mengatakan beliau hendak menuju Itali untuk menaklukkan Roma ada juga
yang mengatakan menuju Prancis atau Spanyol.
Sebelum wafat, Muhammad al-Fatih mewasiatkan
kepada putra dan penerus tahtanya, Sultan Bayazid II agar senantiasa
dekat dengan para ulama, berbuat adil, tidak tertipu dengan harta, dan
benar-benar menjaga agama baik untuk pribadi, masyarakat, dan kerajaan.
Semoga Allah membalas jasa-jasamu wahai Sultan Muhammad al-Fatih…
Sumber: islamstory.com
Oleh Nurfitri Hadi
Artikel www.KisahMuslim.com
Artikel www.KisahMuslim.com
[Sejarah] Penaklukan Konstantinopel Oleh Muhammad Al-Fatih (1453 M)
http://indonesiaindonesia.com/f/88091-sejarah-penaklukan-konstantinopel-muhammad-al-fatih/
Kalau ada sosok yang ditunggu-tunggu kedatangannya sepanjang sejarah Islam, dimana setiap orang ingin menjadi sosok itu, maka dia adalah sang penakluk Konstantinopel. Bahkan para shahabat Nabi sendiri pun berebutan ingin menjadi orang yang diceritakan Nabi SAW dalam sabdanya.
Betapa tidak, beliau Nabi SAW memang betul-betul memuji sosok itu. Beliau bersabda “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.”
[H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335].
Dari Abu Qubail berkata: Ketika kita sedang bersama Abdullah bin Amr bin al-Ash, dia ditanya: Kota manakah yang akan dibuka terlebih dahulu; Konstantinopel atau Rumiyah?
Abdullah meminta kotak dengan lingkaran-lingkaran miliknya. Kemudian dia mengeluarkan kitab. Abdullah berkata: Ketika kita sedang menulis di sekitar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau ditanya: Dua kota ini manakah yang dibuka lebih dulu: Konstantinopel atau Rumiyah/Roma?
Rasul menjawab, “Kota Heraklius dibuka lebih dahulu.” Yaitu: Konstantinopel.
(HR. Ahmad, ad-Darimi, Ibnu Abi Syaibah dan al-Hakim)
Hadits ini dishahihkan oleh al-Hakim. Adz-Dzahabi sepakat dengan al-Hakim. Sementara Abdul Ghani al-Maqdisi berkata: Hadits ini hasan sanadnya. Al-Albani sependapat dengan al-Hakim dan adz-Dzahabi bahwa hadits ini shahih. (Lihat al-Silsilah al-Shahihah 1/3, MS)
Ada dua kota yang disebut dalam nubuwwat nabi di hadits tersebut;
1. Konstantinopel
Kota yang hari ini dikenal dengan nama Istambul, Turki. Dulunya berada di bawah kekuasaan Byzantium yang beragama Kristen Ortodoks. Tahun 857 H / 1453 M, kota dengan benteng legendaris tak tertembus akhirnya runtuh di tangan Sultan Muhammad al-Fatih, sultan ke-7 Turki Utsmani.
2. Rumiyah
Dalam kitab Mu’jam al-Buldan dijelaskan bahwa Rumiyah yang dimaksud adalah ibukota Italia hari ini, yaitu Roma. Para ulama termasuk Syekh al-Albani pun menukil pendapat ini dalam kitabnya al-Silsilah al-Ahadits al-Shahihah.
Kontantinopel telah dibuka 8 abad setelah Rasulullah menjanjikan nubuwwat tersebut. Tetapi Roma, hingga hari ini belum kunjung terlihat bisa dibuka oleh muslimin. Ini menguatkan pernyataan Nabi dalam hadits di atas. Bahwa muslimin akan membuka Konstantinopel lebih dulu, baru Roma.
Itu artinya, sudah 15 abad sejak Rasul menyampaikan nubuwwatnya tentang penaklukan Roma, hingga kini belum juga Roma jatuh ke tangan muslimin.
Kekaisaran Romawi terpecah dua, Katholik Roma di Vatikan dan Yunani Orthodoks di Byzantium atau Constantinople yang kini menjadi Istanbul. Perpecahan tersebut sebagai akibat konflik gereja meskipun dunia masih tetap mengakui keduanya sebagai pusat peradaban. Constantine The Great memilih kota di selat Bosphorus tersebut sebagai ibukota, dengan alasan strategis di batas Eropa dan Asia, baik di darat sebagai salah satu Jalur Sutera maupun di laut antara Laut Tengah dengan Laut Hitam dan dianggap sebagai titik terbaik sebagai pusat kebudayaan dunia, setidaknya pada kondisi geopolitik saat itu. Constantinople yang kini menjadi Istanbul. Perpecahan tersebut sebagai akibat konflik gereja meskipun dunia masih tetap mengakui keduanya sebagai pusat peradaban. Constantine The Great memilih kota di selat Bosphorus tersebut sebagai ibukota, dengan alasan strategis di batas Eropa dan Asia, baik di darat sebagai salah satu Jalur Sutera maupun di laut antara Laut Tengah dengan Laut Hitam dan dianggap sebagai titik terbaik sebagai pusat kebudayaan dunia, setidaknya pada kondisi geopolitik saat itu.
Yang mengincar kota ini untuk dikuasai termasuk bangsa Gothik, Avars, Persia, Bulgar, Rusia, Khazar, Arab Muslim dan Pasukan Salib meskipun misi awalnya adalah menguasai Jerusalem. Arab-Muslim terdorong ingin menguasai Byzantium tidak hanya karena nilai strategisnya, tapi juga atas kepercayaan kepada ramalan Rasulullah SAW melalui riwayat Hadits di atas.
Sayangnya, prestasi yang satu itu, yaitu menaklukkan kota kebanggaan bangsa Romawi, Konstantinopel, tidak pernah ada yang mampu melakukannya. Tidak dari kalangan sahabat, tidak juga dari kalangan tabi`in, tidak juga dari kalangan khilafah Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah.
Di masa sahabat, memang pasukan muslim sudah sangat dekat dengan kota itu, bahkan salah satu anggota pasukannya dikuburkan di seberang pantainya, yaitu Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahuanhu. Tetapi tetap saja kota itu belum pernah jatuh ke tangan umat Islam sampai 800 tahun lamanya.
Konstantinopel memang sebuah kota yang sangat kuat, dan hanya sosok yang kuat pula yang dapat menaklukkannya. Sepanjang sejarah kota itu menjadi kota pusat peradaban barat, dimana Kaisar Heraklius bertahta. Kaisar Heraklius adalah penguasa Romawi yang hidup di zaman Nabi SAW, bahkan pernah menerima langsung surat ajakan masuk Islam dari beliau SAW.
Ajakan Nabi SAW kepada sang kaisar memang tidak lantas disambut dengan masuk Islam. Kaisar dengan santun memang menolak masuk Islam, namun juga tidak bermusuhan, atau setidaknya tidak mengajak kepada peperangan.
Biografi Singkat
Sultan Mehmed II atau juga dikenal sebagai Muhammad Al-Fatih (bahasa Turki Ottoman: م�*مد ثانى Mehmed-i sānī, bahasa Turki: II. Mehmet, juga dikenal sebagai el-Fatih (الفات�*), "sang Penakluk", dalam bahasa Turki Usmani, atau, Fatih Sultan Mehmet dalam bahasa Turki;Sultan Muhammad II dilahirkan pada 29 Maret 1432 Masehi di Adrianapolis (perbatasan Turki – Bulgaria). menaiki takhta ketika berusia 19 tahun dan memerintah selama 30 tahun (1451 – 1481).
Lambang Kekhalifahan
Beliau merupakan seorang sultan Turki Utsmani yang menaklukkan Kekaisaran Romawi Timur. Mempunyai kepakaran dalam bidang ketentaraan, sains, matematika & menguasai 7 bahasa yaitu Bahasa Arab, Latin, Yunani, Serbia, Turki, Persia dan Israil. Beliau tidak pernah meninggalkan Shalat fardhu, Shalat Sunat Rawatib dan Shalat Tahajjud sejak baligh. Beliau wafat pada 3 Mei 1481 kerana sakit gout sewaktu dalam perjalanan jihad menuju pusat Imperium Romawi Barat di Roma, Italia. Dari sudut pandang Islam, ia dikenal sebagai seorang pemimpin yang hebat, pilih tanding, dan tawadhu'' setelah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (pahlawan Islam dalam perang Salib) dan Sultan Saifuddin Mahmud Al-Qutuz (pahlawan Islam dalam peperangan di ''Ain Al-Jalut" melawan tentara Mongol).
Usaha Sultan dalam Menaklukan Konstantinopel
Istanbul atau yang dulu dikenal sebagai Konstantinopel, adalah salah satu DILARANG KERAS termasyhur dunia. DILARANG KERAS ini tercatat dalam tinta emas sejarah Islam khususnya pada masa Kesultanan Utsmaniyah, ketika meluaskan wilayah sekaligus melebarkan pengaruh Islam di banyak negara. DILARANG KERAS ini didirikan tahun 330 M oleh Maharaja Bizantium yakni Constantine I. Kedudukannya yang strategis, membuatnya punya tempat istimewa ketika umat Islam memulai pertumbuhan di masa Kekaisaran Bizantium. Rasulullah Shallallahu ''Alaihi Wasallam juga telah beberapa kali memberikan kabar gembira tentang penguasaan kota ini ke tangan umat Islam seperti dinyatakan oleh Rasulullah Shallallahu ''Alaihi Wasallam pada perang Khandaq.
Para khalifah dan pemimpin Islam pun selalu berusaha menaklukkan Konstantinopel. Usaha pertama dilancarkan tahun 44 H di zaman Mu''awiyah bin Abi Sufyan Radhiallahu ''Anhu. Akan tetapi, usaha itu gagal. Upaya yang sama juga dilakukan pada zaman Khilafah Umayyah. Di zaman pemerintahan Abbasiyyah, beberapa usaha diteruskan tetapi masih menemui kegagalan termasuk di zaman Khalifah Harun al-Rasyid tahun 190 H. Setelah kejatuhan Baghdad tahun 656 H, usaha menawan Kostantinopel diteruskan oleh kerajaan-kerajaan kecil di Asia Timur (Anatolia) terutama Kerajaan Seljuk. Pemimpinnya, Alp Arselan (455-465 H/1063-1072 M) berhasil mengalahkan Kaisar Roma, Dimonos (Romanus IV/Armanus), tahun 463 H/1070 M. Akibatnya sebagian besar wilayah Kekaisaran Roma takluk di bawah pengaruh Islam Seljuk.
Awal kurun ke-8 hijriyah, Daulah Utsmaniyah mengadakan kesepakatan bersama Seljuk. Kerjasama ini memberi nafas baru kepada usaha umat Islam untuk menguasai Konstantinopel. Usaha pertama dibuat di zaman Sultan Yildirim Bayazid saat dia mengepung DILARANG KERAS itu tahun 796 H/1393 M. Peluang yang ada telah digunakan oleh Sultan Bayazid untuk memaksa Kaisar Bizantium menyerahkan Konstantinople secara aman kepada umat Islam. Akan tetapi, usahanya menemui kegagalan karena datangnya bantuan dari Eropa dan serbuan bangsa Mongol di bawah pimpinan Timur Lenk.
Selepas Daulah Utsmaniyyah mencapai perkembangan yang lebih maju dan terarah, semangat jihad hidup kembali dengan nafas baru. Hasrat dan kesungguhan itu telah mendorong Sultan Murad II (824-863 H/1421-1451 M) untuk meneruskan usaha menaklukkan Kostantinopel. Beberapa usaha berhasil dibuat untuk mengepung kota itu tetapi dalam masa yang sama terjadi pengkhianatan di pihak umat Islam. Kaisar Bizantium menabur benih fitnah dan mengucar-kacirkan barisan tentara Islam. Usaha Sultan Murad II tidak berhasil sampai pada zaman anak beliau, Sultan Muhammad Al-Fatih (Mehmed II), sultan ke-7 Daulah Utsmaniyyah.
Semenjak kecil, Sultan Muhammad Al-Fatih telah mencermati usaha ayahnya menaklukkan Konstantinopel. Bahkan beliau mengkaji usaha-usaha yang pernah dibuat sepanjang sejarah Islam ke arah itu, sehingga menimbulkan keinginan yang kuat baginya meneruskan cita-cita umat Islam. Ketika beliau naik tahta pada tahun 855 H/1451 M, dia telah mulai berpikir dan menyusun strategi untuk menawan kota DILARANG KERAS tadi. Kekuatan Sultan Muhammad Al-Fatih terletak pada ketinggian pribadinya. Sejak kecil, dia dididik secara intensif oleh para ''ulama terulung di zamannya. Di zaman ayahnya, yaitu Sultan Murad II, Asy-Syeikh Muhammad bin Isma''il Al-Kurani telah menjadi murabbi Amir Muhammad (Al-Fatih). Sultan Murad II telah menghantar beberapa orang ''ulama untuk mengajar anaknya sebelum itu, tetapi tidak diterima oleh Amir Muhammad. Lalu, dia menghantar Asy-Syeikh Al-Kurani dan memberikan kuasa kepadanya untuk memukul Amir Muhammad jika membantah perintah gurunya.
Waktu bertemu Amir Muhammad dan menjelaskan tentang hak yang diberikan oleh Sultan, Amir Muhammad tertawa. Dia lalu dipukul oleh Asy-Syeikh Al-Kurani. Peristiwa ini amat berkesan pada diri Amir Muhammad lantas setelah itu dia terus menghafal Al-Qur''an dalam waktu yang singkat. Di samping itu, Asy-Syeikh Aaq Samsettin (Syamsuddin) merupakan murabbi Sultan Muhammad Al-Fatih yang hakiki. Dia mengajar Amir Muhammad ilmu-ilmu agama seperti Al-Qur''an, hadits, fiqih, bahasa (Arab, Parsi dan Turki), matematika, falak, sejarah, ilmu peperangan dan sebagainya.
Syeikh Aaq Syamsudin lantas meyakinkan Amir Muhammad bahwa dia adalah orang yang dimaksudkan oleh Rasulullah Shallallahu ''Alaihi Wasallam di dalam hadits pembukaan Kostantinopel.
Hari Jumat, 6 April 1453 M, Muhammad II bersama gurunya Syeikh Aaq Syamsudin, beserta tangan kanannya Halil Pasha dan Zaghanos Pasha merencanakan penyerangan ke Konstantinopel dari berbagai penjuru benteng kota tersebut. Dengan berbekal 250.000 ribu pasukan dan meriam -teknologi baru pada saat itu- Para mujahid lantas diberikan latihan intensif dan selalu diingatkan akan pesan Rasulullah Shallallahu ''Alaihi Wasallam terkait pentingnya Konstantinopel bagi kejayaan Islam.
Muhammad II mengirim surat kepada Paleologus untuk masuk islam atau menyerahkan penguasaan kota secara damai dan membayar upeti atau pilihan terakhir yaitu perang. Constantine menjawab bahwa dia tetap akan mempertahankan kota dengan dibantu Kardinal Isidor, Pangeran Orkhan dan Giovani Giustiniani dari Genoa.
Constantine XI
Setelah proses persiapan yang teliti, akhirnya pasukan Sultan Muhammad Al-Fatih tiba di kota Konstantinopel pada hari Kamis 26 Rabiul Awal 857 H atau 6 April 1453 M. Di hadapan tentaranya, Sultan Al-Fatih lebih dahulu berkhutbah mengingatkan tentang kelebihan jihad, kepentingan memuliakan niat dan harapan kemenangan di hadapan Allah Subhana Wa Ta''ala. Dia juga membacakan ayat-ayat Al-Qur''an mengenainya serta hadis Nabi Shallallahu ''Alaihi Wasallam tentang pembukaan kota Konstantinopel. Ini semua memberikan semangat yang tinggi pada bala tentera dan lantas mereka menyambutnya dengan zikir, pujian dan doa kepada Allah Subhana Wa Ta'ala.
Kota dengan benteng >10m tersebut memang sulit ditembus, selain di sisi luar benteng pun dilindungi oleh parit 7m. Dari sebelah barat pasukan artileri harus membobol benteng dua lapis, dari arah selatan Laut Marmara pasukan laut Turki harus berhadapan dengan pelaut Genoa pimpinan Giustiniani dan dari arah timur armada laut harus masuk ke selat sempit Golden Horn yang sudah dilindungi dengan rantai besar hingga kapal perang ukuran kecil pun tak bisa lewat.
Berhari-hari hingga berminggu-mingGu benteng Byzantium tak bisa jebol, kalaupun runtuh membuat celah maka pasukan Constantine langsung mempertahankan celah tsb dan cepat menutupnya kembali. Usaha lain pun dicoba dengan menggali terowongan di bawah benteng, cukup menimbulkan kepanikan kota, namun juga gagal.
Hingga akhirnya sebuah ide yang terdengar bodoh dilakukan hanya dalam waktu semalam. Salah satu pertahanan yang agak lemah adalah melalui Teluk Golden Horn yang sudah dirantai. Ide tersebut akhirnya dilakukan, yaitu dengan memindahkan kapal-kapal melalui darat untuk menghindari rantai penghalang, hanya dalam semalam dan 70-an kapal bisa memasuki wilayah Teluk Golden Horn (ini adalah ide ”tergila” pada masa itu namun Taktik ini diakui sebagai antara taktik peperangan (warfare strategy) yang terbaik di dunia oleh para sejarawan Barat sendiri).
70 kapal di tarik melewati bukit di daerah Galata untuk masuk ke Teluk Golden Horn yang di hadang rantai.
Rantai yang menghalangi kapal masuk ke Teluk Golden Horn. (koleksi Museum Hagia Sophia)
Rantai yang melindungi pintu masuk ke Teluk Golden Horn
Sultan Muhammad Al-Fatih pun melancarkan serangan besar-besaran ke benteng Bizantium di sana. Takbir "Allahu Akbar, Allahu Akbar!" terus membahana di angkasa Konstantinopel seakan-akan meruntuhkan langit kota itu. Pada 27 Mei 1453, Sultan Muhammad Al-Fatih bersama tentaranya berusaha keras membersihkan diri di hadapan Allah Subhana Wa Ta''ala. Mereka memperbanyak shalat, doa, dan dzikir. Hingga tepat jam 1 pagi hari Selasa 20 Jumadil Awal 857 H atau bertepatan dengan tanggal 29 Mei 1453 M, setelah sehari istirahat perang, pasukan Turki Utsmani dibawah komando Sultan Muhammad II kembali menyerang total, diiringi hujan dengan tiga lapis pasukan, irregular di lapis pertama, Anatolian army di lapis kedua dan terakhir pasukan elit Yanisari.
Giustiniani sudah menyarankan Constantine untuk mundur atau menyerah tapi Constantine tetap konsisten hingga gugur di peperangan. Kabarnya Constantine melepas baju perang kerajaannya dan bertempur bersama pasukan biasa hingga tak pernah ditemukan jasadnya. Giustiniani sendiri meninggalkan kota dengan pasukan Genoa-nya. Kardinal Isidor sendiri lolos dengan menyamar sebagai budak melalui Galata, dan Pangeran Orkhan gugur di peperangan.
Ottoman Siege : Pasukan Turki Utsmani yang sangat canggih di zamannya
dengan teknologi Meriam Terbesar di zamannya
The Great Turkish Bombard
The Great Turkish Bombard
Para mujahidin diperintahkan supaya meninggikan suara takbir kalimah tauhid sambil menyerang kota. Tentara Utsmaniyyah akhirnya berhasil menembus kota Konstantinopel melalui Pintu Edirne dan mereka mengibarkan bendera Daulah Utsmaniyyah di puncak kota. Kesungguhan dan semangat juang yang tinggi di kalangan tentara Al-Fatih, akhirnya berjaya mengantarkan cita-cita mereka.
Konstantinopel telah jatuh, penduduk kota berbondong-bondong berkumpul di Hagia Sophia/ Aya Sofia, dan Sultan Muhammad II memberi perlindungan kepada semua penduduk, siapapun, baik Yahudi maupun Kristen karena mereka (penduduk) termasuk non muslim dzimmy (kafir yang harus dilindungi karena membayar jizyah/pajak), muahad (yang terikat perjanjian), dan musta’man (yang dilindungi seperti pedagang antar negara) bukan non muslim harbi (kafir yang harus diperangi). Konstantinopel diubah namanya menjadi Islambul (Islam Keseluruhannya). Hagia Sophia pun akhirnya dijadikan masjid dan gereja-gereja lain tetap sebagaimana fungsinya bagi penganutnya.
Hagia Sophia
Toleransi tetap ditegakkan, siapa pun boleh tinggal dan mencari nafkah di kota tersebut. Sultan kemudian membangun kembali kota, membangun sekolah gratis, siapapun boleh belajar, tak ada perbedaan terhadap agama, membangun pasar, membangun perumahan, membangun rumah sakit, bahkan rumah diberikan gratis bagi pendatang di kota itu dan mencari nafkah di sana. Hingga akhirnya kota tersebut diubah menjadi Istanbul, dan pencarian makam Abu Ayyub dilakukan hingga ditemukan dan dilestarikan. Dan kini Hagia Sophia sudah berubah menjadi museum.
_________________________
Sumber :
- Ustsarwat.com
- Bukit Barisan
- Ottoman Empire / Osmanlı Imparatorluğu
- Panorama 1453
- Muhammad Al-Fatih, Sang Penakluk Konstantinopel
-
https://haroky2000.wordpress.com/2011/03/19/muhammad-al-fatih-sang-penakluk-konstantinopel/
Sultan Mehmed II/Muhammad Al-Fatih (bahasa Turki Ottoman: محمد ثانى Meḥmed-i sānī, bahasa Turki: II. Mehmet, juga dikenal sebagai el-Fatih (الفاتح), “sang Penakluk”, dalam bahasa Turki Usmani, atau, Fatih Sultan Mehmet dalam bahasa Turki; 30 Maret 1432 – 3 Mei 1481) merupakan seorang sultan Turki Utsmani yang menaklukkan Kekaisaran Romawi Timur. Mempunyai kepakaran dalam bidang ketentaraan, sains, matematika & menguasai 6 bahasa saat berumur 21 tahun. Seorang pemimpin yang hebat, pilih tanding, dan tawadhu’ setelah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (pahlawan Islam dalam perang Salib) dan Sultan Saifuddin Mahmud Al-Qutuz (pahlawan Islam dalam peperangan di ‘Ain Al-Jalut melawan tentara Mongol).
Kejayaannya dalam menaklukkan Konstantinopel menyebabkan banyak kawan dan lawan kagum dengan kepimpinannya serta taktik & strategi peperangannya yang dikatakan mendahului pada zamannya dan juga kaedah pemilihan tenteranya. Ia merupakan anak didik Syekh Syamsuddin yang masih merupakan keturunan Abu Bakar As-Siddiq. Ia jugalah yang mengganti nama Konstantinopel menjadi Islambol (Islam keseluruhannya). Kini nama tersebut telah diganti oleh Mustafa Kemal Ataturk menjadi Istanbul. Untuk memperingati jasanya, Masjid Al Fatih telah dibangun di sebelah makamnya. Diceritakan bahwa tentara Sultan Muhammad Al Fatih tidak pernah meninggalkan solat wajib sejak baligh & separuh dari mereka tidak pernah meninggalkan solat tahajjud sejak baligh. Hanya Sulthan Muhammad Al Fatih saja yang tidak pernah meninggalkan solat wajib, tahajud & rawatib sejak baligh hingga saat kematiannya.
Usaha Sulthan dalam Menakhlukkan Konstantinopel
Istanbul atau yang dulu dikenal sebagai Konstantinopel, adalah salah satu bandar termasyhur dunia. Bandar ini tercatat dalam tinta emas sejarah Islam khususnya pada masa Kesultanan Utsmaniyah, ketika meluaskan wilayah sekaligus melebarkan pengaruh Islam di banyak negara. Bandar ini didirikan tahun 330 M oleh Maharaja Bizantium yakni Costantine I. Kedudukannya yang strategis, membuatnya punya tempat istimewa ketika umat Islam memulai pertumbuhan di masa Kekaisaran Bizantium. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga telah beberapa kali memberikan kabar gembira tentang penguasaan kota ini ke tangan umat Islam seperti dinyatakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada perang Khandaq.
Para khalifah dan pemimpin Islam pun selalu berusaha menaklukkan Kostantinopel. Usaha pertama dilancarkan tahun 44 H di zaman Mu’awiyah bin Abi Sufyan Radhiallahu ‘Anhu. Akan tetapi, usaha itu gagal. Upaya yang sama juga dilakukan pada zaman Khilafah Umayyah. Di zaman pemerintahan Abbasiyyah, beberapa usaha diteruskan tetapi masih menemui kegagalan termasuk di zaman Khalifah Harun al-Rasyid tahun 190 H. Setelah kejatuhan Baghdad tahun 656 H, usaha menawan Kostantinopel diteruskan oleh kerajaan-kerajaan kecil di Asia Timur (Anatolia) terutama Kerajaan Seljuk. Pemimpinnya, Alp Arselan (455-465 H/1063-1072 M) berhasil mengalahkan Kaisar Roma, Dimonos (Romanus IV/Armanus), tahun 463 H/1070 M. Akibatnya sebagian besar wilayah Kekaisaran Roma takluk di bawah pengaruh Islam Seljuk.
Awal kurun ke-8 hijriyah, Daulah Utsmaniyah mengadakan kesepakatan bersama Seljuk. Kerjasama ini memberi nafas baru kepada usaha umat Islam untuk menguasai Konstantinopel. Usaha pertama dibuat di zaman Sulthan Yildirim Bayazid saat dia mengepung bandar itu tahun 796 H/1393 M. Peluang yang ada telah digunakan oleh Sultan Bayazid untuk memaksa Kaisar Bizantium menyerahkan Konstantinople secara aman kepada umat Islam. Akan tetapi, usahanya menemui kegagalan karena datangnya bantuan dari Eropa dan serbuan bangsa Mongol di bawah pimpinan Timur Lenk.
Selepas Daulah Utsmaniyyah mencapai perkembangan yang lebih maju dan terarah, semangat jihad hidup kembali dengan nafas baru. Hasrat dan kesungguhan itu telah mendorong Sultan Murad II (824-863 H/1421-1451 M) untuk meneruskan usaha menaklukkan Kostantinopel. Beberapa usaha berhasil dibuat untuk mengepung kota itu tetapi dalam masa yang sama terjadi pengkhianatan di pihak umat Islam. Kaisar Bizantium menabur benih fitnah dan mengucar-kacirkan barisan tentara Islam. Usaha Sultan Murad II tidak berhasil sampai pada zaman anak beliau, Sultan Muhammad Al-Fatih (Mehmed II), sultan ke-7 Daulah Utsmaniyyah.
Semenjak kecil, Sultan Muhammad Al-Fatih telah mencermati usaha ayahnya menaklukkan Kostantinopel. Bahkan beliau mengkaji usaha-usaha yang pernah dibuat sepanjang sejarah Islam ke arah itu, sehingga menimbulkan keinginan yang kuat baginya meneruskan cita-cita umat Islam. Ketika beliau naik tahta pada tahun 855 H/1451 M, dia telah mulai berpikir dan menyusun strategi untuk menawan kota bandar tadi. Kekuatan Sultan Muhammad Al-Fatih terletak pada ketinggian pribadinya. Sejak kecil, dia dididik secara intensif oleh para ‘ulama terulung di zamannya. Di zaman ayahnya, yaitu Sultan Murad II, Asy-Syeikh Muhammad bin Isma’il Al-Kurani telah menjadi murabbi Amir Muhammad (Al-Fatih). Sultan Murad II telah menghantar beberapa orang ‘ulama untuk mengajar anaknya sebelum itu, tetapi tidak diterima oleh Amir Muhammad. Lalu, dia menghantar Asy-Syeikh Al-Kurani dan memberikan kuasa kepadanya untuk memukul Amir Muhammad jika membantah perintah gurunya.
Waktu bertemu Amir Muhammad dan menjelaskan tentang hak yang diberikan oleh Sulthan, Amir Muhammad tertawa. Dia lalu dipukul oleh Asy-Syeikh Al-Kurani. Peristiwa ini amat berkesan pada diri Amir Muhammad lantas setelah itu dia terus menghafal Al-Qur’an dalam waktu yang singkat. Di samping itu, Asy-Syeikh Ak Samsettin (Syamsuddin) merupakan murabbi Sultan Muhammad Al-Fatih yang hakiki. Dia mengajar Amir Muhammad ilmu-ilmu agama seperti Al-Qur’an, hadits, fiqih, bahasa (Arab, Parsi dan Turki), matematika, falak, sejarah, ilmu peperangan dan sebagainya.
Syeikh Ak Samsettin lantas meyakinkan Amir Muhammad bahwa dia adalah orang yang dimaksudkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di dalam hadits pembukaan Kostantinopel. Ketika naik takhta, Sultan Muhammad segera menemui Syeikh Semsettin untuk menyiapkan bala tentara untuk penaklukan Konstantinopel. Peperangan itu memakan waktu selama 54 hari. Persiapan pun dilakukan. Sulthan berhasil menghimpun sebanyak 250 ribu tentara. Para mujahid lantas diberikan latihan intensif dan selalu diingatkan akan pesan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam terkait pentingnya Konstantinopel bagi kejayaan Islam.
Setelah proses persiapan yang teliti, akhirnya pasukan Sultan Muhammad Al-Fatih tiba di kota Konstantinopel pada hari Kamis 26 Rabiul Awal 857 H atau 6 April 1453 M. Di hadapan tentaranya, Sulthan Al-Fatih lebih dahulu berkhutbah mengingatkan tentang kelebihan jihad, kepentingan memuliakan niat dan harapan kemenangan di hadapan Allah Subhana Wa Ta’ala. Dia juga membacakan ayat-ayat Al-Qur’an mengenainya serta hadis Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tentang pembukaan kota Konstantinopel. Ini semua memberikan semangat yang tinggi pada bala tentera dan lantas mereka menyambutnya dengan zikir, pujian dan doa kepada Allah Subhana Wa Ta’ala.
Sultan Muhammad Al-Fatih pun melancarkan serangan besar-besaran ke benteng Bizantium di sana. Takbir “Allahu Akbar, Allahu Akbar!” terus membahana di angkasa Konstantinopel seakan-akan meruntuhkan langit kota itu. Pada 27 Mei 1453, Sultan Muhammad Al-Fatih bersama tentaranya berusaha keras membersihkan diri di hadapan Allah Subhana Wa Ta’ala. Mereka memperbanyak shalat, doa, dan dzikir. Hingga tepat jam 1 pagi hari Selasa 20 Jumadil Awal 857 H atau bertepatan dengan tanggal 29 Mei 1453 M, serangan utama dilancarkan. Para mujahidin diperintahkan supaya meninggikan suara takbir kalimah tauhid sambil menyerang kota. Tentara Utsmaniyyah akhirnya berhasil menembus kota Konstantinopel melalui Pintu Edirne dan mereka mengibarkan bendera Daulah Utsmaniyyah di puncak kota. Kesungguhan dan semangat juang yang tinggi di kalangan tentara Al-Fatih, akhirnya berjaya mengantarkan cita-cita mereka.
Konstantinopel (Istanbul) sejak dahulu memang dikenal sebagai kawasan strategis, penghubung benua Asia dan Eropa yang selalu menjadi rebutan dan incaran berbagai kekuasaan bangsa-bangsa besar di dunia. Tidak hanya itu, pemandangannya sungguh indah sehingga apabila dunia ini berbentuk suatu kerajaan, maka kota Roma kedua inilah yang paling pantas menjadi ibukotanya.
Rasullullah SAW bersabda, Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan. Maka untuk menjadi sebaik-baiknya pemimpin dan pasukan itulah, kaum muslimin sejak wafatnya Rasullullah hingga berdirinya Turki Utsmani sebagai gazhi state(negara Jihad) berlomba-lomba untuk merebut kota ini lebih dahulu. Bahkan sahabat Rasullullah, Abu Ayyub Al-Anshari sampai meminta dimakamkan di kota ini setelah ia wafat, bagaimanapun caranya walau Konstantinopel belum jatuh ke tangan Islam.
Adalah Sultan muda dari Turki Utsmani, Muhammad Al-Fatih yang terobsesi menaklukkan Konstantinopel. Tekadnya untuk menaklukkan Konstantinopel tidak hanya karena melihat letak dan keadaan Konstantinopel yang sangat strategis. Selain karena kekaisaran Byzantium sering memeras sultan Turki Utsmani karena keberadaan Pangeran Orkhan, Al-Fatih juga berusaha menuntaskan amanat Rasullullah. Walaupun pada masa kecilnya ia dikenal nakal, namun berkat dorongan dan bimbingan gurunya, Syaikh Aaq Syamsudin, Al-Fatih mempunyai semangat dan cita-cita tinggi untuk menaklukkan Konstantinopel.
Namun ternyata menaklukkan kota Konstantinopel tidaklah mudah. Walaupun daerah sekelilingnya sudah dikuasai oleh Al-Fatih dan Konstantinopel sendiri secara agama telah terpisah dari Paus di Roma dan kerajaan di sekitarnya yang menganut Katolik Roma, namun benteng Konstantinopel yang kokoh dan tebal serta tekad kaisar Constantine untuk mati-matian melindungi Konstantinopel membuat Al-Fatih kesulitan untuk menembus Konstantinopel dan menaklukkannya. Al-Fatih bahkan sempat putus asa dan bimbang di tengah pertempuran melihat betapa kokohnya benteng Konstantinopel. Namun berkat semangat yang terus diberikan oleh gurunya, semangat Al-Fatih kembali berkobar hingga tertaklukkannya Konstantinopel kurang lebih satu setengah bulan setelah usaha penaklukan mulai dilakukan.
Abu Qubail menuturkan dari Abdullah bin Amr bin Ash, “Suatu ketika kami sedang menulis di sisi Rasulullah SAW, tiba-tiba beliau ditanya, “Mana yang terkalahkan lebih dahulu, Konstantinopel atau Romawi?” Beliau menjawab, “Kota Heraklius-lah yang akan terkalahkan lebih dulu.” Maksudnya adalah Konstantinopel.” [H.R. Ahmad, Ad-Darimi, Al-Hakim]
“Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” [H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335]
Jika anda terkagum-kagum dengan penggambaran perang yang ketat antara Balian of Ibelin melawan Shalahudin Al-Ayyubi di film Kingdom of Heaven [resensi Priyadi], maka perang antara Constantine XI Paleologus dengan Muhammad Al-Fatih jauh lebih ketat, tidak hanya dalam hitungan hari tapi berminggu-minggu.
Kekaisaran Romawi terpecah dua, Katholik Roma di Vatikan dan Yunani Orthodoks di Byzantium atau Constantinople yang kini menjadi Istanbul. Perpecahan tersebut sebagai akibat konflik gereja meskipun dunia masih tetap mengakui keduanya sebagai pusat peradaban. Constantine The Great memilih kota di selat Bosphorus tersebut sebagai ibukota, dengan alasan strategis di batas Eropa dan Asia, baik di darat sebagai salah satu Jalur Sutera maupun di laut antara Laut Tengah dengan Laut Hitam dan dianggap sebagai titik terbaik sebagai pusat kebudayaan dunia, setidaknya pada kondisi geopolitik saat itu.
Yang mengincar kota ini untuk dikuasai termasuk bangsa Gothik, Avars, Persia, Bulgar, Rusia, Khazar, Arab-Muslim dan Pasukan Salib meskipun misi awalnya adalah menguasai Jerusalem. Arab-Muslim terdorong ingin menguasai Byzantium tidak hanya karena nilai strategisnya, tapi juga atas kepercayaan kepada ramalan Rasulullah SAW melalui riwayat Hadits di atas.
Upaya pertama dilakukan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan pada tahun 668M, namun gagal dan salah satu sahabat Rasulullah SAW yaitu Abu Ayyub Al-Anshari ra. gugur. Sebelumnya Abu Ayyub sempat berwasiat jika ia wafat meminta dimakamkan di titik terjauh yang bisa dicapai oleh kaum muslim. Dan para sahabatnya berhasil menyelinap dan memakamkan beliau persis di sisi tembok benteng Konstantinopel di wilayah Golden Horn.
Generasi berikutnya, baik dari Bani Umayyah dan Bani Abbasiyyah hingga Turki Utsmani pada masa pemerintahan Murad II juga gagal menaklukkan Byzantium. Salah satu peperangan Murad II di wilayah Balkan adalah melawan Vlad Dracul, seorang tokoh Crusader yang bengis dan sadis (Dracula karya Bram Stoker adalah terinsipirasi dari tokoh ini). Selama 800 tahun kegagalan selalu terjadi, hingga anak Sultan Murad II yaitu Muhammad II naik tahta Turki Utsmani.
Sejak Sultan Murad I, Turki Utsmani dibangun dengan kemiliteran yang canggih, salah satunya adalah dengan dibentuknya pasukan khusus yang disebut Yanisari. Dengan pasukan militernya Turki Utsmani menguasasi sekeliling Byzantium hingga Constantine merasa terancam, walaupun benteng yang melindungi –bahkan dua lapis– seluruh kota sangat sulit ditembus, Constantine pun meminta bantuan ke Roma, namun konflik gereja yang terjadi tidak menelurkan banyak bala bantuan.
Hari Jumat, 6 April 1453M, Muhammad II atau disebut juga Mehmed bersama gurunya, syaikh Aaq Syamsudin, beserta tangan kanannya, Halil Pasha dan Zaghanos Pasha merencanakan penyerangan ke Byzantium dari berbagai penjuru benteng kota tersebut. Dengan berbekal 150.000 ribu pasukan dan meriam buatan Urban –teknologi baru pada saat itu– Muhammad II mengirim surat kepada Paleologus untuk masuk Islam atau menyerahkan penguasaan kota secara damai atau perang. Constantine Paleologus menjawab tetap mempertahankan kota dengan dibantu oleh Kardinal Isidor, Pangeran Orkhan dan Giovanni Giustiniani dari Genoa.
Kota dengan benteng 10m-an tersebut memang sulit ditembus, selain di sisi luar benteng pun dilindungi oleh parit 7m. Dari sebelah barat melalui pasukan altileri harus membobol benteng dua lapis, dari arah selatan laut Marmara pasukan laut harus berhadapan dengan pelaut Genoa pimpinan Giustiniani dan dari arah timur armada laut harus masuk ke selat sempit Golden Horn yang sudah dilindungi dengan rantai besar hingga kapal perang ukuran kecil pun tak bisa lewat.
Berhari-hari hingga berminggu-minggu benteng Byzantium tak bisa jebol, kalaupun runtuh membuat celah pasukan Constantine mampu mempertahankan celah tersebut dan dengan cepat menumpuk kembali hingga tertutup. Usaha lain pun dicoba dengan menggali terowongan di bawah benteng, cukup menimbulkan kepanikan kota, namun juga gagal. Hingga akhirnya sebuah ide yang terdengar bodoh dilakukan hanya dalam semalam. Salah satu pertahanan yang agak lemah adalah melalui selat Golden Horn yang sudah dirantai. Ide tersebut akhirnya dilakukan, yaitu memindahkan kapal-kapal melalui darat untuk menghindari rantai penghalang, hanya dalam semalam dan 70-an kapal bisa memasuki wilayah selat Golden Horn.
29 Mei, setelah sehari istirahat perang Muhammad II kembali menyerang total, diiringi hujan dengan tiga lapis pasukan, irregular di lapis pertama, Anatolian Army di lapis kedua dan terakhir pasukan Yanisari. Giustiniani sudah menyarankan Constantine untuk mundur atau menyerah tapi Constantine tetap konsisten hingga gugur di peperangan. Kabarnya Constantine melepas baju perang kerajaannya dan bertempur bersama pasukan biasa hingga tak pernah ditemukan jasadnya. Giustiniani sendiri meninggalkan kota dengan pasukan Genoa-nya. Kardinal Isidor sendiri lolos dengan menyamar sebagai budak melalui Galata, dan Pangeran Orkhan gugur di peperangan.
Konstantinopel telah jatuh, penduduk kota berbondong-bondong berkumpul di Hagia Sophia, dan Sultan Muhammad II memberi perlindungan kepada semua penduduk, siapapun, baik Islam, Yahudi ataupun Kristen. Hagia Sophia pun akhirnya dijadikan masjid dan gereja-gereja lain tetap sebagaimana fungsinya bagi penganutnya.
Toleransi tetap ditegakkan, siapa pun boleh tinggal dan mencari nafkah di kota tersebut. Sultan kemudian membangun kembali kota, membangun sekolah –terutama sekolah untuk kepentingan administratif kota– secara gratis, siapa pun boleh belajar, tak ada perbedaan terhadap agama, membangun pasar, membangun perumahan, bahkan rumah diberikan gratis kepada para pendatang yang bersedia tinggal dan mencari nafkah di reruntuhan kota Byzantium tersebut. Hingga akhirnya kota tersebut diubah menjadi Istanbul, dan pencarian makam Abu Ayyub dilakukan hingga ditemukan dan dilestarikan.
Jatuhnya Konstantinopel tidak berarti membuat Al-Fatih bertindak kejam terhadap penduduknya yang non muslim. Al-Fatih justru sangat toleran dan berlaku hormat kepada para penduduk Konstantinopel yang non muslim sehingga mereka merasa lebih aman berada di bawah pemerintahan Al-Fatih dibandingkan dibawah kekuasaan kaisar Byzantium yang lama.
Bahkan karena toleransi inilah Paus di Roma pernah salah sangka dengan meminta Al-Fatih untuk masuk Kristen dan berjanji menobatkannya sebagai Raja Eropa terbesar. Namun justru Al-Fatih lah yang meminta Paus masuk Islam dan berjanji mengangkatnya sebagai mufti terbesar Islam di Roma. Inilah bukti betapa kuatnya Al-Fatih dalam menjalankan syariat Islam dan menjaga toleransi antar sesama.
Ia tetap menghormati perbedaan agama di kalangan masyarakatnya dan tidak pernah memaksakan penduduknya yang non muslim agar menjadi seorang muslim sebagaimana yang diperintahkan Allah. Sikap yang perlu ditiru oleh setiap pemimpin di manapun.
Sumber: Alwi Alatas: Al-Fatih Sang Penakluk Konstantinopel, Penerbit Zikrul Hakim, 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar