https://www.google.com/search?q=LASKAR+HIZBULLAH+DALAM+PERJUANGAN+NKRI&client=firefox-b&tbm=isch&tbo=u&source=univ&sa=X&ved=0ahUKEwi2gOfphpPOAhXMQY8KHWYBBmcQsAQIQQ&biw=949&bih=631
Peran Laskar Hizbullah dan Sabilillah dalam Kemerdekaan RI yang Tersisihkan
Islamedia
– Berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak bisa
dilepaskan dari peran para pejuang muslim, atau lebih tepatnya kaum
santri. Kurun 1943-1945 hampir semua pondok pesantren membentuk
laskar-laskar, dan yang paling populer adalah Laskar Hizbullah dan
Sabilillah.
Pada kurun waktu tersebut kegiatan
Pondok Pesantren adalah berlatih perang dan olah fisik. Bahkan
peristiwa-peristiwa perlawanan sosial politik terhadap penguasa
kolonial, pada umumnya dipelopori oleh para kiai sebagai pemuka agama,
para haji, dan guru-guru ngaji.
Pada 21 Oktober 1945, berkumpul para
kiai se-Jawa dan Madura di kantor ANO (Ansor Nahdlatul Oelama). Setelah
rapat darurat sehari semalam, maka pada 22 Oktober dideklarasikan seruan
jihad fi sabilillah yang belakangan dikenal dengan istilah “Resolusi
Jihad”.
Sejarah negeri ini ternyata tidak pernah
berkata jujur tentang peran Laskar santri yang terhimpun dalam
Hizbullah maupun laskar kiai yang tergabung dalam Sabilillah, dalam
berperang melawan penjajah. Ketika itu Hizbullah berada di bawah
Masyumi, dimana KH. Hasyim Asy’ari menjabat sebagai Ketua Masyumi.
Laskar Hizbullah (Tentara Allah) dan
Sabilillah (Jalan Allah) didirikan menjelang akhir pemerintahan Jepang,
dan mendapat latihan kemiliteran di Cibarusah, sebuah desa di Kabupaten
Bekasi, Jawa Barat. Laskar Hizbullah berada di bawah komando spiritual
KH. Hasyim Asy’ari dan secara militer dipimpin oleh KH. Zaenul Arifin.
Adapun laskar Sabilillah dipimpin oleh KH. Masykur. Konon, pemuda
pesantren dan anggota Ansor NU (ANU) adalah pemasok paling besar dalam
keanggotaan Hizbullah.
Peran kiai dalam perang kemerdekaan
ternyata tidak hanya dalam laskar Hizbullah-Sabilillah saja, tetapi
banyak diantara mereka yang menjadi anggota tentara PETA (Pembela Tanah
Air) yang merupakan cikal bakal terbentuk TKR, ABRI atau TNI. Menurut
penelitian Agus Sunyoto, dari enam puluh bataliyon tentara PETA, hampir
separuh komandannya adalah para kiai.
Patut diketahui, Hizbullah dan
Sabilillah adalah laskar rakyat paling kuat yang pernah hidup di bumi
Indonesia. Meskipun dalam sejarah, keberadaan laskar tersebut
disisihkan. Buktinya, perjuangan mereka tidak ditemukan dalam
museum-museum.[berbagai sumber/islamedia/YL]
Sejarah Dunia Islam published a note.
resolusi Jihad Laskar Hizbullah dalam melawan agresi militer Belanda
https://m.facebook.com/notes/sejarah-dunia-islam/resolusi-jihad-laskar-hizbullah-dalam-melawan-agresi-militer-belanda/422585647779641/?p=10
Peristiwa
10 November 1945 merupakan tonggak sejarah yang sangat penting bagi
berdirinya bangsa Indonesia. Momentum tersebut dapat dilihat bagaimana
semangat nasionalisme mendapatkan makna yang cukup mendalam dalam
paradigma agama, nasionalisme Indonesia bukanlah dipahami sebagai faham
dan ideologi yang berada di luar wilayah agama (Islam) namun menjadi
sebuah bagian dari kewajiban beragama yang harus diperjuangkan. Kerangka
pemikiran tersebut merupakan dasar bagi seluruh umat beragama terutama
Islam dalam menjaga Pancasila dan UUD ’45.
Kemerdekaan
Indonesia yang diproklamirkan 17 Agustus 1945 merupakan tantangan
Sekutu yang saat itu berkuasa setelah Jepang menyerah, datang dengan
diboncengi Belanda dengan tujuan mengambil alih kekuasaan Indonesia yang
dianggap wilayah jajahan Jepang yang secara otomatis dikuasai oleh
Sekutu sebagai pemenang perang. Pasukan sekutu mendarat di Jakarta pada
September 1945 dibawah pimpinan Let.Jend Sir Philip Christison dengan
kekuatan 3 divisi: Divisi May.Jend Hawthorn menguasai Jawa Barat,
Divisi May.Jend Mansergh menguasai Jawa Timur dan Divisi May.Jend
-Chambers menguasai Sumatera, Adapun Brig. Jend A.W.S.Mallaby yang
mendarat di Surabaya merupakan bagian pimpinan Mayjen D.C Hawthorn.
Ketiga divisi itu bertugas mengambil alih kekuasaan Indonesia dari
Jepang. Pada 25 Oktober 1945, 6.000 tentara Inggris tiba di Pelabuhan
Tanjung Perak Surabaya dipimpin Brigadir Jenderal Mallaby.
laskar hizbullah
Surabaya
merupakan kota Industri terbesar saat itu, kota pelabuhan tersebut
merupakan pusat pergerakan dan berkumpulnya santri Nahdlatul Ulama (NU).
Di kota ini juga para pemuda pesantren yang dekat dengan para kiai
membentuk perkumpulan yang bernama Syubbanul Wathon, Pemuda Tanah Air.
Kelak setelah NU berdiri organisasi para pemuda pesantren ini berganti
nama menjadi Ansor Nahdlatoel Oelama (ANO) dan menyatu dalam pasukan
Hizbullah di bawah komando para kiai yang berada di garda depan
perjuangan.
Perobekan Bendera
Para pemuda
Surabaya, selain taat beragama terkenal radikal dalam menghadapi
Belanda, saat mendengar rencana kedatangan Belanda dan Sekutu dengan
persenjataan modernnya berbagai organisasi pemuda yang sebelumnya
terpencar kemudian bersatu. Kekerasan awal kali terjadi pada 19
September 1945, ketika dikibarkan bendera Belanda di Hotel Yamato
(Sekarang Hotel Majapahit). Para pemuda Surabaya yang mudah terbakar
darahnya kemudian merobek warna biru bendera Belanda dan berkibarlah
Sang Merah Putih. Sehari setelah peristiwa perobekan bendera itu
terjadi arak-arakan bergerak keliling kota tanpa menghiraukan peringatan
tentara Jepang yang melarang membawa bambu runcing dan senjata lainnya.
Pertemuan Soekarno dan K.H Hasyim Asyari K.H Hasyim Asy'ari
Mendekati
kedatangan Sekutu dan Belanda di Surabaya, Presiden Soekarno menemui
K.H Hasyim Asy’ari. Dalam pertemuan bersejarah di Pondok Pesantren Tebu
Ireng, kedua pemimpin tersebut membahas situasi politik terkait
kedatangan Pasukan Sekutu dibawah Komando Inggris. “Kiai, dipundi
Inggris datang niku (dalam bahasa jawa artinya: Kiai, bagaimana tentang
kedatangan Inggris itu?), gimana umat Islam menyikapinya? “tanya
Soekarno. Mendapat pertanyaan tersebut, Hasyim Asy’ari menjawab dengan
tegas. “Lho Bung, umat Islam jihad fisabilillah untuk NKRI, ini Perintah
Perang!” menjawab sekaligus bersedia memenuhi permintaan bantuan
Soekarno menghadapi ancaman pasukan Sekutu. Soekarno meminta Hasyim
Asy’ari dan warga pesantren untuk tidak segan-segan dalam bertempur.
Kiai Wahab Chasbullah
Hasyim Asy’ari kemudian memanggil Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Bisri
Syamsuri dan para kiai lainnya untuk mengumpulkan para kiai se-Jawa dan
Madura berkumpul di Surabaya untuk segera mengadakan rapat darurat,
dipimpin Kiai Wahab Chasbullah. Pada 23 Oktober, Hasyim Asy’ari
mendeklarasikan seruan jihad fi sabilillah yang terkenal dengan istilah
Resolusi Jihad. Segera setelah itu, pesantren-pesantren di Jawa dan
Madura menjadi markas pasukan non regular Hizbullah dan Sabilillah dan
tinggal menunggu komando. Pengajian-pengajian telah berubah menjadi
pelatihan menggunakan senjata. Pada kondisi ini pesantren-pesantren
didatangi para pejuang dari berbagai kalangan untuk meminta kesaktian
para kiai untuk menghadapi pasukan Belanda dan Sekutu dengan
persenjataan beratnya. Ribuan kiai dan santri dari Jawa dan Madura mulai
bergerak ke Surabaya.
Soekarno menemui K.H Hasyim Asy’ari
karena pengaruhnya yang sangat besar di kalangan umat Islam. Selain
itu, pasukan PETA yang terbentuk saat itu semua komandan batalyonnya
adalah ulama, diantaranya Panglima Divisi Suropati yaitu Kiai Imam
Sujai, Divisi Ranggalawe Panglimanya Jatikusumo, di Jawa Barat komandan
resimennya Kiai Haji Noor Ali. Pilihan Soekarno menemui K.H Hasyim
Asy’ari tepat, karena mampu menggerakkan umat Islam saat itu. Dampak
perangnya pun luar biasa, pertempuran Surabaya bagaikan neraka bagi
pasukan Sekutu. Orang bisa mati-matian berperang karena perintah jihad
tadi. Sehingga, hari Pahlawan 10 November tidak bisa dilepaskan dari
Resolusi Jihad NU.
Resolusi Jihad
Seruan
jihad melawan sekutu yang dikeluarkan Hasyim Asy’ari dikenal sebagai
Resolusi Jihad, yaitu perintah untuk segera meneriakkan perang suci
melawan penjajah yang ingin berkuasa kembali, dan disambut rakyat
dengan semangat berapi-api. Meletuslah peristiwa 10 November. Para kiai
dan pendekar tua membentuk barisan pasukan non reguler Sabilillah yang
dikomandani oleh KH. Maskur. Para santri dan pemuda berjuang dalam
barisan pasukan Hisbullah yang dipimpin oleh H. Zainul Arifin.
Sementara para kiai sepuh berada di barisan Mujahidin dipimpin oleh KH.
Wahab Hasbullah. Disamping itu, Hasyim Asy’ari meminta Bung Tomo supaya
teriak “Allahu Akbar.!!” untuk menggerakkan para pemuda, jasa utama
Bung Tomo saat itu sebagai orator perang.
Ada tiga poin
penting dalam Resolusi Jihad itu. Pertama, setiap muslim baik tua dan
muda, miskin sekalipun wajib memerangi orang kafir yang merintangi
kemerdekaan Indonesia. Kedua, pejuang yang mati dalam perang kemerdekaan
layak disebut syuhada. Ketiga, warga Indonesia yang memihak penjajah
dianggap sebagai pemecah belah persatuan nasional, maka harus dihukum
mati. Jadi, umat Islam wajib hukumnya membela tanah air. Bahkan, haram
hukumnya untuk mundur. Berikut ini kutipan resolusi jihad tersebut;
- Kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 wajib dipertahankan;
- RI sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah harus dijaga dan ditolong;
- Musuh RI ialah Belanda yang kembali ke Indonesia dengan bantuan tentara Sekutu;
- Umat Islam harus mengangkat senjata melawan Belanda dan tentara Sekutu yang ingin menjajah Indonesia kembali; dan
- Perang suci wajib bagi setiap muslim yang tinggal dalam radius 94 kilometer, bantuan material bagi yang berada di luar radius tersebut
pidato Bung Tomo
Fatwa jihad tersebut kemudian digelorakan Bung Tomo lewat radio untuk
membakar semangat, ribuan kiai dan santri dari berbagai daerah segera
menuju Surabaya. Fatwa K.H Hasyim Asy’ari ditulis 17 September 1945
kemudian dijadikan keputusan NU pada 22 November dan diperkuat pada
muktamar ke-16 di Purwekorto, 26-29 Maret 1946. Dalam pidatonya, ia
menyatakan bahwa “…tidak akan tercapai kemuliaan Islam dan kebangkitan
syariatnya di dalam negeri-negeri jajahan,” tegasnya. Atau dalam bahasa
lain, syariat Islam tidak akan bisa dilaksanakan di negeri yang
terjajah.
Tewas Jenderal Sekutu
Mallaby
dan pasukannya berada dalam posisi sulit, setiap gerakannya menjadi
pusat perhatian warga yang tampak semakin gelisah. Awalnya, mereka
disambut baik karena bertugas mengungsikan tentara Jepang. Namun keadaan
berubah, ketika warga menyaksikan kotak senjata yang jatuh berantakan
di rel kereta api berisi senjata api yang sebelumnya mengaku bahwa
kotak-kotak itu berisi bahan makanan. Pada 27 Oktober, ketika selebaran
disebarkan dari udara berisi perintah agar rakyat Indonesia segera
menyerahkan senjata apa pun dalam tempo 48 jam segera memicu kemarahan.
Brigjen. Mallaby
Pertempuran
besar tak terhindarkan antara 6 ribu pasukan Inggris dengan 120 ribu
pemuda Indonesia yang terdiri dari para santri dan tentara. Akibat kalah
jumlah, Mallaby meminta bantuan Hawthorn agar pihak Indonesia
menghetikan pertempuran. Hawthorn meminta Soekarno agar mau membujuk
panglima-panglimanya di Surabaya menghentikan pertempuran. Terjepitnya
pasukan sekutu itu digambarkan dalam buku Donnison “The Fighting Cock” sebagai “Narrowly escape complete destraction” alias hampir musnah seluruhnya”, kalau tidak dihentikan Soekarno-Hatta dan Amir Syarifuddin.
Brig.Jen Mallaby
Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Muhammad Hatta pun akhirnya
datang dari Jakarta untuk berunding dengan Mallaby. Pertempuran agak
mereda. Namun tidak lama setelah rombongan Sukarno kembali ke Jakarta,
pada 30 Oktober pukul 17.00, pertempuran kembali berlangsung. Tempat
terakhir yang digempur adalah Gedung Bank Internatio di Jembatan Merah
yang masih dikuasai Inggris. Mallaby menjadi sasaran utama. Dia ditusuk
dengan bayonet dan bambu runcing oleh para pemuda yang tidak tahan
lagi melihat penjajah kembali berkeliaran. Para pengawalnya lari
tunggang langkang. Mallabi tewas.
Panglima AFNEI Letjen
Philip Sir Christison mengirim pasukan Divisi ke-5 dibawah Komando
May.Jen E.C Mansergh, jenderal yang terkenal karena kemenangannya dalam
Perang Dunia II di Afrika saat melawan Jenderal Rommel. Mansergh
membawa 15 ribu tentara, dibantu 6 ribu personel brigade 45 The
Fighting Cock dengan persenjataan serba canggih, termasuk menggunakan
tank Sherman, 25 ponders, 37 howitser, kapal Perang HMS Sussex dibantu 4
kapal perang destroyer, dan 12 kapal terbang jenis Mosquito.
Dengan
mesin pembunuhnya itu, Mansergh mengultimatum rakyat Surabaya untuk
bertekuk lutut alias menyerah, yang berarti mengakui Indonesia belum
merdeka. Ultimatum Sekutu itu pun tak digubris sehingga terjadilah
pertempuran 10 November 1945 dengan korban yang tidak sedikit..
Semangat dan tekad untuk merdeka itu merupakan semangat yang dipupuk
melalui Resolusi Jihad NU yang digagas para ulama NU Surabaya. Dampak
perlawanan tersebut tidak pernah terpikir oleh Sekutu yang
mengultimatum agar seluruh pemuda dan pasukan bersenjata bertekuk
lutut. Tapi yang terjadi justru sebaliknya.
bersenjata bambu runcing
Perlawanan Indonesia berlangsung dalam 2 tahap, pertama pengorbanan
diri secara fanatik dengan orang-orang yang hanya bersenjatakan
pisau-pisau belati menyerang tank-tank Sherman kemudian dengan cara
yang lebih terorganisir dan lebih efektif, mengikuti dengan cermat
buku-buku petunjuk militer Jepang. Pertempuran berlangsung dengan ganas
selama tiga minggu. Akhir November 1945 seluruh kota telah jatuh ke
tangan sekutu, namun semangat perlawanan oleh para pejuang Indonesia
yang masih hidup tak bisa dipadamkan. Para santri, dan tentara mengikuti
ribuan pengungsi yang melarikan diri meninggalkan Surabaya dan
kemudian mereka membuat garis pertahanan baru mulai dari Mojokerto di
Barat hingga ke arah Sidoarjo di Timur. Beberapa versi menyebut, korban
dari RI mencapai 20 ribu bahkan ada yang menyebut 30 ribu jiwa.
laskar hizbullah
Sedemikian dahsyat perlawanan umat Islam, para kiai pesantren berada
di medan pertempuran menghadapi tank, pesawat tempur, dan peluru-peluru
mematikan. Di sudut pertempuran, salah seorang komandan pasukan India
Zia-ul-Haq yang belakangan menjadi Presiden Republik Islam Pakistan
tertegun melihat para kiai dan santri sedang bertakbir dan berdoa sambil
mengacungkan senjata. Ia tidak tahan menyaksikannya kemudian menjauhi
medan perang, keputusan tersebut segera menyebabkan pasukan Inggris
kocar-kacir. Sejak awal, sebagian besar pasukan Inggris merupakan
serdadu India. Semangat nasionalisme Indonesia yang semakin meningkat
disertai tuntutan untuk tidak menindas perjuangan sesama bangsa Asia
telah muncul sehingga para serdadu India bertempur setengah hati. Selain
itu, peringatan dari Gubernur Inggris di tanah jajahan India akan
mengerahkan semakin banyak pasukan-pasukan India untuk menyerang
Indonesia sedangkan keadaan di India sendiri semakin gawat.
Perang
terus berkecamuk, jihad terus berlangsung. Belanda yang sebelumnya
membonceng tentara Sekutu terus melancarkan agresi-agresi militernya.
Pihak Inggris sebenarnya tidak senang dengan cara-cara yang ditempuh
oleh Belanda. Pada Desember 1945, pemerintah Inggris mendesak Belanda
mengambil sikap yang lebih luwes terhadap RI. Pada 1946 diplomat
Inggris, Sir Archibald Clark Kerr mengusahakan tercapainya persetujuan
Linggarjati antara RI dengan Belanda. Persetujuan ditandatangani namun
Belanda melanggar dengan melancarkan agresi militer. Menjelang akhir
1946, komando Inggris di Asia Tenggara dibubarkan, sejak itu peran
asing yang kemudian terlibat menggantikan Inggris adalah Amerika
Serikat.
July 11, 2012 at 8:48am · Public
Sejarah Yang Telah Hilang ; Kiyai Pesantren Menjadi Komandan Batalyon
https://www.facebook.com/notes/himpunan-santri-indonesia/sejarah-yang-telah-hilang-kiyai-pesantren-menjadi-komandan-batalyon/10151323675330646/
Tanggal
3 Oktober 1943, adalah hari yang bersejarah bagi Tentara Nasional
Indonesia (TNI) dan juga bagi kalangan Pesantren. Sebab hari itu, 68
tahun silam, Saiko Sikikan dari Tentara Pendudukan Jepang mengeluarkan
Osamu Seirei No.44 tentang pembentukan Tentara Sukarela Pembela Tanah
Air (PETA) atau Bo-ei Giyugun Kanbu Renseitai yang terdiri atas 65
Daidan (batalyon) di Jawa dan 3 Daidan di Bali. Tiap Daidan
beranggotakan 535 personil dipimpin Daidancho (komandan batalyon)
pangkat setingkat mayor dibantu kepala staf berpangkat shodancho. Setiap
Daidan terdiri dari 4 Chudan yang dipimpin seorang Chudancho (komandan
kompi) pangkat setingkat kapten. Tiap Chudan terdiri dari 3 shodan yang
dipimpin seorang shodancho (komandan peleton) pangkat setingkat letnan.
Tiap shodan terdiri dari 4 bundan yang dipimpin seorang bundancho
(komandan regu) pangkat setingkat sersan. Tiap bundan (regu)
beranggotakan 11 giyuhei - prajurit.
Tujuan dibentuknya Tentara Sukarela PETA oleh pemerintah pendudukan Jepang selain berkewajiban mempertahankan wilayah teritorial (syuu) di Jawa dan Bali, juga disiapkan untuk melawan sekutu. Oleh sebab itu, Tentara Sukarela PETA dilatih langsung oleh tentara Jepang dan berada di bawah langsung komando Panglima Tentara Jepang.
Jepang faham bahwa usaha memobilisasi massa guna menghadapi kekuatan sekutu dibutuhkan kekuatan massa sekaligus keberanian moral dalam suasana perang. Itu sebabnya dibutuhkan pemimpin-pemimpin yang telah memiliki akar di tengah rakyat serta memiliki pengaruh ajaran agama yang diyakini. Perang butuh orang-orang yang memiliki keberanian dan jiwa rela berkorban. Dan berdasar catatan arsip kolonial (colonial archive) yang dimiliki Belanda, Jepang mengetahui bahwa rakyat Indonesia yang memenuhi syarat untuk berperang adalah umat Islam sebagaimana data kolonial arsip yang menyebutkan bahwa antara tahun 1800 - 1900 (100 tahun) telah terjadi usaha-usaha pemberontakan terhadap pemerintah kolonial Belanda yang dilakukan rakyat di bawah pimpinan tokoh-tokoh tarekat sebanyak 112 kali.
Atas dasar alasan itu, dalam rekruitmen anggota Tentara Sukarela PETA para kyai, ulama, guru agama Islam diberi kesempatan untuk menjadi pemimpin PETA dengan diangkat menjadi daidancho. Selain itu, yang bisa diangkat menjadi daindancho adalah pamong praja setingkat wedana, asisten wedana, jaksa, pimpinan partai. Untuk pangkat chudancho diangkat dari kalangan pegawai negeri, guru sekolah. Sedang untuk shodancho dipilih siswa-siswa sekolah menengah atas.
Dengan kebijakan pemerintah pendudukan Jepang seperti itu dalam rekruitmen Tentara Sukarela PETA, maka sebagian di antara komandan batalyon PETA yang terpilih dengan pangkat Daidancho (Mayor) itu adalah para kyai dari komunitas pesantren, yang memiliki latar pendidikan pesantren. Keberadaan para kyai tersebut terlihat saat latihan pertama Tentara Sukarela PETA yang dimulai pada 5 Oktober 1943, terdapat sejumlah nama komandan batalyon dan kepala staf batalyon yang bergelar kyai, yaitu :
1.Daindancho K. Tubagus Achmad Chatib (Daidan I Labuan - Banten);
2.Daidancho K E. Oyong Ternaya (Daidan II Kandangsari - Malingping - Banten);
3.Daidancho K Sjam'oen (Daidan III Cilegon - Serang - Banten);
4.Chudancho K.Zainoel Falah (Kastaf Daidan III Cilegon - Serang - Banten);
5.Daidancho K.R.M. Moeljadi Djojomartono (Daidan I Manahan - Surakarta);
6.Daidancho K Idris (Daidan II Wonogiri - Surakarta);
7.Daidancho K. R. Abdoellah bin Noeh (Daidan I Jampang Kulon - Bogor);
8.Daidancho K.M. Basoeni (Daidan II Pelabuhan Ratu - Bogor);
9.Daidancho K Soetalaksana (Daidan I Tasikmalaya - Priangan);
10.Daidancho K. Pardjaman (Daidan II Pangandaran - Priangan);
11.Chudancho K. Hamid (Kastaf Daidan II Pangandaran - Priangan);
12.Daidancho K. Iskandar Idris (Daidan I Pekalongan)
13.Daidancho K. R. Aroedji Kartawinata (Daidan IV Cimahi - Priangan);
14.Daidancho K Masjkoer (Daidan I Babad - Bojonegoro);
15.Daidancho K Cholik Hasjim (Daidan IV Gresik-Surabaya);
16.Daidancho K Iskandar Soelaeman (Daidan I Gondanglegi - Malang);
17.Daidancho KH Doerjatman (Daidan II Tegal - Pekalongan);
18.Daidancho K. R. Amien Djakfar (Daidan I Pamekasan -Madura);
19.Daidancho K Abdoel Chamid Moedhari (Daidan IV Ambunten-Sumenep - Madura);
20.Daidancho K. Tahirroeddin Tjakra Atmadja (Daidan II Bondowoso - Besuki).
Akibat cukup banyak kyai yang menjabat komandan batalyon, surat kabar Asia Raya 22 Januari 1944 mempertanyakan sebutan yang pas untuk mereka "Apa para kyai cukup disebut daidancho atau ada tambahan daidancho kyai?"
Peristiwa pembentukan Tentara Sukarela PETA ini adalah babak baru dari sejarah umat Islam dalam bidang kemiliteran. Jika sebelumnya, dalam berbagai perlawanan bersenjata terhadap pemerintah kolonial Belanda selalu dilakukan peperangan dengan teknik-teknik tempur tradisional, maka melalui Tentara Sukarela PETA ini umat Islam memasuki babak baru sejarah perang modern dengan dilatih langsung oleh tentara-tentara professional Jepang yang sejak tahun 1905 sudah berhasil menunjukkan kehebatannya dengan menghancurkan armada Rusia dalam pertempuran di Teluk Tchusima dan pada Maret 1942 menghancurkan kekuatan Belanda dalam pertempuran di Laut Jawa.
Setahun kemudian, tepatnya pada 14 Oktober 1944 pemerintah pendudukan Jepang membentuk Hizbullah di Jakarta. Hizbullah secara khusus beranggotakan pemuda-pemuda Islam se-Jawa dan Madura. Pada latihan pertama di Cibarusa, Bogor, yang diikuti 500 orang pemuda muslim itu tercatat sejumlah nama kiai dari pondok pesantren seperti KH Mustofa Kamil (Banten), K. Mawardi (Solo), K. Zarkasi (Ponorogo), K. Mursyid (Pacitan), K. Syahid (Kediri), K. Abdul Halim (Majalengka), K. Thohir Dasuki (Surakarta), K. Roji'un (Jakarta), K. Munasir Ali (Mojokerto), K. Abdullah, K. Wahib Wahab (Jombang), K. Hasyim Latif (Surabaya), K. Zainuddin (Besuki), Sulthan Fajar (Jember), dan lain-lain.
Fenomena militerisme di lingkungan umat Islam tradisional di pesantren tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan organisasi yang didirikan orang-orang berlatar pendidikan pesantren. Jauh sebelum organisasi Nahdlatul Ulama diproklamasikan pada tahun 1926, telah lahir lebih dulu organisasi kepemudaan Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Organisasi yang didirikan KH Wahab Hasbullah dan KH Mas Mansyur itu bergerak di bidang sosial, pendidikan dan dakwah. Tahun 1918 KH Wahab Hasbullah, KH Mas Mansyur, HOS Tjokroaminoto, KH A. Dahlan Ahyad, dan P. Mangun membentuk organisasi Taswirul Afkar (Pertukaran Pikiran). Organisasi ini bagian dari perkumpulan Suryo Sumirat dan sejak didirikan 1918 papan nama Taswirul Afkar ditulis "Suryo Soemirat Afdeeling Taswirul Afkar." Itu sebabnya, latihan militer yang berat di PETA maupun Hizbullah bukanlah sesuatu yang asing bagi para kyai yang berasal dari kalangan pesantren, apalagi mereka disemangati oleh cerita-cerita perlawanan para ulama pendahulu mereka yang tidak mau tunduk kepada pemerintah kolonial Belanda.
Ketika Jepang terdesak hebat dalam perang di Pasifik, dibentuklah pusat-pusat latihan militer yang salah satunya adalah di Besuki. Berdasar Keputusan Bersama antara penguasa militer Jepang di Besuki (Besuki Syu), Majelis Syuro Muslimin Indonesia yang diketuai KH Mursyid, Yogeki Shodancho Wahyudi, dan pimpinan Hizbullah yang baru lulus dari Cibarusa, Bogor, diselenggarakan pendidikan dan latihan bagi bintara selama satu bulan dengan pusat latihan di Desa Awu-awu, Kecamatan Temuguru, Kabupaten Banyuwangi. Latihan yang diikuti oleh seluruh bintara PETA dan Hizbullah se-Karesidenan Besuki itu dimulai pada 20 Juni 1945 dan berakhir pada 21 Juli 1945.
Susunan organisasi pelatihan itu adalah Mayor Fukai dan Kobayashi dari Komando Militer (Butai) sebagai pimpinan, KH Mursyid sebagai penasehat, Yogeki Shodancho Wahyudi sebagai instruktur (Taicho), Sulthan Fajar (komandan korp Hizbullah Karesidenan Besuki) sebagai Asisten Instruktur (Fuku Taicho), dan 23 perwira Hizbullah lulusan Cibarusa, Bogor, sebagai Komandan Latihan Peleton (Sidokan). Sedangkan sebagai ketua panitia penyelenggara adalah Nuruddin, anggota DPR (Syu Sangikai) Besuki. Berbekal pengetahuan militer modern yang diperoleh dari pendidikan di PETA dan Hizbullah, para kiai dan pemuda Islam di daerahnya masing-masing kemudian membentuk satuan-satuan paramiliter.
Keberadaan Tentara Sukarela PETA dan Hizbullah, menjadi penting karena saat proklamasi kemerdekaan dikumandangkan pada 17 Agustus 1945 dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dibentuk tanggal 18 Agustus 1945, tetapi sampai awal Oktober belum memiliki tentara, dan setelah dikritik oleh Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo dibentuklah Badan Keamanan Rakyat (BKR), berbondong-bondonglah masyarakat mendaftarkan diri. Namun yang kompeten memiliki kemampuan militer yang terlatih adalah elemen Tentara Sukarela PETA dan Hizbullah ditambah mantan anggota Heiho (orang Indonesia yang menjadi tentara reguler Jepang) dan mantan KNIL (Koninklijk Nederlands Indische Leger - pribumi yang menjadi Angkatan Darat Hindia Belanda). Itu sebabnya, elemen-elemen terlatih itu menduduki posisi vital di BKR.
Sejak awal dibentuknya BKR sampai berkembang menjadi TKR, TRI dan TNI, para kyai dan tokoh-tokoh pesantren yang terdidik di kesatuan PETA dan Hizbullah dan Sabilillah memiliki peran vital dalam pembentukan barisan-barisan dalam kemiliteran setingkat batalyon. Dalam sejarah pembentukan TNI, mereka yang tercatat sebagai komandan batalyon yang berasal dari kesatuan PETA, Hizbullah dan Sabilillah dewasa itu adalah:
K. Choliq Hasjim, K. Amien Djakfar, K. Abdoel Chamid, K. Iskandar Idris, K. Joenoes Anis, K. Basoeni, K. Doerjatman, K. Abdoellah bin Noeh, K. Ternaya, K. Idris, K. R.M. Moeljadi Djojomartono, K. Sjam'oen, K Iskandar Sulaiman, K Zarkasi, K. Mursyid, K. Syahid, K. Abdullah, K. Zainudin, K. Masjkoer, K. Bisri Sjansoeri, K. Zainal Arifin, K. Sulam Sjamsun, K. Moenasir Ali, K. Wahib Wahab, K. Jasin, K. Mansjoer Sholichy, K. Achjat Chalimi, K. Hasjim Latif, K. Anwar Zen, K. Hasan Sjaifoerrizal, K. Zaini Moen'im, K. Djoenaidi, K. Asnawi Hadisiswoyo, K. R. Salimoelhadi, K. Bolkin, K.Abdoellah Abbas, K. Mahfoedz, K. P. Hadisoenarto, K. Abdoel Moeslim, K. Moeslim, K. Dimjati Moeid, K. Moeslich, K. Ridwan, K. Imam Nawawi, K. Zaeni, K. Soedjak, K. Asfani, K. Abdoel Syoekoer, K. Djarkasi, K.Ma'roef, K.Siradj, K.Abdoerrachman, K.Martowikoro, dan lain-lain serta tokoh-tokoh Ansor seperti . Sulthan Fajar, Hamid Rusdi, Zein Thoyyib, dll.
Bertolak dari paparan singkat sejarah pembentukan Tentara Sukarela PETA dan Hizbullah yang berperang penting dalam pembentukan Tentara Nasional Indonesia (TNI), menjadi sangat wajar jika kalangan pesantren memiliki hubungan historis yang sangat kuat dengan Negara Republik Indonesia dan khususnya TNI. Itu sebabnya, ketika Negara Indonesia menghadapi ancaman, baik ancaman territorial maupun ideologis, kalangan pesantren secara refleks akan terpanggil untuk menjadi bumper yang bersedia syahid untuk negerinya. Sebab tanpa perlu pengakuan formal sejarah, kalangan pesantren memiliki kewajiban moral untuk melindungi dan membela Negara Indonesia, karena mereka ikut membidani lahirnya Negara Indonesia, terutama membidani lahirnya TNI.
Tujuan dibentuknya Tentara Sukarela PETA oleh pemerintah pendudukan Jepang selain berkewajiban mempertahankan wilayah teritorial (syuu) di Jawa dan Bali, juga disiapkan untuk melawan sekutu. Oleh sebab itu, Tentara Sukarela PETA dilatih langsung oleh tentara Jepang dan berada di bawah langsung komando Panglima Tentara Jepang.
Jepang faham bahwa usaha memobilisasi massa guna menghadapi kekuatan sekutu dibutuhkan kekuatan massa sekaligus keberanian moral dalam suasana perang. Itu sebabnya dibutuhkan pemimpin-pemimpin yang telah memiliki akar di tengah rakyat serta memiliki pengaruh ajaran agama yang diyakini. Perang butuh orang-orang yang memiliki keberanian dan jiwa rela berkorban. Dan berdasar catatan arsip kolonial (colonial archive) yang dimiliki Belanda, Jepang mengetahui bahwa rakyat Indonesia yang memenuhi syarat untuk berperang adalah umat Islam sebagaimana data kolonial arsip yang menyebutkan bahwa antara tahun 1800 - 1900 (100 tahun) telah terjadi usaha-usaha pemberontakan terhadap pemerintah kolonial Belanda yang dilakukan rakyat di bawah pimpinan tokoh-tokoh tarekat sebanyak 112 kali.
Atas dasar alasan itu, dalam rekruitmen anggota Tentara Sukarela PETA para kyai, ulama, guru agama Islam diberi kesempatan untuk menjadi pemimpin PETA dengan diangkat menjadi daidancho. Selain itu, yang bisa diangkat menjadi daindancho adalah pamong praja setingkat wedana, asisten wedana, jaksa, pimpinan partai. Untuk pangkat chudancho diangkat dari kalangan pegawai negeri, guru sekolah. Sedang untuk shodancho dipilih siswa-siswa sekolah menengah atas.
Dengan kebijakan pemerintah pendudukan Jepang seperti itu dalam rekruitmen Tentara Sukarela PETA, maka sebagian di antara komandan batalyon PETA yang terpilih dengan pangkat Daidancho (Mayor) itu adalah para kyai dari komunitas pesantren, yang memiliki latar pendidikan pesantren. Keberadaan para kyai tersebut terlihat saat latihan pertama Tentara Sukarela PETA yang dimulai pada 5 Oktober 1943, terdapat sejumlah nama komandan batalyon dan kepala staf batalyon yang bergelar kyai, yaitu :
1.Daindancho K. Tubagus Achmad Chatib (Daidan I Labuan - Banten);
2.Daidancho K E. Oyong Ternaya (Daidan II Kandangsari - Malingping - Banten);
3.Daidancho K Sjam'oen (Daidan III Cilegon - Serang - Banten);
4.Chudancho K.Zainoel Falah (Kastaf Daidan III Cilegon - Serang - Banten);
5.Daidancho K.R.M. Moeljadi Djojomartono (Daidan I Manahan - Surakarta);
6.Daidancho K Idris (Daidan II Wonogiri - Surakarta);
7.Daidancho K. R. Abdoellah bin Noeh (Daidan I Jampang Kulon - Bogor);
8.Daidancho K.M. Basoeni (Daidan II Pelabuhan Ratu - Bogor);
9.Daidancho K Soetalaksana (Daidan I Tasikmalaya - Priangan);
10.Daidancho K. Pardjaman (Daidan II Pangandaran - Priangan);
11.Chudancho K. Hamid (Kastaf Daidan II Pangandaran - Priangan);
12.Daidancho K. Iskandar Idris (Daidan I Pekalongan)
13.Daidancho K. R. Aroedji Kartawinata (Daidan IV Cimahi - Priangan);
14.Daidancho K Masjkoer (Daidan I Babad - Bojonegoro);
15.Daidancho K Cholik Hasjim (Daidan IV Gresik-Surabaya);
16.Daidancho K Iskandar Soelaeman (Daidan I Gondanglegi - Malang);
17.Daidancho KH Doerjatman (Daidan II Tegal - Pekalongan);
18.Daidancho K. R. Amien Djakfar (Daidan I Pamekasan -Madura);
19.Daidancho K Abdoel Chamid Moedhari (Daidan IV Ambunten-Sumenep - Madura);
20.Daidancho K. Tahirroeddin Tjakra Atmadja (Daidan II Bondowoso - Besuki).
Akibat cukup banyak kyai yang menjabat komandan batalyon, surat kabar Asia Raya 22 Januari 1944 mempertanyakan sebutan yang pas untuk mereka "Apa para kyai cukup disebut daidancho atau ada tambahan daidancho kyai?"
Peristiwa pembentukan Tentara Sukarela PETA ini adalah babak baru dari sejarah umat Islam dalam bidang kemiliteran. Jika sebelumnya, dalam berbagai perlawanan bersenjata terhadap pemerintah kolonial Belanda selalu dilakukan peperangan dengan teknik-teknik tempur tradisional, maka melalui Tentara Sukarela PETA ini umat Islam memasuki babak baru sejarah perang modern dengan dilatih langsung oleh tentara-tentara professional Jepang yang sejak tahun 1905 sudah berhasil menunjukkan kehebatannya dengan menghancurkan armada Rusia dalam pertempuran di Teluk Tchusima dan pada Maret 1942 menghancurkan kekuatan Belanda dalam pertempuran di Laut Jawa.
Setahun kemudian, tepatnya pada 14 Oktober 1944 pemerintah pendudukan Jepang membentuk Hizbullah di Jakarta. Hizbullah secara khusus beranggotakan pemuda-pemuda Islam se-Jawa dan Madura. Pada latihan pertama di Cibarusa, Bogor, yang diikuti 500 orang pemuda muslim itu tercatat sejumlah nama kiai dari pondok pesantren seperti KH Mustofa Kamil (Banten), K. Mawardi (Solo), K. Zarkasi (Ponorogo), K. Mursyid (Pacitan), K. Syahid (Kediri), K. Abdul Halim (Majalengka), K. Thohir Dasuki (Surakarta), K. Roji'un (Jakarta), K. Munasir Ali (Mojokerto), K. Abdullah, K. Wahib Wahab (Jombang), K. Hasyim Latif (Surabaya), K. Zainuddin (Besuki), Sulthan Fajar (Jember), dan lain-lain.
Fenomena militerisme di lingkungan umat Islam tradisional di pesantren tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan organisasi yang didirikan orang-orang berlatar pendidikan pesantren. Jauh sebelum organisasi Nahdlatul Ulama diproklamasikan pada tahun 1926, telah lahir lebih dulu organisasi kepemudaan Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Organisasi yang didirikan KH Wahab Hasbullah dan KH Mas Mansyur itu bergerak di bidang sosial, pendidikan dan dakwah. Tahun 1918 KH Wahab Hasbullah, KH Mas Mansyur, HOS Tjokroaminoto, KH A. Dahlan Ahyad, dan P. Mangun membentuk organisasi Taswirul Afkar (Pertukaran Pikiran). Organisasi ini bagian dari perkumpulan Suryo Sumirat dan sejak didirikan 1918 papan nama Taswirul Afkar ditulis "Suryo Soemirat Afdeeling Taswirul Afkar." Itu sebabnya, latihan militer yang berat di PETA maupun Hizbullah bukanlah sesuatu yang asing bagi para kyai yang berasal dari kalangan pesantren, apalagi mereka disemangati oleh cerita-cerita perlawanan para ulama pendahulu mereka yang tidak mau tunduk kepada pemerintah kolonial Belanda.
Ketika Jepang terdesak hebat dalam perang di Pasifik, dibentuklah pusat-pusat latihan militer yang salah satunya adalah di Besuki. Berdasar Keputusan Bersama antara penguasa militer Jepang di Besuki (Besuki Syu), Majelis Syuro Muslimin Indonesia yang diketuai KH Mursyid, Yogeki Shodancho Wahyudi, dan pimpinan Hizbullah yang baru lulus dari Cibarusa, Bogor, diselenggarakan pendidikan dan latihan bagi bintara selama satu bulan dengan pusat latihan di Desa Awu-awu, Kecamatan Temuguru, Kabupaten Banyuwangi. Latihan yang diikuti oleh seluruh bintara PETA dan Hizbullah se-Karesidenan Besuki itu dimulai pada 20 Juni 1945 dan berakhir pada 21 Juli 1945.
Susunan organisasi pelatihan itu adalah Mayor Fukai dan Kobayashi dari Komando Militer (Butai) sebagai pimpinan, KH Mursyid sebagai penasehat, Yogeki Shodancho Wahyudi sebagai instruktur (Taicho), Sulthan Fajar (komandan korp Hizbullah Karesidenan Besuki) sebagai Asisten Instruktur (Fuku Taicho), dan 23 perwira Hizbullah lulusan Cibarusa, Bogor, sebagai Komandan Latihan Peleton (Sidokan). Sedangkan sebagai ketua panitia penyelenggara adalah Nuruddin, anggota DPR (Syu Sangikai) Besuki. Berbekal pengetahuan militer modern yang diperoleh dari pendidikan di PETA dan Hizbullah, para kiai dan pemuda Islam di daerahnya masing-masing kemudian membentuk satuan-satuan paramiliter.
Keberadaan Tentara Sukarela PETA dan Hizbullah, menjadi penting karena saat proklamasi kemerdekaan dikumandangkan pada 17 Agustus 1945 dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dibentuk tanggal 18 Agustus 1945, tetapi sampai awal Oktober belum memiliki tentara, dan setelah dikritik oleh Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo dibentuklah Badan Keamanan Rakyat (BKR), berbondong-bondonglah masyarakat mendaftarkan diri. Namun yang kompeten memiliki kemampuan militer yang terlatih adalah elemen Tentara Sukarela PETA dan Hizbullah ditambah mantan anggota Heiho (orang Indonesia yang menjadi tentara reguler Jepang) dan mantan KNIL (Koninklijk Nederlands Indische Leger - pribumi yang menjadi Angkatan Darat Hindia Belanda). Itu sebabnya, elemen-elemen terlatih itu menduduki posisi vital di BKR.
Sejak awal dibentuknya BKR sampai berkembang menjadi TKR, TRI dan TNI, para kyai dan tokoh-tokoh pesantren yang terdidik di kesatuan PETA dan Hizbullah dan Sabilillah memiliki peran vital dalam pembentukan barisan-barisan dalam kemiliteran setingkat batalyon. Dalam sejarah pembentukan TNI, mereka yang tercatat sebagai komandan batalyon yang berasal dari kesatuan PETA, Hizbullah dan Sabilillah dewasa itu adalah:
K. Choliq Hasjim, K. Amien Djakfar, K. Abdoel Chamid, K. Iskandar Idris, K. Joenoes Anis, K. Basoeni, K. Doerjatman, K. Abdoellah bin Noeh, K. Ternaya, K. Idris, K. R.M. Moeljadi Djojomartono, K. Sjam'oen, K Iskandar Sulaiman, K Zarkasi, K. Mursyid, K. Syahid, K. Abdullah, K. Zainudin, K. Masjkoer, K. Bisri Sjansoeri, K. Zainal Arifin, K. Sulam Sjamsun, K. Moenasir Ali, K. Wahib Wahab, K. Jasin, K. Mansjoer Sholichy, K. Achjat Chalimi, K. Hasjim Latif, K. Anwar Zen, K. Hasan Sjaifoerrizal, K. Zaini Moen'im, K. Djoenaidi, K. Asnawi Hadisiswoyo, K. R. Salimoelhadi, K. Bolkin, K.Abdoellah Abbas, K. Mahfoedz, K. P. Hadisoenarto, K. Abdoel Moeslim, K. Moeslim, K. Dimjati Moeid, K. Moeslich, K. Ridwan, K. Imam Nawawi, K. Zaeni, K. Soedjak, K. Asfani, K. Abdoel Syoekoer, K. Djarkasi, K.Ma'roef, K.Siradj, K.Abdoerrachman, K.Martowikoro, dan lain-lain serta tokoh-tokoh Ansor seperti . Sulthan Fajar, Hamid Rusdi, Zein Thoyyib, dll.
Bertolak dari paparan singkat sejarah pembentukan Tentara Sukarela PETA dan Hizbullah yang berperang penting dalam pembentukan Tentara Nasional Indonesia (TNI), menjadi sangat wajar jika kalangan pesantren memiliki hubungan historis yang sangat kuat dengan Negara Republik Indonesia dan khususnya TNI. Itu sebabnya, ketika Negara Indonesia menghadapi ancaman, baik ancaman territorial maupun ideologis, kalangan pesantren secara refleks akan terpanggil untuk menjadi bumper yang bersedia syahid untuk negerinya. Sebab tanpa perlu pengakuan formal sejarah, kalangan pesantren memiliki kewajiban moral untuk melindungi dan membela Negara Indonesia, karena mereka ikut membidani lahirnya Negara Indonesia, terutama membidani lahirnya TNI.
Kiprah Para Munafikin Kafirin Dalam Merusak Akidah Umat Islam
Allah membedakan kaum mukminin dari kaum
munafikin dengan Amar ma’ruf nahi munkar. Yang mukmin memerintahkan
kebaikan dan mencegah kemunkaran (keburukan), sedang yang munafik
sebaliknya. Yaitu saling memerintahkan berbuat kemunkaran (keburukan)
dan melarang berbuat yang ma’ruf (baik). Allah Ta’ala berfirman:
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ أُولَٰئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan orang-orang yang beriman, lelaki
dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang
lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang
munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta’at kepada
Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah:71)
الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ ۚ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ ۗ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Orang-orang munafik laki-laki dan
perempuan sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka
menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma’ruf dan mereka
menggenggamkan tangannya (berlaku kikir)]. mereka telah lupa kepada
Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu
adalah orang-orang yang fasik. (QS. At-Taubah:67)
Hal-hal yang merusak adalah keburukan.
Kalau yang dirusak itu agama atau keimanan, maka itulah keburukan
(kemunkaran) yang terbesar. Sehingga kemusyrikan adalah merupakan
kemunkaran terbesar, karena merusak keimanan secara total. Demikian pula
dosa-dosa besar dan segala maksiat adalah merusak keimanan. Dosa besar
itu ada yang dapat merusak keimanan secara total sehingga sampai
menjadikan imannya habis alias tidak punya iman lagi, yakni keluar dari
Islam. Ketika seseorang berbuat syirik akbar (menyekutukan Allah dengan
selain-Nya, misalnya menyembah berhala, menuhankan selain Allah Ta’ala
dan sebagainya) maka rusak totallah imannya, dan keluar dari Islam.
Yang merusak keimanan secara total itu
biasanya disebut pembatal-pembatal keimanan atau pembatal keislaman.
Yang cukup menonjol ada 10.
Pertama, Syirik (menyekutukan Allah).
Kedua, murtad (keluar) dari Islam.
Ketiga, tidak
mengkafirkan orang yang jelas-jelas kafir. Baik itu Yahudi, Nasrani
(Kristen/Katolik), Majusi, Musyrik, Atheis, atau lainnya dari jenis
bentuk kekufuran.
Keempat, orang yang
meyakini bahwa petunjuk selain Nabi lebih sempurna daripada petunjuk
beliau. Atau, meyakini bahwa hukum selain hukumnya lebih baik.
Kelima, orang yang membenci apa yang dibawa oleh Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Keenam, orang yang
memperolok-olok Allah atau Rasul-Nya, Al-Qur`an, agama Islam, malaikat,
dan para ulama yakni ilmu (Islam) yang dihasung ulama tersebut.
Ketujuh, sihir.
Kedelapan, membantu orang-orang kafir memerangi kaum muslimin.
Kesembilan, orang yang meyakini bahwa ada manusia yang boleh keluar dari syariat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Kesepuluh, berpaling
dari agama Allah Ta’ala. (ini secara ringkas dari “Al-Qaulul Mufid fi
Adillati At-Tauhid,” Syaikh Al-Washabi dari Yaman).
Rusaknya iman sampai total itu lebih
berbahaya dibanding rusaknya harta, bahkan rusaknya badan. Karena
seorang muslim walau sampai dibunuh, kalau imannya masih tetap, maka
insya Allah masuk surga. Sebaliknya, walau badannya segar bugar, tapi
kalau imannya dirusak, hingga hilang total, maka masuk kubur tidak akan
mendapatkan surga, karena tidak ada lagi imannya itu. Oleh karena itu
kejahatan terbesar di dunia ini adalah kejahatan yang merusak iman
secara total itu. Karena mengakibatkan masuk neraka selama-lamanya.
Anehnya, terhadap kejahatan yang paling
jahat ini justru tidak dibentuk penjaga-penjaga yang bertugas untuk
menjagai. Sedangkan kejahatan yang tingkatnya biasa saja, misalnya yang
dikhawatirkan akan merusak harta seperti kejahatan para maling, garong,
copet, koruptor dan sebagainya sudah sejak semula ditugaskan ratusan
ribu polisi sampai hansip sampai satpam dan sebagainya. Sampai di
masjid-masjid pun ada penjaga sandal jepit.
Nilai Iman dianggap lebih rendah dibanding sandal jepit
Jadi di Indonesia ini, harga iman itu
dianggap lebih rendah dibanding sandal jepit, sehingga tidak perlu
dijaga. Justru yang diadakan adalah para pencopet iman, dengan
dididikkan ke negeri-negeri kafir di Barat untuk belajar Islam tetapi
kepada orang kafir, Yahudi dan Nasrani. Kemudian mereka pulang kembali
dengan menggondol gelar doctor, lalu berdinas di tempat mengajar atau
lembaga untuk memurtadkan, sebagaimana ajaran yang telah mereka usung
dari guru-guru besar kafirin di Barat. Terjadilah pemurtadan
besar-besaran di perguruan tinggi Islam se-Indonesia. (Masalah itu dapat
dibaca di buku Hartono Ahmad Jaiz, Ada Pemurtadan di IAIN).
Tempo-tempo ada yang mencuat ke media massa seperti dosen mengajar di
perguruan tinggi Islam dengan mempraktekkan menginjak lafal Allah dengan
sengaja dan sebagainya. Itupun dianggap seakan biasa saja. Bahkan orasi
mahasiswa IAIN (kini UIN) di Bandung dengan memberi aba-aba untuk
berzikir dengan lafal “Anjing hu Akbar” pun masih dibela.
Astaghfirullah… itu jelas penyebaran kekafiran terang-terangan.
Kenapa yang terjadi malah terbalik?
Seharusnya kan sesuatu yang paling berharga yakni iman itu harus lebih
dijaga. Kalau untuk menjaga harta dan semacamnya saja dikerahkan ratusan
ribu polisi (kini jumlah polisi di Indonesia 345 ribu orang, berita 13
April 2012), dan masih belum cukup, masih pula dibentuk hansip, satpam,
dan penjaga-penjaga sandal jepit di masjid-masjid, kenapa tidak dibentuk
jutaan penjaga iman?
Ya itu tadi, karena nilai iman dianggap lebih rendah dibanding sandal jepit.
Lha kenapa iman itu sudah tidak ada yang
dtugasi untuk menjagai, masih pula ditugaskan tenaga-tenaga khusus
didikan guru-guru besar kafir Barat untuk menggarapnya? Ya tentu saja
untuk memalingkan iman Ummat Islam.
Lha kenapa begitu?
Allah telah menjelaskan:
الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ ۚ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ ۗ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Orang-orang munafik laki-laki dan
perempuan sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka
menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma’ruf dan mereka
menggenggamkan tangannya (berlaku kikir)]. mereka telah lupa kepada
Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu
adalah orang-orang yang fasik. (QS. At-Taubah:67)
Walaupun tidak ada yang ditugaskan untuk
menjagai keamanan iman, tetapi kan sudah banyak petugas untuk urusan
haji, urusan zakat bahkan tingkat nasional. Jadi berarti ya menjagain
dong itu?!
Ya, itu menjaga memang, agar duit jangan
sampai tidak bisa diraup. Mana-mana yang kira-kira ada duitnya, maka
diadakan petugas bahkan lembaga secara khusus. Tetapi mana-mana yang
tidak ada duitnya dalam mengurusi itu, misalnya mengurusi agar orang
rajin shalat, kalau Ramadhan agar puasa, maka sama sekali tidak ada
petugasnya, apalagi lembaga khususnya. Tidak ada. Kenapa? Karena tidak
ada duitnya.
Amar ma’ruf nahi munkar membedakan mu’min dan munafik
Di Indonesia ini, harga iman itu dianggap lebih rendah dibanding sandal jepit
Jadi mereka sampai berupaya keras memurtadkan Ummat Islam itu juga demi duit?
Hus! Tidak usah tanya itu. Ada
yang ditangkap oleh kaum Muslimin di Bandung, 3 orang yang sudah murtad,
kemudian mengajak Ummat Islam dari Garut piknik ke Bandung, tahu-tahu
dimasukkan ke gereja untuk dimurtadkan. 3 orang murtad itu ketika diusut
Ummat Islam, dia mengaku diduiti 1.8 juta. Itu kasus recehan. (lihat: Biadab! Warga Muslim Garut Diajak Piknik ke Gereja untuk Dimurtadkan)
Yang tingkat kampung saja jelas karena duit, apalagi yang tingkat internasional.
Kalau semuanya demi duit, sedang iman dianggap nilainya lebih rendah dari sandal jepit, jadinya saya tidak dapat berfikir lagi.
Kenapa tidak dapat berfikir?
Bukankah kita sering mendengar bahwa orang mudah saja keluar dari Islam
hanya karena sejumput makanan? Bukankah sering terdengar, perempuan
Muslimah mau dinikahi lelaki kafir hanya karena si kafir itu kaya? Dan
bahkan orang-orang bertitel professor doctor intelektual pemimpin ini
dan itu dengan mudahnya mencopot imannya diganti dengan kemusyrikan baru
yang mereka sebut pluralism agama menyamakan Islam dengan agama
kekafiran hanya agar mendapatkan jabatan. Bahkan lebih buruk dari itu,
baru melamar agar mendapatkan jabatan kepala daerah dan semacamnya,
imannya sudah dijual kepada orang kafir, dengan wala’ (setia, loyal)
kepada orang kafir, demi suara yakni harapan untuk dipilih oleh pihak
kafir. Padahal Allah Ta’ala menegaskan:
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi teman
setia(mu); mereka satu sama lain saling melindungi. Barang siapa
diantara kamu mengambil mereka sebagai teman setia, maka sesungguhnya
orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang zhalim.” (QS. Al-Maidah: 51)
Mereka bertingkah seburuk itu
juga demi duit. Mereka tidak tahan uji. Mereka tidak menggubris
peringatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Sesungguhnya setiap ummat memiliki ujian, dan ujian ummatku adalah harta. (HR At-Tirmidzi, ia berkata ini hadits shahih gharib).
Demi duit, kemudian mereka berperan
meremehkan keimanannya sendiri, tidak sayang-sayang, dan selanjutnya
mendukung bahkan mengusung apa saja yang merusak Islam demi meraih
simpati dari kafirin baik Yahudi, Nasrani, musyrikin, maupun kafirin
yang berkedok Islam yakni Syi’ah (Rafidhah) yang dianggap punya
wewenang, wibawa, sesuatu yang diharapkan, hubungan secara internasional
dan sebagainya.
Oleh karena itu musuh Ummat Islam yang
paling berbahaya adalah orang-orang munafik. Mereka itu merusak Islam
secara total dan bekerjasama dengan kafirin internasional, yahudi,
Nasrani, Musyrikin, Komunis, Pluralism Agama, Syi’ah, Ahmadiyah, pemuja
setan, pemeran dan praktisi porno, seks bebas, homo lesbi dan lainnya.
Dan di antara mereka ada yang secara terus terang, tidak mengkhawatirkan
iman wadyabalanya, walau didatangkan Lady Gaga dedengkot pemuja setan
lagi porno sekalipun. Iman wadyabalanya tidak akan tergoyahkan, katanya.
Padahal sebelum Lady Gaga dedengkot porno lagi penyembah setan, dan
Irshad Manji dedengkot lesbi penghina Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan pendukung Salman Rushdie (penghina Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam) itu didatangkan pun wadyabala yang dijamin imannya
oleh Said Aqil Siradj ketua umum NU itu di daerah-daerah remajanya saja
dikhabarkan (diduga) sudah banyak yang zina, sedang orang tuanya
kemungkinan banyak yang main santet alias sihir yakni kekufuran, main
dukun dan sebagainya. Jadi didatangkan pemuja setan dan seks bebas ya
klop lah. Sama jurusannya dalam hal tidak sayang-sayang dengan iman.
Di situlah letak benarnya firman Allah.
Yang mu’minin mu’minat menyuruh kebaikan dan mencegah kemunkaran.
Sedang yang munafiqin munafiqat menyuruh keburukan dan mencegah
kebaikan.
Hidup satu kali saja kok ya jadi munafik
to ya. Apa gunanya, jadi pejabat atau pemimpin ormas dan sebagainya
kalau yang dijalankan adalah merusak agama Ummat.
Kepada mereka itu, cukuplah ancaman ayat Allah ini:
138. Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih,
139. (yaitu) orang-orang yang
mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan
meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi
orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.
140. Dan sungguh Allah telah
menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu
mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh
orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga
mereka memasuki pembicaraan yang lain. karena sesungguhnya (kalau kamu
berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya
Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir
di dalam Jahannam. (QS An-Nisaa’: 138-140).
Itulah kabar “gembira” dari Allah Ta’ala terhadap mereka yang selama ini menyusahkan Ummat Islam dengan aneka kiprah jahatnya.
[Sumber]
Agenda 2025 Yahudi Illuminati/Freemasonary Melenyapkan Indonesia dan Pakistan
Sebuah Dokumen rahasia dengan klarisifikasi not for distrube hasil
kajian strategis sebuah tim dibawah pimpinan mantan Menteri Pertahanan
Amerika Serikat, William Cohen yang merupakan Gembong Zionis, bocor ke
luar dokumen yang dibuat pada tahun 2000 dikaji 15 ahli disipin politik.
Hasil kajian tersebut diberi judul “Asia
tahun 2025 dan pengaruhnya terhadap keamanan nasional Amerika Serikat
abad 21″ menskenariokan bahwa Indonesia dan Pakistan harus dilenyapkan
selambat-lambatnya antara tahun 2010 – 2025.
Zionis AS tidak akan memakai jalan
kekerasan terlebih dahulu, langkah pertama mereka akan memasukan
pengaruhnya ke Indonesia lewat media Televisi,cara pergaulan, mode dll.
bila cara tersebut tidak berhasil!? maka mereka akan memakai langkah
kekerasan/perang.
Diawali tahun 2006 dengan banyaknya
pengaruh Yahudi yang masuk ke Indonesia seperti krisis multi dimensi,
dimulai dari bermunculannya kekuatan separatis serta terorganisirnya
perusakan moral generasi muda dengan narkoba,minuman keras dll. yang
diback up! kaum kapitalis barat sampai akhirnya kita tidak sanggup lagi
untuk mempertahankan negara kita yang bernama Indonesia ini.
Kita lihat saja Indonesia saat ini,
hampir bukanlah Indonesia yang dahulu. banyak acara TV yg
mempropogandakan simbol-simbol Zionisme, banyak remaja salah pergaulan.
mode style berpakaian, kita sebagai umat muslim terbesar di dunia dan
kita warga negara Indonesia jangan sampai tercuci otak atau ikut
mempropogandakan Zionisme Yahudi tersebut
***
1. Freemasory & Illuminati (1-12)
Hancurkan musuh-musuhnya lewat ● FINANCE ●
FOODS ● FILMS ● FASHION ● FANTASY ● FAITH ● FRICTION ● Complicting
Ideologis ● Industri Senjata / Jadwal Perang ● Lembaga Keuangan
Internasional ● Industri Logistik / Rekonstruksi Pasca Perang ● Industri
/ Pengebaran Candu / Narkoba / Miras / Rokok.
2. Zionisme Internasional (13-21)
● Ciptakan / kendalikan The New World
Order ● Ciptakan Revolusi Nasional & Perang Dunia ● Rekayasa
Separatisme dan desintegrasi ● Ciptakan Revolusi Sex (Freesex, Homosex,
Lesbian) ● Rusak Keluarga (Domestic Partner, Aborsi) ● Buat Aliran –
Aliran Sesat ● Buat / Kuasai Senjata Biologis / Virus / Senjata Cuaca /
Pemusnah Massal ● Promosikan Sekularisme sebagai agama baru / masa depan
● Promosikan Multi Partai.
3. Trio Imperialisme(30-38)
● Ciptakan Program-Program kemiskinan ●
Kuasai Aset Ekonominya ● Kuasai Kekayaan Alamnya ● Kuasai Aset
Informasinya ● Kuasai Sistem Politik dan Hukumnya ● Hancurkan Moral
Rakyatnya ● Hancurkan Militansi Rakyatnya ● Suburkan Deislamisasi
(Sekularisme, Liberalisme, & Pluralisme) ● Ramaikan Pemurtadan.
4. Skenario Separatisme dan Agressi dari luar(39-46)
● Terpurukkan Ekonomi Nasionalnya ●
Pertentangan Elit Politiknya ● Suburkan Konflik Horizontalnya ●
Pecah–Belah Militernya ● Datangkan “ Pasukan Perdamaian“ ● Buat Serbuan
Paradigmatis ● Buat Sel-Sel Perlawanan ● Invasi Militer Setelah
Diciptakan Status Legal Intervention.
6. Penyebaran Pemikiran Sesat(47-50)
● Karl Marx (Materialisme dan Atheisme) ●
Sigmund Freud (Instinc Sexual & Libido) ● Nietze (Mencari Kepuasan
Meski Dengan Kekejian) ● Charles Darwin (Manusia dari Monyet, yang Kuat
harus mengalahkan yang lemah).
7. Penghancuran Dunia Abad 21(51-57)
● Membom Mekkah (Usul Senator Tancredo) ●
Hapuskan Indonesia 2025 ● Hapuskan Pakistan 2025 ● Hapuskan beberapa
Negara Afrika 2025 ● Perang Dunia ke III (Untuk Membuat Israel Raya) ●
The New Crusade ● Membunuh 3 Miliyar penduduk yang tidak disukai dengan
kelaparan & penyakit th 2050 (proyek 2025 diusulkan oleh W. Cohen).
KEYAKINAN AGAMA YAHUDI ZIONISME ISRAEL / INTERNASIONAL
1. Yahudi yang kita ketahui berkitab
suci Taurat (yang diturunkan kepada Nabi Musa as ) tetapi sekarang tidak
dipakai sama sekali bahkan sengaja dihilangkan. Taurat yang sekarang
telah diubah-ubah oleh Samhandren (Pendeta Yahudi Tertinggi). Sehingga
ayat-ayatnya banyak yang baru.
2. Kitab yang sekarang jadi pegangan
adalah Talmud ; bukan berasal dari “ langit “ tetapi sebuah kitab yang
berasal dari para penyihir di zaman Mesir Kuno yang menganut ajaran
Kaballah (menyembah setan Lucifer).
3. Para Yahudi Zionis Israel yang
mempropagandakan sekularisme berpedoman pada hasil rapat “ Pinisepuh
Zion “ di Basel ( Swiss ) tahun 1897 yang bernama “ The Protocols Of The
The Meetings Of The Elders Of Zion “, yang ingin mendirikan Negara
Israel → Israel Raya dan menguasai Dunia baru lewat tipu daya
Demokratisasi, HAM, Privatization, Free Trade, Globalization, dan
lain-lain.
4. beberapa ayat Talmud itu antara lain :
- Seorang robbi telah mendebat Tuhan dan mengalahkannya. Tuhanpun mengakui bahwa rabbi itu memenangkan debat tersebut ( Baba Mezian 59b)
- Inilah kata-kata dari Rabbi Simeon Ben Yohai, “ Bahkan orang kafir (Gentiles) yang paling baik pun seluruhnya harus dibunuh” (Perjanjian Kecil, Soferin 15)
- Hanya orang-orang Yahudi yang manusia, sedangkan orang-orang non Yahudi (Gentiles atau Goyim) bukanlah manusia melainkan binatang, (Kerithuth 6b).
- Orang-orang non-Yahudi diciptakan sebagai budak untuk melayani orang-orang Yahudi (Midraseh Talpioth 225).
- Angka kelahiran orang-orang non-Yahudi harus ditekan sekecil mungkin ( Zohar II,4b).
- Tuhan tidak pernah marah kepada orang Yahudi melainkan hanya marah kepada orang-orang non-Yahudi (Talmud IV/8/4a).
- Orang Yahudi harus selalu berusaha untuk menipu orang-orang non-Yahudi (Zohar,168a).
- Wahai anakku, hendaklah engkau lebih mengutamakan fatwa dari ahli kitab Talmud dari pada ayat-ayat Taurat (Talmud Erubin 2a).
DINASTI BUSH ADALAH YAHUDI TULEN
A. 1. Judul diatas adalah pernyataan,
Texe Marrs, Investigator Independen (Amerika/Kristen) yang dituangkan
dalam artikel “George Bush, Zionis Double agent, American Traitor “
sebagai kesimpulan 6 tahun penelitiannya. – http://www.texemarrs.com/022006/george_w_bush_zionist_double_agent.htm
2. Marrs meneliti dokumen “ Jewish
Welfare Board “ Dimana ditemukan Dinasti Bush yang Yahudi tersebut sejak
dulu ada yang jadi perwira-perwira tentara Amerika Mayor George Bush,
Mayor Louis Bush, Mayor Solomon Bush, dan dinasti tersebut sejak dulu
sangat dekat dengan pusaran elit Zionis Amerika dan elit lingkaran pusat
kelompok Iluminati Amerika. (Catatan 1 = tentang teroris-teroris
Zionis dan Iluminati lihat kompilasi penulis yang terakhir “ Mewaspadai
64 Teroris Yahudi Gelobal “ yang telah dibagikan.)
3. Marrs menegaskan “ Berkedok sebagai
Penganut Kristen Fundamentalis, Bush sebenarnya bekerja sepenuhnya untuk
kepentingan Zionis Yahudi.
4. Marrs tahun 1990 bertemu dengan
intelektual Marxis Bouris Lunacef yang penelitiannya, menemukan bahwa
Karl Marx, Lenin dan Khruschev adalah Yahudi tapi resikonya dia dihukum
karena “menyatakan Yahudi pada orang Yahudi “ adalah tindak kriminal
meski ia adalah pejabat tinggi Kremlin
5. Marrs juga menemukan fakta bahwa
Hillary Clinton, Madeline Albright, senator John Kery, Jendral Wisley
Clark adalah Yahudi dan ia menyatakan “ Bush merupakan agent demi
kepentingan Zionis Israel, yang disusupkan kedalam Amerika Serikat”.
George Bush sangat gemar memperajari Talmud seperti juga Karl Marx,
Lenin, Trotsky, dan Stalin. ( Catatan 2 : Soal kitab setan Talmud lihat
juga kompilasi penulis 64 Teroris Yahudi Global Hal 272)
6. Presiden George Bush setelah dilantik
terus mengangkat tokoh-tokoh/pendeta Yahudi Radikal sebagai pejabat
Gedung Putih, Komisaris Federal Reserve, Pengawas Keuangan Pentagon dan
lain-lain.).(catatan 3 : Pantaskh Pimpinan Israel pernah mengatakan : “
We The Jews control America and they know it “ dan prestasi lobi Yahudi (
AIPAC ) di Washington tiap tahun mangahasilkan 100 kebijakan yang
menguntungkan Yahudi dan Israel.).
AIPAC lihat videonya di
http://www.indowebster.com/Lobby_AIPAC_Israel_to_USA.html
B. 1. A1,2,3,4,5,6, dikutip dari artikel
dalam Era Muslim Digest, edisi koleksi 4 hal 78/83 dan dalam halaman
lain ada photo pelantikan president Bush menggunakan Masonic Byble dan
mengangkat tangannya meniru pelantikan pemuja setan Anton La Vey dan ada
foto Bush yang sembahyang di Yerussalem pakai peci pendeta Yahudi
sambil memegang dinding bangunan.
2. Dalam edisi-edisi koleksi 4 tersebut banyak artikel-artikel menarik, antara lain:
a. Pembunuhan presiden Lincoln dan Kennedy yang direkayasa Yahudi
b. Distori sejarah Islam Amerika (sebelum
penemuan pertama Columbus Amerika didatangi laksamana Muslim China
yaitu Cheng Ho 7 tahun sebelum kedatangan Columbus dan 5 abad sebelumnya
didatangi Kahskhas Ibnu Saeed Ibnu Asad dan mengapa di Amerika
nama-nama tempat berbau Arab/Islam dan juga mengapa para pendatang barat
Kristen banyak membunuhi orang-orang Indian di Amerika Utara Tengah,
Selatan, Sekarang banyak buku-buku yang menulis tentang kedatangn muslim
Afrika ke Amerika sebelum Columbus.
c. Dalam Zionologi ada peta Israel Raya
yang meliputi Irak, Kuwait, Turki Selatan, Sirya, Libanon, Saudi Utara (
Madinah ), dan Mesir Timur yang programnya dibuat sebelum PD I dan
Israel Raya adalah target dari PD III yang kita sudah baca telah di
umumkan Bush waktu menghadapi nuklir Iran.
d. Artikel “ The New Yerusalem = Secret
History of America “ ada peringatan Benyamin Franklin Ford tentang
bahaya Yahudi di Amerika. Ada tulisan bahwa Amerika adalah Israel Besar
dan Israel adalah Amerika Kecil yang kepentingannya sama.
e. Dalam American Influence sebagai
dampak ancaman Bush “ ikut kami atau ikut teroris “ dunia dibagi 3 :
Sekutu AS, dibawah pengaruh AS, dan anti AS. Sedih melihatnya karena
Negara-negara manyoritas Islam masuk sekutu AS, Indonesia masuk dibawah
pengaruh AS bersama Libanon dan Yordania sedang yang anti AS adalah
Iran, Sirya, dan Palestina (kecuali kubu Abbas meski didukung 20 %
rakyatnya).
KUTIPAN KE 2
Program Zionis Yahudi
Indonesia dan Pakistan tahun 2025 sudah harus dilenyapkan
Sebuah Dokumen rahasia dengan klarisifikasi not for distrube hasil kajian strategis sebuah tim dibawah pimpinan mantan menteri pertahanan Amerika Serikat, William Cohen yang merupakan Gembong Zionis, bocor ke luar dokumen yang dibuat pada tahun 2000 dikaji 15 ahli disipin politik.
Hasil kajian tersebut diberi judul “Asia
tahun 2025 dan pengaruhnya terhadap keamanan nasional Amerika Serikat
abad 21″ menskenariokan bahwa Indonesia dan Pakistan harus dilenyapkan
selambat-lambatnya antara tahun 2010 – 2025.
Bagaimanapun juga harus diakui proses
pelenyapan Indonesia semakin terasa, baca lagi buku Hebrew Must Handle
the World (Yahudi Harus Menguasai Dunia)
Zionis Amerika Serikat tidak akan memakai
jalan kekerasan terlebih dahulu, langkah pertama mereka akan memasukan
pengaruhnya ke Indonesia lewat media Televisi,cara pergaulan, mode dll.
bila cara tersebut tidak berhasil!? maka mereka akan memakai langkah
kekerasan/perang.
Diawali tahun 2006 dengan banyaknya
pengaruh Yahudi yang masuk ke Indonesia seperti krisis multi dimensi,
dimulai dari bermunculannya kekuatan separatis serta terorganisirnya
perusakan moral generasi muda dengan narkoba, minuman keras dll. yang diback up! kaum kapitalis barat sampai akhirnya kita tidak sanggup lagi untuk mempertahankan negara kita yang bernama Indonesia ini.
KUTIPAN ke 3
Strategi Yahudi Menguasai Dunia
Pada tahun 1773 diadakan pertemuan 13
keluarga Yahudi terkemuka dunia di Judenstrasse, Bavaria. Pada pertemuan
tersebut dirancang bagaimana mereka harus menguasai dunia. Mereka
membuat 25 butir rancangan yang kemudian kurang lebih 124 tahun kemudian
rancangan tersebut disahkan menjadi agenda bersama Gerakan Zionis
Internasional pimpinan Theodore Hertzl dalam Kongres Zionis
Internasional I di Basel, Swiss dengan nama Protocol of Zions.
Berikut ini 25 butir rancangan tersebut :
- Manusia itu lebih banyak cenderung pada kejahatan ketimbang kebaikan. Sebab itu, konspirasi harus mewujudkan “hasrat alami” manusia ini. Hal ini akan diterapkan pada sistem pemerintahan dan kekuasaan. Bukankah pada masa dahulu manusia tunduk kepada penguasa tanpa pernah mengeluarkan kritik atau pembangkangan ? Undang-undang hanyalah alat untuk membatasi rakyat, bukan untuk penguasa.
- Kebebasan politik sesungguhnya utopis. Walau begitu, konspirasi harus mempropagandakan ini ke tengah rakyat. Jika hal itu sudah dimakan rakyat, maka rakyat akan mudah membuang segala hak dan fasilitas yang telah didapatinya dari penguasa guna memperjuangkan idealisme yang utopis itu. Saat itulah, konspirasi bisa merebut hak dan fasilitas mereka.
- Kekuatan uang selalu bisa mengalahkan segalanya. Agama yang bisa menguasai rakyat pada masa dahulu, kini mulai digulung dengan kampanye kebebasan. Namun rakyat banyak tidak tahu harus mengapa dengan kebebasan itu. Inilah tugas konspirasi untuk mengisinya demi kekuasaan, dengan kekuatan uang.
- Demi tujuan, segala cara boleh dilakukan. Siapapun yang ingin berkuasa, dia mestilah meraihnya dengan licik, pemerasan, dan pembalikkan opini. Keluhuran budi, etika, moral, dan sebagainya adalah keburukan dalam dunia politik.
- Kebenaran adalah kekuatan konspirasi. Dengan kekuatan, segala yang diinginkan akan terlaksana.
- Bagi kita yang hendak menaklukkan dunia secara finansial, kita harus tetap menjaga kerahasiaan. Suatu saat, kekuatan konspirasi akan mencapai tingkat dimana tidak ada kekuatan lain yang berani untuk menghalangi atau menghancurkannya. Setiap kecerobohan dari dalam, akan merusak program besar yang telah ditulis berabad-abad oleh para pendeta Yahudi.
- Simpati rakyat harus diambil agar mereka bisa dimanfaatkan untuk kepentingan konspirasi. Massa rakyat adalah buta dan mudah dipengaruhi. Penguasa tidak akan bisa menggiring rakyat kecuali ia berlaku sebagai diktator. Inilah satu-satunya jalan.
- Beberapa sarana untuk mencapai tujuan adalah :minuman keras, narkotika, pengrusakan moral, seks, suap, dan sebagainya. Hal ini sangat penting untuk menghancurkan norma-norma kesusilaan masyarakat. Untuk itu, konspirasi harus merekrut dan mendidik tenaga-tenaga muda untuk dijadikan sarana pencapaian tujuan tersebut.
- Konspirasi akan menyalakan api peperangan secara terselubung. Bermain di kedua belah pihak. Sehingga konspirasi akan memperoleh manfaat besar tetapi tetap aman dan efisien. Rakyat akan dilanda kecemasan yang mempermudah bagi konspirasi untuk menguasainya.
- Konspirasi sengaja memproduksi slogan agar menjadi “tuhan” bagi rakyat. Dengan slogan itu, pemerintahan aristokrasi keturunan yang tengah berkuasa di Perancis akan diruntuhkan. Setelah itu, konspirasi akan membangun sebuah pemerintahan yang sesuai dengan konspirasi.
- Perang yang dikobarkan konspirasi secara diam-diam harus menyeret negara tetangga agar mereka terjebak utang. Konspirasi akan memetik keuntungan dari kondisi ini.
- Pemerintahan bentukan konspirasi harus diisi dengan orang-orang yang tunduk pada keinginan konspirasi. Tidak bisa lain.
- Konspirasi akan menguasai opini dunia. Satu orang Yahudi yang menjadi korban sama dengan 1000 orang non-Yahudi (gentiles/ghoyim) sebagai balasannya.
- Setelah konspirasi berhasil merebut kekuasaan, maka pemerintahan baru yang dibentuk harus membasmi rezim lama yang dianggap bertanggung-jawab atas terjadinya kekacauan ini. Hal tersebut akan menjadikan rakyat begitu percaya kepada konspirasi bahwa pemerintahan yang baru adalah pelindung dan pahlawan dimata mereka.
- Krisis ekonomi yang dibuat akan memberikan hak baru kepada konspirasi, yaitu hak pemilik modal dalam penentuan arah kekuasaan. Ini akan menjadi kekuasaan turunan.
- Penyusupan ke dalam jantung freemason Eropa agar bisa mengefektifkan dan mengefisienkannya. Pembentukan bluemasonry akan bisa dijadikan alat bagi konspirasi untuk memuluskan tujuannya.
- Konspirasi akan membakar semangat rakyat hingga ke tingkat histeria. Saat itu rakyat akan menghancurkan apa saja yang kita mau, termasuk hukum dan agama. Kita akan mudah menghapus nama Tuhan dan susila dari kehidupan.
- Perang jalanan harus ditimbulkan untuk membuat massa panik. Konspirasi akan mengambil keuntungan dari situasi ini.
- Konspirasi akan menciptakan diplomat-diplomatnya untuk berfungsi setelah perang usai. Mereka akan menjadi penasehat politik, ekonomi, dan keuangan bagi rezim baru dan juga ditingkat internasional. Dengan demikian, konspirasi bisa semakin menancapkan kukunya dari balik layar.
- Monopoli kegiatan perekonomian raksasa dengan dukungan modal yang dimiliki konspirasi adalah syarat utama untuk menundukkan dunia, hingga tidak ada satu kekuatan non-Yahudi pun yang bisa menandinginya. Dengan demikian, kita bisa bebas memainkan krisis suatu negeri.
- Penguasaan kekayaan alam negeri-negeri non-Yahudi mutlak dilakukan.
- Meletuskan perang dan memberinya-menjual-senjata yang paling mematikan akan mempercepat penguasaan suatu negeri, yang tinggal dihuni oleh fakir miskin.
- Satu rezim terselubung akan muncul setelah konspirasi berhasil melaksanakan programnya.
- Pemuda harus dikuasai dan menjadikan mereka sebagai budak-budak konspirasi dengan jalan penyebarluasan dekadensi moral dan paham yang menyesatkan.
- Konspirasi akan menyalahgunakan undang-undang yang ada pada suatu negara hingga negara tersebut hancur karenanya.
Apakah ini hanya Teori Konspirasi? atau ini bisa menjadi kenyataan
bahkan menjadi boomerang buat kita semua, hanya Allah yang tau sobat …
codex magica |
Exclusive Intelligence Examiner Report
http://www.texemarrs.com/022006/george_w_bush_zionist_double_agent.htm
Texe Marrs
|
"A man is considered an anti-Semite if he calls a Jew
a Jew."
|
"Then...when the doors were shut where the disciples
were assembled for fear of the Jews, came Jesus and stood in the midst,
and saith unto them, Peace be unto you."
|
It was in 1990 that I first met the remarkable and brilliant Boris
Lunachev. Aged, bent over slightly by repeated attacks of osteoporosis,
Lunachev had asked to see me privately. He had, I understood, once been a
most distinguished professor of Marxist doctrine at the prestigious
Lenin Institute. He was a rising star on the Soviet political and
educational scene. But in the late 70s, Lunachev was abruptly and
unceremoniously ousted from his post and exiled to the West.
Shaking the wisened old man's hand and seeking to inject a friendly
tone into our conversation, I smiled and said, "So, you are a Russian,
Dr. Lunachev?"
"Yes, I am a Russian," he answered.
"But please, my dear friend," he continued. "Always remember, there
are Russians and then there are Russians. And some who are Russian are
not Russian."
Confusing language, I thought, if intriguing. I made a mental note to
later inquire further into the nature of Lunachev's puzzling words.
However, I soon discovered that follow up was not at all necessary. The
good Professor Lunachev more than answered my curiosity with what he had
to say.
A Stellar Career Until...
Lunachev recounted his stellar career, beginning as a leader of the
Communist Youth, his earning of high-level doctorate degrees, and his
academic career, during which he was lauded and commended on a regular
basis. Apparently, Lunachev was poised for further advancement; he was
even being considered for a top political position in the Kremlin as a
Marxist theoretician and was well rewarded economically by the elite
intelligencia. Until...until he said something very, very vital—and
very, very sensitive—to the wrong person.
It seems that a high-ranking Commissar had come from Moscow to the Institute to interview Lunachev for the Kremlin post.
The Commissar, who was very pleased with Lunachev's deportment and
his responses to standard questions, finally stated: "Professor
Lunachev, is there any area of research or study that you have conducted
that is unique or unusual?"
"Yes," Lunachev replied. "I have recently been studying the field of
race and biology. I have discovered that the great Karl Marx was a Jew
and so was Comrade Lenin." "Comrade Stalin was an avid reader of the
Jewish Talmud, and Comrade Khruschev's real surname was Perlmutter. He,
too, was a Jew."
"I believe these facts of racial history need to be reported to the
Soviet people and to the world," said Lunachev, "so everyone will
recognize that the government of the USSR is not, as some have alleged,
anti-Semitic."
"Thank you for your time." retorted the now sober-faced and ashen Commissar. "You are dismissed."
His Unpardonable Crime
That very evening, Boris Lunachev was accosted on his way home by
Soviet secret police. He was taken promptly to a waiting aircraft and
flown to Rome, Italy, where he was told by Soviet Embassy officials he
would forever be persona non grata (unwelcome) in his native Russia. He
had become an outcast.
What was Lunachev's horrible crime, his unacceptable transgression against his Communist overseers?
"My unpardonable crime," Lunachev said to me, "was to call a Jew a Jew."
Professor Lunachev, however, considered himself fortunate, indeed.
"In 1917 in Soviet Russia," he explained, "one of the first laws passed
by Lenin and the Bolsheviks was a law making anti-Semitism a crime
punishable by death. In Rome, the KGB bluntly told me that to call a Jew
a Jew, and especially to make public the name of a crypto-Jew, one who
was hiding under an assumed Russian name, was clearly an act of
anti-Semitism."
And so it was that Lunachev, by no means an anti-Semite in the real
meaning of the term, a man who simply wanted to give Communism's
founders and pioneers their due by recognizing their racial ancestry,
became a feared and marked outlaw, a dangerous subversive to be banished
and persecuted.
|
Understanding Lunachev's Predicament
I vaguely understand Lunachev's predicament. I was the first to
publish the true facts regarding Hillary Rodham Clinton's Jewish
ancestry. I also exposed "Irish" Senator John Kerry's true race—yep,
he's a crypto-Jew. And for good measure, I threw in revelations that
former Secretary of State, Comrade Madeleine Albright, and General
Wesley Clark are also Jews. Reluctantly and angrily, Hillary, Kerry,
Clark and Albright subsequently came out of the closet and owned up to
their Jewish heritage, though they have all refused to explain why they
had hidden it all these many years.
What a buzzsaw and furor I had ignited! The hounds out of Jerusalem's
darkest cemeteries came at me with fangs bared, blood dripping from the
corners of their gaping jaws. I discovered, as did Lunachev, that it is
forbidden to call a Jew a Jew.
That was when I, too, realized, that I had unwittingly became a vile
and evil "anti-Semite," targeted for destruction by the denizens of the
emerging Jewish World State.
However, unlike in Soviet Russia, in America the midnight cowboys who
reside in the cesspool of Soviet Washington, D.C. have so far been
unable to banish Texe Marrs or to oust me from my independent perch as
president of Power of Prophecy Ministries. Oh, how they have
tried, but I am still here, toiling away, exercising my First Amendment
rights, much to their chagrin and annoyance.
In this photo from a radical Jewish Lubavitcher web site, President Bush waves on the way to his Jewish Talmud class. He was accompanied by former White House spokesman and recently ordained Rabbi, Ari Fleischer. Sources confirm that the President is a Jewish religious fanatic but understands he must keep his beliefs under cover. |
And Now, Yet Another Revelation
And now, dear friends, I have decided to reveal to you the name of
yet another crypto-Jew. This time, the culprit is a man who is only the
latest in a series of dynastic leaders, all of whom were and are Jews
and all of whom have carefully and watchfully guarded this Great Secret.
I hereby stamp myself—according to the reigning criteria or rules
promulgated by the Illuminati elite—as a bonafide anti-Semite merely by
once again calling a Jew a Jew. Fact: GEORGE W. BUSH, President of the
United States of America, is a Jew.
Absurd? Preposterous, you say? Well, I have carefully traced the
history of the Bush Dynasty, including the Rothschild faction, and
without hesitation I declare to you that, yes, indeed, George W. Bush is
a Jew: A Jew by race, a Jew by religious choice. Hidden from public
view.
What the media dare not tell you is that, as President, George W.
Bush appointed as his first official White House spokesman, a Jew—in
fact, a Jewish rabbi—Ari Fleischer. He retained a Jewish banker, Alan
Greenspan, as Chairman of the Federal Reserve. He made a Jewish Rabbi,
Dov Zackheim, the Comptroller (money man!) of the Pentagon, and he
placed a Jewish ideologue and Christian hater, Michael Chertoff, in the
scary position of being head of FEMA and Homeland Security. Yes,
Chertoff, an ADL fiend whose father is a Jewish rabbi, is now America's
Gulag Commandant, our American version of Himmler.
|
My investigation of the Bush-Jewish connection has been in progress
for six years now. One thing I discovered is that George W. Bush is a
devoted student of the Jewish Talmud, just as were Marx, Lenin, Trotsky,
and Stalin. He is also, I am persuaded, a dedicated agent of Zionist
Israel, which makes him double agent and traitor to the United States of
America.
Bush has adopted the same techniques of torture, political deceit,
perpetual war, and pure hatred of perceived enemies, as has the
notorious Israeli spy agency, Mossad. The Mossad's motto is "By Way of
Deception Make War." This, not coincidentally, is also George W. Bush's
motto. How very Talmudic. How very Satanic.
"Christians Who Are Not Christians"
But, isn't Bush supposed to be a Christian? How, then can he be a
religious Jew? Ah, perhaps those who ask this question should read books
like Colonel Donn de Grand Pré's insightful Barbarians Inside the
Gates: Book Three, the Rattler's Revenge. As my friend, the good Colonel
de Grand Pré, notes so wisely in his excellently documented volume, we
are confronted today by Leviathan, a two-headed monster, "one head
comprised of Jews who are not Jews and the other, Christians who are not
Christians."
|
Which leads me back to Professor Boris Lunachev and our informative
and rewarding meeting. As we departed, I again took his hand in mine and
I asked him. "Dr. Lunachev, is there anything you'd like to say to me,
perhaps to capitalize or to emphasize the importance of what we have
discussed?"
"Yes," Lunachev answered, his probing brown eyes peering deep into
mine. "I beg you to never forget, there are Americans and then there are
Americans. And some who are American are not American."
"We are one nation. We are neither American Jews
nor Soviet Jews, but only Jews!"
|
|
|||
APA SEBENARNYA TUJUAN DIDIRIKANNYA NU?
http://rahmatap.blogspot.co.id/2010/03/apa-sebenarnya-tujuan-didirikannya-nu.html
بسم الله الرحمن الرحيم
Untuk
apa dan kenapa NU didirikan? Masalah ini sering jadi bahan pertanyaan
bagi orang-orang, lebih-lebih ketika ada masalah-masalah yang janggal
ataupun mencengangkan bagi masyarakat, sedang masalah itu timbul atau
dilakukan oleh orang-orang NU. Bahkan di kalangan NU, hatta pemimpinnya
ataupun elitnya pun perlu mencurahkan tenaga dan fikiran secara
tersendiri untuk menjawab ataupun menangkis pandangan orang tentang
untuk apa sebenarnya NU didirikan. Sebagaimana Abdurrahman Wahid telah
berupaya menulis artikel untuk menangkis sebisa-bisanya tentang pandagan
para sejarawan tentang berdirinya NU.
Oleh karena itu, setelah dikemukakan upaya Gus Dur/ Abdurrahman Wahid
dalam menangkis pandangan para sejarawan, maka kini pada gilirannya
ditampilkan penuturan para sejarawan mengenai kenapa NU didirikan.
Karel A. Steenbrink menulis seputar berdirinya NU sebagai berikut:
Ketika di Surabaya didirikan panitia yang berhubungan dengan penghapusan khalifah di Turki[1] Kyai Haji Abdul Wahab Hasbullah (yang nantinya mendirikan NU, pen) juga menjadi anggota bersama Mas Mansur (tokoh yang masuk persyarikatan Muhammadiyah sejak 1922, pen). Beberapa rencana panitia ini untuk menghadiri muktamar dunia Islam[2] tertunda, karena terjadi peperangan Wahabi di Saudi Arabia.
Karel A. Steenbrink menulis seputar berdirinya NU sebagai berikut:
Ketika di Surabaya didirikan panitia yang berhubungan dengan penghapusan khalifah di Turki[1] Kyai Haji Abdul Wahab Hasbullah (yang nantinya mendirikan NU, pen) juga menjadi anggota bersama Mas Mansur (tokoh yang masuk persyarikatan Muhammadiyah sejak 1922, pen). Beberapa rencana panitia ini untuk menghadiri muktamar dunia Islam[2] tertunda, karena terjadi peperangan Wahabi di Saudi Arabia.
Beberapa waktu kemudian muktamar tersebut terlaksana meski dalam bentuk
yang berbeda. Pada saat itu Kyai Haji Abdul Wahab Hasbullah mengundurkan
diri dari kepanitiaan. Pengunduran diri itu disebabkan dia tidak jadi
dikirim sebagai utusan karena pengetahuan bahasa yang kurang, di samping
pengalaman dunia yang tidak cukup luas. Menurut kelompok lainnya, dia
tidak dikirim karena dia akan membela kemerdekaan mazhab Syafi’i di kota
Mekkah yang saat itu dikuasai Wahabi. Dan memang, yang dikirim ke
Mekkah hanyalah mereka yang menolak taqlid dan dicap Wahabi, termasuk di
antaranya Mas Mansur[3]
Karel A Steenbrink melanjutkan tulisannya: “Abdul Wahab Hasbullah kemudian membentuk panitia sendiri yang bernama “Comite merembuk Hijaz.” Bermula dari komite ini, pada tanggal 31 Januari 1926 didirikan Nahdlatul Ulama. Nahdlatul Ulama (NU) memang muncul sebagai protes terhadap gerakan reformasi, juga dari kebutuhan untuk mempunyai organisasi yang membela mazhab Syafi’i dan menyaingi organisasi Muhammadiyah dan Al-Irsyad. Memang, tiga tahun kemudian Wahab Hasbullah bersama kawan-kawannya dari NU berangkat ke Mekkah untuk membicarakan persoalan yang berhubungan dengan ibadat dan pengajaran agama menurut mazhab Syafi’i. Pada saat itu, Raja Ibnu Saud menjanjikan tidak akan bertindak terlalu keras dan memahami keinginan NU tersebut.”[4]
Karel A Steenbrink melanjutkan tulisannya: “Abdul Wahab Hasbullah kemudian membentuk panitia sendiri yang bernama “Comite merembuk Hijaz.” Bermula dari komite ini, pada tanggal 31 Januari 1926 didirikan Nahdlatul Ulama. Nahdlatul Ulama (NU) memang muncul sebagai protes terhadap gerakan reformasi, juga dari kebutuhan untuk mempunyai organisasi yang membela mazhab Syafi’i dan menyaingi organisasi Muhammadiyah dan Al-Irsyad. Memang, tiga tahun kemudian Wahab Hasbullah bersama kawan-kawannya dari NU berangkat ke Mekkah untuk membicarakan persoalan yang berhubungan dengan ibadat dan pengajaran agama menurut mazhab Syafi’i. Pada saat itu, Raja Ibnu Saud menjanjikan tidak akan bertindak terlalu keras dan memahami keinginan NU tersebut.”[4]
Kalau ungkapan itu dikemukakan oleh peneliti Belanda, ternyata persepsi
yang hampir sama ditulis pula oleh peneliti Indonesia, H Endang
Saifuddin Anshari MA seperti yang ia tulis:
“Pada tanggal 31 Januari 1926 Nahdlatul Ulama didirikan di Surabaya, di bawah pimpinan Syaikh Hasyim Asy’ari, sebagai reaksi terhadap gerakan pembaharuan yang dibawa terutama oleh Muhammadiyah dan lain-lain. Usahanya antara lain memperkembangkan dan mengikuti salah satu dari keempat mazhab fiqh. Tahun 1952 memisahkan diri dari Masyumi dan sejak itu resmi menjadi Partai Politik Islam.”[5]
Kegiatan politik praktis NU mulai surut ketika memfusikan diri ke dalam PPP (Partai Persatuan Pembangunan) 1973. Lalu ditegaskan bahwa NU bukan wadah bagi kegiatan politik praktis dalam Munas (Musyawarah Nasional)nya di Situbondo Jawa Timur 1983, dan diperkuat oleh Muktamar NU 1984 yang secara eksplisit menyebut NU meninggalkan kegiatan politik praktisnya.
Dalam Muktamar ke-27 di Situbondo, NU dengan tegas menerima asas tunggal Pancasila dan menyatakan kembali kepada khittah 1926 yang berarti meninggalkan kegiatan politik praktis.[6]
Perkembangan berikutnya, pada bulan Juni 1998, PBNU memfasilitasi lahirnya PKB (Partai Kebangkitan Bangsa). Kebijakan tersebut mengundang pro dan kontra di kalangan warga NU sendiri. Akibatnya, lahirlah Partai Nahdlatul Ummat (PNU), Partai Kebangkitan Umat (PKU), dan Partasi Solidaritas Uni Nasional Indonesia (SUNI). Sementara itu, sebagian cukup besar warga NU yang lain tetap bertahan di Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Golkar.
Perkembangan berikutnya lagi, Ketua Umum PBNU Abdurrahman Wahid terpilih sebagai Presiden RI. Melalui Muktamar pada Nopember 1999, Abdurrahman Wahid lengser sebagai ketua umum PBNU, yang telah dijabatnya selama 15 tahun. Kepemimpinan beralih dari ‘duet’ KH Ilyas Rucjhiat-KH Abdurrahman Wahid ke tangan KHMA Sahal Mahfudz- (Rais Aam Syuriyah PBNU)-KH Hasyim Muzadi (Ketua Umum Tanfidziyah PBNU).[7]
Musykilat seputar berdirinya NU
Kembali pada persoalan awal, Untuk melacak lebih cermat tentang sebenarnya untuk apa didirikannya NU, perlu disimak apa yang ditulis oleh Dr Deliar Noer. Menurutnya, penghapusan kekhalifahan di Turki menimbulkan kebingungan pada dunia Islam pada umumnya, yang mulai berfikir tentang pembentukan suatu khilafat baru. Masyarakat Islam Indonesia bukan saja berminat dalam masalah ini, malah merasa berkewajiban memperbincangkan dan mencari penyelesaiannya. Kebetulan Mesir bermaksud mengadakan kongres tentang khilafat pada bulan Maret 1924, dan sebagai sambutan atas maksud ini suatu Komite Khilafat didirikan di Surabaya tanggal 4 Oktober 1924 dengan ketua Wondosudirdjo (kemudian dikenal dengan nama Wondoamiseno) dari Sarekat Islam dan wakil ketua KHA Wahab Hasbullah. Kongres Al-Islam ketiga di Surabaya bulan Desember 1924 antara lain memutuskan untuk mengirim sebuah delegasi ke Kongres Kairo, terdiri dari Surjopranoto (Saerkat Islam), Haji Fachruddin (Muhammadiyah) serta KHA Wahab dari kalangan tradisi.
Tetapi kongres di Kairo itu ditunda[8], sedangkan minat orang-orang Islam di Jawa tertarik lagi pada perkembangan di Hijaz di mana Ibnu Sa’ud berhasil mengusir Syarif Husein dari Mekkah tahun 1924. Segera setelah menangani ini pemimpin Wahabi itu mulai melakukan pembersihan dalam kebiasaan praktek beragama sesuai dengan ajarannya, walaupun ia tidak melarang pelajaran mazhab di Masjid al-Haram. Tindakannya ini sebagian mendapat sambutan baik di Indonesia, tetapi sebagian juga ditolak. Tetapi dengan kemenangan Ibnu Sa’ud ini, baik Mekkah maupun Kairo berebut kedudukan khalifah.[9]
“Pada tanggal 31 Januari 1926 Nahdlatul Ulama didirikan di Surabaya, di bawah pimpinan Syaikh Hasyim Asy’ari, sebagai reaksi terhadap gerakan pembaharuan yang dibawa terutama oleh Muhammadiyah dan lain-lain. Usahanya antara lain memperkembangkan dan mengikuti salah satu dari keempat mazhab fiqh. Tahun 1952 memisahkan diri dari Masyumi dan sejak itu resmi menjadi Partai Politik Islam.”[5]
Kegiatan politik praktis NU mulai surut ketika memfusikan diri ke dalam PPP (Partai Persatuan Pembangunan) 1973. Lalu ditegaskan bahwa NU bukan wadah bagi kegiatan politik praktis dalam Munas (Musyawarah Nasional)nya di Situbondo Jawa Timur 1983, dan diperkuat oleh Muktamar NU 1984 yang secara eksplisit menyebut NU meninggalkan kegiatan politik praktisnya.
Dalam Muktamar ke-27 di Situbondo, NU dengan tegas menerima asas tunggal Pancasila dan menyatakan kembali kepada khittah 1926 yang berarti meninggalkan kegiatan politik praktis.[6]
Perkembangan berikutnya, pada bulan Juni 1998, PBNU memfasilitasi lahirnya PKB (Partai Kebangkitan Bangsa). Kebijakan tersebut mengundang pro dan kontra di kalangan warga NU sendiri. Akibatnya, lahirlah Partai Nahdlatul Ummat (PNU), Partai Kebangkitan Umat (PKU), dan Partasi Solidaritas Uni Nasional Indonesia (SUNI). Sementara itu, sebagian cukup besar warga NU yang lain tetap bertahan di Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Golkar.
Perkembangan berikutnya lagi, Ketua Umum PBNU Abdurrahman Wahid terpilih sebagai Presiden RI. Melalui Muktamar pada Nopember 1999, Abdurrahman Wahid lengser sebagai ketua umum PBNU, yang telah dijabatnya selama 15 tahun. Kepemimpinan beralih dari ‘duet’ KH Ilyas Rucjhiat-KH Abdurrahman Wahid ke tangan KHMA Sahal Mahfudz- (Rais Aam Syuriyah PBNU)-KH Hasyim Muzadi (Ketua Umum Tanfidziyah PBNU).[7]
Musykilat seputar berdirinya NU
Kembali pada persoalan awal, Untuk melacak lebih cermat tentang sebenarnya untuk apa didirikannya NU, perlu disimak apa yang ditulis oleh Dr Deliar Noer. Menurutnya, penghapusan kekhalifahan di Turki menimbulkan kebingungan pada dunia Islam pada umumnya, yang mulai berfikir tentang pembentukan suatu khilafat baru. Masyarakat Islam Indonesia bukan saja berminat dalam masalah ini, malah merasa berkewajiban memperbincangkan dan mencari penyelesaiannya. Kebetulan Mesir bermaksud mengadakan kongres tentang khilafat pada bulan Maret 1924, dan sebagai sambutan atas maksud ini suatu Komite Khilafat didirikan di Surabaya tanggal 4 Oktober 1924 dengan ketua Wondosudirdjo (kemudian dikenal dengan nama Wondoamiseno) dari Sarekat Islam dan wakil ketua KHA Wahab Hasbullah. Kongres Al-Islam ketiga di Surabaya bulan Desember 1924 antara lain memutuskan untuk mengirim sebuah delegasi ke Kongres Kairo, terdiri dari Surjopranoto (Saerkat Islam), Haji Fachruddin (Muhammadiyah) serta KHA Wahab dari kalangan tradisi.
Tetapi kongres di Kairo itu ditunda[8], sedangkan minat orang-orang Islam di Jawa tertarik lagi pada perkembangan di Hijaz di mana Ibnu Sa’ud berhasil mengusir Syarif Husein dari Mekkah tahun 1924. Segera setelah menangani ini pemimpin Wahabi itu mulai melakukan pembersihan dalam kebiasaan praktek beragama sesuai dengan ajarannya, walaupun ia tidak melarang pelajaran mazhab di Masjid al-Haram. Tindakannya ini sebagian mendapat sambutan baik di Indonesia, tetapi sebagian juga ditolak. Tetapi dengan kemenangan Ibnu Sa’ud ini, baik Mekkah maupun Kairo berebut kedudukan khalifah.[9]
Suatu undangan dari Ibnu Sa’ud kepada kaum Islam di Indoesia untuk
menghadiri kongres di Mekkah dibicarakan di kongres Al-Islam keempat di
Yogyakarta (21-27 Agustus 1925) dan di kongres Al-Islam kelima di
Bandung (6 Februari 1926). Kedua kongres ini kelihatannya didominasi
oleh golongan pembaharu Islam. Malah sebelum kongres di Bandung suatu
rapat antara organisasi-organisasi pembaharu di Cianjur, Jawa Barat
(8-10 Januari 1926) telah memutuskan untuk mengirim Tjokroaminoto dari
Sarekat Islam dan Kiyai Haji Mas Mansur dari Muhammadiyah ke Mekkah
untuk mengikuti kongres.
Pada kongres di Bandung yang memperkuat keputusan rapat di Cianjur, KHA Abdul Wahab (Hasbullah, pen) atas nama kalangan tradisi memajukan usul-usul agar kebiasaan-kebiasaan agama seperti membangun kuburan, membaca do’a seperti dalail al-khairat[10], ajaran mazhab, dihormati oleh kepala negeri Arab yang baru dalam negaranya, termasuk di Mekkah dan Madinah. Kongres di Bandung itu tidak menyambut baik usul-usul (Wahab Hasbullah) ini, sehingga Wahab dan tiga orang penyokongnya keluar dari Komite Khilafat tersebut di atas. Wahab selanjutnya mengambil inisiatif untuk mengadakan rapat-rapat kalangan ulama Kaum Tua, mulanya ulama dari Surabaya, kemudian juga dari Semarang, Pasuruan, Lasem dan Pati. Mereka bersepakat untuk mendirikan suatu panitia yang disebut Komite Merembuk Hijaz. Komite inilah yang diubah menjadi Nahdlatul Ulama pada suatu rapat di Surabaya tanggal 31 Januari 1926. Rapat ini masih tetap menempatkan masalah Hijaz sebagai pokok pembicaran utama.[11]
Deliar Noer menjelaskan suara Kaum Tua (NU, organisasi baru muncul) sebagai berikut:
Bani Sa’ud An-Nadjdi di zaman dahulu terkenal dengan aliran Wahabi yang dipelopori oleh Muhammad bin Abdul Wahab, menurut kitab-kitab tarikh... Belum lagi diketahui dengan pasti aliran apa yang dianut Raja Sa’ud sekarang (masih Wahabi atau bermazhab empat), tetapi khabar mutawatir menyebutkan mereka merusak pada qubah-qubah, melarang Dalail al-Khairat dan sebagainya.
...Kita kaum Muslimin, meskipun kaum tua, juga ada merasa ada mempunyai hak yang berhubungan dengan tanah (suci) dalam hal agama, karena di situ ada Qiblat dan (tempat) kepergian haji kita dan beberapa bekas-bekas Nabi kita bahkan quburannya juga. Walhal, kita ada anggap Sunnat-Muakkad ziarah di mana qubur tersebut.[12]
Organiasi baru ini (NU) menekankan keterikatannya pada mazhab Syafi’i dan memutuskan untuk berusaha sungguh-sungguh guna menjaga langsungnya kebiasaan bermazhab di Mekkah dan di Indonesia. Sebaliknya dikatakan bahwa tidak terkandung maskud apapun untuk menghalangi mereka yang tidak mau mengikuti mazhab Syafi’i.
Rapat (komite Hijaz/ NU) bulan Januari 1926 itu memutuskan untuk mengirim dua orang utusan menghadap Raja Ibnu Sa’ud untuk mempersembahkan pendapat organisasi tentang masalah mazhab, serta juga mengadakan seruan kepada raja tersebut untuk mengambil langkah-langkah guna kepentingan mazhab serta memperbaiki keadaan perjalanan haji.(Utusan itu akan terdiri dari Kiyai Haji Khalil dari Lasem dan Kiyai Haji Abdul Wahab dari Surabaya. Menurut Bintang Islam, IV, 1926, No 6, hal 96-98, Nahdlatul Ulama akan meminta Ibnu Sa’ud agar:
... tidak melarang kepada siapapun orang yang menjalankan mazhab Syafi’i.
...melarang atau sehingga menyiksa barang siapa yang mengganggu atau menghalang-halangi perjalanannya mazhab Syafi’i.
...menetap adakan angkatan ziarah ke Medinah al-Munawarah dan ziarah di beberapa quburnya syuhada dan bekas-bekas mereka itu.
...tidak mengganggu orang yang menjalankan wirid zikir yang benar atau wirid membaca Dalail al-Khairat atau Burdah atau mengaji kitab fiqh mazhab Syafi’i, seperti Tuhfah, Nihayah, Bajah.
Pada kongres di Bandung yang memperkuat keputusan rapat di Cianjur, KHA Abdul Wahab (Hasbullah, pen) atas nama kalangan tradisi memajukan usul-usul agar kebiasaan-kebiasaan agama seperti membangun kuburan, membaca do’a seperti dalail al-khairat[10], ajaran mazhab, dihormati oleh kepala negeri Arab yang baru dalam negaranya, termasuk di Mekkah dan Madinah. Kongres di Bandung itu tidak menyambut baik usul-usul (Wahab Hasbullah) ini, sehingga Wahab dan tiga orang penyokongnya keluar dari Komite Khilafat tersebut di atas. Wahab selanjutnya mengambil inisiatif untuk mengadakan rapat-rapat kalangan ulama Kaum Tua, mulanya ulama dari Surabaya, kemudian juga dari Semarang, Pasuruan, Lasem dan Pati. Mereka bersepakat untuk mendirikan suatu panitia yang disebut Komite Merembuk Hijaz. Komite inilah yang diubah menjadi Nahdlatul Ulama pada suatu rapat di Surabaya tanggal 31 Januari 1926. Rapat ini masih tetap menempatkan masalah Hijaz sebagai pokok pembicaran utama.[11]
Deliar Noer menjelaskan suara Kaum Tua (NU, organisasi baru muncul) sebagai berikut:
Bani Sa’ud An-Nadjdi di zaman dahulu terkenal dengan aliran Wahabi yang dipelopori oleh Muhammad bin Abdul Wahab, menurut kitab-kitab tarikh... Belum lagi diketahui dengan pasti aliran apa yang dianut Raja Sa’ud sekarang (masih Wahabi atau bermazhab empat), tetapi khabar mutawatir menyebutkan mereka merusak pada qubah-qubah, melarang Dalail al-Khairat dan sebagainya.
...Kita kaum Muslimin, meskipun kaum tua, juga ada merasa ada mempunyai hak yang berhubungan dengan tanah (suci) dalam hal agama, karena di situ ada Qiblat dan (tempat) kepergian haji kita dan beberapa bekas-bekas Nabi kita bahkan quburannya juga. Walhal, kita ada anggap Sunnat-Muakkad ziarah di mana qubur tersebut.[12]
Organiasi baru ini (NU) menekankan keterikatannya pada mazhab Syafi’i dan memutuskan untuk berusaha sungguh-sungguh guna menjaga langsungnya kebiasaan bermazhab di Mekkah dan di Indonesia. Sebaliknya dikatakan bahwa tidak terkandung maskud apapun untuk menghalangi mereka yang tidak mau mengikuti mazhab Syafi’i.
Rapat (komite Hijaz/ NU) bulan Januari 1926 itu memutuskan untuk mengirim dua orang utusan menghadap Raja Ibnu Sa’ud untuk mempersembahkan pendapat organisasi tentang masalah mazhab, serta juga mengadakan seruan kepada raja tersebut untuk mengambil langkah-langkah guna kepentingan mazhab serta memperbaiki keadaan perjalanan haji.(Utusan itu akan terdiri dari Kiyai Haji Khalil dari Lasem dan Kiyai Haji Abdul Wahab dari Surabaya. Menurut Bintang Islam, IV, 1926, No 6, hal 96-98, Nahdlatul Ulama akan meminta Ibnu Sa’ud agar:
... tidak melarang kepada siapapun orang yang menjalankan mazhab Syafi’i.
...melarang atau sehingga menyiksa barang siapa yang mengganggu atau menghalang-halangi perjalanannya mazhab Syafi’i.
...menetap adakan angkatan ziarah ke Medinah al-Munawarah dan ziarah di beberapa quburnya syuhada dan bekas-bekas mereka itu.
...tidak mengganggu orang yang menjalankan wirid zikir yang benar atau wirid membaca Dalail al-Khairat atau Burdah atau mengaji kitab fiqh mazhab Syafi’i, seperti Tuhfah, Nihayah, Bajah.
... memelihara qubur Rasulullah saw sebagaimana yang sudah-sudah.
...jangan sampai merusak qubah-qubahnya syuhada...dan qubahnya aulia atau ulama...
...mengadakan tarif biaya barang-barang atau orang-orang yang masuk pada pelabuhan Jeddah dan tarif ongkos-ongkosnya orang haji mulai Jeddah terus Madinah...
...melarang Syeikh-syeikh haji Mekkah turun (datang) ke Tanah Jawa perlu mencari jama’ah haji sebab jalan yang demikian itu menghilangkan kehebatan Tanah Mekah dan kemudian umumnya orang-orang Mekkah, serta menjadikan tambahnya ongkos-ongkos...., lebih utama dalam pemerintahan mengadakan satu Komite pengurus haji di Mekkah).[13]
Suatu odiensi dengan Raja Ibnu Sa’ud juga diminta dengan perantaraan Konsulat Belanda di Jeddah, tetapi kedua orang utusan itu tak dapat berangkat karena terlambat memesan tempat di kapal. Sebagai gantinya Nahdlatul Ulama mengawatkan isi keputusan rapat mereka kepada kepala negara Saudi dengan tambahan permintaan agar isi keputusan ini dapat dimasukkan ke dalam undang-undang Hijaz.
Tidak ada jawaban terhadap permintaan ini. Dalam pada itu Nahdlatul Ulama beranggapan bahwa kongres Islam di Mekkah tahun 1926 yang dihadiri oleh Tjokroaminoto dan Mansur sebagai suatu “kegagalan” oleh sebab itu tidak ada sebuah pun masalah agama dibicarakan.
Tak lama sesudah kongres Al-Islam keenam di Surabaya dalam bulan September 1926 (kongres ini mengubah kedudukannya menjadi cabang kongres Islam di Mekkah), Nahdlatul Ulama melahirkan sikap tidak setujunya dengan kongres tersebut serta terhadap pemerintahan Ibnu Sa’ud. Organisasi ini (NU) malah menghasut kaum Muslimin agar membenci ajaran Wahabi serta penguasanya di Tanah Suci, dan menyarankan orang-orang agar jangan pergi naik haji.[14]
Tetapi pada tahun berikutnya Nahdlatul Ulama mengutus delegasi ke Mekkah. Pada tanggal 27 Maret 1928 Nahdlatul Ulama mengumumkan bahwa Abdul Wahab dan Ustadz Ahmad Ghanaim Al-Amir (Al-Misri) akan pergi ke Mekkah sebagai perutusan mereka. Dalam bulan itu juga keduanya berangkat; Abdul Wahab singgah di Singapur untuk mempropagandakan pendiriannya di kalangan orang Islam di Pulau itu, dan sampai di Tanah Suci tanggal 17 April 1928. Pada tanggal 13 Juni 1928 mereka diterima oleh Raja. Pada kesempatan ini kedua utusan tersebut juga meminta Raja Ibnu Sa’ud agar membuat hukum yang tetap di Hijaz. Mereka mohon jawaban terhadap seruan mereka.
Dalam jawabannya, berupa surat, Raja mengatakan bahwa perbaikan di Hijaz memang merupakan kewajiban tiap pemerintahan di negeri itu. Ia menambahkan akan memperbaiki keadaan perjalanan haji sejauh perbaikan ini tidak melanggar ketentuan Islam. Ia juga sependapat bahwa kaum Muslimin bebas dalam menjalankan poraktek agama dan keyakinan mereka, kecuali urusan yang Tuhan Allah mengharamkan dan tiada terdapat sesuatu dalil dari Kitab-Nya Tuhan Allah dan tiada sunnat Rasulullah saw, dan tidak ada dalam mazhabnya orang dulu-dulu yang saleh-saleh, dan tidak dari sabda salah satu imam empat.[15]
Surat resmi balasan Raja Saudi kepada NU
Untuk menghindari berbagai interpretasi dari berita-berita yang berkembang tentang isi surat Raja Ibn Sa’ud, baik dari kalangan NU maupun non NU, maka di sini dikutip secara utuh surat resmi Raja Saudi kepada NU:
بسم الله الرحمن الرحيم
KERAJAAN HIJAZ, NEJD DAN SEKITARNYA
Nomor: 2082 – Tanggal 24 Dzulhijjah 1346H.
Dari : Abdul Aziz bin Abdur Rahman Al-Faisal
Kepada Yth. Ketua Organisasi Nahdlatul Ulama di Jawa
Syaikh Muhammad Hasyim Asy’ari dan Sekretarisnya Syaikh Alawi bin Abdul Aziz ( semoga Allah melindungi mereka).
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته.
Surat saudara tertanggal 5 Syawwal 1346H telah sampai kepada kami. Apa yang saudara sebutkan telah kami fahami dengan baik, terutama tentang rasa iba saudara terhadap urusan ummat Islam yang menjadi perhatian suadara, dan delegasi yang saudara tugaskan yaitu H. Abdul Wahab, Sekretaris I PBNU, dan Ustadz Syaikh Ahmad Ghanaim Al-Amir, Penasihat PBNU telah kami terima dengan membawa pesan-pesan dari saudara.
Adapun yang berkenaan dengan usaha mengatur wilayah Hijaz, maka hal itu merupakan urusan dalam negeri Kerajaan Saudi Arabia, dan Pemerintah dalam hal itu berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan segala kemudahan bagi jemaah haji di Tanah Suci, dan tidak pernah melarang seorang pun untuk melakukan amal baik yang sesuai dengan Syari’at Islam.
Adapun yang berkenaan dengan kebebasan orang, maka hal itu adalah merupakan suatu kehormatan, dan alhamdulillah, semua Ummat Islam bebas melakukan urusan mereka, kecuali dalam hal-hal yang diharamkan Allah, dan tidak ada dalil yang menghalalkan perbuatan tersebut, baik dari Al-Qur’an, Sunnah, Mazhab Salaf Salih dan dari pendapat Imam empat Mazhab. Segala hal yang sesuai dengan ketentuan tersebut, kami lakukan dan kami laksanakan, sedang hal-hal yang menyelisihinya, maka tidak boleh taat untuk melakukan perbuatan maksiat kepada Allah Maha Pencipta.
Tujuan kita sebenarnya adalah da’wah kepada apa yang dalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah saw dan inilah agama yang kami lakukan kepada Allah. Alhamdulillah kami berjalan sesuai dengan faham ulama Salaf yang Salih, mulai dari Sahabat Nabi hingga Imam empat Mazhab.
Kami memohon kepada Allah semoga memberi taufiq kepada kita semua ke jalan kebaikan dan kebenaran serta hasil yang baik. Inilah yang perlu kami jelaskan. Semoga Allah melindungi saudara semua.
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته.
Tanda tangan dan stempel[16]
Demikianlah surat Raja Abdul Aziz membalas surat Ketua PBNU, 13 Juni 1928, 24 Dzulhijjah 1346H.
Masalah Kitab Dalail al-Khairat
Nahdlatul Ulama, baik secara perorangan kiyai-kiyainya maupun secara organisasi, dalam sejarahnya telah dengan gigih mempertahankan wiridan dengan membaca Kitab Dalail al-Khairat. “Perjuangan” mereka itu bukan hanya di Indonesia di depan kalangan kaum pembaharu, namun bahkan sampai ke Raja Saudi dengan jalan mengirimkan surat yang di antara isinya mempertahankan wiridan dari kitab karangan orang mistik./ shufi dari Afrika Utara, Al-Jazuli itu. Meskipun demikian, kaum pembaharu di Indonesia tidak menggubris upaya-upaya kaum Nahdliyin/ NU itu. Demikian pula Raja Saudi tidak menjawabnya secara khusus tentang Kitab Dalail al-Khairat itu.
Untuk memudahkan pembaca, maka di sini diturunkan fatwa tentang boleh tidaknya membaca atau mewiridkan Kitab Dalail al-Khairat itu dari Lajnah Daimah kantor Penelitian Ilmiyah dan Fatwa di Riyadh. Ada pertanyaan dan kemudian ada pula jawabannya, dikutip sebagai berikut:
Soal kelima dari Fatwa nomor 2392:
Soal 5: Apa hukum wirid-wirid auliya’ (para wali) dan shalihin (orang-orang shalih) seperti mazhab Qadyaniyah dan Tijaniyah dan lainnya? Apakah boleh memeganginya ataukah tidak, dan apa hukum Kitab Dalail al-Khairat?
Jawab 5: Pertama: Telah terdapat di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits nash-nash (teks) yang mengandung do’a-do’a dan dzikir-dzikir masyru’ah (yang disyari’atkan). Dan sebagian ulama telah mengumpulkan satu kumpulan do’a dan dzikir itu, seperti An-Nawawi dalam kitabnya al-Adzkar , Ibnu as-Sunni dalam Kitab ‘Amalul Yaum wallailah, dan Ibnul Qayyim dalam Kitab Al-Wabil As-Shoib, dan kitab-kitab sunnah yang mengandung bab-bab khusus untuk do’a-do’a dan dzikir-dzikir, maka wajib bagimu merujuk padanya.
Kedua: Auliya’ (para wali) yang shalih adalah wali-wali Allah yang mengikuti syari’at-Nya baik secara ucapan, perbuatan, maupun i’tikad (keyakinan). Dan adapun kelompok-kelompok sesat seperti At-Tijaniyyah maka mereka itu bukanlah termasuk auliya’ullah (para wali Allah). Tetapi mereka termasuk auliya’us syaithan (para wali syetan). Dan kami nasihatkan kamu membaca kitab Al-Furqon baina auliya’ir Rahman wa Auliya’is Syaithan, dan Kitab Iqtidhous Shirothil Mustaqiem Limukholafati Ash-habil Jahiem, keduanya oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
Ketiga: Dari hal yang telah dikemukakan itu jelas bahwa tidak boleh bagi seorang muslim mengambil wirid-wirid mereka dan menjadikannya suatu wiridan baginya, tetapi cukup atasnya dengan yang telah disyari’atkan yaitu yang telah ada di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Keempat: Adapun Kitab Dalail al-Khairat maka kami nasihatkan anda untuk meninggalkannya, karena di dalamnya mengandung perkara-perkara al-mubtada’ah was-syirkiyah (bid’ah dan kemusyrikan). Sedangkan yang ada di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah terkaya darinya (tidak butuh dengan bid’ah dan kemusyrikan yang ada di dalam Kitab Dalail Al-Khairat itu).
Wabillahit taufiq. Washollallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad, wa alihi washohbihi wasallam.
Al-Lajnah Ad-Da’imah lil-Buhuts al-‘Ilmiyyah wal Ifta’:
Ketua Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, anggota Abdullah bin Ghadyan, anggota Abdullah bin Qu’ud.[17]
Dalam Kitab Dalail al-Khairat di antaranya ada shalawat bid’ah sebagai berikut:
اللهم صل على محمد حتى لايبقى من الصلاة شيء وارحم محمدا حتى لايبقى من الرحمة شيء .
“Ya Allah limpahkanlah keberkahan atas Muhammad, sehingga tak tersisa lagi sedikitpun dari keberkahan, dan rahmatilah Muhammad, sehingga tak tersisa sedikitpun dari rahmat.”
Lafadh bacaan shalawat dalam Kitab Dalail Al-Khairat di atas menjadikan keberkahan dan rahmat, yang keduanya merupakan bagian dari sifat-sifat Allah, bisa habis dan binasa. Ucapan mereka itu telah terbantah oleh firman Allah (yang artinya):
“Katakanlah, ‘Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).” (Al-Kahfi: 109).[18]
Dari kenyataan usulan resmi NU kepada Raja Saudi Arabia yang ingin agar tetap dibolehkan membaca dzikir dan wiridan yang diamalkan oleh sebagian orang NU di antaranya do’a-do’a dalam Kitab Dalailul Khiarat (tentunya termasuk pula dzikir-dzikir aneka aliran thariqat/ tarekat), dan kenyataan fatwa ulama resmi Saudi Arabia, maka sangat bertentangan. NU menginginkan untuk dilestarikan dan dilindungi. Sedang ulama Saudi menginginkan agar ditinggalkan, karena mengandung bid’ah dan kemusyrikan, sedang penganjurnya yang disebut syaikh pun digolongkan wali syetan. Hanya saja kasusnya telah diputar sedemikian rupa, sehingga balasan surat Raja Saudi Arabia yang otentiknya seperti tercantum di atas, telah dimaknakan secara versi NU yang seolah misi NU itu sukses dalam hal direstui untuk mengembangkan hal-hal yang NU maui. Hingga surat Raja Saudi itu seolah jadi alat ampuh untuk menggencarkan apa yang oleh ulama Saudi disebut sebagai bid’ah dan kemusyrikan.
Di antara buktinya, bisa dilihat ungkapan yang ditulis tokoh NU, KH Saifuddin Zuhri sebagai berikut:
“Misi Kyai ‘Abdul Wahab Hasbullah ke Makkah mencapai hasil sangat memuaskan. Raja Ibnu Sa’ud berjanji, bahwa pelaksanaan dari ajaran madzhab Empat dan faham Ahlus Sunnah wal Jama’ah pada umumnya memperoleh perlindungan hukum di seluruh daerah kerajaan Arab Saudi. Siapa saja bebas mengembangkan faham Ahlus Sunnah wal Jama’ah ajaran yang dikembangkan oleh Empat Madzhab, dan siapa saja bebas mengajarkannya di Masjidil Haram di Makkah, di Masjid Nabawi di Madinah dan di manapun di seluruh daerah kerajaan.[19]
Apa yang disebut hasil sangat memuaskan, dan bebasnya mengembangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah itulah yang dipasarkan oleh NU di masyarakat dengan versinya sendiri. Sebagaimana pengakuan Abdurrahman Wahid, didirikannya NU itu untuk wadah berorganisasi dan mengamalkan ajaran Ahlus Sunnah wal Jama’ah versinya sendiri. Versinya sendiri yaitu yang memperjuangkan lestarinya tradisi mereka di antaranya yang telah diusulkan dengan nyata-nyata bukan hanya di dalam negeri tetapi sampai di Saudi Arabia yaitu pengamalan wirid Kitab Dalail Al-Khairat dan dzikir-dzikir lainnya model NU di antaranya tarekat-tarekat. Akibatnya, sekalipun ulama Saudi Arabia secara resmi mengecam amalan-amalan yang diusulkan itu ditegaskan sebagai amalan yang termasuk bid’ah dan kemusyrikan, namun di dalam negeri Indonesia, yang terjadi adalah sebaliknya. Seakan amalan-amalan itu telah mendapatkan “restu” akibat penyampaian-penyampaian kepada ummat Islam di Indonesia yang telah dibikin sedemikian rupa (bahwa misi utusan NU ke Makkah sukses besar dan direstui bebas untuk mengamalkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah) sehingga amalan-amalan itu semakin dikembangkan dan dikokohkan secara organisatoris dalam NU. Bahkan secara resmi NU punya lembaga bernama Tarekat Mu’tabarah Nahdliyin didirikan 10 Oktober 1957 sebagai tindak lanjut keputusan Muktamar NU 1957 di Magelang. Belakangan dalam Muktamar NU 1979 di Semarang ditambahkan kata Nahdliyin, untuk menegaskan bahwa badan ini tetap berafiliasi kepada NU.[20]
Setelah bisa ditelusuri jejaknya dari semula hingga langkah-langkah selanjutnya, maka tampaklah apa yang mereka upayakan –dalam hal ini didirikannya NU itu untuk apa-- itu sebenarnya adalah untuk melestarikan dan melindungi amalan-amalan yang menjadi bidikan kaum pembaharu ataupun Muslimin yang konsekuen dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Tanpa adanya organisasi yang menjadi tempat berkumpul dan tempat berupaya bersama-sama secara maju bersama, maka amalan mereka yang selalu jadi sasaran bidik para pembaharu yang memurnikan Islam dari aneka bid’ah, khurafat, takhayul, dan bahkan kemusyrikan itu akan segera bisa dilenyapkan bagai lenyapnya kepercayaan Animisme yang sulit dikembang suburkan lagi. Menyadari akan sulitnya dan terancamnya posisi mereka ini baik di dalam negeri maupun di luar negeri terutama ancaman dari Saudi Arabia, maka mereka secara sukarela lebih merasa aman untuk bergandeng tangan dengan kafirin dan musyrikin, baik itu kafirin Ahli Kitab yaitu Yahudi dan Nasrani, maupun kafirin anti Kitab yaitu PKI (Komunis) dan anak cucunya, serta musyrikin yaitu Kong Hucu, Hindu, Budha; dan Munafiqin serta kelompok nasionalis sekuler anti syari’at Islam ataupun kelompok kiri anti Islam.
Untuk itulah dia lahir atau dilahirkan, sepanjang data dan fakta yang bisa dilihat dan dibuktikan, namun bukan berarti hanya untuk itu saja. Bagaimana pula kalau ini justru dijadikan alat oleh musuh Islam untuk kepentingan mereka?
--------------------------------------------------------------------------------
[1] Pada tahun 1924 kekhalifahan di Turki dihapuskan oleh pemerintahan Mustafa Kemal Attaturk yang sekuler dengan menamakan pemerintahannya Republik Turki, diproklamirkan 19 Oktober 1923. Langkah pertama sekulerisasi adalah penghapusan Islam sebagai agama resmi negara, kedua penghapusan lembaga kesultanan, dan berikutnya penghapusan kekhalifahan, menyusul digantinya syari’at Islam dengan hukum positif ala Barat. Lalu digantinya huruf Arab dengan huruf Latin dan dilarangnya “pakaian Arab”. Rakyat Turki, terutama aparat pemerintah, harus menggunakan pakaian ala Eropa. Bacaan ibadah harus menggunakan bahasa Turki, namun tidak berlangsung lama, karena protes datang dari berbagai ulama di dalam maupun luar negeri. (lihat Leksikon Islam, Pustazet Perkasa, Jakarta, 1988, jilid 2, halaman 733).
[2] Muktamar Dunia Islam itu disebut Kongres Khilafah yang akan diadakan di Kairo pada bulan Maret 1925. Kongres luar biasa di Surabaya (Desember 1924, yang diikuti Wahab Hasbullah tersebut di atas, pen) membicarakan perutusan Indonesia ke Kongres Khilafah di Kairo. Lalu dalam bulan Agustus 1925 diadakan kongres bersama SI (Sarikat Islam) – Al-Islam di Yogyakarta. Cokroaminoto (dari CSI) dan KH Mas Mansur (dari Muhammadiyah) ditunjuk sebagai utusan Komite Kongres Al-Islam yang akan diadakan pada 1 Juni 1926 di Makkah atas prakarsa Raja Ibn Sa’ud. Soal pemerintahan di Makkah dan Madinah akan menjadi acara. (Lihat Leksikon Islam, 1, halaman 340).
[3] Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun Moderen, LP3ES, Jakarta, cetakan pertama, 1986, halaman 67, merujuk pula pada Sekaly, Les deux congres generaux de 1926. Pada saat itu gelar Wahabi diberikan kepada semua kamum ”modernis”, yang tidak lagi mau terikat kepada mazhab tertentu. Orang Syafi’i takut, bahwa maqam Imam Syafi’i akan dibongkar dan bahwa ajarannya tidak lagi boleh diajarkan di Mekkah, padahal Mekkah untuk kelompok tradisional pada waktu itu tetap merupakan perguruan yang paling disukai.
[4] Steenbrink, ibid, halaman 68.
[5] H Endang Saifuddin Anshari, MA, Wawasan Islam, Rajawali, Jakarta, cetakan pertama, 1986, halaman 263- 264.
[6] Leksikon Islam, 2, halaman 520.
[7] M Said Budairy, 75 Tahun NU, Ujian Berat Khittah, Republika, Rabu 31 Januari 2001, halaman 6.
[8] Deliar Noer mengutip Bendera Islam, 22 Januari 1925. Konferensi tersebut ditunda oleh karena peperangan masih berkecamuk di Hijaz, sehingga akan sukar bagi negeri Arab ini untuk datang. Lagi pula, beberapa negeri Islam lain meminta panitia bersangkutan di Kairo untuk mendapat berbagai macam keterangan tentang konferensi dan agar mengirim missi ke negeri-negeri tersebut. Di samping itu Mesir juga menghadapi pemilihan umum.
[9] Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942, LP3ES, Jakarta, cetakan ketiga, 1985, halaman 242-243.
[10] Menurut catatan Deliar Noer, ini merupakan koleksi do’a yang berasal dari seorang mistikus Afrika Utara di abad ke-15, Al-Jazuli. Taha Husein, seorang pengarang terkenal di Mesir dan pernah menjadi menteri pendidikan negeri tersebut, ketika masa mudanya menjadi murid Muhammad Abduh di Al-Azhar, pernah mengecam ayahnya membaca Dalail al-Khairat. Katanya ini menyebabkan “waktu terbuang secara bodoh”. Lihat Taha Husein, Al-Ayyam, II (Kairo: Dar al-Maarif, tiada tanggal), hal. 123. Lihat pula masalah Dalail al-Khairat pada buku yang Anda baca ini selanjutnya.
[11] Deliar Noer, ibid, halaman 243, mengutip Utusan Nahdlatul Ulama, Tahun I No. I (1 Rajab 1347H; yaitu 14 Desember 1928), hal 9.
[12] Deliar, ibid hal 244, mengutip Utusan Nahdlatul Ulama, ibid, hal 9.
[13] Deliar, ibid, hal 244.
[14] Deliar Noer, ibid, halaman 245
[15] Surat ini bertanggal 24 Zulhijjah 1346 H (13 Juni 1928), No 2082, Lihat Utusan Nahdlatul Ulama, Tahun 1, No 1, dikutip Deliar Noer, halaman 246.
[16] Al-Arkhabil, Tahun 5, vol 8, Sya’ban 1420H Nopember 1999, LIPIA, Jakarta, halaman 22.
[17] Fatwa Al-Lajnah Ad-Da’imah lilbuhuts al-‘ilmiyyah wal Ifta’, Darul ‘Ashimah, Riyadh, cetakan 3, 1419H, halaman 320-321.
[18] Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Minhajul Firqah an-Najiyah wat Thaifah al-Manshuroh, diterjemahkan Ainul Haris Umar Arifin Thayib Lc menjadi Jalan Golongan yang Selamat, Darul Haq, Jakarta, cetakan I, 1419H, 171-172.
[19] KH Saifuddin Zuhri, Sejarah kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia, PT Al-Ma’arif, Bandung, cetakan ketiga, 1981, halaman 611.
[20] Hartono Ahmad Jaiz, Mendudukkan tasawuf, Gus Dur Wali? , Darul Falah, Jakarta, cetakan kedua, 1420H/ 2000M, halaman 121.
Oleh Hartono Ahmad Jaiz
Posted 25th March 2010 by Rahmat Ariza Putra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar