Home

1. Pasukan Pasopati

Tugas pasukan pasopati adalah menculik para jendral pimpinan TNI-AD dan membawanya ke lubang buaya. Kekuatan bersenjata yang tergabung dalam pasukan pasopati terdiri atas satu batalyon infantri (minus) dari brigade kolonel inf. A.Latief, satu kompi Tjakrabirawa dari batalion pimpinan letkol inf.Untung, satu peleton dari batalion infantri pimpinan mayor inf. Sukimo/Kapten Inf. Kuntjoro, dan pleton-pleton sukwa PKI.

Lettu Inf. Dul Arief yang bertindak sebagai pimpinan pasukan pasopati segera mengumpulkan pasukandalam formasi yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu sebagai berikut:
  •   Pasukan yang bertugas menculij Jendral TNI A.H. Nasution di bawah pimpinan Pelda Djahurub, anak buah Letkol Inf. Untung, dengan kekuatan lebih kurang satu kompi pasukan bersenjata dan satu peleton sukwan PKI.
  • Pasukan yang ditugaskan menculik Letjen TNI A.Yani di bawah pimpinan Peltu Mukidjan, anak buah Kolonel Inf. A. Latief dengan kekuatan lebih kurang satu kompi pasukan berseenjata dan dua regu sukwan PKI
  • Pasukan yang ditugasi menculik Mayjen TNI Soeprapto di bawah pimpinan Serda Sulaiman, anak buah Letkol Inf. Untung, dengan kekuatan lebih kurang satu peleton pasukan bersenjata dan satu kelompok sukwan PKI.
  • Pasukan yang di tugasi menculik Mayjen TNI S.Parman di bawah pimpinan Serma Satar, anak buah Letkol Inf. Untung, dengan kekuataan lebih kurang satu peleton pasukan bersenjata dan satu kelompok sukwan PKI.
  • Pasukan yang ditugaskan menculik Mayjen TNI Haryono M.T dipimpin oleh Serma Bungkus, anakn buah Letkol Inf.Untung dengan kekuatan lebih kurang satu peleton pasukan bersenjata dan kelompok sukwan PKI.
  • Pasukan yang ditugasi menculik Brigjen TNI Sutojo S. di bawah pimpinan Serma Surono, anak buah Letkol Inf. Untung dengan kekuatan kurang lebih satu peleton pasukan bersenjata dan satu kelompok sukwan PKI.
  • Pasukan yang ditugasi menculik Brigjen TNI D.I Pandjaitan di bawah pimpinan Serda Sukardjo anak buah Kapten Inf. Kuntjoro dengan kekuatan lebih kurang satu peleton pasukan bersenjata dan satu kelompok sukwan PKI.

2. Pasukan Bima Sakti

Kekuatan bersenjata yang di alokasikan kepada pasukan bima sakti terdiri dari atas satu batalion infantri di pimpin oleh Mayor Inf. Bambang Supeno, dan satu batalion infantri yang di pimpin oleh Kapten Inf. Kuncoro, empat batalion sukwan PKI satu kompi infantri di pimpin oleh Kapten Suradi. Pasukan Bima Sakti bertugas pokok menguasai kota yaitu :
  • Sektor jakarta
  • Sektor jatinegara
  • Sektor Senen dan Kemayoran
  • Sektor Tanjung Priok
  • Sektor Kebayoran Lama
  • Sektor Grogol

3. Pasukan Pasukan Gatotkaca

kekuatan bersenjata yang tergabung dalam pasukan Gatotkaca terdiri atas satu batalion pimpinan Mayor Udara Soejono dan pasukan-pasukan sukwan dan sukwati PKI. Pasukan ini dibawah pimpinan Mayor Udara Gathut Soekrisno berkedudukan di basis gerakabn lubang buaya. Satuan ini berfungsi sebagai pasukan cadangan yang bertugas menampung tawanan hasil penculikan serta melaksanakan pembunihan dan penguburan korban-korban penculikan.

Aksi Penculikan

1). Usaha penculikan terhadap Jendral TNI A.H Nasution

Pasukan yang ditugasi menculik Jendral Tni A.H Nasution di bawah pimpinan Pelda Djahurub dengan berkendaraan truk berangkat dari luban buaya pada tanggal 1 Oktober 1965 sekitar pukul 03.00 menuju ke kediaman Jendral TNI A.H Nasution di jalan teuku Umar Nomor 40 Jakarta.


Ibu Nasution ketika mengetahui ada sejumlah orang bersenjata masuk secara paksa ke dalam rumah segera mengunci pintu kamar dan memberitahukan Jendral TNI A.H Nasution tentang kedatangan orang-orang berseragam yang mungkin bermaksud tidak baik. bapak Nasution kurang yakin akan keterangan ibu Nasution dan segera membuka pintu kamar. ketika melihat pintu di buka, anggota penculika segera melepaskan tembakan ke arah Jendral TNI A.H Nasution seketika itu beliau menjatuhkan diri ke lantai, dan ibu Nasution cepat-cepat menutup dan mengunci pintu kamar kembali. Dengan  meamnajt tembok samping rumah Jendral TNI A.H Nasution berhasil menyelamatkan diri.

2). Penculikan terhadap Letjen TNI A. Yani

Pasukan yang bertugas menculik Letjen TNI A.Yani di pimpin oleh Peltu Mukidjan berangkat dari lubang buaya pada tanggal 1 Oktober 1965 sekitar pukul 03.00. Setiba di rumah Letjen TNI A.Yani di jalan Latuharhary Nomor 6 Jakarta. Sebagian Penculik menuji ke kediaman Letjen TNI A. YAni dan mengetuk pintu yang di bukkakan oleh seorang pembantu rumah tangga. Ibu Yani malam itu sedang berada di kediaman resmi Men/Pangad di taman Suropati. Salah seorang pasukan penculik menyampaikan bahwa beliau di panggil presiden, ketika beliau menjawab bahwa hendak mandi dulu maka salah seorang anggota menagatakan “Tidak usah” sambil menodongkan senjata . Melihat sikap kurang ajar penceulik tersebut beliau sangat marah dan memukul hingga jatuh.  tapi seketika itu juga serda Gijadi salah seorang penculik menembak baliau dari belakang sengan senjata Thomson hinga ronoh tujuh butir peluru menembus tubuhnya.

3). Penculikan Terhadap Mayjen TNI Soeprapto

Pasukan yang di pimpin oleh Serda Sulaiman berangkat dari lubang buaya pada tanggal 1 Oktober 1965 sekitar pukul 03.00. Penculik memasuki kediaman Mayjen TNI Soeprapto di jalan Besuki Nomor 19 Jakarta dan mengetuk pintunya. Di teras sudah menunggu beberapa orang pasukan penculik, Serda Sulaiman mengatakan bahwa Mayjen TNI Soeprapto di perintahkan untuk menghadap Presiden Soekarno segera. Mereka di perintahkan untuk menunggu karena akan berganti pakaian terlebih dahulu, Para penculik melarang dengan kasar dan kemudian menaikkan dengan paksa ke dalam truk yang telah tersedia.

4).Penculikan Terhadap Mayjen TNI S.Parman

Pasukan yang di pimpin oleh Serma Satar, berangkat dari lubang buaya pada tanggal 1 Oktober 11965. Setibanya di kediaman Mayjen TNI S.Parman di jalan Samsurizal Nomor 32, Jakarta, Di luar telah menunggu pada penculik yang mengatakan bahwa beliau di perintahkan untuk menghadap presiden. Ibu S. Parman mulai curiga akan tingkah laku mereka yang demiian kasar. beliau menanyakan surat perintah panggilan dari istana Presiden. beliau menjawah surat tersebut ada pada Pelda Yanto di luar. Sambil melangkah beliau meminta ibu S Parman agar menelpon Letjen TNI A. Yani untuk melaporkan keadan tersebut, Ternyata kabel telepon sudah dalam keadan putus. kemudian mayjen TNI S.Parman di masukkan ke dalam kendaraan kemudian di bawa ke lubang buaya.

5). Penculikan Terhadap Mayjen TNI Haryono M.T

Pasukan penculik yang di pimpin oleh Serma Bungkus berangkat dari lubang buaya pada tanggal 1 Oktober 1965 sekitar pukul 03.00 ke jalan Prambanan Nomor 8 Jakarta. Kemudian penculik memberitahukan kepada ibu Haryono bahwa bapak di panggil oleh presiden, kemudia ibu memberitahukan kepada bapak yang masih di kamar tidur. Beliau memberitahukan agar mereka itu datang lagi sekitar pukul 08.00 kemudian penculik memaksa agar beliau berangkat malam itu juga. Beliau menuruh anak beserta ibunya pindah ke kamar sebelah. kemudian para penculik berteriak meminta beliau untuk segera keluar. Oleh karena beliau tidak memenuhi perintah tersebut mereka melepaskan tembakan ke pintu yang terkunci. pada saat itu beliau berusaha merebut senjata salah seorang anggota pasukan penculik, tetapi gagal dan bersamaaan dengan itu beliau di tusuk beberapa kali dengan sangkur, kemudian beliau di seret dan di masukkan ke truk yang sudah tersedia.

6).  Penculikan Terhadap Brigjen TNI Sutojo S

Pasukan penculik yang di pimpin Serma Surono berangkat dari lubang buaya pada tangal 1 Oktober 1965 sekitar pukul 03.00 kemudian mereka menuju ke jalan Sumenep Nomor 17 jakarta, melalui garasi di sebelah kanan. Dengan todongan sangkur mereka meminta kepada pembantu rumah tangga untuk menyerahkan kunci yang menuju kamar tengah, setelah membuka pintu mereka menerobos masuk dan mengatakan kepada Brigjen TNI Sutojo S bahwa beliau dipanggil oleh presiden. kemudian mereka membawa beliau ke lubang buaya.

7). Penculikan terhadap Brigjen TNI D.I Pandjaitan

Pasukan penculik di pimpin oleh Serda Sukardjo, para penculik membuka pintu kediaman Brigjen TNI D.I Pandjaitan di jl. Hasanudin Nomor 53 jakarta dengna paksa, Kemudian mereka menembak dua orang keponakan beliau yang saat itu sedang tidur di lantai atas. salah seorang di antaranya tewas. kemudian para penculik berteriak memanggil Brigjen TNI D.I Pandjaitan supaya keluar untuk menghadap presiden. Setibanya di halaman beliau tidak dapat menahan amarahnya atas sikap para anggota pasukan penculik terhadapnya. Beliau di pukul dengan popor senjata hingga jatuh. pada saat itu juga dua orang anggota penculik menembaknya dengan senjata otomatis. Brigjen TNI D.I Pandjaitan gugur pada saat itu juga, Jenazahnya dimasukkan ke dalam salahsatu kendaraan yang di siapkan, kemudian di bawa ke lubang buaya.

1. Sebelum Peristiwa 1 Oktober 1965 (Gestok). Tampilkan semua posting

Selasa, 30 September 2014

http://soehartobukanpahlawan.blogspot.co.id/search/label/1.%20Sebelum%20Peristiwa%201%20Oktober%201965%20%28Gestok%29


Soeharto dendam Pranoto bongkar kasus korupsinya di Jawa Tengah


Soeharto dendam Pranoto bongkar kasus korupsinya di Jawa Tengah


Reporter : Ramadhian Fadillah | Selasa, 30 September 2014 03:05


Soeharto dendam Pranoto bongkar kasus korupsinya di Jawa Tengah
jenderal pranoto reksosamodra. ©dok keluarga/buku jenderal pranoto reksosamodra
 

Merdeka.com - Pranoto Reksosamodra sejatinya teman karib Soeharto. Saat Jepang membuka pendidikan Pembela Tanah Air (PETA), kedua pemuda tersebut terpanggil untuk mendaftar.

Pranoto dan Soeharto sama-sama lulus dengan hasil memuaskan sebagai kompandan peleton. Sebentar bertugas, keduanya dipanggil mengikuti pendidikan lanjutan sebagai komandan kompi di Bogor.

Karir Pranoto dan Soeharto juga maju beriringan. Tahun 1948, Letkol Pranoto diangkat menjadi Komandan Brigade IX/Divisi III/Diponegoro di Muntilan, sementara Letkol Soeharto menjadi Komandan Brigade X di Yogyakarta.

Saat Soeharto sebagai komandan serangan Umum 1 Maret, Pranoto dan pasukannya kebagian tugas menyerang Yogyakarta dari Utara lewat Kali Code.

Kolonel Pranoto juga yang menggantikan Kolonel Soeharto menjadi Panglima Tentara & Teritorium IV/Diponegoro. Pada saat itu Panglima menjabat penguasa perang daerah (Paperda).

Di sinilah hubungan kedua perwira Angkatan Darat ini memburuk. Penyebabnya saat tim pemberantasan korupsi Angkatan Darat turun ke daerah-daerah menyelidiki dugaan korupsi para panglima. Tim ini diketuai oleh Brigjen Soengkono.

Merdeka.com - Kolonel Pranoto menuliskan peristiwa ini dalam catatan pribadinya. Buku catatan ini kemudian disunting Imelda Bachtiar dan diterbitkan Kompas tahun 2014 dengan judul Catatan Jenderal Pranoto dari RTM Boedi Oetomo sampai Nirbaya.

Pranoto mengaku memberikan fasilitas dan keleluasaan untuk tim audit tersebut selama bergerak di wilayah militernya.



 
Tim ini menemukan sejumlah pelanggaran yang dilakukan Kolonel Soeharto saat menjabat Panglima di Jawa Tengah. Antara lain barter liar, monopoli cengkeh dari asosiasi gabungan pabrik rokok kretek Jawa Tengah. Ada juga penjualan besi tua yang disponsori sejumlah pengusaha Tionghoa seperti Lim Sioe Liong.
Brigjen Soengkono melaporkan hal ini pada Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Nasution yang. Soeharto sempat malu dan berniat mengundurkan diri karena kasus ini. Namun Nasution menolaknya.

Nasution pula yang kemudian menyelesaikan kasus ini. Soeharto akan diberi sanksi administrasi sedangkan Pranoto diperintahkan menertibkan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di Jawa Tengah.

Masalah rupanya belum selesai. Soeharto sudah menaruh dendam pada Pranoto. Dia termakan kasak kusuk yang menyebut Pranotolah yang meminta tim Angkatan Darat menyelidiki masalah ini.  

Merdeka.com - Wakil Kasad Letjen Gatot Soebroto memanggil kedua anak buahnya ini. Dia meminta keduanya berbaikan. Namun Soeharto sempat menolak.

"Bagaimanapun aku merasa dipermalukan dan dicoreng-moreng oleh sebab perbuatannya," kata Soeharto. 



 
Pranoto membela diri. "Demi Allah, laporan-laporan itu bukanlah aku yang melakukan dan aku pun tak perlu menuduh dari mana ataupun dari siapa laporan itu dibuat. Hal itu tidak benar dan kalau perlu kolonel dapat menuntutnya."

Letjen Gatot Subroto menyela perdebatan itu dengan gayanya yang kebapakan. Dia meminta Pranoto dan Soeharto berdamai.

"Kalian seperti anak kecil. Di hadapanku jangan pada bertengkar. Sudah bubar. Ayo pada salaman," kata Gatot.

"Kami terpaksa bersalaman. Betapapun di hati masing-masing terasa hambar," kenang Pranoto melukiskan peristiwa tahun 1960 itu.

Persahabatan dua perwira TNI ini pun berakhir.

Merdeka.com - Kelak setelah G30S meletus, Mayor Jenderal Soeharto menahan Mayjen Pranoto dengan tuduhan terlibat aksi militer G30S yang didalangi PKI. Tanpa pengadilan, Pranoto menjalani penahanan selama 15 tahun.
Sejumlah pihak menyangka dendam Soeharto yang melatarbelakangi penangkapan tersebut. Namun rupanya Pranoto tak mau berburuk sangka.

"Dari catatan Pak Pran, beliau juga tidak tahu apakah karena masalah itu atau yang lain. Karena itu Pak Pran selalu berharap ada pengadilan sehingga bisa menjawab semua tuduhan. Tapi pengadilan tersebut tak pernah ada," kata Imelda Bachtiar saat berbincang dengan merdeka.com.


Sumber:
http://www.merdeka.com/peristiwa/soeharto-dendam-pranoto-bongkar-kasus-korupsinya-di-jawa-tengah-splitnews-4.html