Senin, 12 April 2021

Memoirs of Mr. Hempher, The British Spy to the Middle East

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Memoirs_of_Mr._Hempher,_The_British_Spy_to_the_Middle_East

Memoirs of Mr. Hempher, The British Spy to the Middle East Bahasa Unduh PDF Menonton Sunting Belajarlah lagi The netralitas dari artikel ini diperdebatkan . Memoirs of Mr. Hempher, The British Spy to the Middle East ( Arabic : مذكرات مستر همفر جاسوس بريطاني ) atau Confessions of a British Spy ( Arabic : إعترافات جاسوس بريطاني ) adalah dokumen yang diklaim sebagai akun pada abad ke-18 Agen Inggris, Hempher, dari perannya dalam mendirikangerakan reformasi Islam konservatif Wahhabisme , sebagai bagian dari konspirasi untuk mengkorupsi Islam. Ini pertama kali muncul pada tahun 1888, dalam bahasa Turki , dalam lima volume Mir'at al-Haramayn dari Ayyub Sabri Pasha. [1] Ini telah dideskripsikan sebagai " apokrif ", [2]dan "variasi Anglophobic pada The Protocols of the Elders of Zion ". 

[2] Ini telah diterjemahkan dan disebarkan secara luas, tersedia di internet, [3] [4] [5] [6] dan masih menikmati beberapa mata uang di antara beberapa individu di Timur Tengah dan sekitarnya. 

Pada tahun 2002, seorang perwira intelijen militer Irak, dalam sebuah "dokumen rahasia", membuat banyak pernyataan yang sama tentang Wahhabisme seperti yang ditemukan dalam buku tersebut. [1] [7] Pengakuan Mata-mata Inggris dan Permusuhan Inggris Terhadap Islam Penulis Ayyub Sabri Pasha (?) Negara Kekaisaran Ottoman Bahasa Turki Penerbit Publikasi Wakaf Ikhlas Tanggal penerbitan 1888 Diterbitkan dalam bahasa Inggris 2001 Analisis Sunting Sabri Pasha, seorang sejarawan dan penulis Ottoman , belajar di akademi angkatan laut dan mendapatkan pangkat perwira angkatan laut, bertugas selama beberapa waktu di Hijaz dan Yaman . Dia menulis karya sejarah tentang dinasti Saudi dan meninggal pada tahun 1890. Dalam The Beginning and Spread of Wahhabisme , buku tersebut meminta Ayyub Sabri Pasha menceritakan kisah hubungan Abdul Wahhab dengan Hempher, seorang mata-mata Inggris, dan rencana mereka untuk menciptakan sebuah agama baru. 

8] Sebuah laporan intelijen Irak dari tahun 2002, selama pemerintahan Saddam Hussein , juga menegaskan bahwa agen intelijen Inggris, yang paling terkemuka bernama Hempher, bersekongkol untuk mengatur pembentukan agama baru dalam koordinasi dengan Donmeh crypto-Yahudi . [7] Laporan intelijen menyatakan bahwa baik Muhammad ibn Abdul Wahhab dan Muhammad bin Saud adalah Donmeh crypto-Yahudi asal Turki yang, dengan dukungan dari Inggris, mendirikan sekte Islam Wahhabi dan berperang melawan Kekaisaran Ottoman dan kemudian menjadi Khilafah Mekah dan Madinah . [7] Ini menjelaskan lebih lanjut House of SaudAsal usul Donmeh, karena garis keturunan lengkap Muhammad bin Saud adalah Muhammad bin Saud bin Muhammad bin Muqrin bin Mardkhai (Mordekai), dan nenek moyang mereka bernama Moshe, yang merupakan pengucapan Ibrani Musa, akhirnya berasal dari Turki, lalu ke Basrah dan akhirnya ke Diriyah di Najd . House of Saud kemudian menyuap pejabat Mesir untuk memalsukan silsilah palsu untuk Muhammad ibn Abdul Wahhab, yang nenek moyang sebenarnya bernama Shulman dan berasal dari Turki . 

[7] Seluruh laporan ditangkap setelah invasi 2003 ke Irak dan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. George Packer telah mencirikan Hempher's Memoirs sebagai "mungkin hasil kerja seorang penulis Muslim Sunni yang bermaksud untuk menampilkan Muslim sebagai terlalu suci dan terlalu lemah untuk mengatur sesuatu yang merusak seperti Wahhabisme". [9] Bernard Haykel dari Harvard 's Olin Institute for Strategic Studies menggambarkan dokumen tersebut sebagai pemalsuan anti-Wahhabi , "mungkin dibuat oleh Ayyub Sabri Pasha". [1] Pada tahun 1987, Ayatollah Hussein-Ali Montazeri menyebut Wahhabi "sekelompok agen Inggris dari Najd ." Martin S. Kramer, "Perseteruan Abadi Islam" di Itamar Rabinovich

Sejarah & Kronologi Terbentuknya Kerajaan Arab Saudi Yang Dibantu Kerajaan Inggris

https://www.kaskus.co.id/thread/5c06989fe4ef877c748b4571/sejarah-amp-kronologi-terbentuknya-kerajaan-arab-saudi-yang-dibantu-kerajaan-inggris/
Bagian 1 - 20 

1. Tahun 1701: Muhammad Bin Abdul Wahab dilahirkan di Uyainah, Nejd.

2. Tahun 1713-an keatas: Pergi ke Basrah untuk menuntut ilmu, disana Muh. Bin Abdul Wahab bertemu Mr. HEMPHER mata-mata Inggris yang mengaku sebagai Muslim dari Turki yang punya misi mencari kelemahan untuk menghancurkan Khilafah Turki Ottoman dari dalam.

Hempher menggunakan Muh. Bin Abdul Wahab sebagai boneka penyebaran mazhab baru yang “bebas” dengan dalih kebebasan IJTIHAD “mengkaji langsung dari Qur’an dan Hadits” walaupun menyelisihi pemahaman para sahabat, para Imam Mazhab yang 4 dan para Ulama Muktabar. Hempher menjanjikan dukungan dana dan senjata dari Inggris bagi Imam Mujtahid yang baru muncul ini. Tujuan utama Hempher adalah agar Muh. Bin Abdul Wahab mencetuskan revolusi pemberontakan melepaskan diri terhadap Khilafah Islam Turki Ottoman.

Dengan agenda tersembunyi akan melakukan pemberontakan, dibangunlah doktrin-doktrin baru untuk melegislasi tindakan kekerasan dan pembunuhan terhadap pejabat pemerintah Turki Ottoman dan semua orang yang tidak mendukung revolusi wahabi, yaitu: Membuat ajaran baru yang mudah meng-KAFIR-kan Muslimin, sebagai alasan untuk menghalalkan darahnya apabila tidak mau bergabung dengan gerakan Wahabi. Di Basrah itulah dimulai ajaran-ajaran TAKFIR-nya disebar luaskan. Tentu saja PERKARA BARU-nya itu ditentang oleh Ulama- setempat.

3. Tahun 1726: Dakwah di Huraymilah dan menyebarkan Perkara Baru ajaran takfir-nya, diusir oleh masyarakat setempat.

4. Tahun 1728: Dakwah di Uyainah, mendapat dukungan dari Amir Utsman penguasa Uyainah, mulai melakukan perusakan dan pembongkaran kubah makam orang-orang soleh. Tindakan dan ajarannya yang ekstrim mendapat kecaman dari penguasa wilayah yang lain.

5. Tahun 1744: Bergabung dengan Muhammad Bin Saud penguasa Di’riyah, semakin gencar menyebarkan doktrin-doktrin WAHABI, dan mempraktekkan tindakan-tindakan kekerasan dalam menerapkan dan memaksakan ajaran Wahabi.

6. Tahun 1765: Muhammad Bin Saud peguasa Di’riyah meninggal dunia, digantikan oleh Abdul Azis bin Muhammad Al Saud.

7. Tahun 1792: Dengan dukungan senjata dan dana dari Inggris yang difasilitasi oleh Hempher, Revolusi Wahabi dibawah pimpinan Abdul Azis Bin Su’ud berhasil menguasai : Riyadh, Kharj dan Qasim di wilayah Arabia Tengah.

8. Tahun 1793: Muhammad Bin Abdul Wahab wafat. Mereka melanjutkan ekspansi ke timur ke Hasa, dan menghancurkan kekuasaan Banu Khalid di wilayah itu. Para pengikut Syi`ah di kawasan ini, yang jumlahnya cukup banyak, dipaksa untuk menyerah dan mengikuti Wahhabisme atau dibunuh.

9. Tahun 1797: Menyerbu Teluk Persia, Oman, Qatar, Bahrain.

10. Tahun 1802: Menyerbu Thaif, dilanjutkan menyerbu Karbala Iraq, membunuh 2.000-an pengikut Syi`ah yang sedang bersembahyang sambil merayakan Muharram. Dengan kemarahan yang tak terkontrol, mereka menghancurkan makam-makam Imam ‘Ali bin Abu Thalib, Husain, Imam-imam Syi`ah dan khususnya kepada makam puteri Nabi, Fatimah.

11. Tahun 1803: Menyerbu Mekkah.

12. Tahun 1804: Menyerbu Madinnah.

 Mereka membunuh Syekh dan orang awam yang tidak bersedia masuk Wahabi. Perhiasan dan perabotan mahal dan indah yang disumbangkan oleh banyak raja dan pangeran dari seluruh dunia Islam untuk memperindah banyak makam Wali di seputar Mekkah dan Madinnah, makam Nabi Muhammad saw. Dan Masjidil Haram – dicuri dan dibagi-bagikan. Pada saat Mekkah jatuh ke tangan Wahabi. Dunia Islam guncang, bahwa makam Nabi Muhammad saw. telah dinodai dan dijarah, rute jamaah haji ditutup dan segala bentuk peribadatan yang tidak sejalan dengan praktik Wahabi dilarang.

13. Tahun 1806: Abdul Azis Bin Su’ud meninggal dunia digantikan Abdullah bin Sa’ud.

14. Tahun 1811: Turki Ottoman mulai mengirimkan pasukan untuk memadamkan revolusi pemberontakan kaum Wahabi.

15. Tahun 1812: Pasukan Turki Ottoman dari Mesir berhasil menguasai Madinnah.

16. Tahun 1815: Kembali pasukan Turki Ottoman dari Mesir menyerbu : Riyadh, Mekkah dan Jeddah.

17. Tahun 1818: Di’riyah, ibukota pusat gerakan Revolusi pemberontakan Wahabi berhasil dikuasai pasukan Khilafah Islam Turki Ottoman. Pemimpin Wahabi saat itu Abdullah bin Sa’ud tertangkap, dibawa ke Istambul dan dihukum gantung disana sebagai pimpinan pemberontakan.

18. Tahun1821: Tentara Khilafah Islam Turki Ottoman ditarik dari Arabia.

19. Tahun1824: Turki Bin Abdullah, yang bapaknya dihukum gantung di Turki mengambil alih kepemimpinan kaum Wahabi menduduki Riyadh.

20. Tahun 1830: Meluaskan penaklukan ke daerah `Aridh, Kharj, Hotah, Mahmal, Sudayr Aflaj dan Hasa.


Sejarah & Kronologi Terbentuknya Kerajaan Arab Saudi Yang Dibantu Kerajaan Inggris

Bagian 21 - 50

21. Tahun 1834: Turki bin Abdullah dibunuh konspirasi internal keluarga Saud yang dipimpin sepupunya sendiri, yang diangkat jadi walikota Manfuhah yang bernama Mishari. Setelah mengalami konflik antar sesama klan Saud, Faisal bin Turki berhasil naik menjadi Penguasa baru kaum Wahabi.

22. Tahun 1837: Faisal bin Turki Al Saud, karena menolak membayar upeti ke Mesir, diringkus oleh Otoritas Turki Ottoman dan dibawa ke Mesir.

23. Tahun 1863: Faisal bin Turki Al Saud berhasil melarikan diri dari Mesir, kembali berkuasa di Riyadh tapi tetap mengakui kekuasaan Khilafah Islam Turki Ottoman dan rutin membayar upeti ke Mesir.

24. Tahun 1865: Faisal bin Turki Al Saud meninggal, anak-anaknya dari isteri yang berbeda-beda terlibat perebutan kekuasaan.

25. Tahun 1871: Sa’ud bin Faisal keluar sebagai pemenang dan berkuasa memimpin teritorial kaum Wahabi.

26. Tahun 1875: Sa’ud bin Faisal meninggal, kembali terjadi perebutan kekuasaan.

27. Tahun 1887: Abdullah Al Saud meminta bantuan Muhammad bin Rasyid penguasa Ha’il. Laskar Klan Rasyid setelah membantu Abdullah dan berhasil menyingkirkan pesaingnya akhirnya justru menangkap Abdullah dan menguasai Riyadh dengan mengatasnamakan sebagai wali dari Turki Ottoman.

28. Tahun 1889: Abdurrahman Al Saud, salah satu walikota dibawah kendali Al Rasyid memberontak tetapi berhasil ditumpas oleh Muhammad Bin Rasyid, Abdurrahman melarikan diri keluar dari Riyadh.

29. Tahun 1893: Abdurrahman Al Saud menetap di Kuwait dibawah perlindungan kekuasaan Klan Al Sabah dibawah protektorat Inggris berdasarkan traktat tahun 1899.

30. Tahun 1902: Abdul Azis bin Abdurrahman Al Saud yang merengek minta bantuan Inggris berusaha merebut kekuasaan di Riyadh dari Klan Rasyid yang didukung Khilafah Turki Ottoman.

Mulanya Inggris meragukan kemampuan Abdul Azis, tapi Abdul Azis meyakinkan Inggris bahwa metodenya adalah murni gerakan politik-militer yang akan “membunuh semuanya” yang menentangnya, tidak peduli meskipun Muslim.

31. Tahun 1906: Abdul Azis bin Abdurrahman Al Saud yang lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Saud dengan dukungan penuh dari Inggris berhasil menguasai QASIM, yang mendekati pusat pemerintahan Klan Rasyid di Nejd.

32. Tahun 1913: Hasa yang banyak penganut SYI’AH dikuasai. Ibn Sa`ud mengadakan perjanjian dengan ulama Syi’ah yang menetapkan bahwa Ibn Sa`ud akan memberikan mereka kebebasan menjalankan keyakinan mereka dengan syarat mereka patuh kepada Ibn Sa`ud. Pada saat yang sama, Syi’ah tetap dianggap sebagai kalangan Rafidah yang KAFIR.

33. Tahun 1915: Ditengah berkecamuknya perang dunia ke-I, Pada tanggal 26 Desember 1915, Ibn Sa`ud menyepakati traktat dengan Inggris. Berdasarkan traktat ini, pemerintah Inggris mengakui kekuasaan Ibn Sa`ud atas Nejd, Hasa, Qatif, Jubail.

Apabila wilayah-wilayah ini diserang, Inggris akan membantu Ibn Sa`ud. Traktat ini juga mendatangkan keuntungan material bagi Ibn Sa`ud. Ia mendapatkan 1000 senapan dan uang £20.000 begitu traktat ditandatangani. Selain itu, Ibn Sa`ud menerima subsidi bulanan £5.000 dan bantuan senjata yang akan dikirim secara teratur sampai tahun 1924. Dokumen diatas menjelaskan: Sebagai imbalan bantuan dan pengakuan Inggris akan kekuasaannya, Ibn Sa`ud menyatakan tidak akan mengadakan perundingan dan membuat traktat dengan negara asing lainnya. Ibn Sa`ud juga tidak akan menyerang atau campur tangan di Kuwait, Bahrain, Qatar dan Oman – yang berada di bawah proteksi Inggris. Ibn Saud juga berjanji membiarkan berdirinya negara Yahudi di Palestina yang dibidani Inggris.

34. Tahun 1916: Perjanjian penentuan batas wilayah. Komisioner tinggi Inggris Sir Percy Cox dengan mengambil kertas dan pena menentukan batas-batas wilayah kerajaan-kerajaan di Timur-Tengah sebagai kerajaan-kerajaan nasional yang berdaulat lepas dari Khilafah Turki Ottoman.

Sementara itu, saingan Ibn Sa`ud di Nejd, Ibn Rasyid, tetap bersekutu dengan Khilafah Usmaniah. Ketika Kesultanan Utsmani kalah dalam Perang Dunia I bersama-sama dengan Jerman, klan Rasyidi kehilangan sekutu utama. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya, Rasyidi dilanda persaingan internal di bidang suksesi. Perang antara Ibn Sa`ud dan Ibn Rasyid sendiri tetap berlangsung selama PD I dan sesudahnya.

35. Tahun1917: Menteri Luar Negeri Inggris Arthur Balfour menerbitkan deklarasi Balfour kepada Lord Rothschild seorang aristokrat dan miliuner Yahudi tanggal 2 November 1917 yang menjanjikan berdirinya negara Yahudi di Palestina. Pada tanggal 11 Desember 1917, Inggris dibawah pimpinan Jenderal Edward Allenby menduduki Palestina.

36. Tahun 1921: Setelah berbulan-bulan dikepung, pada tanggal 4 November 1921, Ha’il, ibukota Klan Rasyidi, jatuh ke tangan Ibn Sa`ud yang dibantu Inggris melalui dana dan persenjataan. Penduduk oase subur di utara itu pun mengucapkan bai’at ketundukan kepada Ibn Sa`ud.

37. Tahun 1922: Asir, wilayah di Hijaz selatan dikuasai Ibn Saud.

38. Tahun 1924: Mekkah dan Madinnah dikuasai.

39. Tahun 1925: Jeddah dikuasai, di tahun ini Ibnu Saud memproklamirkan diri sebagai RAJA HIJAZ.

40. Tahun 1926: Ibnu Saud memproklamirkan diri sebagai RAJA HIJAZ dan SULTAN NEJD. Agen intelejen Inggris yang bernama Harry St. John Pilby tinggal di Jeddah sebagai penasehat dan penghubung dengan pemerintah Inggris.

41. 1927: Perjanjian umum Inggris-Arab Saudi yang ditandatangani di Jeddah (20 Mei 1927). Perjanjian itu, yang dirundingkan oleh Clayton, mempertegas pengakuan Inggris atas ‘kemerdekaan lengkap dan mutlak’ Ibnu Sa‘ud.

Hubungan non-agresi dan bersahabat, pengakuan Ibnu Sa‘ud atas kedudukan Inggris di Bahrain dan di ke-Emir-an Teluk, serta kerjasama dalam menghentikan perdagangan budak. Dengan perlindungan Inggris ini, Abdul Aziz (yang dikenal dengan Ibnu Sa‘ud) merasa aman dari berbagai ancaman.

42. Tahun 1928: Suku Duwaish yang tidak senang terhadap sikap politik Ibnu Saud yang terlalu pro Barat dan menyetujui berdirinya Israel di Palestina melakukan pemberontakan. Dengan bantuan angkatan udara Inggris dilakukan pengeboman dan penumpasan pemberontakan suku Duwaish.

43. Tahun 1932: Ibnu Saud memproklamrikan berdirinya Kerajaan Saudi Arabia (Al-Mamlakah al-‘Arabiyah as-Su‘udiyah) dengan wilayah kekuasaan yang sampai sekarang ini dikenal sebagai Kerajaan SAUDI ARABIA (KINGDOM OF SAUDI ARABIA).

44. Tahun 1933: Ditemukan minyak di Wilayah Arab Saudi, Standart Oil Company dari California memperoleh konsesi selama 60 tahun. Perusahaan ini kemudian berubah nama menjadi Arabian Oil Company pada tahun 1934. Pada mulanya, pemerintah AS tidak begitu peduli dengan Saudi. Namun, setelah melihat potensi besar minyak negara tersebut, AS dengan agresif berusaha merangkul Saudi.

45. Tahun 1941: Untuk kepentingan minyak, secara khusus wakil Aramco, James A. Moffet, menjumpai Presiden Roosevelt (April 1941) untuk mendorong pemerintah AS memberikan pinjaman utang kepada Saudi. Utang inilah yang kemudian semakin menjerat negara tersebut menjadi ‘budak’ AS.

Pada tahun 1946, Bank Ekspor-Impor AS memberi pinjaman pada Saudi sebesar $10 juta dollar. Tidak hanya itu, AS juga terlibat langsung dalam ‘membangun’ Saudi menjadi negara modern, antara lain dengan memberikan pinjaman sebesar $100 juta dollar untuk pembangunan jalan kereta api

46. Tahun 1943: Konsesi ijin bagi AS menempatkan pangkalan militer di Arab Saudi yang terus diperpanjang sampai sekarang.

47. Tahun 1948: Deklarasi berdirinya Israel pada tanggal 14 Mei 1948 yang dibacakan oleh Perdana Menteri David Ben Gurion di Tel Aviv.

Proklamasi Israel itu ditentang oleh 5 negara Arab: Arab Saudi, Suriah, Mesir, Trans-Yordania, Libanon dan Iraq yang mengakitbatkan pecahnya perang Arab-Israel pertama sepanjang tahun 1948-1949. Namun perang ini adalah setengah hati, karena Negara-negara Arab sendiri sudah terikat traktat dengan Inggris melalui Perjanjian Penentuan Batas Wilayah yang ditentukan oleh Komisioner Tinggi Inggris Sir Percy Cox pada tahun 1916. Disamping itu juga telah adanya janji para penguasa negara Arab bentukan Inggris untuk membiarkan berdirinya Israel di Palestina sebagai imbalan atas jasa Inggris yang telah membantu berkuasanya para Raja boneka Inggris di masing-masing negara Arab.

48. Tahun 1953: Raja Abdul Azis bin Abdurrahman Al Saud (Ibn Saud) meninggal digantikan oleh Raja Saud bin Abdul Azis.

49. Tahun 1956: Perang Arab-Israel kedua, tentara Israel dibantu Inggris dan Perancis menyerbu Mesir dan menduduki Sinai. Perang dipicu karena Nasionalisasi Terusan SUEZ oleh pemerintahan Gamal Abdul Nasser, dimana saham terbesar terusan SUEZ dimiliki oleh Inggris dan Perancis.

50. Tahun 1964: Raja Saud meninggal digantikan oleh Faisal Bin Abdul Azis.


Bagian 51 - 61

51. Tahun 1967: Perang “enam hari” Arab-Israel ketiga, Israel menyerang Mesir, Suriah dan Yordania, menyusul penarikan mundur pasukan PBB dari Sinai dan setelah Mesir menutup Teluk Aqoba. Dalam perang itu Israel berhasil merebut Gurun Sinai, Tepi Barat, Yerusalem Timur, Jalur Gaza dan dataran tinggi Golan. Dengan jatuhnya wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza ke tangan Israel, berarti seluruh wilayah yang disediakan bagi negara Arab Palestina sesuai dengan rencana PBB.

52. Tahun 1973: Perang “Yomkhipur” Mesir merebut Sinai dan Syria merebut Dataran Tinggi Golan namun Israel dapat memukul balik. Negara-negara Arab melakukan embargo minyak untuk menekan Israel dan Negara-negara Barat yang mendukungnya.

53. Tahun 1975: Raja Faisal meninggal digantikan oleh Khalid bin Abdul Azis.

54. Tahun1978: Perjanjian Camp David, Israel mengembalikan Sinai kepada Mesir. Timbul polemik dan pro-kontra diantara Negara-negara Arab terkait nasib bangsa Palestina yang tidak menentu.

55. Tahun 1982: Raja Khalid meninggal digantikan oleh Raja Fahd bin Abdul Azis. Israel menyerang Libanon untuk mengamankan perbatasannya dengan Syria.

56. Tahun 1987: Gerakan Intifada dimulai, perlawanan bersenjata rakyat Palestina dibawah komando HAMAS salah satu faksi dari PLO.

57. Tahun 1991: Perang Teluk I, Amerika menyerang Iraq yang menganeksasi Kuwait. Pasukan Amerika didatangkan ke Pangkalan militer AS di Dahran, Arab Saudi.

Keluarga Saud mulai menanamkan investasi yang besar di AS, khususnya pada perusahaan-perusahaan keluarga BUSH. Dana sebesar 1,4 Milliar Dollar AS per tahun diberikan kerajaan Arab Saudi untuk menyokong kepemimpinan George W. Bush. Investasi sebesar 860 Milyar Dollar ditanam pemerintahan Arab Saudi di Amerika dan sebesar 300 Trilyun Dollar AS (senilai dengan 2.805.000.000.000.000.000 rupiah) uang Arab Saudi disimpan di Bank AS.

58. Tahun 1996: DR. Aidh Abdullah Al Qorni (penulis LA TAHZAN) dipenjara karena tulisannya yang mengkritik pemerintah.

59. Tahun 2001: Peristiwa 9/11 pengeboman WTC (menjadikan stigma negatif bahwa Islam = Teroris).

60. Tahun 2003: Perang Teluk kedua, AS menyerbu dan menduduki Iraq.

61. Tahun 2005: Raja Fahd meninggal, digantikan oleh Abdullah bin Abdul Azis.

Putra Mahkota Pangeran Sultan Bin Abdul Azis telah berumur 86 tahun dalam kondisi sakit-sakitan. Bila Pangeran Sultan meninggal dunia lebih dahulu dari Raja, yang dipersiapkan sebagai pengganti putera mahkota adalah menantu Raja Abdullah yaitu: Pangeran Faisal Bin Abdullah. Raja Abdullah mengganti beberapa pejabat teras pemerintahannya yang berideologi Wahhabi dengan orang-orang yang dianggap lebih toleran secara religi, berpikiran reformis dan dengan ikatan kerja yang dekat dengan raja. Penunjukkan Pangeran Faisal bin Abdullah sebagai Menteri Pendidikan Arab Saudi memang tepat. Karena kementerian ini sebelumnya membuat kurikulum yang memberi doktrin pada pelajar tentang ideologi kebencian dan kekerasan terhadap agama lain (Wahhabi).

Mereka mengajarkan sebagai bagian dari perintah agama penanaman kebencian terhadap selainnya bahkan kepada Ahlu Sunnah dan Syi’ah. Seperti yang ditunjukkan Laporan Juli 2008, budaya kebencian terhadap non-Wahhabi masih tetap ada dalam buku-buku bacaan kajian Islam terbitan Arab. Buku ini diwajibkan di seluruh sekolah umum Arab Saudi dan mendominasi kurikulum Saudi dalam kelas yang lebih tinggi. Kementerian memuat isi teks ini secara penuh dalam situsnya dan penguasa Wahhabi mengirimnya gratis ke masjid dan sekolah dan perpustakaan muslim di seluruh dunia. Pangeran Faisal bin Abdullah yang dikenal pemikir dan moderat juga dikenal cakap dalam memeriksa kurikulum. Dan dikemudian hari kita akan menyaksikan di Arab Saudi yang lebih moderat (baca: sekuler).

Raja Abdullah juga menggantikan Kepala Dewan Mahkamah Agung, Sheikh Saleh al-Luhaidan, yang selama ini dituding menghalangi upaya reformasi dengan Saleh bin Humaid. Sheikh Luhaidan telah menduduki pos ini selama lebih dari 40 tahun. Selama ini Luhaidan amat terkenal karena beberapa kebijakan ”tegas” yang berpijak pada ajaran konservatif. Salah satu pernyataan tegas pernah diutarakan Luhaidan. September lalu, untuk menanggapi program-program di stasiun TV satelit. Menurut Luhaidan, pemilik stasiun TV satelit yang menayangkan program ”tidak bermoral” harus dibunuh. Ia juga mengganti kepala polisi agama Muttawa, Sheikh Ibrahim Al-Ghaith, yang telah memimpin kampanye agresif di media massa bagi pelaksanaan keras adat-istiadat Islam dan menantang tokoh lain yang lebih liberal dalam pemerintah. Perubahan lain yang dilakukan oleh Raja Abdullah dengan menambah jumlah anggota Dewan Ulama dari 120 menjadi 150 anggota. Untuk pertama kalinya, Raja Abdullah menunjuk utusan dari empat sekolah hukum agama Islam Sunni di dalam Dewan Ulama.

Sebelumnya hanya tokoh atau perwakilan dari sekolah-sekolah Hambali yang mendominasi di Dewan Ulama. Akibatnya, yang mendominasi di dewan itu hanya ajaran Wahhabi, versi Arab Saudi konservatif. Raja Abdullah memerintahkan tiga tokoh Syi’ah Arab Saudi; Muhammad Al-Khanizi, Jamil Al-Khairi dan Said Al-Sheikh jadi anggota Dewan Ulama. Perintah dianalisa sebagai kemungkinan dikeluarkannya perintah kepada ulama Syi’ah untuk jadi anggota Forum Ulama Islam negara Arab Saudi. Di Homeland Salafy sendiri sudah ada usaha dari Raja Abdullah untuk mereformasi kurikulum pendidikan Wahabi/Salafy yang dianggap terlalu ekstrim dan menanamkan kebencian kepada kelompok lain.

Mengutip dari buku “Ilusi Negara Islam” pada bab 2 halaman 97 menyebutkan : sebuah Yayasan yang berafiliasi ke Arab Saudi menawarkan kepada pemerintah RI dana sebesar US$ 500.000.000,- dengan kurs Rp. 11.000, setara dengan Rp. 5.500.000.000.000,- (Rp. 5,5 Trilyun) Dengan syarat memberi ijin untuk melakukan kegiatan “infrastruktur pendidikan dan akhlak” (dalam tanda kutip) dan menempatkan orangnya di Badan Perencanaan dan Pengawasan Negara.

Sekian threads ini, terima kasih banyak yang sudah menyimak
Dari berbagai sumber yang dirangkum
#SalamUniversal
universalindigo.blogspot.com


https://dl.kaskus.id/upload.wikimedia.org/https://dl.kaskus.id/upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/c/c7/Weizmann_and_feisal_1918.jpgwikipedia/commons/c/c7/Weizmann_and_feisal_1918.jpg

Fakta Wahabi: Peran Mr. Hempher dan Campur Tangan Inggris Di Balik Kelahiran Wahabisme

 
 
 
 
 
 
5 Votes


 

Dipetik dari; http://ummatiummati.wordpress.com

Bahasa: Indonesia

Di blog UMMATI PRESS pernah ada komentar dari pengunjung ASWAJA yang mengatakan bahwa pencetus nama WAHHABI adalah Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab, kakak dari Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Tapi pernyataan ini dibantah dengan tegas oleh pengikut WAHHABI, bahwa yang benar sebagai pecetus nama Wahhabi adalah Inggris. Anda bisa cek bantahan pengikut WAHABI tersebut di link ini, silahkan KLIK DISINI. Ketahuilah bahwa ternyata bantahan pengikut WAHHABI tersebut adalah terbukti benar juga. Ya, pencetus pertamakali sebutan nama WAHHABI adalah seorang bernama MR. Hempher, dialah mata-mata kolonial Inggris yang ikut secara aktif menyemai dan membidani kelahiran sekte WAHHABI. Tujuannya adalah untuk menghancurkan kekuatan ajaran Islam dari dalam, dengan cara menyebarkan isu-isu kafir-musyrik dan bid’ah.

Dengan fakta ini maka terbongkarlah misteri SIKAP WAHHABI yang keras permusuhannya kepada kaum muslimin yang berbeda paham. Itulah sebabnya kenapa ajaran Wahhabi penuh kontradiksi di berbagai lini keilmuan, dan kontradiksi itu akan semakin jelas  manakala dihadapkan dengan paham Ahlussunnah Waljama’ah. Walaupun begitu, ironisnya mereka tanpa risih mengaku-ngaku sebagai kaum ASWAJA. Atas klaim sebagai ASWAJA itu, lalu  ada pertanyaan yang muncul, sejak kapan WAHHABI berubah jadi Ahlussunnah Waljama’ah? Wajar jika pertanyaan itu muncul, sebab bagaimanapun mereka memakai baju Ahlussunnah Waljama’ah, ciri khas ke-wahabiannya tidak menjadi samar. Untuk lebih jelas dalam mengenali apa, siapa, kenapa, darimana WAHABISME, sebaiknya kita terlebih dulu mengetahui latar belakang sejarahnya. Mari kita ikuti bersama…..

LATAR BELAKANG BERDIRINYA KERAJAAN SAUDI ARABIA DAN PAHAM WAHABI

Dr. Abdullah Mohammad Sindi *], di dalam sebuah artikelnya yang berjudul : Britain and the Rise of Wahhabism and the House of Saud menyajikan tinjauan ulang tentang sejarah Wahabisme, peran Pemerintah Inggeris di dalam perkembangannya, dan hubungannya dengan peran keluarga kerajaan Saudi. “Salah satu sekte Islam yang paling kaku dan paling reaksioner saat ini adalah Wahabi,” demikian tulis Dr. Abdullah Mohammad Sindi dalam pembukaan artikelnya tersebut. Dan kita tahu bahwa Wahabi adalah ajaran resmi Kerajaaan Saudi Arabia, tambahnya.

Wahabisme dan keluarga Kerajaan Saudi telah menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan sejak kelahiran keduanya. Wahabisme-lah yang telah menciptakan kerajaan Saudi, dan sebaliknya keluarga Saud membalas jasa itu dengan menyebarkan paham Wahabi ke seluruh penjuru dunia. One could not have existed without the other – Sesuatu tidak dapat terwujud tanpa bantuan sesuatu yang lainnya.

Wahhabisme memberi legitimasi bagi Istana Saud, dan Istana Saud memberi perlindungan dan mempromosikan Wahabisme ke seluruh penjuru dunia. Keduanya tak terpisahkan, karena keduanya saling mendukung satu dengan yang lain dan kelangsungan hidup keduanya bergantung padanya.

Tidak seperti negeri-negeri Muslim lainnya, Wahabisme memperlakukan perempuan sebagai warga kelas tiga, membatasi hak-hak mereka seperti : menyetir mobil, bahkan pada dekade lalu membatasi pendidikan mereka.

Juga tidak seperti di negeri-negeri Muslim lainnya, Wahabisme :

– melarang perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw

– melarang kebebasan berpolitik dan secara konstan mewajibkan rakyat untuk patuh   secara mutlak kepada pemimpin-pemimpin mereka.

– melarang mendirikan bioskop sama sekali.
– menerapkan hukum Islam hanya atas rakyat jelata, dan membebaskan hukum atas kaum   bangsawan, kecuali karena alasan politis.

– mengizinkan perbudakan sampai tahun ’60-an.

Mereka juga menyebarkan mata-mata atau agen rahasia yang selama 24 jam memonitor demi mencegah munculnya gerakan anti-kerajaan.

Wahabisme juga sangat tidak toleran terhadap paham Islam lainnya, seperti terhadap Syi’ah dan Sufisme (Tasawuf). Wahabisme juga menumbuhkan rasialisme Arab pada pengikut mereka. 1] Tentu saja rasialisme bertentangan dengan konsep Ummah Wahidah di dalam Islam.

Wahhabisme juga memproklamirkan bahwa hanya dia saja-lah ajaran yang paling benar dari semua ajaran-ajaran Islam yang ada, dan siapapun yang menentang Wahabisme dianggap telah melakukan BID’AH dan KAFIR!

LAHIRNYA AJARAN WAHABI:

Wahhabisme atau ajaran Wahabi muncul pada pertengahan abad 18 di Dir’iyyah sebuah dusun terpencil di Jazirah Arab, di daerah Najd.

Kata Wahabi sendiri diambil dari nama pendirinya, Muhammad Ibn Abdul-Wahhab (1703-92). Laki-laki ini lahir di Najd, di sebuah dusun kecil Uyayna. Ibn Abdul-Wahhab adalah seorang mubaligh yang fanatik, dan telah menikahi lebih dari 20 wanita (tidak lebih dari 4 pada waktu bersamaan) dan mempunyai 18 orang anak. 2]

Sebelum menjadi seorang mubaligh, Ibn Abdul-Wahhab secara ekstensif mengadakan perjalanan untuk keperluan bisnis, pelesiran, dan memperdalam agama ke Hijaz, Mesir, Siria, Irak, Iran, dan India.

Hempher mata-mata Inggris

Walaupun Ibn Abdul-Wahhab dianggap sebagai Bapak Wahabisme, namun aktualnya Kerajaan Inggeris-lah yang membidani kelahirannya dengan gagasan-gagasan Wahabisme dan merekayasa Ibn Abdul-Wahhab sebagai Imam dan Pendiri Wahabisme, untuk tujuan menghancurkan Islam dari dalam dan meruntuhkan Daulah Utsmaniyyah yang berpusat di Turki. Seluk-beluk dan rincian tentang konspirasi Inggeris dengan Ibn Abdul-Wahhab ini dapat Anda temukan di dalam memoar Mr. Hempher : “Confessions of a British Spy” 3]

Selagi di Basra, Iraq, Ibn Abdul-Wahhab muda jatuh dalam pengaruh dan kendali seorang mata-mata Inggeris yang dipanggil dengan nama Hempher yang sedang menyamar (undercover), salah seorang mata-mata yang dikirim London untuk negeri-negeri Muslim (di Timur Tengah) dengan tujuan menggoyang Kekhalifahan Utsmaniyyah dan menciptakan konflik di antara sesama kaum Muslim. Hempher pura-pura menjadi seorang Muslim, dan memakai nama Muhammad, dan dengan cara yang licik, ia melakukan pendekatan dan persahabatan dengan Ibn Abdul-Wahhab dalam waktu yang relatif lama.

Hempher, yang memberikan Ibn Abdul-Wahhab uang dan hadiah-hadiah lainnya, mencuci-otak Ibn Abdul-Wahhab dengan meyakinkannya bahwa : Orang-orang Islam mesti dibunuh, karena mereka telah melakukan penyimpangan yang berbahaya, mereka – kaum Muslim – telah keluar dari prinsip-prinsip Islam yang mendasar, mereka semua telah melakukan perbuatan-perbuatan bid’ah dan syirik.

Hempher juga membuat-buat sebuah mimpi liar (wild dream) dan mengatakan bahwa dia bermimpi Nabi Muhammad Saw mencium kening (di antara kedua mata) Ibn Abdul-Wahhab, dan mengatakan kepada Ibn Abdul-Wahhab, bahwa dia akan jadi orang besar, dan meminta kepadanya untuk menjadi orang yang dapat menyelamatkan Islam dari berbagai bid’ah dan takhayul.

perintis WahabiSetelah mendengar mimpi liar Hempher, Ibn Abdul-Wahhab jadi ge-er (wild with joy) dan menjadi terobsesi, merasa bertanggung jawab untuk melahirkan suatu aliran baru di dalam Islam yang bertujuan memurnikan dan mereformasi Islam.

Di dalam memoarnya, Hempher menggambarkan Ibn Abdul-Wahhab sebagai orang yang berjiwa “sangat tidak stabil” (extremely unstable), “sangat kasar” (extremely rude), berakhlak bejat (morally depraved), selalu gelisah (nervous), congkak (arrogant), dan dungu (ignorant).

Mata-mata Inggeris ini, yang memandang Ibn Abdul-Wahhab sebagai seorang yang bertipikal bebal/dungu (typical fool), juga mengatur pernikahan mut’ah bagi Ibn Abdul Wahhab dengan 2 wanita Inggeris yang juga mata-mata yang sedang menyamar.

Wanita pertama adalah seorang wanita beragama Kristen dengan panggilan Safiyya. Wanita ini tinggal bersama Ibn Abdul Wahhab di Basra. Wanita satunya lagi adalah seorang wanita Yahudi yang punya nama panggilan Asiya. Mereka menikah di Shiraz, Iran. 4]

KERAJAAN SAUDI-WAHHABI PERTAMA : 1744-1818

Setelah kembali ke Najd dari perjalanannya, Ibn Abdul-Wahhab mulai “berdakwah” dengan gagasan-gagasan liarnya di Uyayna. Bagaimana pun, karena “dakwah”-nya yang keras dan kaku, dia diusir dari tempat kelahirannya. Dia kemudian pergi berdakwah di dekat Dir’iyyah, di mana sahabat karibnya, Hempher dan beberapa mata-mata Inggeris lainnya yang berada dalam penyamaran ikut bergabung dengannya. 5]

Dia juga tanpa ampun membunuh seorang pezina penduduk setempat di hadapan orang banyak dengan cara yang sangat brutal, menghajar kepala pezina dengan batu besar 6]

Padahal, hukum Islam tidak mengajarkan hal seperti itu, beberapa hadis menunjukkan cukup dengan batu-batu kecil. Para ulama Islam (Ahlus Sunnah) tidak membenarkan tindakan Ibn Abdul-Wahhab yang sangat berlebihan seperti itu.

Walaupun banyak orang yang menentang ajaran Ibn Abdul-Wahhab yang keras dan kaku serta tindakan-tindakannya, termasuk ayah kandungnya sendiri dan saudaranya Sulaiman Ibn Abdul-Wahhab, – keduanya adalah orang-orang yang benar-benar memahami ajaran Islam -, dengan uang,  mata-mata Inggeris telah berhasil membujuk Syeikh Dir’iyyah, Muhammad Saud untuk mendukung Ibn Abdul-Wahhab. 7]

Ibnu Sa'udPada 1744, al-Saud menggabungkan kekuatan dengan Ibn Abdul-Wahhab dengan membangun sebuah aliansi politik, agama dan perkawinan. Dengan aliansi ini, antara keluarga Saud dan Ibn Abdul-Wahhab, yang hingga saat ini masih eksis, Wahhabisme sebagai sebuah “agama” dan gerakan politik telah lahir!

Dengan penggabungan ini setiap kepala keluarga al-Saud beranggapan bahwa mereka menduduki posisi Imam Wahhabi (pemimpin agama), sementara itu setiap kepala keluarga Wahhabi memperoleh wewenang untuk mengontrol ketat setiap penafsiran agama (religious interpretation).

Mereka adalah orang-orang bodoh, yang melakukan kekerasan, menumpahkan darah, dan teror untuk menyebarkan paham Wahabi (Wahhabism) di Jazirah Arab. Sebagai hasil aliansi Saudi-Wahhabi pada 1774, sebuah kekuatan angkatan perang kecil yang terdiri dari orang-orang Arab Badui terbentuk melalui bantuan para mata-mata Inggeris yang melengkapi mereka dengan uang dan persenjataan. 8]

Sampai pada waktunya, angkatan perang ini pun berkembang menjadi sebuah ancaman besar yang pada akhirnya melakukan teror di seluruh Jazirah Arab sampai ke Damaskus (Suriah), dan menjadi penyebab munculnya Fitnah Terburuk di dalam Sejarah Islam (Pembantaian atas Orang-orang Sipil dalam jumlah yang besar).

Dengan cara ini, angkatan perang ini dengan kejam telah mampu menaklukkan hampir seluruh Jazirah Arab untuk menciptakan Negara Saudi-Wahhabi yang pertama.

Sebagai contoh, untuk memperjuangkan apa yang mereka sebut sebagai syirik dan bid’ah yang dilakukan oleh kaum Muslim, Saudi-Wahhabi telah mengejutkan seluruh dunia Islam pada 1801, dengan tindakan brutal menghancurkan dan menodai kesucian makam Imam Husein bin Ali (cucu Nabi Muhammad Saw) di Karbala, Irak. Mereka juga tanpa ampun membantai lebih dari 4.000 orang di Karbala dan merampok lebih dari 4.000 unta yang mereka bawa sebagai harta rampasan. 9]

Sekali lagi, pada 1810, mereka, kaum Wahabi dengan kejam membunuh penduduk tak berdosa di sepanjang Jazirah Arab. Mereka menggasak dan menjarah banyak kafilah peziarah dan sebagian besar di kota-kota Hijaz, termasuk 2 kota suci Makkah dan Madinah.

Di Makkah, mereka membubarkan para peziarah, dan di Madinah, mereka menyerang dan menodai Masjid Nabawi, membongkar makam Nabi, dan menjual serta membagi-bagikan peninggalan bersejarah dan permata-permata yang mahal.

Para teroris Saudi-Wahhabi ini telah melakukan tindak kejahatan yang menimbulkan kemarahan kaum Muslim di seluruh dunia, termasuk Kekhalifahan Utsmaniyyah di Istanbul.

Sebagai penguasa yang bertanggung jawab atas keamanan Jazirah Arab dan penjaga masjid-masjid suci Islam, Khalifah Mahmud II memerintahkan sebuah angkatan perang Mesir dikirim ke Jazirah Arab untuk menghukum klan Saudi-Wahhabi.

Pada 1818, angkatan perang Mesir yang dipimpin Ibrahim Pasha (putra penguasa Mesir) menghancurkan Saudi-Wahhabi dan meratakan dengan tanah ibu kota Dir’iyyah .

Imam kaum Wahhabi saat itu, Abdullah al-Saud dan dua pengikutnya dikirim ke Istanbul dengan dirantai dan di hadapan orang banyak, mereka dihukum pancung. Sisa klan Saudi-Wahhabi ditangkap di Mesir.

KERAJAAN SAUDI-WAHHABI KE-II : 1843-1891

“Walaupun kebengisan fanatis Wahabisme berhasil dihancurkan pada 1818, namun dengan bantuan Kolonial Inggeris, mereka dapat bangkit kembali. Setelah pelaksanaan hukuman mati atas Imam Abdullah al-Saud di Turki, sisa-sisa klan Saudi-Wahhabi memandang saudara-saudara Arab dan Muslim mereka sebagai musuh yang sesungguhnya (their real enemies) dan sebaliknya mereka menjadikan Inggeris dan Barat sebagai sahabat sejati mereka.” Demikian tulis Dr. Abdullah Mohammad Sindi *]

Maka ketika Inggeris menjajah Bahrain pada 1820 dan mulai mencarai jalan untuk memperluas area jajahannya, Dinasti Saudi-Wahhabi menjadikan kesempatan ini untuk memperoleh perlindungan dan bantuan Inggeris.

Pada 1843, Imam Wahhabi, Faisal Ibn Turki al-Saud berhasil melarikan diri dari penjara di Cairo dan kembali ke Najd. Imam Faisal kemudian mulai melakukan kontak dengan Pemerintah Inggeris. Pada 1848, dia memohon kepada Residen Politik Inggeris (British Political Resident) di Bushire agar mendukung perwakilannya di Trucial Oman. Pada 1851, Faisal kembali memohon bantuan dan dukungan Pemerintah Inggeris. 10]

Dan hasilnya, Pada 1865, Pemerintah Inggeris mengirim Kolonel Lewis Pelly ke Riyadh untuk mendirikan sebuah kantor perwakilan Pemerintahan Kolonial Inggeris dengan perjanjian (pakta) bersama Dinasti Saudi-Wahhabi.

Untuk mengesankan Kolonel Lewis Pelly bagaimana bentuk fanatisme dan kekerasan Wahhabi, Imam Faisal mengatakan bahwa perbedaan besar dalam strategi Wahhabi : antara perang politik dengan perang agama adalah bahwa nantinya tidak akan ada kompromi, kami membunuh semua orang . 11]

Pada 1866, Dinasti Saudi-Wahhabi menandatangani sebuah perjanjian “persahabatan” dengan Pemerintah Kolonial Inggeris, sebuah kekuatan yang dibenci oleh semua kaum Muslim, karena kekejaman kolonialnya di dunia Muslim.

Perjanjian ini serupa dengan banyak perjanjian tidak adil yang selalu dikenakan kolonial Inggeris atas boneka-boneka Arab mereka lainnya di Teluk Arab (sekarang dikenal dengan : Teluk Persia).

Sebagai pertukaran atas bantuan pemerintah kolonial Inggeris yang berupa uang dan senjata, pihak Dinasti Saudi-Wahhabi menyetujui untuk bekerja-sama/berkhianat dengan pemerintah kolonial Inggeris yaitu : pemberian otoritas atau wewenang kepada pemerintah kolonial Inggeris atas area yang dimilikinya.

Perjanjian yang dilakukan Dinasti Saudi-Wahhabi dengan musuh paling getir bangsa Arab dan Islam (yaitu : Inggeris), pihak Dinasti Saudi-Wahhabi telah membangkitkan kemarahan yang hebat dari bangsa Arab dan Muslim lainnya, baik negara-negara yang berada di dalam maupun yang diluar wilayah Jazirah Arab.

Dari semua penguasa Muslim, yang paling merasa disakiti atas pengkhianatan Dinasti Saudi-Wahhabi ini adalah seorang patriotik bernama al-Rasyid dari klan al-Hail di Arabia tengah dan pada 1891, dan dengan dukungan orang-orang Turki, al-Rasyid menyerang Riyadh lalu menghancurkan klan Saudi-Wahhabi.

Bagaimanapun, beberapa anggota Dinasti Saudi-Wahhabi sudah mengatur untuk melarikan diri; di antara mereka adalah Imam Abdul-Rahman al-Saud dan putranya yang masih remaja, Abdul-Aziz. Dengan cepat keduanya melarikan diri ke Kuwait yang dikontrol Kolonial Inggeris, untuk mencari perlindungan dan bantuan Inggeris.

KERAJAAN SAUDI-WAHHABI KE III (SAUDI ARABIA) : Sejak 1902

Ketika di Kuwait, Sang Wahhabi, Imam Abdul-Rahman dan putranya, Abdul-Aziz menghabiskan waktu mereka “menyembah-nyembah” tuan Inggersi mereka dan memohon-mohon akan uang, persenjataan serta bantuan untuk keperluan merebut kembali Riyadh. Namun pada akhir penghujung 1800-an, usia dan penyakit nya telah memaksa Abdul-Rahman untuk mendelegasikan Dinasti Saudi Wahhabi kepada putranya, Abdul-Aziz, yang kemudian menjadi Imam Wahhabi yang baru.

Melalui strategi licin kolonial Inggeris di Jazirah Arab pada awal abad 20, yang dengan cepat menghancurkan Kekhalifahan Islam Utsmaniyyah dan sekutunya klan al-Rasyid secara menyeluruh, kolonial Inggeris langsung memberi sokongan kepada Imam baru Wahhabi Abdul-Aziz.

Dibentengi dengan dukungan kolonial Inggeris, uang dan senjata, Imam Wahhabi yang baru, pada 1902 akhirnya dapat merebut Riyadh. Salah satu tindakan biadab pertama Imam baru Wahhabi ini setelah berhasil menduduki Riyadh adalah menteror penduduknya dengan memaku kepala al-Rasyid pada pintu gerbang kota. Abdul-Aziz dan para pengikut fanatik Wahhabinya juga membakar hidup-hidup 1.200 orang sampai mati. 12]

Imam Wahhabi Abdul-Aziz yang dikenal di Barat sebagai Ibn Saud, sangat dicintai oleh majikan Inggerisnya. Banyak pejabat dan utusan Pemerintah Kolonial Inggeris di wilayah Teluk Arab sering menemui atau menghubunginya, dan dengan murah-hati mereka mendukungnya dengan uang, senjata dan para penasihat.  Sir Percy Cox, Captain Prideaux, Captain Shakespeare, Gertrude Bell, dan Harry Saint John Philby (yang dipanggil “Abdullah”) adalah di antara banyak pejabat dan penasihat kolonial Inggeris yang secara rutin mengelilingi Abdul-Aziz demi membantunya memberikan apa pun yang dibutuhkannya.

Dengan senjata, uang dan para penasihat dari Inggeris, berangsur-angsur Imam Abdul-Aziz dengan bengis dapat menaklukkan hampir seluruh Jazirah Arab di bawah panji-panji Wahhabisme untuk mendirikan Kerajaan Saudi-Wahhabi ke-3, yang saat ini disebut Kerajaan Saudi Arabia.

Ketika mendirikan Kerajaan Saudi, Imam Wahhabi, Abdul-Aziz beserta para pengikut fanatiknya, dan para “tentara Tuhan”, melakukan pembantaian yang mengerikan, khususnya di daratan suci Hijaz. Mereka mengusir penguasa Hijaz, Syarif, yang merupakan keturunan Nabi Muhammad Saw.

Pada May 1919, di Turbah, pada tengah malam dengan cara pengecut dan buas mereka menyerang angkatan perang Hijaz, membantai lebih 6.000 orang.

Dan sekali lagi, pada bulan Agustus 1924, sama seperti yang dilakukan orang barbar, tentara Saudi-Wahabi mendobrak memasuki rumah-rumah di Hijaz, kota Taif, mengancam mereka, mencuri uang dan persenjataan mereka, lalu memenggal kepala anak-anak kecil dan orang-orang yang sudah tua, dan mereka pun merasa terhibur dengan raung tangis dan takut kaum wanita. Banyak wanita Taif yang segara meloncat ke dasar sumur air demi menghindari pemerkosaan dan pembunuhan yang dilakukan tentara-tentara Saudi-Wahhabi yang bengis.

Tentara primitif Saudi-Wahhabi ini juga membunuhi para ulama dan orang-orang yang sedang melakukan shalat di masjid; hampir seluruh rumah-rumah di Taif diratakan dengan tanah; tanpa pandang bulu mereka membantai hampir semua laki-laki yang mereka temui di jalan-jalan; dan merampok apa pun yang dapat mereka bawa. Lebih dari 400 orang tak berdosa ikut dibantai dengan cara mengerikan di Taif. 11]

The end

http://sk-sk.facebook.com/topic.php?uid=80383792636&topic=11768

http://kommabogor.wordpress.com/2007/12/22/latar-belakang-berdirinya-kerajaan-   saudi-arabia-dan-paham-wahabi-bag-i/

________________________________________

Dr. Abdullah Mohammad Sindi adalah seorang profesor Hubungan Internasional (professor of International Relations) berkebangsaan campuran Saudi-Amerika. Dia memperoleh titel BA dan MA nya di California State University, Sacramento, dan titel Ph.D. nya di the University of Southern California. Dia juga seorang profesor di King Abdulaziz University di Jeddah, Saudi Arabia. Dia juga mengajar di beberapa universitas dan college Amerika termasuk di : the University of California di Irvine, Cal Poly Pomona, Cerritos College, and Fullerton College. Dia penulis banyak artikel dalam bahasa Arab maupun bahasa Inggeris. Bukunya antara lain : The Arabs and the West: The Contributions and the Inflictions.

Catatan Kaki :

[1] Banyak orang-orang yang belajar Wahabisme (seperti di Jakarta di LIPIA) yang     menjadi para pemuja syekh-syekh Arab, menganggap bangsa Arab lebih unggul dari     bangsa lain. Mereka (walaupun bukan Arab) mengikuti tradisi ke-Araban atau         lebih tepatnya Kebaduian (bukan ajaran Islam), seperti memakai jubah panjang,       menggunakan kafyeh, bertindak dan berbicara dengan gaya orang-orang Saudi.

[2] Alexei Vassiliev, Ta’reekh Al-Arabiya Al-Saudiya [History of Saudi Arabia],     yang diterjemahkan dari bahasa Russia ke bahasa Arab oleh Khairi al-Dhamin dan     Jalal al-Maashta (Moscow: Dar Attagaddom, 1986), hlm. 108.

[3] Untuk lebih detailnya Anda bisa mendownload “Confessions of a British Spy” :     http://www.ummah.net/Al_adaab/spy1-7.html
Cara ini juga dilakukan Imperialis Belanda ketika mereka menaklukkan kerajaan-    kerajaan Islam di Indonesia lewat Snouck Hurgronje yang telah belajar lama di   Saudi  Arabia dan mengirinmnya ke Indonesia. Usaha Snouck berhasil gemilang,   seluruh kerajaan Islam jatuh di tangan Kolonial Belanda, kecuali Kerajaan Islam  Aceh. Salah satu provokasi Snouck yang menyamar sebagai seorang ulama Saudi         adalah menyebarkan keyakinan bahwa hadis Cinta pada Tanah Air adalah lemah!         (Hubbul Wathan minal Iman). Dengan penanaman keyakinan ini diharapkan       

Fakta Wahabi: Peran Mr. Hempher dan Campur Tangan Inggris Di Balik Kelahiran Wahabisme

 
 
 
 
 
 
5 Votes


 

Dipetik dari; http://ummatiummati.wordpress.com

Bahasa: Indonesia

Di blog UMMATI PRESS pernah ada komentar dari pengunjung ASWAJA yang mengatakan bahwa pencetus nama WAHHABI adalah Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab, kakak dari Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Tapi pernyataan ini dibantah dengan tegas oleh pengikut WAHHABI, bahwa yang benar sebagai pecetus nama Wahhabi adalah Inggris. Anda bisa cek bantahan pengikut WAHABI tersebut di link ini, silahkan KLIK DISINI. Ketahuilah bahwa ternyata bantahan pengikut WAHHABI tersebut adalah terbukti benar juga. Ya, pencetus pertamakali sebutan nama WAHHABI adalah seorang bernama MR. Hempher, dialah mata-mata kolonial Inggris yang ikut secara aktif menyemai dan membidani kelahiran sekte WAHHABI. Tujuannya adalah untuk menghancurkan kekuatan ajaran Islam dari dalam, dengan cara menyebarkan isu-isu kafir-musyrik dan bid’ah.

Dengan fakta ini maka terbongkarlah misteri SIKAP WAHHABI yang keras permusuhannya kepada kaum muslimin yang berbeda paham. Itulah sebabnya kenapa ajaran Wahhabi penuh kontradiksi di berbagai lini keilmuan, dan kontradiksi itu akan semakin jelas  manakala dihadapkan dengan paham Ahlussunnah Waljama’ah. Walaupun begitu, ironisnya mereka tanpa risih mengaku-ngaku sebagai kaum ASWAJA. Atas klaim sebagai ASWAJA itu, lalu  ada pertanyaan yang muncul, sejak kapan WAHHABI berubah jadi Ahlussunnah Waljama’ah? Wajar jika pertanyaan itu muncul, sebab bagaimanapun mereka memakai baju Ahlussunnah Waljama’ah, ciri khas ke-wahabiannya tidak menjadi samar. Untuk lebih jelas dalam mengenali apa, siapa, kenapa, darimana WAHABISME, sebaiknya kita terlebih dulu mengetahui latar belakang sejarahnya. Mari kita ikuti bersama…..

LATAR BELAKANG BERDIRINYA KERAJAAN SAUDI ARABIA DAN PAHAM WAHABI

Dr. Abdullah Mohammad Sindi *], di dalam sebuah artikelnya yang berjudul : Britain and the Rise of Wahhabism and the House of Saud menyajikan tinjauan ulang tentang sejarah Wahabisme, peran Pemerintah Inggeris di dalam perkembangannya, dan hubungannya dengan peran keluarga kerajaan Saudi. “Salah satu sekte Islam yang paling kaku dan paling reaksioner saat ini adalah Wahabi,” demikian tulis Dr. Abdullah Mohammad Sindi dalam pembukaan artikelnya tersebut. Dan kita tahu bahwa Wahabi adalah ajaran resmi Kerajaaan Saudi Arabia, tambahnya.

Wahabisme dan keluarga Kerajaan Saudi telah menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan sejak kelahiran keduanya. Wahabisme-lah yang telah menciptakan kerajaan Saudi, dan sebaliknya keluarga Saud membalas jasa itu dengan menyebarkan paham Wahabi ke seluruh penjuru dunia. One could not have existed without the other – Sesuatu tidak dapat terwujud tanpa bantuan sesuatu yang lainnya.

Wahhabisme memberi legitimasi bagi Istana Saud, dan Istana Saud memberi perlindungan dan mempromosikan Wahabisme ke seluruh penjuru dunia. Keduanya tak terpisahkan, karena keduanya saling mendukung satu dengan yang lain dan kelangsungan hidup keduanya bergantung padanya.

Tidak seperti negeri-negeri Muslim lainnya, Wahabisme memperlakukan perempuan sebagai warga kelas tiga, membatasi hak-hak mereka seperti : menyetir mobil, bahkan pada dekade lalu membatasi pendidikan mereka.

Juga tidak seperti di negeri-negeri Muslim lainnya, Wahabisme :

– melarang perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw

– melarang kebebasan berpolitik dan secara konstan mewajibkan rakyat untuk patuh   secara mutlak kepada pemimpin-pemimpin mereka.

– melarang mendirikan bioskop sama sekali.
– menerapkan hukum Islam hanya atas rakyat jelata, dan membebaskan hukum atas kaum   bangsawan, kecuali karena alasan politis.

– mengizinkan perbudakan sampai tahun ’60-an.

Mereka juga menyebarkan mata-mata atau agen rahasia yang selama 24 jam memonitor demi mencegah munculnya gerakan anti-kerajaan.

Wahabisme juga sangat tidak toleran terhadap paham Islam lainnya, seperti terhadap Syi’ah dan Sufisme (Tasawuf). Wahabisme juga menumbuhkan rasialisme Arab pada pengikut mereka. 1] Tentu saja rasialisme bertentangan dengan konsep Ummah Wahidah di dalam Islam.

Wahhabisme juga memproklamirkan bahwa hanya dia saja-lah ajaran yang paling benar dari semua ajaran-ajaran Islam yang ada, dan siapapun yang menentang Wahabisme dianggap telah melakukan BID’AH dan KAFIR!

LAHIRNYA AJARAN WAHABI:

Wahhabisme atau ajaran Wahabi muncul pada pertengahan abad 18 di Dir’iyyah sebuah dusun terpencil di Jazirah Arab, di daerah Najd.

Kata Wahabi sendiri diambil dari nama pendirinya, Muhammad Ibn Abdul-Wahhab (1703-92). Laki-laki ini lahir di Najd, di sebuah dusun kecil Uyayna. Ibn Abdul-Wahhab adalah seorang mubaligh yang fanatik, dan telah menikahi lebih dari 20 wanita (tidak lebih dari 4 pada waktu bersamaan) dan mempunyai 18 orang anak. 2]

Sebelum menjadi seorang mubaligh, Ibn Abdul-Wahhab secara ekstensif mengadakan perjalanan untuk keperluan bisnis, pelesiran, dan memperdalam agama ke Hijaz, Mesir, Siria, Irak, Iran, dan India.

Hempher mata-mata Inggris

Walaupun Ibn Abdul-Wahhab dianggap sebagai Bapak Wahabisme, namun aktualnya Kerajaan Inggeris-lah yang membidani kelahirannya dengan gagasan-gagasan Wahabisme dan merekayasa Ibn Abdul-Wahhab sebagai Imam dan Pendiri Wahabisme, untuk tujuan menghancurkan Islam dari dalam dan meruntuhkan Daulah Utsmaniyyah yang berpusat di Turki. Seluk-beluk dan rincian tentang konspirasi Inggeris dengan Ibn Abdul-Wahhab ini dapat Anda temukan di dalam memoar Mr. Hempher : “Confessions of a British Spy” 3]

Selagi di Basra, Iraq, Ibn Abdul-Wahhab muda jatuh dalam pengaruh dan kendali seorang mata-mata Inggeris yang dipanggil dengan nama Hempher yang sedang menyamar (undercover), salah seorang mata-mata yang dikirim London untuk negeri-negeri Muslim (di Timur Tengah) dengan tujuan menggoyang Kekhalifahan Utsmaniyyah dan menciptakan konflik di antara sesama kaum Muslim. Hempher pura-pura menjadi seorang Muslim, dan memakai nama Muhammad, dan dengan cara yang licik, ia melakukan pendekatan dan persahabatan dengan Ibn Abdul-Wahhab dalam waktu yang relatif lama.

Hempher, yang memberikan Ibn Abdul-Wahhab uang dan hadiah-hadiah lainnya, mencuci-otak Ibn Abdul-Wahhab dengan meyakinkannya bahwa : Orang-orang Islam mesti dibunuh, karena mereka telah melakukan penyimpangan yang berbahaya, mereka – kaum Muslim – telah keluar dari prinsip-prinsip Islam yang mendasar, mereka semua telah melakukan perbuatan-perbuatan bid’ah dan syirik.

Hempher juga membuat-buat sebuah mimpi liar (wild dream) dan mengatakan bahwa dia bermimpi Nabi Muhammad Saw mencium kening (di antara kedua mata) Ibn Abdul-Wahhab, dan mengatakan kepada Ibn Abdul-Wahhab, bahwa dia akan jadi orang besar, dan meminta kepadanya untuk menjadi orang yang dapat menyelamatkan Islam dari berbagai bid’ah dan takhayul.

perintis WahabiSetelah mendengar mimpi liar Hempher, Ibn Abdul-Wahhab jadi ge-er (wild with joy) dan menjadi terobsesi, merasa bertanggung jawab untuk melahirkan suatu aliran baru di dalam Islam yang bertujuan memurnikan dan mereformasi Islam.

Di dalam memoarnya, Hempher menggambarkan Ibn Abdul-Wahhab sebagai orang yang berjiwa “sangat tidak stabil” (extremely unstable), “sangat kasar” (extremely rude), berakhlak bejat (morally depraved), selalu gelisah (nervous), congkak (arrogant), dan dungu (ignorant).

Mata-mata Inggeris ini, yang memandang Ibn Abdul-Wahhab sebagai seorang yang bertipikal bebal/dungu (typical fool), juga mengatur pernikahan mut’ah bagi Ibn Abdul Wahhab dengan 2 wanita Inggeris yang juga mata-mata yang sedang menyamar.

Wanita pertama adalah seorang wanita beragama Kristen dengan panggilan Safiyya. Wanita ini tinggal bersama Ibn Abdul Wahhab di Basra. Wanita satunya lagi adalah seorang wanita Yahudi yang punya nama panggilan Asiya. Mereka menikah di Shiraz, Iran. 4]

KERAJAAN SAUDI-WAHHABI PERTAMA : 1744-1818

Setelah kembali ke Najd dari perjalanannya, Ibn Abdul-Wahhab mulai “berdakwah” dengan gagasan-gagasan liarnya di Uyayna. Bagaimana pun, karena “dakwah”-nya yang keras dan kaku, dia diusir dari tempat kelahirannya. Dia kemudian pergi berdakwah di dekat Dir’iyyah, di mana sahabat karibnya, Hempher dan beberapa mata-mata Inggeris lainnya yang berada dalam penyamaran ikut bergabung dengannya. 5]

Dia juga tanpa ampun membunuh seorang pezina penduduk setempat di hadapan orang banyak dengan cara yang sangat brutal, menghajar kepala pezina dengan batu besar 6]

Padahal, hukum Islam tidak mengajarkan hal seperti itu, beberapa hadis menunjukkan cukup dengan batu-batu kecil. Para ulama Islam (Ahlus Sunnah) tidak membenarkan tindakan Ibn Abdul-Wahhab yang sangat berlebihan seperti itu.

Walaupun banyak orang yang menentang ajaran Ibn Abdul-Wahhab yang keras dan kaku serta tindakan-tindakannya, termasuk ayah kandungnya sendiri dan saudaranya Sulaiman Ibn Abdul-Wahhab, – keduanya adalah orang-orang yang benar-benar memahami ajaran Islam -, dengan uang,  mata-mata Inggeris telah berhasil membujuk Syeikh Dir’iyyah, Muhammad Saud untuk mendukung Ibn Abdul-Wahhab. 7]

Ibnu Sa'udPada 1744, al-Saud menggabungkan kekuatan dengan Ibn Abdul-Wahhab dengan membangun sebuah aliansi politik, agama dan perkawinan. Dengan aliansi ini, antara keluarga Saud dan Ibn Abdul-Wahhab, yang hingga saat ini masih eksis, Wahhabisme sebagai sebuah “agama” dan gerakan politik telah lahir!

Dengan penggabungan ini setiap kepala keluarga al-Saud beranggapan bahwa mereka menduduki posisi Imam Wahhabi (pemimpin agama), sementara itu setiap kepala keluarga Wahhabi memperoleh wewenang untuk mengontrol ketat setiap penafsiran agama (religious interpretation).

Mereka adalah orang-orang bodoh, yang melakukan kekerasan, menumpahkan darah, dan teror untuk menyebarkan paham Wahabi (Wahhabism) di Jazirah Arab. Sebagai hasil aliansi Saudi-Wahhabi pada 1774, sebuah kekuatan angkatan perang kecil yang terdiri dari orang-orang Arab Badui terbentuk melalui bantuan para mata-mata Inggeris yang melengkapi mereka dengan uang dan persenjataan. 8]

Sampai pada waktunya, angkatan perang ini pun berkembang menjadi sebuah ancaman besar yang pada akhirnya melakukan teror di seluruh Jazirah Arab sampai ke Damaskus (Suriah), dan menjadi penyebab munculnya Fitnah Terburuk di dalam Sejarah Islam (Pembantaian atas Orang-orang Sipil dalam jumlah yang besar).

Dengan cara ini, angkatan perang ini dengan kejam telah mampu menaklukkan hampir seluruh Jazirah Arab untuk menciptakan Negara Saudi-Wahhabi yang pertama.

Sebagai contoh, untuk memperjuangkan apa yang mereka sebut sebagai syirik dan bid’ah yang dilakukan oleh kaum Muslim, Saudi-Wahhabi telah mengejutkan seluruh dunia Islam pada 1801, dengan tindakan brutal menghancurkan dan menodai kesucian makam Imam Husein bin Ali (cucu Nabi Muhammad Saw) di Karbala, Irak. Mereka juga tanpa ampun membantai lebih dari 4.000 orang di Karbala dan merampok lebih dari 4.000 unta yang mereka bawa sebagai harta rampasan. 9]

Sekali lagi, pada 1810, mereka, kaum Wahabi dengan kejam membunuh penduduk tak berdosa di sepanjang Jazirah Arab. Mereka menggasak dan menjarah banyak kafilah peziarah dan sebagian besar di kota-kota Hijaz, termasuk 2 kota suci Makkah dan Madinah.

Di Makkah, mereka membubarkan para peziarah, dan di Madinah, mereka menyerang dan menodai Masjid Nabawi, membongkar makam Nabi, dan menjual serta membagi-bagikan peninggalan bersejarah dan permata-permata yang mahal.

Para teroris Saudi-Wahhabi ini telah melakukan tindak kejahatan yang menimbulkan kemarahan kaum Muslim di seluruh dunia, termasuk Kekhalifahan Utsmaniyyah di Istanbul.

Sebagai penguasa yang bertanggung jawab atas keamanan Jazirah Arab dan penjaga masjid-masjid suci Islam, Khalifah Mahmud II memerintahkan sebuah angkatan perang Mesir dikirim ke Jazirah Arab untuk menghukum klan Saudi-Wahhabi.

Pada 1818, angkatan perang Mesir yang dipimpin Ibrahim Pasha (putra penguasa Mesir) menghancurkan Saudi-Wahhabi dan meratakan dengan tanah ibu kota Dir’iyyah .

Imam kaum Wahhabi saat itu, Abdullah al-Saud dan dua pengikutnya dikirim ke Istanbul dengan dirantai dan di hadapan orang banyak, mereka dihukum pancung. Sisa klan Saudi-Wahhabi ditangkap di Mesir.

KERAJAAN SAUDI-WAHHABI KE-II : 1843-1891

“Walaupun kebengisan fanatis Wahabisme berhasil dihancurkan pada 1818, namun dengan bantuan Kolonial Inggeris, mereka dapat bangkit kembali. Setelah pelaksanaan hukuman mati atas Imam Abdullah al-Saud di Turki, sisa-sisa klan Saudi-Wahhabi memandang saudara-saudara Arab dan Muslim mereka sebagai musuh yang sesungguhnya (their real enemies) dan sebaliknya mereka menjadikan Inggeris dan Barat sebagai sahabat sejati mereka.” Demikian tulis Dr. Abdullah Mohammad Sindi *]

Maka ketika Inggeris menjajah Bahrain pada 1820 dan mulai mencarai jalan untuk memperluas area jajahannya, Dinasti Saudi-Wahhabi menjadikan kesempatan ini untuk memperoleh perlindungan dan bantuan Inggeris.

Pada 1843, Imam Wahhabi, Faisal Ibn Turki al-Saud berhasil melarikan diri dari penjara di Cairo dan kembali ke Najd. Imam Faisal kemudian mulai melakukan kontak dengan Pemerintah Inggeris. Pada 1848, dia memohon kepada Residen Politik Inggeris (British Political Resident) di Bushire agar mendukung perwakilannya di Trucial Oman. Pada 1851, Faisal kembali memohon bantuan dan dukungan Pemerintah Inggeris. 10]

Dan hasilnya, Pada 1865, Pemerintah Inggeris mengirim Kolonel Lewis Pelly ke Riyadh untuk mendirikan sebuah kantor perwakilan Pemerintahan Kolonial Inggeris dengan perjanjian (pakta) bersama Dinasti Saudi-Wahhabi.

Untuk mengesankan Kolonel Lewis Pelly bagaimana bentuk fanatisme dan kekerasan Wahhabi, Imam Faisal mengatakan bahwa perbedaan besar dalam strategi Wahhabi : antara perang politik dengan perang agama adalah bahwa nantinya tidak akan ada kompromi, kami membunuh semua orang . 11]

Pada 1866, Dinasti Saudi-Wahhabi menandatangani sebuah perjanjian “persahabatan” dengan Pemerintah Kolonial Inggeris, sebuah kekuatan yang dibenci oleh semua kaum Muslim, karena kekejaman kolonialnya di dunia Muslim.

Perjanjian ini serupa dengan banyak perjanjian tidak adil yang selalu dikenakan kolonial Inggeris atas boneka-boneka Arab mereka lainnya di Teluk Arab (sekarang dikenal dengan : Teluk Persia).

Sebagai pertukaran atas bantuan pemerintah kolonial Inggeris yang berupa uang dan senjata, pihak Dinasti Saudi-Wahhabi menyetujui untuk bekerja-sama/berkhianat dengan pemerintah kolonial Inggeris yaitu : pemberian otoritas atau wewenang kepada pemerintah kolonial Inggeris atas area yang dimilikinya.

Perjanjian yang dilakukan Dinasti Saudi-Wahhabi dengan musuh paling getir bangsa Arab dan Islam (yaitu : Inggeris), pihak Dinasti Saudi-Wahhabi telah membangkitkan kemarahan yang hebat dari bangsa Arab dan Muslim lainnya, baik negara-negara yang berada di dalam maupun yang diluar wilayah Jazirah Arab.

Dari semua penguasa Muslim, yang paling merasa disakiti atas pengkhianatan Dinasti Saudi-Wahhabi ini adalah seorang patriotik bernama al-Rasyid dari klan al-Hail di Arabia tengah dan pada 1891, dan dengan dukungan orang-orang Turki, al-Rasyid menyerang Riyadh lalu menghancurkan klan Saudi-Wahhabi.

Bagaimanapun, beberapa anggota Dinasti Saudi-Wahhabi sudah mengatur untuk melarikan diri; di antara mereka adalah Imam Abdul-Rahman al-Saud dan putranya yang masih remaja, Abdul-Aziz. Dengan cepat keduanya melarikan diri ke Kuwait yang dikontrol Kolonial Inggeris, untuk mencari perlindungan dan bantuan Inggeris.

KERAJAAN SAUDI-WAHHABI KE III (SAUDI ARABIA) : Sejak 1902

Ketika di Kuwait, Sang Wahhabi, Imam Abdul-Rahman dan putranya, Abdul-Aziz menghabiskan waktu mereka “menyembah-nyembah” tuan Inggersi mereka dan memohon-mohon akan uang, persenjataan serta bantuan untuk keperluan merebut kembali Riyadh. Namun pada akhir penghujung 1800-an, usia dan penyakit nya telah memaksa Abdul-Rahman untuk mendelegasikan Dinasti Saudi Wahhabi kepada putranya, Abdul-Aziz, yang kemudian menjadi Imam Wahhabi yang baru.

Melalui strategi licin kolonial Inggeris di Jazirah Arab pada awal abad 20, yang dengan cepat menghancurkan Kekhalifahan Islam Utsmaniyyah dan sekutunya klan al-Rasyid secara menyeluruh, kolonial Inggeris langsung memberi sokongan kepada Imam baru Wahhabi Abdul-Aziz.

Dibentengi dengan dukungan kolonial Inggeris, uang dan senjata, Imam Wahhabi yang baru, pada 1902 akhirnya dapat merebut Riyadh. Salah satu tindakan biadab pertama Imam baru Wahhabi ini setelah berhasil menduduki Riyadh adalah menteror penduduknya dengan memaku kepala al-Rasyid pada pintu gerbang kota. Abdul-Aziz dan para pengikut fanatik Wahhabinya juga membakar hidup-hidup 1.200 orang sampai mati. 12]

Imam Wahhabi Abdul-Aziz yang dikenal di Barat sebagai Ibn Saud, sangat dicintai oleh majikan Inggerisnya. Banyak pejabat dan utusan Pemerintah Kolonial Inggeris di wilayah Teluk Arab sering menemui atau menghubunginya, dan dengan murah-hati mereka mendukungnya dengan uang, senjata dan para penasihat.  Sir Percy Cox, Captain Prideaux, Captain Shakespeare, Gertrude Bell, dan Harry Saint John Philby (yang dipanggil “Abdullah”) adalah di antara banyak pejabat dan penasihat kolonial Inggeris yang secara rutin mengelilingi Abdul-Aziz demi membantunya memberikan apa pun yang dibutuhkannya.

Dengan senjata, uang dan para penasihat dari Inggeris, berangsur-angsur Imam Abdul-Aziz dengan bengis dapat menaklukkan hampir seluruh Jazirah Arab di bawah panji-panji Wahhabisme untuk mendirikan Kerajaan Saudi-Wahhabi ke-3, yang saat ini disebut Kerajaan Saudi Arabia.

Ketika mendirikan Kerajaan Saudi, Imam Wahhabi, Abdul-Aziz beserta para pengikut fanatiknya, dan para “tentara Tuhan”, melakukan pembantaian yang mengerikan, khususnya di daratan suci Hijaz. Mereka mengusir penguasa Hijaz, Syarif, yang merupakan keturunan Nabi Muhammad Saw.

Pada May 1919, di Turbah, pada tengah malam dengan cara pengecut dan buas mereka menyerang angkatan perang Hijaz, membantai lebih 6.000 orang.

Dan sekali lagi, pada bulan Agustus 1924, sama seperti yang dilakukan orang barbar, tentara Saudi-Wahabi mendobrak memasuki rumah-rumah di Hijaz, kota Taif, mengancam mereka, mencuri uang dan persenjataan mereka, lalu memenggal kepala anak-anak kecil dan orang-orang yang sudah tua, dan mereka pun merasa terhibur dengan raung tangis dan takut kaum wanita. Banyak wanita Taif yang segara meloncat ke dasar sumur air demi menghindari pemerkosaan dan pembunuhan yang dilakukan tentara-tentara Saudi-Wahhabi yang bengis.

Tentara primitif Saudi-Wahhabi ini juga membunuhi para ulama dan orang-orang yang sedang melakukan shalat di masjid; hampir seluruh rumah-rumah di Taif diratakan dengan tanah; tanpa pandang bulu mereka membantai hampir semua laki-laki yang mereka temui di jalan-jalan; dan merampok apa pun yang dapat mereka bawa. Lebih dari 400 orang tak berdosa ikut dibantai dengan cara mengerikan di Taif. 11]

The end

http://sk-sk.facebook.com/topic.php?uid=80383792636&topic=11768

http://kommabogor.wordpress.com/2007/12/22/latar-belakang-berdirinya-kerajaan-   saudi-arabia-dan-paham-wahabi-bag-i/

________________________________________

Dr. Abdullah Mohammad Sindi adalah seorang profesor Hubungan Internasional (professor of International Relations) berkebangsaan campuran Saudi-Amerika. Dia memperoleh titel BA dan MA nya di California State University, Sacramento, dan titel Ph.D. nya di the University of Southern California. Dia juga seorang profesor di King Abdulaziz University di Jeddah, Saudi Arabia. Dia juga mengajar di beberapa universitas dan college Amerika termasuk di : the University of California di Irvine, Cal Poly Pomona, Cerritos College, and Fullerton College. Dia penulis banyak artikel dalam bahasa Arab maupun bahasa Inggeris. Bukunya antara lain : The Arabs and the West: The Contributions and the Inflictions.

Catatan Kaki :

[1] Banyak orang-orang yang belajar Wahabisme (seperti di Jakarta di LIPIA) yang     menjadi para pemuja syekh-syekh Arab, menganggap bangsa Arab lebih unggul dari     bangsa lain. Mereka (walaupun bukan Arab) mengikuti tradisi ke-Araban atau         lebih tepatnya Kebaduian (bukan ajaran Islam), seperti memakai jubah panjang,       menggunakan kafyeh, bertindak dan berbicara dengan gaya orang-orang Saudi.

[2] Alexei Vassiliev, Ta’reekh Al-Arabiya Al-Saudiya [History of Saudi Arabia],     yang diterjemahkan dari bahasa Russia ke bahasa Arab oleh Khairi al-Dhamin dan     Jalal al-Maashta (Moscow: Dar Attagaddom, 1986), hlm. 108.

[3] Untuk lebih detailnya Anda bisa mendownload “Confessions of a British Spy” :     http://www.ummah.net/Al_adaab/spy1-7.html
Cara ini juga dilakukan Imperialis Belanda ketika mereka menaklukkan kerajaan-    kerajaan Islam di Indonesia lewat Snouck Hurgronje yang telah belajar lama di   Saudi  Arabia dan mengirinmnya ke Indonesia. Usaha Snouck berhasil gemilang,   seluruh kerajaan Islam jatuh di tangan Kolonial Belanda, kecuali Kerajaan Islam  Aceh. Salah satu provokasi Snouck yang menyamar sebagai seorang ulama Saudi         adalah menyebarkan keyakinan bahwa hadis Cinta pada Tanah Air adalah lemah!         (Hubbul Wathan minal Iman). Dengan penanaman keyakinan ini diharapkan         Nasionalisme bangsa Indonesia hancur, dan memang akhirnya banyak pengkhianat        bangsa bermunculan.

[4] Memoirs Of Hempher, The British Spy To The Middle East, page 13.

[5] Lihat “The Beginning and Spreading of Wahhabism”, http://www.ummah.net/Al_adaab/wah-36.html

[6] William Powell, Saudi Arabia and Its Royal Family (Secaucus, N.J.: Lyle Stuart     Inc., 1982), p. 205.

[7] Confessions of a British Spy.

[8] Ibid.

[9] Vassiliev, Ta’reekh, p. 117.

[10] Gary Troeller, The Birth of Saudi Arabia: Britain and the Rise of the House of      Sa’ud (London: Frank Cass, 1976), pp. 15-16.

[11] Quoted in Robert Lacey, The Kingdom: Arabia and the House of Saud (New York:      Harcourt Brace Jovanovich, 1981), p. 145.  Nasionalisme bangsa Indonesia hancur, dan memang akhirnya banyak pengkhianat        bangsa bermunculan.

[4] Memoirs Of Hempher, The British Spy To The Middle East, page 13.

[5] Lihat “The Beginning and Spreading of Wahhabism”, http://www.ummah.net/Al_adaab/wah-36.html

[6] William Powell, Saudi Arabia and Its Royal Family (Secaucus, N.J.: Lyle Stuart     Inc., 1982), p. 205.

[7] Confessions of a British Spy.

[8] Ibid.

[9] Vassiliev, Ta’reekh, p. 117.

[10] Gary Troeller, The Birth of Saudi Arabia: Britain and the Rise of the House of      Sa’ud (London: Frank Cass, 1976), pp. 15-16.

[11] Quoted in Robert Lacey, The Kingdom: Arabia and the House of Saud (New York:      Harcourt Brace Jovanovich, 1981), p. 145.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar