Akhir Dendam Draupadi di Penutup Perang
Bharatayudha
1378067859673363152i Il
Ilustrasi Draupadi ikut Pandawa naik ke Meru
mempersiapkan kematian sumber www otago ac nz
Setia terhadap Pandawa
“Perkawinan adalah
perjalanan dari ‘aku’ menuju ‘kita’. Bila milik-mu tetap milik-mu dan milik-ku
tetap milik-ku, tujuan perkawinan itu sendiri tidak terecapai. Dianggap gagal
atau tidak oleh masyarakat, berakhir dengan perceraian atau tidak, perkawinan
semacam itu sesungguhnya sudah berakhir.” (Krishna, Anand. (2006). Saptapadi, Tujuh Langkah Menuju Keluarga
Bahagia.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)
Draupadi sudah meleburkan
dirinya ke dalam suaminya, kepentingan suaminya adalah kepentingan bersama.
Draupadi sang putri raja bersedia mengikuti pengembaraan Pandawa, suaminya
selama 13 tahun masa pengasingan dan bersedia ikut menyamar sebagai pelayan
istana di Kerajaan Virata pada tahun terakhir pengembaraannya. Saat menyamar
sebagai penata rambut di Kerajaan Wirata, adalah seorang Panglima yang bernama
Kichaka ingin mempersuntingnya. Draupadi tidak bisa membuka penyamaran Pandawa
dan kemudian mengatakan bahwa dia telah menjadi istri para Gandharva. Ketika
Kichaka tidak mempercayainya, Draupadi memintanya bertemu sendirian dengannya
di tengah malam dan kemudian Kichaka dibunuh oleh Bhima.
Kala dalam pengembaraan di
hutan, saat sendirian dia juga pernah dilamar oleh Jayadhrata, putra adik
perempuan Duryudana. Draupadi menolak dan ketika dipaksa naik kereta dia
bertahan sampai Pandawa datang dan Jayadhrata lari terbirit-birit.
Dendam Draupadi
Nampaknya Draupadi sangat
dendam pada Kaurawa, akan tetapi sebenarnya yang terjadi tidak demikian.
Draupadi paham bahwa dharma harus ditegakkan dengan jalan memusnahkan Korawa.
Berdamai dengan Korawa tidak akan memberikan ketenangan, Korawa akan selalu
berkhianat menghalalkan segala cara.
Setelah 13 tahun masa
pengasingan, Sri Krishna diminta sebagai duta perdamaian agar Pandawa diberikan
sebagian kerajaan Hastina. Draupadi menyempatkan diri menemui Krishna, dan
berkata bahwa bila terjadi perdamaian dengan Korawa, dan Pandawa melupakan
penghinaan Korawa terhadap dirinya, dia tetap masih punya 5 putra untuk
membalaskan dendamnya.
Sri Krishna berkata dengan
bijak, “Siapa yang menanam benih akan memetik buahnya. Apabila Korawa yang
melecehkan kamu belum menerima akibat perbuatannya, itu adalah karena buah
karma mereka belum masak. Walaupun kamu telah bisa memaafkan mereka, tetap ada
orang lain yang membalas perbuatannya, tidak perlu kamu sendiri yang
membalasnya. Aku akan datang ke Korawa sebagai Duta, sebagai pembawa peringatan
agar mereka sadar dan mengembalikan hak Pandawa. Apabila peringatan sudah
datang dan mereka mengabaikannya, Alam akan menyelesaikannya dengan caranya.”
“Perasaan Sri Krishna
lain, karena baginya perang itu bukanlah antara dua belah pihak berseteru.
Perang itu bukanlah antara Pandava dan Kaurava. Perang itu antara Dharma dan
Adharma, antara Kebijakan dan Kebatilan. Dan, perang antara Kebajikan dan
Kebatilan tidak pernah selesai. Perang ini adalah perang sepanjang jaman,
sepanjang masa. Tidak pernah berakhir. Terjadi di medan perang dan terjadi pula
dalam diri manusia, dalam diri setiap manusia. Perang Bharatayudha masih
terjadi. Perang Bharatayudha masih berlangsung. Di dalam dirimu dan di dalam
diriku. Kaurava dan Pandava ada di dalam diri kita semua. Kesadaran kita akan
memenangkan pihak yang mana, sepenuhnya tergantung pada diri kita. Sepenuhnya
kembali kepada diri kita.” (Krishna, Anand. (2006).Surat Cinta Bagi Anak Bangsa.
One Earth Media)
Lima Putranya dibunuh oleh
Asvattama
Perang Bharatayudha telah
mengubah Draupadi menjadi lebih bijaksana. Dia mulai memahami permainan Hyang
Widhi. Perang Bharatayudha selesai dan saat pesta kemenangan Asvathama
mengendap-endap masuk tenda putra-putranya dan membunuh semua putranya. Kesedihan
yang mendalam membawa dia masuk ke dalam kamar, mengheningkan cipta.
Darupadi ingat bahwa saat
Bhisma menjelang kematiannya, dia pernah protes dengan menangis terisak-isak:
“Mengapa kakek Bhisma bisa memberikan penjelasan tentang dharma dan adharma
kepada Yudhistira sedemikian bagusnya, sedangkan sewaktu hamba dipermalukan
oleh Dursasana, Kakek diam seribu bahasa?” Bhisma yang dalam keadaan terluka
parah dengan puluhan anak panah yang menancap di tubuhnya serta sedang menunggu
hari yang baik untuk meninggalkan jasadnya berucap pelan..... “Cucuku
Draupadi, aku tahu apa yang menjadi ganjalan hatimu. Pada waktu itu aku dijamu
makan oleh Duryudana, pengaruh makanan tersebut sangat besar. Nuraniku
memberontak melihat engkau dipermalukan Dursasana, tetapi pengaruh makanan
membuat aku tak berdaya. Itu adalah bagian dari Skenario Sang Sutradara Alam
agar Perang Bharatayudha terjadi. Maafkan aku Draupadi”. Draupadi merasakan
kebenaran kata kakek Bhisma, apa yang kita makan akan menjadi darah, tubuh dan
otak kita. Makanan yang diperoleh dengan menyakiti makhluk lain akan membuat
kita sulit mengendalikan diri. Ibarat kita mau ngerem kendaraan akan tetapi
remnya blong.
Draupadi menjadi malu
sendiri. Dalam perang Bharatayuda, Kakek Bhisma tidak mau membunuh Pandawa,
para suaminya. Kakek Bhisma juga tidak mau melawan wanita, akan tetapi
Srikandi, adiknya justru memanahnya, sehingga dia terluka dan kemudian beliau
bisa dipanah oleh Arjuna. Draupadi menjadi semakin malu, sang kakek tidak
protes kepadanya, bahkan menjawabnya dengan tulus. Darupadi merenung dalam.
Pandita Drona merasa dipermalukan oleh Prabu Drupada, ayahnya. Kemudian Pandita
Drona ganti mempermalukan ayahnya dan mengambil separuh wilayah kerajaannya.
Pandita Drona kalah bertempur karena ditipu Yudistira yang mengatakan Asvattama
mati dan dalam keadaan shock dibunuh oleh Drestadyumna, adiknya. Kini Aswattama
membunuh Drestadyumna dan semua putranya. Para Korawa yang diam saja saat dia
dipermalukan sudah mati semua. Duryudana dan Dursasana yang mempermalukan dirinya
pun sudah terbunuh. Kini semua anak-anaknya terbunuh.
Pelajaran dari Mahabharata
“Membaca cerita
Mahabharata, saya baru sadar bahwa dunia ini sebenarnya tidak pernah berubah.
Skenario dasar atau alur ceritanya tidak pernah berubah. Para pelakunya berubah,
settingnya berubah, dekornya berubah, namun panggungnya tetap sama. Perang
disebabkan oleh keserakahan. Selama manusia masih serakah, perang tidak dapat
dihindari. Anda boleh saja mengukuhkan undang-undang untuk kerukunan antar
kelompok, tetapi selama keserakahan masih ada, persaingan akan selalu ada.
Selama itu pula perang dan kerusuhan tidak dapat dihindari. Para Kaurawa takut
akan popularitas Pandava. Pandava harus diasingkan. Para Kaurava beranggapan
bahwa masa pengasingan selama belasan tahun akan membuat para Pandava
terlupakan oleh rakyat. Cara-cara klasik ini sampai saat kini pun masih
digunakan. Kita selalu takut akan persaingan, karena kita tidak percaya pada
diri sendiri. Untuk menghilangkan persaingan, kita akan melakukan apa saja;
kita akan menghalalkan apa saja.” (Krishna, Anand. (2002). Bhagavad Gita Bagi Orang Modern,
Menyelami Misteri Kehidupan. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama)
Memaafkan Asvattama
Setelah Asvattama
tertangkap, Drupadi berubah pikiran, “Arjuna, semuanya terjadi karena Kehendak
Hyang Widhi. Aku dapat merasakan kesedihan seorang ibu yang putranya meninggal.
Bunda Gendari telah kehilangan seluruh putranya, Bunda Kunti telah kehilangan putranya,
Karna. Para ibu banyak yang telah kehilangan putra-putranya dalam perang
Bharatayuda ini termasuk diriku. Aku tidak mau menambah kesedihan Ibu
Asvattama. Lepaskanlah Asvattama!”.
Pandawa menunggu keputusan
Sri Krishna kala mendengar permintaan Drupadi. Sri Krishna mengangguk. Dan,
batu permata di dahi Asvattama dilepas dan dia diusir ke derah padang pasir
Arvashtan. Bagi Asvattama ini adalah penghinaan yang sangat berat, dia merasa
lebih baik dibunuh daripada diperlakukan demikian. Tetapi demikianlah Kehendak
Hyang Widhi.
Kematian Draupadi
Setelah mendengar dari
Arjuna bahwa Sri Krishna telah meninggal, maka Yudhistira segera menobatkan
Parikesit sebagai Raja Hastina. Kemudia kelima Pandawa beserta Draupadi dan
seekor anjing melakukan perjalanan ke Himalaya mempersiapkan kematian mereka.
Draupadi adalah yang pertama kali jatuh dan meninggal, dilanjutkan dengan
saudara-saudara Yudistira. Dan Terakhir Yudisthira meninggal.
Saat Yudhistira dibawa ke
surga dia melihat Draupadi yang cantik jelita duduk di singgasana mengenakan
karangan bunga teratai. Dewa Indra berkata bahwa wanita itu adalah “Shree” yang
berkenan mewujud sebagai Putri Draupada. Dialah yang merencanakan semua drama
di dunia.
Raden Puntadewa memiliki watak sadu (suci, ambeg
brahmana), suka mengalah, tenang, sabar, cinta perdamaian, tidak suka marah
meskipun hargadirinya diinjak-injak dan disakiti hatinya. Oleh para dalang ia
digolongkan dalam tokoh berdarah putih dalam pewayangan bersama Begawan
Bagaspati, Antasena dan Resi Subali sebagai perlambang kesucian hati dan dapat
membunuh nafsu-nafsu buruknya.
Konon,
Puntadewa dilahirkan melelui ubun-ubun Dewi Kunti. Sejak kecil para putra putra
Pandu selalu ada dalam kesulitan. Mereka selalu bermusuhan dengan saudara
sepupu mereka, Kurawa, yang didalangi oleh paman dari para Kurawa yang juga
merupakan patih dari Kerajaan Astinapura, Patih Harya Sengkuni. Meskipun
Pandawa memiliki hak atas kerajaan Astinapura, namun karena saat Prabu Pandu
meninggal usia pandawa masih sangat muda maka kerajaan dititipkan pada
kakaknya, Adipati Destarastra dengan disaksikan oleh tetua-tetua kerajaan
seperti, Dang Hyang Dorna, Patih Sengkuni, Resi Bisma, Begawan Abiyasa, dan
Yamawidura dengan perjanjian tertulis agar kerajaan Astina diserahkan kepada
Pandawa setelah dewasa, dan Destarastra mendapatkan separuh dari wilayah
Astina. Namun atas hasutan Patih Sengkuni maka kemudian Kurawalah yang
menduduki takhta kerajaan. Segala cara dihalalkan untuk menyingkirkan pandawa,
dimulai dengan Pandawa Timbang (lih. Bima), Bale Sigala-gala, Pandawa Dadu sampai
pada perang besar Baratayuda Jayabinangun. Meskipun Puntadewa adalah manusia
berbudi luhur namun ia memiliki kebiasaan buruk yaitu suka berjudi.
Kelak kebiasaan buruk dari Puntadewa ini
menyebabkan para Pandawa berada dalam kesulitan besar. Hal tersebut dikisahkan
sebagai berikut: Saat terjadi konflik antara Pandawa dan Kurawa tentang
perebutan kekuasaan Kerajaan Astinapura, Kurawa yang didalangi oleh Sengkuni
menantang Pandawa untuk main judi dadu. Pada permainan tersebut, para Pandawa
mulanya hanya bertaruh uang, namun lama kelamaan, Puntadewa mempertaruhkan
kerajaan, istri, dan pada akhirnya pandawa sendiri sudah menjadi hak milik
kurawa (Sebelumnya Puntadewa bersama adik-adiknya berhasil mendirikan kerajaan
yang berasal dari Hutan Mertani, sebuah hutan angker yang ditempati oleh raja
jin yang bernama Prabu Yudistira dan adik-adiknya).
Saat
Pandawa beranjak dewasa, mereka selalu dimusuhi oleh para Kurawa, akibatnya
para tetua Astinapura turun tangan dan memberi solusi dengan menghadiahi
Pandawa sebuah hutan angker bernama Wanamarta untuk mengindari perang saudara
memperebutkan takhta Astinapura. Setelah itu, hutan yang tadinya terkenal
angker, berubah menjadi kerajaan yang megah, dan Prabu Yudistira serta
putrinya, Dewi Ratri atau para dalang juga sering menyebutnya Dewi
Kuntulwilanten menyatu di dalam tubuh Puntadewa yang berdarah putih. Sejak saat
itu pulalah Puntadewa bernama Yudistira.
Sebelumnya, setelah Pandawa berhasil lolos dari
peristiwa Bale Sigala-gala, dimana mereka dijebak disuatu purocana (semacam
istana dari kayu) dengan alasan Kurawa akan menyerahkan setengah dari Astina,
namun ternyata hal tersebut hanyalah tipu muslihat kurawa yang membuat para
Pandawa mabuk dan tertidur, sehingga pada malamnya mereka dapat leluasa
membakar pesanggrahan Pandawa. Bima yang menyadari hal itu dengan cepat membawa
saudara-saudara dan ibunya lari menuju terowngan yang diiringi oleh garangan
putih sampai pada Kayangan Saptapertala, tempat Sang Hyang Antaboga, dari sana
Pandawa lalu melanjutkan perjalanan ke Pancala, dimana sedang diadakan
sayembara adu jago memperebutkan Dewi Drupadi. Barang siapa berhasil
mengalahkan Gandamana, akan berhak atas Dewi Drupadi, dan yang berhasil dalam
sayembara tersebut adalah Bima. Bima lalu menyerahkan Dewi Drupadi untuk diperisri
kakaknya. Sumber yang lain menyebutkan bahwa setelah mengalahkan Gandamana
Pandawa masih harus membunuh naga yang tinggal di bawah pohon beringin.
Kemudian Arjunalah yang dengan panahnya berhasil membunuh naga tersebut. Dari
Dewi Drupadi Puntadewa memilki seorang putra yang diberi nama Pancawala.
Dalam masa buangan tersebut ada sebuah kisah yang
menggambarkan kebijaksanaan dari Raden Puntadewa. Pada suatu hari Puntadewa
memerintahkan Sadewa untuk mengambil air di sungai. Setelah menunggu lama, Sadewa
tidak kunjung datang, lalu diutuslah Nakula, hal yang sama kembali terjadi,
Nakula pun tak kembali. Lalu Arjuna dan akhirnya Bima. Semuanya tak ada yang
kembali. Akhirnya menyusulah Puntadewa. Sesampainya di telaga ia melihat ada
raksasa besar dan juga adik-adiknya yang mati di tepi telaga. Sang Raksasa
kemudian berkata pada Puntadewa bahwa barang siapa mau meminum air dari telaga
tersebut harus sanggup menjawab teka-tekinya. Pertanyaannya adalah apakah yang
saat kecil berkaki empat dewasa berkaki dua dan setelah tua berkaki tiga? Punta
dewa menjawab, itu adalah manusia, saat kecil manusia belum sanggup berjalan,
maka merangkaklah manusia (bayi), setelah dewasa manusia sanggup berjalan
dengan kedua kakinya dan setelah tua manusia yang mulai bungkuk membutuhkan
tongkat untuk penyangga tubuhnya.
Sang raksasa lalu menanyakan pada Puntadewa, jika
ia dapat menghidupkan satu dari keempat saudaranya yang manakah yang akan di
minta untuk dihidupkan? Puntadewa menjawab, Nakula lah yang ia minta untuk
dihidupkan karena jika keempatnya meninggal maka yang tersisa adalah seorang
putra dari Dewi Kunti, maka sebagai putra sulung dari Dewi Kunti ia meminta
Nakula, putra sulung dari Dewi Madrim. Dengan demikian keturuanan Pandu dari
Dewi Madrim dan Dewi Kunti tetap ada. Sang Raksasa sangat puas dengan jawaban
tersebut lalu menghidupkan keempat pandawa dan lalu berubah menjadi Batara
Darma. Puntadewa bisa saja meminta Arjuna atau Bima untuk dihidupkan sebagai
saudara kandung namun secara bijaksana ia memilih Nakula. Suatu ajaran yang
baik diterapkan dalam kehidupan yaitu keadilan dan tidak pilih kasih.
Akibat kalah bermain dadu, Pandawa harus menerima
hukuman menjadi buangan selama 13 tahun. Dan sebelumnya Drupadi pun sempat
dilecehkan oleh Dursasana yang berusaha menelanjanginya sampai sampai
terucaplah sumpah Dewi Drupadi yang tidak akan mengeramas rambutnya sebelum
dicuci oleh darah Dursasana, untunglah Batara Darma menolong Drupadi sehingga
ia tidak dapat ditelanjangi. Pada tahun terakhir sebagai buangan, Pandawa menyamar
sebagai rakyat biasa di suatu kerajaan bernama Wirata. Disana Puntadewa lalu
menjadi ahli politik dan bekerja sebagai penasehat tak resmi raja yang bernama
Lurah Dwijakangka.
Puntadewa
memiliki jimat peninggalan dari Prabu Pandu berupa Payung Kyai Tunggulnaga dan Tombak
Kyai Karawelang, Keris Kyai Kopek, dari Prabu Yudistira berupa Sumping
prabangayun, dan Sangsangan robyong yang berupa kalung. Jika puntadewa marah
dan tangannya menyentuh kalung ini makan seketika itu pulalah, ia dapat berubah
menjadi raksasa bernama Brahala atau Dewa Mambang sebesar gunung anakan dan
yang dapat meredakannya hanyalah titisan Batara Wisnu yang juga dapat merubah
diri menjadi Dewa Amral. Selain itu Puntadewa juga memiliki pusaka bernama
Serat Jamus Kalimasada.
Kemudian atas bantuan dari Werkudara, adiknya,
akhirnya Puntadewa menjadi raja besar setelah mengadakan Sesaji Raja Suya yang
dihadiri oleh 100 raja dari mancanegara. Dengan demikian Puntadewa menjadi
seorang raja besar yang akan menjadi anutan bagi raja-raja di dunia.
Pada Perang besar Baratayuda Jayabinangun,
Puntadewa menjadi senapati perang pihak pandawa menghadapi raja dari kerajaan
Mandraka, Prabu Salya. Puntadewa pun akhirnya behasil membunuh Salya meskipun
sebenaranya ia maju kemedan perang dengan berat hati. Saat perang Baratayuda
terjadi pun, Puntadewa pernah melakukan tindakan tercela yang mengakibatkan
senapati perang Kurawa yang juga gurunya, Dang Hyang Dorna terbunuh. Dikisahkan
sebagai berikut, saat para pandawa berhasil membunuh gajah Estitama, seekor
gajah milik Astina. Drona yang samar-samar mendengar “….tama mati!” menjadi
bigung, mungkin saja Aswatama, putranya telah mati, dan lari menuju
pesanggrahan Pandawa, Drona tahu benar siapa yang harus ditanyai, Puntadewa,
seorang raja yang selama hidupnya tak pernah berbohong. Saat itu Puntadewa atas
anjuran Kresna menyebutkan bahwa Hesti (dengan nada lemah) dan tama (dikeraskan)
memang telah mati, Drona yang mendengar hal itu menjadi tambah panik karena
menurut pendengarannya yang telah kabur, putra tunggalnya telah tewas. Drona
pun kemudian tewas oleh Drestajumena yang mamanggal lehernya saat Drona dalam
keaadaan ling-lung. Dalam hal ini dapat di petik sebuah pelajaran bahwa dalam
hidup ini sebuah kejujuran pun tidak dapat dilakukan secara setengah-setengah,
memang Puntadewa tidak pernah berbohong, namun sikap setengah-setengah tersebut
pulalah yang mangakibatkan kematian guru besar Astina tersebut.
Setelah
selesai Baratayuda, Puntadewa menjadi raja di Astina sebentar dengan gelar
Prabu Kalimataya. Lalu di gantikan oleh cucu dari Arjuna yang bernama Parikesit
dengan gelar Prabu Kresnadwipayana. Setelah tua, Puntadewa lalu memimpin
adik-adiknya untuk naik ke Puncak Himalaya untuk mencapai nirwana. Disana satu
persatu istri dan adik-adiknya meninggal, lalu hanya ia dan anjingnya lah yang
sampai di pintu nirwana, di sana Batara Indra menolak membawa masuk anjing
tersebut, namun puntadewa bersikeras membawanya masuk. Lalu setelah perdebatan
panjang anjing tersebut berubah menjadi Batara Darma dan ikut ke nirwana
bersama Puntadewa.
Kisah Pandawa
Mencapai Moksa
Perjalanan suci yang dilakukan oleh para Pandawa diceritakan dalam kitab
Prasthanikaparwa atau Mahaprasthanikaparwa
Dikisahkan Setelah perang Bharatayuddha berakhir, Yudistira melaksanakan
upacara Tarpana untukmemuliakan mereka yang telah tewas. Ia kemudian diangkat
sebagai raja Hastinapura sekaligus rajaIndraprastha. Yudistira dengan sabar
menerima Dretarastra sebagai raja sepuh di kota Hastinapura.
Yudistira kemudian menyelenggarakan Aswamedha Yadnya, yaitu suatu upacara
pengorbanan untuk menegakkan kembali aturan dharma di seluruh dunia.
Setelah permulaan zaman Kaliyuga dan wafatnya Kresna, , Yudhistira
meletakan jabatannya dan memberinya kepada Parikesit cucu Arjuna, satu2nya
pewaris tahta yang tersisa . Yudistira memutuskan meninggalkan tahta kerajaan,
harta, dan sifatketerikatan untuk melakukan perjalanan terakhir, mengelilingi
Bharatawarsha lalu menuju puncak Himalaya.Keempat adiknya Bima, Arjuna , Nakula
dan Sahadewa memutuskan ikut bertapa dengannya.Drupadi juga memutuskan untuk
ikut bertapa.Akhirnya Panca Pandawa bersama Drupadi bersama sama mendaki
Gunung Himalaya.
Dalam Perjalanan sucinya , Dikaki gunung, seekor anjing mengikuti
Yudhistira. Kemana Yudhistira berjalan si anjing mengikuti. Awalnya anjing itu
hendak diusir oleh adik – adik Yudhistira, tetapi karena melihat anjing hitam
itu, kurus tetapi kuat Yudhistira mencegahnya dan membiarkan anjing itu ikut
bersama mereka mendaki gunung.Kemudian para Pandawa dihadang oleh api yang
sangat besar, yaitu Agni.
Ia meminta Arjuna agar senjata Gandiwa beserta tabung anak panahnya yang
tak pernah habisdikembalikan kepada Baruna, sebab tugas Nara sebagai Arjuna
sudah berakhir di zaman Dwaparayugater sebut. Dengan berat hati, Arjuna
melemparkan senjata saktinya ke lautan, ke kediaman Baruna.Setelah itu, Agni
lenyap dari hadapannya dan para Pandawa melanjutkan perjalanannya.
Dalam Perjalanan Tak berapa lama Drupadi terjatuh, badannya lemah sekali. Hawa gunung himalaya yang dingin dan sulitnya jalur pendakian membuat Drupadi kehabisan tenaga. Drupadi meninggal dipangkuan Yudhistira. Yudhistira menahan rasa sedihnya dan meninggalkan jenasah istri tercintanya melanjutkan perjalanan.
Dalam Perjalanan Tak berapa lama Drupadi terjatuh, badannya lemah sekali. Hawa gunung himalaya yang dingin dan sulitnya jalur pendakian membuat Drupadi kehabisan tenaga. Drupadi meninggal dipangkuan Yudhistira. Yudhistira menahan rasa sedihnya dan meninggalkan jenasah istri tercintanya melanjutkan perjalanan.
Kemudian Setelah Drupadi meninggal kini Sahadewa jatuh tersungkur
kelelahan. Yudhistira hanya menghela napas melihat adiknya meninggal. Ketika
Sadewa meninggal, Bima bertanya kepada Yudistira, “Kakakku, adik kita ini
sangat rajin dan penurut. Ia juga sangat rendah hati.Mengapa ia meninggal
sampai di sini?”. Yudistira yang bijaksana menjawab, “Memang benar bahwa ia
sangat rajin dan senang menjalankan perintah kita. Namun ketahuilah, bahwa
Sahadewa sangat membanggakan kepintarannya yang dimilikinya, dan tidak mau
mengalah. . Setelah Sadewa meninggal kemudian disusul oleh Nakula. Lalu Bima
bertanya kepada Yudistira, Ini saudara kami yang diperlengkapi dengan
kebenaran dan yang selalu taat, Nakula yang tak tertandingi untuk
ketampanan, telah wafat.” Lalu Yudistira berkata dengan Ia adalah seorang
degnan jiwa yang penuh kebenaran dan kepintaran. Namun dengan ketampanannya ia
beranggapan tak satupu yang bisa menandingi ketampanannnya karena ketamakannya
itu dia meninggal.
Masih dalam kesedihan yang mendalam Arjuna berjalan sempoyongan dan berkata kepada kakak2nya untuk melanjutkan perjalanan tanpanya. Arjuna Kemudian meninggal. Dan Bimabertanya pada Yudistira, “Aku tidak ingat apapun ketidakbenaran yang diucapkan oleh Arjuna. Bahkandalam bercanda dia mengatakan semua tanpa kepalsuan. Apa kemudian yang menyebabkan ia sampaidisini? Yudhistira berkata, “Arjuna telah mengatakan bahwa ia akan mengalahkan semua musuh kami dalam satu hari. Ia terlalu bangga akan kepahlawanan itu. Oleh karena itulah ia wafat.
Kini Tinggal Yudhistira, Bhima dan anjing yang melanjutkan perjalanan.
Dan Bima pun mencapai ajalnya. Sebelum ia meninggal ia bertanya padaYudistira,
Wahai kakakku, jika kau tau kenapa aku berakhir disini, katakanlah yang kau
ketahui.Lalu Yudistira berkata,Engkau pemakan besar, dan kamu pernah
membanggakan kekuatanmu itu.” Bagaimana dengan Yudhistira? orang yang selama
ini dianggap lemah dan bodoh masih mendaki gunung himalaya dengan tekad kuat.
Yudhistira kini hanya dengan anjingnya melihat jenasah adik2nya di lereng
gunung. Kemudian dia melihat keatas, tampak puncak himalaya yang disinari matahari.
Segera ia mempercepat langkahnya, dan tak terasa sampailah Yudhistira dipuncak
gunung Himalaya.
Seketika itu, langit terbelah dan Dewa Indra turun dari langit menaiki
kereta kencana, dia mengajak Yudhistira menuju Surga. Yudhistira ingin
anjingnya ikut ke surga . namun Anjing tidak diperbolehkan masuk surga kata
Indra. Maka aku tidak akan pergi. Istri dan adik2ku telah pergi meninggalkan
aku sendirian, tetapi anjing ini dengan setia mengikutiku kemana aku pergi kata
Yudhistira . Apabila aku pergi kesurga meninggalkan anjing ini sendirian,
manusia macam apa aku ini? Indra yang takjub mendengar kata2 Yudhistira
beranjak menghormat kepada Yudhistira. Tiba2 si anjing telah berubah menjadi
Yama, sang dewa Dharma, avatar Yudhistira. Dia memuji Yudhistira dan
mengajaknya naik kesurga.
Sesampainya disurga, Yudhistira melihat para Kurawa dan Sengkuni sedang
berpesta pora. Indra berkata bahwa para Kurawa masuk surga karena mereka
membela tanah air mereka, sehingga mendapat karma untuk tinggal disurga.
Kemudian Yudhistira bertanya, kemana istri dan adik2nya? oleh Indra Yudhistira
diajak keneraka dimana Drupadi, adik2nya dan Karna disiksa dineraka karena
dosa2 mereka. Yudhistira berkata kepada Indra, biarlah aku tinggal disini
bersama istri, kakak dan adik2ku. Apalah arti sebuah surga apabila saudara2mu
dan orang2 yang kamu cintai tidak bersamamu?
Indra yang melihat ketulusan hati Yudhistira sekali lagi menghormat
kepada Yudhistira. Seketika itu juga suasana berubah total semua menjadi
berbalik keadaan Neraka berubah menjadi surga dan surga menjadi neraka. Para
kurawa dan Sangkuni kini tersiksa dineraka. Yudhistira, Drupadi, Bhima, Arjuna,
Nakula, Sadewa dan karna telah menebus dosa mereka, kini mereka telah moksa
tinggal disurga.
Hubungannya dengan
moksa yang kita pelajari adalah
Moksa adalah salah satu Srada dalam ajaran Agama Hindu, yang merupakan
tujuan tertinggi dari Umat Hindu. Kebahagiaan yang sejati akan tercapai oleh
seseorang apabila ia telah dapat menyatukan jiwanya dengan Tuhan. Di dalam
usaha untuk mencapai moksa sudah tentu ada hal-hal yang menghambat untuk
mencapai tujuan tersebut. Seperti ujian-ujian yang dihadapi oleh para Panca
Pandawa khususnya yang dialami oleh Yudhistira. Selain itu unsure awidya atau
kegelapan jiwa akan memuncculkan perilaku yang bertentangan denagn ajaran
dharma. Untuk menghindari diri dari jurang kesengsaraan atau kegelapan kita
hendaknya selalu dapat introspeksi diri dengan menjalankan /melaksanakan ajaran
Astangga Yoga. Sama halnya dengan perjalanan Panca Pandawa untuk mencapai Surga
yang penuh dengan ujian, mereka lewati satu demi satu sampai akhirnya meninggal
di dalam perjalanan, disebabkan oleh karma tidak baik yang mereka perbuatan
semasa hidupnya. Hanya Yudhistira yang dapat melanjutkan perjalanan untuk
mencapai Surga karena semasa hidupnya selalu mengamalkan ajaran Dharma. Namun
karena karma baik mereka akhirnya dapat mencapai Surga. Jadi hanya dengan karma
baik dan dengan melaksanakan ajaran Dharmalah seseorang dapat mencapai
kebahagiaan yang abadi