masalah nuklir, finansial keuangan negara, tata negara, politik internasional, perselisihan mazhab, persatuan umat islam, nasionalisme, pembangunan bangsa, ketahanan nasional, hutang negara, perang dunia, timur tengah, new world order
Minggu, 22 Juli 2018
Anatomi Fisiologi Jantung dan Sistem Peredaran Darah Pada Manusia
ANATOMI FISIOLOGI JANTUNG DAN SISTEM PEREDARAN DARAH PADA MANUSIA
Sistem peredaran darah pada manusia tersusun atas jantung sebagai pusat
peredaran darah, pembuluh-pembuluh darah dan darah itu sendiri.
Jantung terletak di rongga dada, diselaputi oleh suatu membran pelindung
yang disebut perikardium. Dinding jantung terdiri atas jaringan ikat
padat yang membentuk suatu kerangka fibrosa dan otot jantung.
Serabut otot jantung bercabang-cabang dan beranastomosis secara erat.
Jantung mempunyai empat ruang yang terbagi sempurna yaitu dua serambi (atrium) dan dua bilik (ventrikel)
dan terletak di dalam rongga dada sebelah kiri di atas diafragma.
Jantung terbungkus oleh kantong perikardium yang terdiri dari 2 lembar:
1. lamina panistalis di sebelah luar
2. lamina viseralis yang menempel pada dinding jantung.
Jantung memiliki 3 katup, yakni katup semilunair yang terdapat dipangkal aorta (arteri besar), katup valvula bikuspidalis yang terdapat diantara bilik kiri dan serambi kiri, serta katupvalvula trikuspidalis yang terletak diantara bilik kanan dan serambi kanan.
1. Fungsi Jantung
Fungsi utama jantung adalah menyediakan oksigen ke seluruh tubuh dan
membersihkan tubuh dari hasil metabolisme (karbondioksida). Jantung
melaksanakan fungsi tersebut dengan mengumpulkan darah yang kekurangan
oksigen dari seluruh tubuh dan memompanya ke dalam paru-paru, dimana
darah akan mengambil oksigen dan membuang karbondioksida; jantung
kemudian mengumpulkan darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan
memompanya ke jaringan di seluruh tubuh.
Pada saat berdenyut, setiap ruang jantung mengendur dan terisi darah (disebut diastol); selanjutnya jantung berkontraksi dan memompa darah keluar dari ruang jantung disebut sistol).
Kedua atrium mengendur dan berkontraksi secara bersamaan, dan kedua
ventrikel juga mengendur dan berkontraksi secara bersamaan. Darah yang
kehabisan oksigen dan mengandung banyak karbondioksida dari seluruh
tubuh mengalir melalui 2 vena besar (vena kava) menuju ke dalam atrium
kanan. Setelah atrium kanan terisi darah, dia akan mendorong darah ke
dalam ventrikel kanan.
Darah dari ventrikel kanan akan dipompa melalui katup pulmoner ke dalam
arteri pulmonalis, menuju ke paru-paru. Darah akan mengalir melalui
pembuluh yang sangat kecil (kapiler) yang mengelilingi kantong udara di
paru-paru, menyerap oksigen dan melepaskan karbondioksida yang
selanjutnya dihembuskan.
Darah yang kaya akan oksigen mengalir di dalam vena pulmonalis menuju ke
atrium kiri. Peredaran darah diantara bagian kanan jantung, paru-paru
dan atrium kiri disebut sirkulasi pulmoner. Darah dalam atrium kiri akan
didorong ke dalam ventrikel kiri, yang selanjutnya akan memompa darah
yang kaya akan oksigen ini melewati katup aorta masuk ke dalam aorta
(arteri terbesar dalam tubuh). Darah kaya oksigen ini disediakan untuk
seluruh tubuh, kecuali paru-paru.
2. Denyut jantung dan tekanan darah
Otot jantung mempunyai kemampuan untuk berdenyut sendiri secara terus
menerus. Suatu sistem integrasi di dalam jantung memulai denyutan dan
merangsang ruang-ruang di dalam jantung secara berurutan. Pada mamalia,
setiap kontraksi dimulai dari simpul sinoatrium. Simpul sinoatrium atau
pemacu terdiri atas serabut purkinje yang terletak antara atrium dan
sinus venosus.
Impuls menyebar ke seluruh bagian atrium dan ke simpul atrioventrikel.
Selanjutnya, impuls akan diteruskan ke otot ventrikel melalui serabut
purkinje. Hal ini berlangsung cepat sehingga kontraksi ventrikel mulai
pada apeks jantung dan menyebar dengan cepat ke arah pangkal arteri
besar yang meninggalkan jantung.
Kecepatan denyut jantung dalam keadaan sehat berbeda-beda, dipengaruhi
oleh pekerjaan, makanan, umur dan emosi. Irama dan denyut jantung sesuai
dengan siklus jantung. Jika jumlah denyut ada 70 maka berarti siklus
jantung 70 kali semenit. Kecepatan normal denyut nadi pada waktu bayi
sekitar 140 kali permenit, denyut jantung ini makin menurun dengan
bertambahnya umur, pada orang dewasa jumlah denyut jantung sekitar 60 -
80 per menit.
Pada orang yang beristirahat jantungnya berdetak sekitar 70 kali per
menit dan memompa darah 70 ml setiap denyut (volume denyutan adalah 70
ml). Jadi, jumlah darah yang dipompa setiap menit adalah 70 × 70 ml atau
sekitar 5 liter. Sewaktu banyak bergerak, seperti olahraga, kecepatan
jantung dapat menjadi 150 setiap menit dan volume denyut lebih dari 150
ml. Hal ini, membuat daya pompa jantung 20 - 25 liter per menit.
Darah mengalir, karena kekuatan yang disebabkan oleh kontraksi ventrikel
kiri. Sentakan darah yang terjadi pada setiap kontraksi dipindahkan
melalui dinding otot yang elastis dari seluruh sistem arteri. Peristiwa
ketika jantung mengendur atau sewaktu darah memasuki jantung disebut
diastol. Sedangkan, ketika jantung berkontraksi atau pada saat darah
meninggalkan jantung disebut sistol. Tekanan darah manusia yang sehat dan normal sekitar 120 atau 80 mm Hg. 120 merupakan tekanan sistol, dan 80 adalah tekanan diastole.
B. PEMBULUH DARAH
Pembuluh darah merupakan jalan bagi darah yang mengalir dari jantung
menuju ke jaringan tubuh, atau sebaliknya. Pembuluh darah dapat dibagi
menjadi tiga macam, yaitu pembuluh nadi, pembuluh vena, dan pembuluh
kapiler.
1. Pembuluh nadi
Pembuluh nadi atau pembuluh arteri ialah pembuluh darah yang membawa
darah dari jantung menuju kapiler. Arteri vertebrata dilapisi endotel
dan mempunyai dinding yang relatif tebal yang mengandung jaringan ikat
elastis dan otot polos. Kelenturannya membantu mempertahankan tekanan
darah diantara denyut jantung.
Arteri yang lebih kecil (disebut arteriola) memiliki dinding
berotot yang menyesuaikan diameternya untuk meningkatkan atau menurunkan
aliran darah ke daerah tertentu. Arteri cenderung terletak agak lebih
dalam di jaringan badan.
Dinding arteri besar (aorta) yang keluar dari jantung banyak
mengandung jaringan ikat. Kekuatan tiap sistol ventrikel mendorong darah
ke dalam arteri dan melebarkannya agar dapat menampung darah tersebut.
Pada waktu diastol, kelenturan dinding bagian pertama arteri tersebut
membantu mendorong darah ke bagian arteri yang menjadi lebar.
Elastisitas arteri yang besar itu mengubah arus darah menjadi mantap dan
tenang.
Peregangan dan kontraksi arteri yang terjadi bergantian dengan sangat
cepat menuju perifer (7,5 m per detik) yang dapat dirasakan sebagai
denyut nadi. Setelah arteri mencapai jaringan, arteri akan
bercabang-cabang. Pada tiap cabang rongga saluran menjadi makin sempit,
tetapi jumlah luas penampang makin besar sehingga kecepatan arus darah
berkurang dan tekanannya menurun.
2. Pembuluh vena
Pembuluh vena atau pembuluh balik ialah pembuluh darah yang membawa
darah ke arah jantung. Pembuluh vena terdiri atas tiga lapisan, seperti
pembuluh arteri. Dari lapisan dalam ke arah luar adalah endotel,
jaringan elastik dan otot polos, serta jaringan ikat fibrosa.
Pada sepanjang pembuluh vena, terdapat katup-katup yang mencegah darah
kembali ke jaringan tubuh. Pembuluh vena terletak lebih ke permukaan
pada jaringan tubuh daripada pembuluh arteri. Pada manusia dan mamalia,
selain pembuluh darah vena dari jaringan tubuh yang kembali ke jantung,
ada pula vena yang sebelum kembali ke jantung singgah dahulu ke suatu
alat tubuh, misalnya darah dari usus sebelum ke jantung singgah dulu ke
hati. Peredaran darah ini disebut sistem vena porta.
3. Pembuluh kapiler
Kapiler memungkinkan oksigen dan zat makanan berpindah dari darah ke
dalam jaringan dan memungkinkan hasil metabolisme berpindah dari
jaringan ke dalam darah.
Pembuluh kapiler ialah pembuluh darah kecil yang mempunyai diameter
kira-kira sebesar sel darah merah, yaitu 7,5 μm. Meskipun diameter
sebuah kapiler sangat kecil, jumlah kapiler yang timbul dari sebuah
arteriol cukup besar sehingga total daerah sayatan melintang yang
tersedia untuk aliran darah meningkat. Pada orang dewasa kira-kira ada
90.000 km kapiler.
Dinding kapiler terdiri atas satu lapis sel epitel yang permiabel
daripada membran plasma sel. Oksigen, glukosa, asam amino, berbagai ion
dan zat lain yang diperlukan secara mudah dapat berdifusi melalui
dinding kapiler ke dalam cairan interstitium mengikuti gradien
konsentrasinya. Sebaliknya, karbondioksida, limbah nitrogen, dan hasil
sampingan metabolisme lain dapat dengan mudah berdifusi ke dalam darah.
Dari kapiler, darah mengalir ke dalam venula lalu ke dalam vena, yang
akan membawa darah kembali ke jantung. Vena memiliki dinding yang tipis,
tetapi biasanya diameternya lebih besar daripada arteri; sehingga vena
mengangkut darah dalam volume yang sama tetapi dengan kecepatan yang
lebih rendah dan tidak terlalu dibawah tekanan.
C. PASOKAN DARAH KE JANTUNG
Otot jantung (miokardium) sendiri menerima sebagian dari sejumlah volume
darah yang mengalir melalui atrium dan ventrikel suatu sistem arteri
dan vena (sirkulasi koroner) menyediakan darah yang kaya akan oksigen
untuk miokardium dan kemudian mengembalikan darah yang tidak mengandung
oksigen ke dalam atrium kanan.
Arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri merupakan cabang dari
aorta; vena kardiak mengalirkan darah ke dalam sinurskoroner, yang akan
mengembalikan darah ke dalam atrium kanan.
Sebagian besar darah mengalir ke dalam sirkulasi koroner pada saat
jantung sedang mengendur diantara denyutnya (selama diastol
ventrikuler).
D. SISTEM PEREDARAN DARAH
Sistem peredaran darah berfungsi untuk mengedarkan zat makanan ke
seluruh tubuh. Zat makanan berguna untuk pertumbuhan, mengganti sel-sel
yang rusak, dan untuk beraktivitas.
Sistem peredaran ini dibedakan menjadi: 1. Sistem peredaran darah kecil (sistem peredaran paru-paru)
Merupakan sistem peredaran yang membawa darah dari jantung ke paru-paru
kembali lagi ke jantung. Pada peristiwa ini terjadi difusi gas di
paru-paru, yang mengubah darah yang banyak mengandung CO2 dari jantung
menjadi O2 setelah keluar dari paru-paru.
Mekanisme aliran darah sebagai berikut: Ventrikel kanan jantung –> Arteri pulmonalis –> paru-paru –> vena pulmonalis –> atrium kiri jantung
2. Sistem peredaran darah besar (peredaran darah sistemik)
Merupakan sistem peredaran darah yang membawa darah yang membawa darah
dari jantung ke seluruh tubuh. Darah yang keluar dari jantung banyak
mengandung oksigen.
Mekanisme aliran darah sebagai berikut: Ventrikel kiri –> aorta –> arteri superior dan inferior –>
sel / jaringan tubuh –> vena cava inferior dan superior –> atrium
kanan jantung
3. Sistem peredaran darah tertutup
Sistem peredaran darah tertutup adalah sistem peredaran darah yang
dimiliki oleh hewan tingkat tinggi dimana darahnya diedarkan melalui
pembuluh darah ke seluruh tubuhnya. Ketika darah diedarkan ke bagian
tubuh, ia melewati pembuluh arteri. Sedangkan ketika darah kembali
kejantung darah akan melewati pembuluh vena.
4. Sistem peredaran darah terbuka
Sistem peredaran darah terbuka disebut sebagai sistem peredaran darah
yang tidak selalu melewati pembuluh darah. Biasanya darah hewan tersebut
akan mengalir di dalam tubuhnya secara langsung melalui bagian tubuh
yang lain tanpa harus melewati pembuluh darah. Akibatnya darah hewan ini
tidak dapat dibedakan antara darah dengan cairan interstisial yaitu
cairan yan gmengisi ruangan di dalam sel.
Adapun hewan yang memiliki sistem peredaran darah terbuka seperti kelompok hewan anthropoda yaitu: Belalang.
5. Sistem peredaran darah ganda
Sistem peredaran darah ganda adalah sistem peredaran darah yang
dilakukan oleh manusia dimana darah melewati jantung sebanyak 2 kali
dalam 1 kali peredaran. Dimana darah melewati jantung pada saat darah
mengandung oksigen tinggi dan pada saat darah mengandung karbondioksida
yang tinggi.
E. Gangguan Sistem Peredaran Darah
Gangguan pada darah dan sistem peredaran darah dapat terjadi karena
kerusakan, faktor keturunan, dan lainnya. Gangguan tersebut, antara
lain:
1. Anemia
Anemia adalah penyakit kekurangan darah. Hal ini disebabkan karena kekurangan zat hemoglobin dan zat besi.
2. Leukimia (Kanker Darah)
Leukimia merupakan kelainan sistem peredaran darah yang disebabkan oleh
pertumbuhan sel darah putih atau leukosit yang tidak terkendali.
Sehingga, sel darah putih berlebih dan memakan sel darah merah.
3. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi, yang disebabkan karena
penyempitan pembuluh darah. Tekanan sistolnya sekitar 140 - 200 mmHg dan
tekanan diastolnya sekitar 90-110 mmHg. Tekanan darah yang terlalu
tinggi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah atau tersumbatnya
arteri di otak. Hal ini dapat mengakibatkan penderita meninggal dunia
karena stroke.
4. Hipotensi
Hipotensi adalah tekanan darah rendah, tekanan sistolnya di bawah 100
mmHg. Penderita hipotensi biasanya mengalami pusing-pusing dan jantung
berdetak lebih cepat.
5. Hemofili
Hemofili adalah penyakit keturunan berupa darah sukar membeku jika
terjadi luka. Darah akan terus mengalir lewat luka sekecil apapun
sehingga penderita meninggal karena kehabisan darah.
6. Penyakit Kuning pada Bayi (Eritroblastosis Fetalis)
Penyakit eritroblastosis fetalis disebabkan karena aglutinin atau anti
rh darah ibu masuk ke dalam darah anaknya yang memiliki rh+. Hal ini
menyebabkan sel-sel darah anak rusak atau menggumpal.
7. Varises
Varises adalah pelebaran pembuluh balik (vena). Umumnya terjadi pada wanita hamil, orang yang terlalu lama berdiri atau jongkok.
8. Trombus (embolus)
Trombus adalah kelainan pada jantung karena adanya gumpalan di dalam
nadi tajuk. Gumpalan ini menyebabkan penyumbatan di dalam nadi sehingga
otot jantung kekurangan makanan dan oksigen. Hal ini, menyebabkan
sebagian otot jantung mati sehingga terjadi serangan jantung.
9. Miokarditis
Miokarditis adalah kelainan pada otot jantung karena radang. Peradangan ini menyebabkan kerja otot jantung terganggu.
10. Sklerosis
Sklerosis adalah kelainan pembuluh nadi yang mengeras. Hal ini
menyebabkan elastisitas pembuluh darah menurun sehingga tekanan darah
meningkat. Jika sklerosis terjadi pada arteriol di otak, maka akan
menyebabkan stroke.
F. Gejala-gejala Penyakit Jantung 1. Nyeri
Jika otot tidak mendapatkan cukup darah (suatu keadaan yang disebut
iskemi), maka oksigen yang tidak memadai dan hasil metabolisme yang
berlebihan menyebabkan kram atau kejang. Angina merupakan perasaan sesak
di dada atau perasaan dada diremas-remas, yang timbul jika otot jantung
tidak mendapatkan darah yang cukup. Jenis dan beratnya nyeri atau
ketidaknyamanan ini bervariasi pada setiap orang. Beberapa orang yang
mengalami kekurangan aliran darah bisa tidak merasakan nyeri sama sekali
(suatu keadaan yang disebut silent ischemia).
Jika darah yang mengalir ke otot yang lainnya (terutama otot betis)
terlalu sedikit, biasanya penderita akan merasakan nyeri otot yang
menyesakkan dan melelahkan selama melakukan aktivitas (klaudikasio).
Perikarditis (peradangan atau cedera pada kantong yang mengelilingi
jantung) menyebabkan nyeri yang akan semakin memburuk ketika penderita
berbaring dan akan membaik jika penderita duduk dan membungkukkan
badannya ke depan. Aktivitas fisik tidak menyebabkan nyeri bertambah
buruk. Jika menarik nafas atau menghembuskan nafas menyebabkan nyeri
semakin membaik atau semakin memburuk, maka kemungkinan juga telah
terjadi pleuritis (peradangan pada selaput yang membungkus paru-paru).
Jika sebuah arteri robek atau pecah, penderita bisa merasakan nyeri
tajam yang hilang-timbul dengan cepat dan tidak berhubungan dengan
aktivitas fisik.
Kadang arteri utama (terutama aorta) mengalami kerusakan. Suatu
aneurisma (penonjolan aorta) bisa secara mendadak mengalami kebocoran
atau lapisannya mengalami robekan kecil, sehingga darah menyusup
diantara lapisan-lapisan aorta (diseksi aorta). Hal ini secara tiba-tiba
menyebabkan nyeri hebat yang hilang-timbul karena terjadi kerusakan
yang lebih lanjut (robeknya aorta) atau berpindahnya darah dari saluran
asalnya. Nyeri dari aorta seringkali dirasakan di leher bagian belakang,
diantara bahu, punggung sebelah bawah atau di perut.
Katup diantara atrium kiri dan ventrikel kiri bisa menonjol ke dalam
atrium kiri pada saat ventrikel kiri berkontraksi (prolaps katup
mitralis). Penderita kadang merasakan nyeri seperti ditikam atau ditusuk
jarum. Biasanya nyeri terpusat di bawah payudara kiri dan tidak
dipengaruhi oleh posisi maupun aktivitas fisik.
2. Sesak Nafas
Sesak nafas merupakan gejala yang biasa ditemukan pada gagal jantung.
Sesak merupakan akibat dari masuknya cairan ke dalam rongga udara di
paru-paru (kongesti pulmoner atau edema pulmoner).
Pada stadium awal dari gagal jantung, penderita merasakan sesak nafas
hanya selama melakukan aktivitas fisik. Sejalan dengan memburuknya
penyakit, sesak akan terjadi ketika penderita melakukan aktivitas yang
ringan, bahkan ketika penderita sedang beristirahat (tidak melakukan
aktivitas).
Sebagian besar penderita merasakan sesak nafas ketika sedang berada
dalam posisi berbaring karena cairan mengalir ke jaringan paru-paru.
Jika duduk, gaya gravitasi menyebabkan cairan terkumpul di dasar
paru-paru dan sesak akan berkurang.
Sesak nafas pada malam hari (nokturnal dispneu) adalah sesak yang
terjadi pada saat penderita berbaring di malam hari dan akan hilang jika
penderita duduk tegak.
Sesak nafas tidak hanya terjadi pada penyakit jantung; penderita
penyakit paru-paru, penyakit otot-otot pernafasan atau penyakit sistem
saraf yang berperan dalam proses pernafasan juga bisa mengalami sesak
nafas. Setiap penyakit yang mengganggu keseimbangan antara persediaan
dan permintaan oksigen bisa menyebabkan sesak nafas (misalnya gangguan
fungsi pengangkutan oksigen oleh darah pada anemia atau meningkatnya
metabolisme tubuh pada hipertiroidisme).
3. Kelelahan atau Kepenatan
Jika jantung tidak efektif memompa, maka aliran darah ke otot selama
melakukan aktivitas akan berkurang, menyebabkan penderita merasa lemah
dan lelah. Gejala ini seringkali bersifat ringan. Untuk mengatasinya,
penderita biasanya mengurangi aktivitasnya secara bertahap atau mengira
gejala ini sebagai bagian dari penuaan.
4. Palpitasi (jantung berdebar-debar)
Biasanya seseorang tidak memperhatikan denyut jantungnya. Tetapi pada
keadaan tertentu (misalnya jika seseorang yang sehat melakukan olah raga
berat atau mengalami hal yang dramatis), dia bisa merasakan denyut
jantungnya. Jantungnya berdenyut dengan sangat kuat atau sangat cepat
atau tidak teratur.
Dokter bisa memperkuat gejala ini dengan meraba denyut nadi dan
mendengarkan denyut jantung melalui stetoskop. Palpitasi yang timbul
bersamaan dengan gejala lainnya (sesak nafas, nyeri, kelelahan,
kepenatan atau pingsan) kemungkinan merupakan akibat dari irama jantung
yang abnormal atau penyakit jantung yang serius.
5. Pusing dan Pingsan
Penurunan aliran darah karena denyut atau irama jantung yang abnormal
atau karena kemampuan memompa yang buruk, bisa menyebabkan pusing dan
pingsan. Gejala ini juga bisa disebabkan oleh penyakit otak atau saraf
tulang belakang, atau bisa tanpa penyebab yang serius. Emosi yang kuat
atau nyeri (yang mengaktifkan sebagian dari sistem saraf), juga bisa
menyebabkan pingsan.
The Battle of Badr (Arabic: غزوة بدر), fought on Tuesday, 13 March 624 CE (17 Ramadan, 2 AH in the Islamic calendar) in the Hejaz region of western Arabia (present-day Saudi Arabia), was a key battle in the early days of Islam and a turning point in Muhammad's struggle with his opponents among the Quraish[1] in Mecca. The battle has been passed down in Islamic history as a decisive victory attributable to divine intervention, or by secular sources to the strategic genius of Muhammad. It is one of the few battles specifically mentioned in the Quran. All knowledge of the battle at Badr comes from traditional Islamic accounts, both hadiths and biographies of Muhammad,
recorded in written form some time after the battle. There is little
evidence outside of these of the battle. There are no descriptions of
the battle prior to the 9th century.[2]
Prior to the battle, the Muslims and the Meccans had fought several smaller skirmishes in late 623 and early 624. Badr, however, was the first large-scale engagement between the two forces. Advancing to a strong defensive position,
Muhammad's well-disciplined force broke the Meccan lines, killing
several important Quraishi leaders including the Muslims' chief
antagonist Abu Jahl.[3]
For the early Muslims the battle was the first sign that they might
eventually defeat their enemies among the Meccans. Mecca at that time
was one of the richest and most powerful cities in Arabia, fielding an
army three times larger than that of the Muslims.[4]
The Muslim victory also signaled to the other tribes that a new power
had arisen in Arabia and strengthened Muhammad's position as leader of
the often fractious community in Medina.[5] The battle also established the position of Ali ibn Abi Talib as the best fighter among the Muslims, as he alone killed 22 Meccans, while the rest of the Muslims combined killed 27 Meccans.[6]
Muhammad was born in Mecca around 570 CE into the Quraish tribe. After Muhammad's
revelation from Gabriel in 610 until his proclamation of monotheism to
the Quraysh, Islam was practiced primarily in secret. The Quraiysh, who
traditionally accepted religious practices other than their own, became
increasingly more intolerant of the Muslims during the thirteen years of
personal attacks against their (the Meccans) religions and gods.[7] In fear for their religion and economic viability, which heavily relied on annual pilgrimages, the Meccans began to mock and disrupt Muhammad's followers. In 622, Muhammad bade many of his followers to migrate from Mecca to the neighboring city of Medina, 320 km (200 mi) north of Mecca. Shortly thereafter, Muhammad himself left for Medina.[8][9] This migration is referred to as the Hijra.[10]
The Quranic Verse 22:39[11]
uttered by Muhammad sometime shortly after the migration permitted
Muslims, for the first time, to take up arms in defence. During this
period Muhammad employed three broad military strategies against the
Meccans. Firstly, to establish peace treaties with the tribes
surrounding Medina, especially with those from whom the Meccans could
derive most advantage against the Muslims. Secondly, to dispatch small
groups to obtain intelligence on the Quraish and their allies and also
provide, thereby, an opportunity for those Muslims still living in Mecca
to leave with them. Thirdly, to intercept the trade caravans of the
Meccans that passed close to Medina and to obstruct their trade route.[12][13] In September 623, Muhammad himself led a force of 200 in an unsuccessful raid against a large caravan.[citation needed]
Shortly thereafter, the Meccans launched their own raid against Medina
led by Kurz bin Jabir and fled with livestock belonging to the Muslims.[14]
In January 624, Muhammad dispatched a group of eight men to Nakhlah, on
the outskirts of Mecca, led by Abdullah bin Jahsh to obtain
intelligence on the Quraysh.[15][16]
However, Abdullah bin Jash and his party disguised as Pilgrims with
shaved heads, upon being discovered by a Meccan caravan, decided to
attack and kill as many of the caravan as possible, resulting in killing
one of its men, Amr bin Al-Hadrami, the seizing of its goods and taking
two as prisoners.[17] The situation was all the more serious since the killing occurred in the month of Rajab, a truce
month sacred to the Meccans in which fighting was prohibited and a
clear affront to Arab traditions. Upon their return to Medina, Muhammad
initially disapproved of this decision on their part, rebuked them and
refused to take any spoil until he claimed to have received revelation
(Quran, 2:217) stating that the Meccan persecution was worse than this
violation of the sacred month. After his revelation Muhammed took the
goods and the prisoners.[18][19][20][21]
The Muslims' raids on caravans prompted the Battle of Badr, the first
major battle involving a Muslim army. This was the spot where the
Meccans had sent their own army to protect their caravans from Muslim
raiders.[22][23]
In April 624, it was reported in Medina that Abu Sufyan was leading a
caravan from Syria to Mecca containing weapons to be used against the
Muslims. Muhammad gathered 313 men and went to Badr to intercept the
caravan. However, Meccan spies informed Abu Sufyan about the Muslims
coming to intercept his caravan; Abu Sufyan changed his course to take
another path to Mecca and sent a message to Mecca. Abu Jahl replied to
Abu Sufyan's request and gathered an army to fight against the Muslims.[24]
Many of the Quraishi nobles, including Amr ibn Hishām, Walid ibn Utba, Shaiba, and Umayah ibn Khalaf,
joined the Meccan army. Their reasons varied: some were out to protect
their financial interests in the caravan; others wanted to avenge Ibn
al-Hadrami, the guard killed at Nakhlah; finally, a few must have wanted
to take part in what was expected to be an easy victory against the
Muslims.[28] Amr ibn Hishām is described as shaming at least one noble, Umayah ibn Khalaf, into joining the expedition.[29]
Behold! Allah Promised you one of the two
(enemy) parties, that it should be yours: Ye wished that the one unarmed
should be yours, but Allah Willed to justify the Truth according to His
Words and to cut off the roots of the Unbelievers;
Behold! Allah Promised Me that He would
definitely help me. I'm taking an oath by Allah's Excellent Name, Here
will be the grave of Abu Jahl, and here will lay Utba ibn Rabiah
(Prophet mentioned 14 different unbeliever leaders' names and signed
they graves before the battle).
”
— Muhammad – Sahih Muslim
When the word reached the Muslim army about the departure of the Meccan army, Muhammad immediately called a council of war, since there was still time to retreat and because many of the fighters there were recent converts (called Ansar or "Helpers" to distinguish them from the Quraishi Muslims), who had only pledged to defend Medina. Under the terms of the Constitution of Medina,
they would have been within their rights to refuse to fight and leave
the army. However, according to tradition, they pledged to fight as
well, with Sa'd ibn Ubadah declaring, "If you [Muhammad] order us to plunge our horses into the sea, we would do so."[30] So, the Muslims continued to march towards Badr.
By 11 March both armies were about a day's march from Badr. Several Muslim warriors (including, according to some sources, Ali)
who had ridden ahead of the main column captured two Meccan water
carriers at the Badr wells. Expecting them to say they were with the
caravan, the Muslims were horrified to hear them say they were with the
main Quraishi army.[30]
Some traditions also say that, upon hearing the names of all the
Quraishi nobles accompanying the army, Muhammad exclaimed "Mecca hath
thrown unto you the best morsels of her liver."[31] The next day Muhammad ordered a forced march to Badr and arrived before the Meccans.[citation needed]
The Badr wells were located on the gentle slope of the eastern
side of a valley called "Yalyal". The western side of the valley was
hemmed in by a large hill called 'Aqanqal. When the Muslim army arrived
from the east, Muhammad initially chose to form his army at the first
well he encountered. Hubab ibn al-Mundhir, however, asked him if this
choice was divine instruction or Muhammad's own opinion. When Muhammad
responded in the latter, Hubab suggested that the Muslims occupy
the well closest to the Quraishi army, and block off the other ones.
Muhammad accepted this decision and moved right away.[citation needed]
Meccan plan
“
[The] Arabs will hear how we marched forth and of our mighty gathering, and they will stand in awe of us forever.
By contrast, while little is known about the progress of the Quraishi
army from the time it left Mecca until its arrival just outside Badr,
several things are worth noting: although many Arab armies brought their
women and children along on campaigns both to motivate and care for the
men, the Meccan army did not. Also, the Quraish apparently made little
or no effort to contact the many allies they had scattered throughout
the Hijaz.[32]
Both facts suggest the Quraish lacked the time to prepare for a proper
campaign in their haste to protect the caravan. Besides, it is believed
they expected an easy victory, knowing they outnumbered the Muslims by
three to one.[citation needed]
When the Quraishi reached Juhfah,
just south of Badr, they received a message from Abu Sufyan telling
them the caravan was safely behind them, and that they could therefore
return to Mecca.[33] At this point, according to Karen Armstrong, a power struggle broke out in the Meccan army. Abu Jahl wanted to continue, but several of the clans present, including Banu Zuhrah and Banu Adi,
promptly went home. Armstrong suggests they may have been concerned
about the power that Abu Jahl would gain from crushing the Muslims. The Banu Hashim tribe wanted to leave, but was threatened by Abu Jahl to stay.[34]
Despite these losses, Abu Jahl was still determined to fight, boasting
"We will not go back until we have been to Badr." During this period,
Abu Sufyan and several other men from the caravan joined the main army.[35]
At midnight on 13 March, the Quraish broke camp and marched into the
valley of Badr. It had rained the previous day and they struggled to
move their horses and camels up the hill of 'Aqanqal. After they
descended from 'Aqanqal, the Meccans set up another camp inside the
valley. While they rested, they sent out a scout, Umayr ibn Wahb
to reconnoitre the Muslim lines. Umayr reported that Muhammad's army
was small, and that there were no other Muslim reinforcements which
might join the battle.[36]
However, he also predicted extremely heavy Quraishi casualties in the
event of an attack (One hadith refers to him seeing "the camels of
[Medina] laden with certain death").[37]
This further demoralized the Quraish, as Arab battles were
traditionally low-casualty affairs, and set off another round of
bickering among the Quraishi leadership. However, according to Arab
traditions Amr ibn Hishām quashed the remaining dissent by appealing to
the Quraishi's sense of honor and demanding that they fulfill their
blood vengeance.[38]
The death of Abu Jahl, and the casting of the Meccan dead into dry wells
The battle began with champions from both armies emerging to engage
in combat. Three of the Medinan Ansar emerged from the Muslim ranks,
only to be shouted back by the Meccans, who were nervous about starting
any unnecessary feuds and only wanted to fight the Quraishi Muslims,
keeping the dispute within clan. So Hamza approached forward and called
on Ubayda and Ali to join him. The Muslims dispatched the Meccan
champions in a three-on-three melee. The first fight was between Ali and
Walid ibn Utba; Ali killed his opponent. After the fight between Ali and Walid, Hamza fought Utba ibn Rabi'ah, and Ubayda fought Shaybah ibn Rabi'ah.
Hamza killed Utba; however, Ubayda was mortally wounded by Shaybah. Ali
(and, according to some sources, Hamza as well) killed Shaybah. Ali and
Hamza then carried Ubayda back into the Muslim lines, where he died.[39][40][41]
Now both armies began showering each other with arrows. A few
Muslims and an unknown number of Quraish warriors were killed. Before
the battle, Muhammad had given orders for the Muslims to attack first
with their ranged weapons and only afterword advance to engage the
Quraish with melee
weapons. Now he gave the order to charge, throwing a handful of pebbles
at the Meccans in what was probably a traditional Arabian gesture while
yelling "Defaced be those faces!"[42][43] The Muslim army yelled "Yā manṣūr amit!"[44]
"O thou whom God hath made victorious, slay!" and rushed the Quraishi
lines. The Meccans, understrength and unenthusiastic about fighting,
promptly broke and ran. The battle itself only lasted a few hours and
was over by the early afternoon.[42]
The Quran describes the force of the Muslim attack in many verses,
which refer to thousands of angels descending from Heaven at Badr to
terrify the Quraish.[43][45] Muslim sources take this account literally, and there are several hadith where Muhammad discusses the Angel Jibreel and the role he played in the battle.[citation needed]
After
the battle Muhammad returned to Medina. Some seventy prisoners were
taken captive and are noted to have been treated humanely including a
number of Quraish leaders.[46][47]
Most of the prisoners were released upon payment of ransom and those
who were literate were released on the condition that they teach ten
persons how to read and write and this teaching was to count as their
ransom.[48][49]
In pursuance of Mahomet's commands,
the citizens of Medîna, and such of the Refugees as possessed houses,
received the prisoners, and treated them with much consideration.
"Blessings be on the men of Medina!" said one of these prisoners in
later days; "they made us ride, while they themselves walked: they gave
us wheaten bread to eat when there was little of it, contenting
themselves with dates. It is not surprising that when, some time
afterwards, their friends came to ransom them, several of the prisoners
who had been thus received declared themselves adherents of
Islam...Their kindly treatment was thus prolonged, and left a favourable
impression on the minds even of those who did not at once go over to
Islam"[47]
Two of the prisoners taken at Badr, namely Nadr ibn al-Harith and ‘Uqbah ibn Abū Mu‘ayṭ are reported to have been executed upon the order of Muhammad. According to Muslim scholar Safiur Rahman al-Mubarakpuri, these two captives were executed by Ali. Mubarakpuri says that this incident is also mentioned in the Sunan Abu Dawud no 2686 and Anwal Ma'bud 3/12[50] However, according to numerous accounts deemed reliable, such as a number of narrations in Sahih Bukhari, and Ibn Sa'd's biographical compendium, the Tabaqat Al-Kubra,
Uqba was not executed but was killed during fighting in the field of
battle at Badr and was among those Quraysh leaders whose corpses were
buried in a pit.[51][52][53]
Muslims killed in the Battle of Badr
Fourteen Muslims were killed in that battle.
Haritha bin Suraqa al-Khazraji
Dhush-shimaalayn ibn 'Abdi 'Amr al-Muhajiri
Rafi' bin al-Mu'alla al-Khazraji
Sa'd bin Khaythama al-Awsi
Safwan bin Wahb al-Muhajiri
Aaqil bin al-Bukayr al-Muhajiri
Ubayda bin al-Harith al-Muhajiri
Umayr bin al-Humam al-Khazraji
Umayr bin Abi Waqqas al-Muhajiri
Awf bin al-Harith al-Khazraji
Mubashshir bin 'Abdi'l Mundhir al-Awsi
Mu'awwidh bin al-Harith al-Khazraji
Mihja' bin Salih al-Muhajiri
Yazid bin al-Harith bin Fus.hum al-Khazraji
Implications
The Battle of Badr was extremely influential in the rise of two men
who would determine the course of history on the Arabian peninsula for
the next century. The first was Muhammad, who was transformed overnight
from a Meccan outcast into a major leader. Marshall Hodgson adds that
Badr forced the other Arabs to "regard the Muslims as challengers and
potential inheritors to the prestige and the political role of the
[Quraish]." Shortly thereafter he expelled the Banu Qaynuqa,
one of the Jewish tribes at Medina that had been threatening his
political position, and who had assaulted a Muslim woman which led to
their expulsion for breaking the peace treaty. At the same time Abd-Allah ibn Ubayy,
Muhammad's chief opponent in Medina, found his own position seriously
weakened. Henceforth, he would only be able to mount limited challenges
to Muhammad.[54]
The other major beneficiary of the Battle of Badr was Abu Sufyan,
safely away from the battle leading the caravan . The death of Amr ibn
Hashim, as well as many other Quraishi nobles[55] gave Abu Sufyan the opportunity, almost by default, to become chief of the Quraish.
As a result, when Muhammad marched into Mecca six years later, it was
Abu Sufyan who helped negotiate its peaceful surrender. Abu Sufyan
subsequently became a high-ranking official in the Muslim Empire, and
his son Muawiya would later go on to found the Umayyad Caliphate.
In later days, the battle of Badr became so significant that Ibn Ishaq
included a complete name-by-name roster of the Muslim army in his
biography of Muhammad. In many hadiths, veterans who fought at Badr are
identified as such as a formality, and they may have even received a
stipend in later years.[56] The death of the last of the Badr veterans occurred during the First Islamic civil war.[57]
As Paul K. Davis sums up, "Mohammed's victory confirmed his
authority as leader of Islam; by impressing local tribes that joined
him, the expansion of Islam began."[58]
The Battle of Badr is one of the few battles explicitly discussed in the Quran. It is even mentioned by name as part of a comparison with the Battle of Uhud.
Quran: Al Imran3:123–125(Yusuf Ali). "Allah
had helped you at Badr, when ye were a contemptible little force; then
fear Allah; thus May ye show your gratitude. Remember thou saidst to the
Faithful: "Is it not enough for you that Allah should help you with
three thousand angels (Specially) sent down? "Yea, – if ye remain firm,
and act aright, even if the enemy should rush here on you in hot haste,
your Lord would help you with five thousand angels Making a terrific
onslaught."
According to Abdullah Yusuf Ali,
the term "gratitude" may be a reference to discipline. At Badr, the
Muslim forces had allegedly maintained firm discipline, whereas at Uhud
they broke ranks to pursue the Meccans, allowing Meccan cavalry to flank
and rout their army. The idea of Badr as a furqan, an Islamic miracle,
is mentioned again in the same surah.
Quran: Al Imran3:13(Yusuf Ali). "There
has already been for you a Sign in the two armies that met (in combat):
One was fighting in the cause of Allah, the other resisting Allah;
these saw with their own eyes Twice their number. But Allah doth support
with His aid whom He pleaseth. In this is a warning for such as have
eyes to see."
Badr is also the subject of Sura 8: Al-Anfal,
which details military conduct and operations. "Al-Anfal" means "the
spoils" and is a reference to the post-battle discussion in the Muslim
army over how to divide up the plunder from the Quraishi army. Though
the Sura does not name Badr, it describes the battle, and several of the
verses are commonly thought to have been from or shortly after the
battle.
Hadith literature
This battle is also mentioned in the Sunni Hadith collection Sahih al-Bukhari and Sunan Abu Dawud. Sahih al-Bukhari mentions that Uthman did not join the battle:
“
Narrated
Ibn 'Umar: 'Uthman did not join the Badr battle because he was married
to one of the daughters of Allah's Apostle and she was ill. So, the
Prophet said to him. "You will get a reward and a share (from the war
booty) similar to the reward and the share of one who has taken part in
the Badr battle."
Narrated
'Abdur-Rahman bin 'Auf: While I was standing in the row on the day (of
the battle) of Badr, I looked to my right and my left and saw two young
Ansari boys, and I wished I had been stronger than they. One of them
called my attention saying, "O Uncle! Do you know Abu Jahl?" I said,
"Yes, what do you want from him, O my nephew?" He said, "I have been
informed that he abuses Allah's Apostle. By Him in Whose Hands my life
is, if I should see him, then my body will not leave his body till
either of us meet his fate." I was astonished at that talk. Then the
other boy called my attention saying the same as the other had said.
After a while I saw Abu Jahl walking amongst the people. I said (to the
boys), "Look! This is the man you asked me about." So, both of them
attacked him with their swords and struck him to death and returned to
Allah's Apostle to inform him of that. Allah's Apostle asked, "Which of
you has killed him?" Each of them said, "I Have killed him." Allah's
Apostle asked, "Have you cleaned your swords?" They said, "No. " He then
looked at their swords and said, "No doubt, you both have killed him
and the spoils of the deceased will be given to Muadh bin Amr bin
Al-Jamuh." The two boys were Muadh bin 'Afra and Muadh bin Amr bin
Al-Jamuh.
The incident is also mentioned in Ibn Ishaq's biography of Muhammad.[59]
In modern culture
"Badr" has become popular among Muslim armies and paramilitary organizations. "Operation Badr" was used to describe Egypt's offensive in the 1973 Yom Kippur War as well as Pakistan's actions in the 1999 Kargil War. Iranian offensive operations against Iraq in the late 1980s were also named after Badr.[60] During the 2011 Libyan civil war,
the rebel leadership stated that they selected the date of the assault
on Tripoli to be the 20th of Ramadan, marking the anniversary of the
Battle of Badr.[61]
Quraish
refers to the tribe in control of Mecca. The plural and adjective are
Quraishi. The terms "Quraishi" and "Meccan" are used interchangeably
between the Hijra in 622 and the Muslim Conquest of Mecca in 630.
The
Life of Muḥammad: A Translation of ibn Isḥāq's Sīrat Rasul Allāh with
introduction & notes by Alfred Guillaume, Oxford University Press,
1955, pp. 281–86
The
Life of Muḥammad: A Translation of ibn Isḥāq's Sīrat Rasul Allāh with
introduction & notes by Alfred Guillaume, Oxford University Press,
1955, pp. 287–88
Hodgson, pp. 174–75.
Ibn Ishaq/Hisham 424–426
Ibn Ishaq/Hisham 428
Ibn Kathir v. II p. 253
Razwy, Sayed Ali Asgher. A Restatement of the History of Islam & Muslims. pp. 132–133.
Razwy, Sayed Ali Asgher. A Restatement of the History of Islam & Muslims. pp. 136–137.
Muir, Sir William (1877). The Life of Mohammed. London.
Glubb, Sir John (1963). The Great Arab Conquests.
Armstrong, p. 176.
Lings, p. 148.
"O thou whom God hath made victorious, slay!"
Quran: Al-i-Imran3:123–125(Yusuf Ali). "Allah
had helped you at Badr, when ye were a contemptible little force; then
fear Allah; thus May ye show your gratitude. Remember thou saidst to the
Faithful: "Is it not enough for you that Allah should help you with
three thousand angels (Specially) sent down? "Yea, – if ye remain firm,
and act aright, even if the enemy should rush here on you in hot haste,
your Lord would help you with five thousand angels Making a terrific
onslaught."
"Sahih Bukhari, Volume 4, Book 52, Number 252". Archived from the original on 13 October 2012. Retrieved 20 September 2015. Narrated
Jabir bin 'Abdullah: When it was the day (of the battle) of Badr,
prisoners of war were brought including Al-Abbas who was undressed. The
Prophet looked for a shirt for him. It was found that the shirt of
'Abdullah bin Ubai would do, so the Prophet let him wear it. That was
the reason why the Prophet took off and gave his own shirt to 'Abdullah.
(The narrator adds, "He had done the Prophet some favor for which the
Prophet liked to reward him.")
Muir, William (1861). The Life of Mahomet (Volume 3 ed.). London: Smith, Elder and Co. p. 122. Retrieved 26 February 2015.
Paul K. Davis, 100 Decisive Battles from Ancient Times to the Present: The World's Major Battles and How They Shaped History (Oxford: Oxford University Press, 1999), 95–96.
"Translation of Sahih Muslim". USC-MSA Compendium of Muslim Texts. Archived from the original on 17 October 2010. Retrieved September 2010. Check date values in: |accessdate= (help)
Perang Badar (Bahasa Arab: غزوة بدر), berlaku pada 17 Ramadan tahun Kedua Hijrah (2 H) (17 Mac624M)[1][2] di Hijaz, di bahagian barat Semenanjung Arab (kini Arab Saudi). Ia pertempuran penting dalam zaman awal Islam dan merupakan titik perubahan dalam perjuangan Nabi Muhammad s.a.w. dengan pihak lawannya di kalangan Quraisy[3] di Makkah. Pertempuran ini telah diturunkan dalam sejarah Islam sebagai kemenangan muktamad disebabkan campur tangan Ketuhanan
atau kepintaran Nabi Muhammad s.a.w. Walaupun ia salah satu daripada
sedikit pertempuran yang disebut khusus dalam kitab suci Islam al-Qur'an, hampir kesemua pengetahuan semasa mengenai perang di Badar (23°44′N38°46′EKoordinat: 23°44′N38°46′E) berasal daripada keterangan tradisional Islam, kedua-dua hadis dan sirah Nabi Muhammad s.a.w., ditulis berdekad selepas pertempuran tersebut.
Sebelum pertempuran tersebut, telah berlaku beberapa pertempuran
kecil antara pihak Muslim dan Makkah pada lewat tahun 623 M dan awal
tahun 624, oleh sebab ghazawāt
Muslim menjadi lebih kerap. Walau bagaimanapun Badar merupakan
pertempuran skala besar pertama antara dua pihak ini. Selepas mara ke
kedudukan pertahanan, sahabat Nabi Muhammad (SAW)
yang berdisiplin kuat berjaya memecahkan barisan puak Makkah dan
membunuh beberapa ketua Quraisy termasuk satu daripada musuh utama Nabi
Muhammad, Amru bin Hisham
(Abu Jahal). Untuk Muslim awal, pertempuran ini amat penting kerana ia
merupakan tanda pertama yang menggambarkan kemungkinan akhirnya mereka
dapat mengalahkan musuh mereka di Makkah. Makkah pada masa itu merupakan
salah satu daripada kota Jahiliyah
yang paling kaya dan paling berkuasa di Semenanjung Arab, yang
menghantar sepasukan tentera tiga kali lebih besar dari pihak Muslim.
Kemenangan Muslim juga memberi isyarat kepada suku lain bahawa kuasa
baru telah bangkit di Semenanjung Arab dan juga menguatkan kuasa Nabi
Muhammad (SAW) sebagai ketua masyarakat Madinah
yang sering bertelagah sebelumnya. Suku Arab tempatan mula memeluk
Islam dan berpakat dengan Muslim dari Madinah dan dengan demikianlah
perkembangan Islam bermula.
Pada masa pertempuran, Semenanjung Arab telah bersedikit didiami oleh
sebilangan dari orang berpenutur Arab. Sesetengahnya adalah Badwi; nomad
kedesaan yang disusun dalam suku; sesetengahnya adalah petani yang
tinggal sama ada di oasis di utara atau di kawasan yang lebih subur dan
yang tebal diduduki ke selatan (kini Yaman dan Oman). Majoriti dari Arab merupakan penganut dari berbilangan ramai agamapoliteistik. Terdapat juga suku yang mengikut agama Yahudi, Kristian (termasuk Nestorianisme), dan Zoroastrianisme.
Nabi Muhammad s.a.w. dilahirkan di Makkah sekitar 570 M kepada Banū Hāshim dari sukuQuraisy.
Apabila baginda berumur sekitar empat puluh tahun, baginda telah
menerima wahyu Ketuhanan semasa baginda bertakafur dalam gua di luar
Makkah. Baginda mula berdakwah kepada saudaranya dahulu secara sembunyi
dan kemudian secara terbuka. Sambutan dari dakwah baginda menarik
pengikut dan penentang yang lain. Semasa tempoh ini, Nabi Muhammad
s.a.w. telah dilindungi oleh bapa saudaranya Abū Tālib.
Apabila beliau meninggal pada 619, kepimpinan dari Banū Hāshim telah
diturunkan kepada salah satu musuh Nabi Muhammad s.a.w., 'Amr ibn
Hishām,[4] yang menarik balik perlindungan dan meningkatkan lagi penindasan terhadap komuniti Muslim.
Pada 622, dengan tindakan keganasan terbuka yang dilakukan
terhadap Muslim dari beberapa suku anggota Quraisy, Nabi Muhammad s.a.w.
dan ramai dari pengikutnya berhijrah ke kota jiran iaitu Madinah. Penghijrahan ini menandakan permulaan pemerintahan Nabi Muhammad s.a.w. sebagai ketua politik dan juga ketua keagamaan.
Pertempuran
Peta Perang Badar
Pada musim bunga 624 M, Nabi Muhammad menerima khabar bahawa kafilah dagangan yang diketuai Abu Sufyan dan dikawal oleh 30-40 orang, telah bertolak dari Syria kembali ke Makkah. Kafilah tersebut didana dengan duit yang ditinggalkan kaum Muslimin ketika berhijrah ke Madinah.
Pihak Quraisy menjual semua barangan mereka dan menggunakan duit
tersebut untuk menaja kafilah tersebut untuk mempermain-mainkan pihak
Muslimin. Muhammad mengumpulkan kekuatan seramai 313 orang(82 Muhajirin
dan 231 ansar), kumpulan tentera yang paling ramai yang pernah pihak
Muslimin kumpulkan ketika itu.
Berarak ke Badar
Nabi Muhammad s.a.w sendiri mengetuai tenteranya dan membawa sebanyak mungkin panglima utama, termasuklah Hamzah dan bakal Khalifah, Abu Bakar, Umar dan Ali.
Mereka juga membawa beberapa ekor unta dan tiga ekor kuda, yang
bermakna mereka berjalan atau memuatkan tiga hingga empat orang setiap
unta.[5]
Walau bagaimanapun, kebanyakan sumber Muslim, termasuk Qur'an,
menunjukkan bahawa diagak yang pertarungan kali ini tidak serius,[6] dan Uthman tinggal untuk menjaga isterinya yang sakit. [7] Apabila kafilah menghampiri Madinah, Abu Sufyan mula mendengar
dari pengembara dan musafir tentang rancangan penyerangan Muhammad. Dia
menghantar seorang utusan bernama Damdam bin Amru al-Ghafari ke Makkah
untuk memberi amaran kepada puak Quraisy dan mendapatkan bantuan.
Setelah mengetahuinya, pihak Quraisy mengumpulkan tentera seramai
900-1000 orang untuk menyelamatkan kafilah tersebut. Kebanyakan
bangsawan Quraisy, termasuklah Amr ibn Hishām, Walid ibn Utba, Shaiba, dan Umaiyyah bin Khalaf,
menyertai tentera tersebut. Sebabnya adalah pelbagai: sesetengahnya
untuk melindungi bahagian harta mereka; ada pula yang ingin membalas
dendam untuk Ibn al-Hadrami, pengawal yang terbunuh di Nakhlah;
akhirnya, beberapa yang lain menyertai kerana menyangka mereka akan
menang mudah menentang tentera Muslim.[8] Amr ibn Hishām dikatakn telah memujuk sekurang-kurangnya seorang bangsawan, Umaiyyah bin Khalaf, menyertai ekspedisi itu.
[9] Ketika itu, tentera Nabi Muhammad s.a.w telah tiba di telaga
iaitu tempat dicadangkan untuk menahan kafilah, di Badar, sepanjang
jalan dagang Syria iaitu tepat jangkaan kafilah akan berhenti. Walau
bagaimanapun, beberapa orang Muslim ditemui oleh orang dari kafilah
tersebut[10] dan Abu Sufyan melencong ke Yanbu.[11]
Rancangan Muslimin
“
Dan (ingatlah)
ketika Allah menjanjikan kepada kamu salah satu dari dua angkatan,
menjadi untuk kamu (menghadapinya), sedang kamu suka kiranya (angkatan
perniagaan) bukan angkatan (perang) yang mempunyai kekuatan itu yang
dijadikan untuk kamu (menghadapinya). Padahal Allah menghendaki untuk
menetapkan yang benar (agama Islam) dengan Kalimah-kalimahNya dan untuk
membinasakan kaum yang kafir seluruhnya;
”
—Qur'an Surah 8:7
Gambaran pelukis Iran dari 1314 tentang majlis perang yang diadakan pihak Muslim.
Ketika ini, perkhabaran tiba kepada tentera Muslim tentang kedatangan tentera Makkah. Nabi Muhammad segera menyeru majlis perang,
memandangkan masih terdapat masa untuk berundur dan disebabkan
kebanyakan tentera mereka adalah baru sahaja memeluk Islam (dipanggil Ansar atau "Penolong" untuk membezakan dengan Muslim Quraisy), yang cuma bersumpah untuk melindungi Madinah. Di bawah fasa Piagam Madinah,
adalah hak mereka untuk tidak berperang atau meninggalkan tentera yang
lain. Walau bagaimanapun, mengikut riwayat, mereka berjanji untuk
berjuang juga, dengan Sa'ad bin 'Ubada berkata, "Jika kamu [Muhammad]
mengarahkan kami mencampakkan kuda kami ke laut, nescaya kami akan
lakukan."[12] Walau bagaimanapun, pihak Muslimin masih berharap utuk mengelakkan pertarungan yang sengit dan terus mara ke Badar.
Pada 15 Mac kedua-dua angkatan tentera masih berada kira-kira
sehari perjalanan dari Badar. Beberapa pahlawan Muslim (termasuk Ali
menurut sesetengah sumber) yang telah menunggang di hadapan angkatan
utama menangkap dua orang pembawa air Makkah di telaga Badar.
Menyangkakan mereka bersama dengan kafilah perdangan, para pejuang
Muslim terkejut apabila mereka mengatakan mereka bersama dengan angkatan
tentera Quraisy utama.[12]
Sesetengah riwayat turut mengatakan apabila Nabi Muhammad mendengar
nama semua bangsawan Quraisy yang mengiringi angkatan tersebut, baginda
berseru "Makkah telah melempar kepada kamu cebisan terbaik hatinya."[13] Keeesokan harinya, baginda memerintah bergerak ke Badar dan tiba di sana sebelum angkatan Makkah.
Kumpulan telaga Badar terletak di cerun landai di bahagian timur
lembah bernama "Yalyal". Bahagian baratnya pula dikelilingi oleh sebuah
bukit besar bernama 'Aqanqal. Apabila tentera Muslim tiba dari timur,
Nabi Muhammad pada mulanya memilih untuk berhenti di telaga pertama yang
ditemuinya, tetapi baginda tampaknya kemudian diyakinkan oleh seorang
askarnya untuk bergerak lagi ke barat dan menduduki telaga yang terdekat
dengan tentera Quraisy. Baginda kemudian memerintahkan semua telaga
lain ditimbus, supaya tentera Makkah terpaksa menyerang mereka untuk
mendapatkan satu-satunya sumber air yang tinggal.
Rancangan Musyrikin Makkah
“
Orang Arab akan
mendengar bagaimana kita berarak dan kehebatan rombongan kita, dan
mereka akan berdiri kagum dengan kita selamanya.
Tidak banyak yang diketahui tentang perkembangan tentera Quraisy
sejak mereka meninggalkan kota Makkah sehingga ketibaan mereka di
pinggir Badar. Walau bagaimanapun, terdapat beberapa perkara yang
berguna untuk diketahui: walaupun kebanyakan tentera Arab akan membawa
isteri dan anak semasa peperangan untuk mendorong semangat dan menjaga
tentera, kaum Musyrikin tidak melakukan begitu. Juga, puak Quraisy tidak
melakukan sebarang usaha untuk berpakat dengan puak Badwi yang berserakan di Hijaz.[14]
Kedua-dua fakta tersebut mencadangkan bahawa pihak Quraisy kekurangan
masa untuk bersiap sedia untuk peperangan tersebut dalam usaha
mempertahankan kafilah mereka. Malah, dipercayai bahawa apabila mereka
tahu mereka lebih ramai, mereka menjangkakan kemenangan mudah.
Apabila pihak Quraisy tiba di Juhfah, di selatan Badar, mereka
menerima pesanan daripada Abu Sufyan yang memberitahu mereka bahawa
kafilah telah selamat di belakang mereka, dan mereka boleh pulang ke
Makkah.[15]
Pada ketika ini, menurut Karen Armstrong, terdapat percanggahan antara
tentera Makkah. Amr ibn Hishām mahu meneruskan juga peperangan, tetapi
beberapa kabilah yang ada, termasuk Bani Zuhrah dan Bani Adi, ingin pulang. Armstrong mencadangkan mereka memikirkan kuasa yang akan Abu Jahal dapat jika memenangi Muslim. Rombongan Bani Hashim, yang berdegil untuk melawan puak mereka sendiri, juga pergi bersama mereka.[16]
Walaupun dengan kekurangan tersebut, Amr ibn Hishām masih berdegil
untuk berlawan, mengatakan "Kita takkan pulang sehingga kita tiba di
Badar." Pada ketika ini, Abu Sufyan dan beberapa orang lain dari kafilah
dagang menyertai bala tentera mereka.[17]
Hari pertarungan
Pada
tengah malam 17 Mac, tentera Quraisy siap berkemas dan mula bertolak ke
lembah Badar. Setelah hujan pada hari sebelumnya, mereka terpaksa
bekerja lebih untuk mengalihkan kuda dan unta mereka ke bukit 'Aqanqal
(sumber mengatakan matahari telah terbit apabila mereka tiba di puncak
bukit).[18]
Selepas mereka turun dari 'Aqanqal, tentera Makkah mendirikan
perkhemahan di lembah. Ketika mereka berehat, mereka menghantar
pengintip, Umayr ibn Wahb
untuk melihat barisan tentera Muslim. Umayr melaporkan yang tentera
Muhammad adalah kecil bilangannya, dan tiada pasukan Muslim lain yang
akan menyertai peperangan itu.[19]
Walau bagaimanapun, dia juga meramalkan kecederaan teruk pada tentera
Quraisy dalam serangan itu nanti (satu hadis merujuk dia melihat
"unta-unta [Madinah] sarat dengan kematian").[20]
Ini kemudiannya meruntuhkan semangat puak Quraish, kerana peperangan
orang Arab lazimnya tidak begitu mencederakan hingga parah. Ini
menyebabkan satu lagi pertengkaran antara pemimpin Quraisy.
Pertempuran bermula dengan perwira kedua tentera bersemuka untuk
bertarung. Tiga orang Ansar muncul dari barisan Muslim, tetapi ditolak
Musyrikin Makkah, yang tidak mahu memulakan persengketaan tidak perlu
dan cuma mahu berlawan dengan Muhajirin Makkah. Lalu keluarlah Ali,
Ubaidah dan Hamzah. Mereka berjaya menewaskan wakil Quraisy dalam
perlawanan tiga-lawan-tiga, walaupun Ubaidah cedera membawa maut.[21]
Kini, kedua-dua pihak memulakan serangan panah terhadap satu sama
lain. Dua orang Musilm dan beberapa orang Quraisy telah terbunuh.
Sebelum serangan bermula, Muhammad telah mengeluarkan arahan kepada
tentera Muslim untuk menyerang dengan senjata jarak jauh, dan hanya
berhadapan dengan tentera Quraisy dengan senjata tangan apabila mereka
mara.[22]
Kini, baginda mengarahkan untuk menyerang, dengan membaling segenggam
batu kerikil kepada tentera Makkah yang mungkin perlakuan lazim orang
Arab sembil meneriak "Cacatlah muka itu!"[23][24] Tentera Muslim turut menjerit "Yā manṣūr amit!"[25]
dan mara ke barisan tentera Quraisy. Ketegangan serangan pihak Muslim
boleh dilihat dalam beberapa ayat Qur'an, yang merujuk ribuan malaikat
turun dari langit ke Badar untuk mengalahkan Quraisy.[24][26]
Harus diperhatikan yang sumber awal Islam mengambilnya secara harfiah,
dan terdapat beberapa hadis yang baginda Nabi Muhammad membincangkan Malaikat Jibril
dan peranannya dalam peperangan itu. Bagi pihak Musyrikin Makkah,
kekurangan kekuatan dan tidak bersemangat untuk berperang menyebabkan
mereka berpecah dan bertempiaran lari. Peperangan hanya berlangsung
selama beberapa jam dan tamat menjelang awal tengah hari.[23]
Selepas pertempuran
Korban dan tawanan perang
Imam al-Bukhari menyenaraikan kerugian Quraisy seramai 70 terbunuh dan 70 orang menjadi tawanan.[27] Jumlah ini merupakan 15%–16% kekuatan tentera Quraisy. Sayidina Ali sahaja menewaskan 18 orang yang maut.[28] Korban Muslim sering kali dinyatakn sebagai 14 orang syahid, lebih kurang 4% kekuatan mereka.[24] Sumber-sumber tidak menyatakan jumlah yang tercedera kedua belah pihak.
Sewaktu pertempuran, pihak Muslim menawan beberapa orang Quraisy.
Nasib mereka mencetuskan kontroversi di kalangan tentera Islam.[29]
Kerisauan awal adalah kemungkinan tentera Makkah berkumpul semula dan
menyerang; tentera Islam tidak mampu menugaskan pejuangnya untuk
mengawal tawanan perang. Sa'eed and Sayidina Umar cenderung membunuh
para tawanan akan tetapi Sayidina Abu Bakar berhujah agar mereka
dilepaskan daripada hukuman bunuh. Nabi Muhammad akhirnya memilih
pandangan Abu Bakar dan kebanyakan tawanan dibiarkan hidup dengan
harapan mereka memeluk Islam (malah, ada yang melakukan sedemikian).[30]
Sejurus sebelum baginda meninggalkan Badr, Nabi juga memerintahkan agar
lebih 20 orang Quraisy yang terbunuh ditanam di dalam telaga di Badr.[31]
Beberapa hadis merujuk kepada perbuatan ini yang dikatakan mendatangkan
kemarahan orang Quraisy Makkah. Tidak lama kemudian, beberapa orang
Muslim yang ditawan sekutu Quraisy di bawa ke Makkah dan dibunuh sebagai
balas dendam terhadap kekalahan.
Mengikut lunas-lunas kesumat berdarah tradisi Arab, mana-mana
orang Makkah yang kehilangan ahli keluarga mereka di Badar seharusnya
membalas dendam terhadap anggota puak yang membunuh saudara mereka. Di
pihak Muslim, juga terdapat keinginan membalas dendam di atas kezaliman
yang dilakukan terhadap mereka selama bertahun-tahun. Namun, selepas
pertempuran, tawanan perang ditumpangkan dengan keluarga orang Islam dan
diberi layanan baik.
Kesan
Peperangan
Badar sangat berpengaruh dalam kenaikan dua individu yang dalam sejarah
Arabia. Individu pertama ialah Nabi Muhammad, yang bertukar daripada
seorang dalam buangan kepada seorang pemimpin. Marshall Hodgson menambah
bahawa Badar memaksa orang Arab lain "menganggap orang Islam sebagai
pencabar dan mungkin pewaris martabat dan peranan politik Quraisy."
Sejenak selepas Badar, Nabi Muhammad mengusir Banu Qaynuqa,
satu daripada suku Yahudi yang melanggar syarat-syarat perjanjian
dengan orang Islam kerana menggunakan kekerasan terhadap seorang wanita
Muslim. Suku ini juga mengancam kedudukan politik baginda. Pada masa
yang sama kedudukan Abdullah bin Ubayy, musuh utama Nabi Muhammad menjadi lemah, dan semenjak Badar hanya mampu membuat cabaran kecil-kecilan terhadap Nabi.[32]
Orang kedua yang meraih manfaat daripada Perang Badar ialah Abu Sufyan. Kematian Abu Jahal, dan beberapa pembesar Quraisy lain [33]
memberi peluang, dengan cara hampir automatik, kepada Abu Sufyan
menjadi ketua Quraisy. Ekoran itu, Abu Sufyan menjadi perunding utama
bagi pihak Quraisy apabila Nabi Muhammad membuka Makkah enam tahun
kemudian. Abu Sufyan kemudiannya menjadi pegawai tinggi dalam Empayar
Islam dan anaknya Muawiyyah menjadi pengasas Kekhalifahan Umayyah.
Pada hari-hari kemudian, penglibatan sebagai pejuang di Badar menjadi penting sehinggakan Ibn Ishaq
memuatkan senarai nama pejuang satu persatu dalam karya sirahnya. Nama
syahid Badar terdapat dalam banyak hadis, dan mereka juga mungkin
mendapat gaji[34] Veteran Badar terakhir meninggal dunia dalam Perang saudara Islam Pertama[35]
Seperti diringkaskan Paul K. Davis, "Kemenangan Mohammed
mengesahkan kuasanya sebagai ketua Islam; dengan menarik hati suku-suku
Arab yang menyertai beliau, bermulalah pengembangan Islam."[36]
Sumber sejarah
Kebanyakan maklumat tentang Perang Badar datang sama ada kisah tradisional Islam, al-Qur'an atau Hadis.
Dalam alam bahasa Inggeris, tidak diketahui sama ada terdapat rekod
bertulis selain daripada kisah tradisional Islam kerana pada masa itu di
Hijaz, bahasa Arab merupakan bahasa lisan dan kebanyakan rekod dalam bentuk perceritaan lisan.
Badar dalam Al-Qur'an
Perang Badar adalah salah satu peperangan dengan jelas ditunjukkan dalam Qur'an. Ia dihuraikan dalam Surah Al-i-'Imran (3:123), sebagai sebahagian daripada perbandingan dengan Perang Uhud.
“Dan sesungguhnya Allah telah menolong kamu mencapai kemenangan dalam
peperangan Badar, sedang kamu berkeadaan lemah (kerana kamu sedikit
bilangannya dan kekurangan alat perang). Oleh itu bertaqwalah kamu
kepada Allah, supaya kamu bersyukur (akan kemenangan itu). (Ingatlah
wahai Muhammad) ketika engkau berkata kepada orang-orang yang beriman
(untuk menguatkan semangat mereka): "Tidakkah cukup bagi kamu, bahawa
Allah membantu kamu dengan tiga ribu tentera dari malaikat yang
diturunkan?," Bahkan (mencukupi. Dalam pada itu) jika kamu bersabar dan
bertaqwa, dan mereka (musuh) datang menyerang kamu dengan serta-merta,
nescaya Allah membantu kamu dengan lima ribu malaikat yang bertanda
masing-masing.”[al-Quran3:123-125 (Basmeih)]
Di Badar, tentera Islam menunjukkan disiplin tinggi, semetara di
Uhud, mereka meninggalkan barisan dan mengejar pasukan Quraisy dang
dengan itu membenarkan pasukan berkuda Makkah bergerak melalui rusuk dan
hampir mengalahkan mereka.
Perang Badar juga digunakan sebagai satu Tanda pertolongan dan Pengajaran Allah SWT dalam Surah yang sama:
“Sesungguhnya telah ada satu tanda (bukti) bagi kamu pada (peristiwa)
dua pasukan yang telah bertemu (di medan perang); satu pasukan
(orang-orang Islam) berperang pada jalan Allah (kerana mempertahankan
ugama Allah), dan yang satu lagi dari golongan kafir musyrik. Mereka
(yang kafir itu) melihat orang-orang Islam dengan pandangan mata biasa -
dua kali ramainya berbanding dengan mereka sendiri. Dan Allah sentiasa
menguatkan sesiapa yang dikehendakiNya, dengan memberikan
pertolonganNya. Sesungguhnya pada peristiwa itu terdapat satu pengajaran
yang memberi insaf bagi orang-orang yang berfikiran (yang celik mata
hatinya).”[al-Quran3:13 (Basmeih)]
Badar juga menjadi tajuk Surah Al-Anfal,
yang memperincikan pelaksaan serta kelakuan dalam peperangan.
'Al-Anfal' bermaksud harta rampasan perang dan merujuk kepada
perbincangan orang Islam pasca-pertempuran tentang bagaimana mahu
membahagikan harta rampasan perang. Mahupun Surah Al-Anfal tidak
menamakan Badar, ia memerikan beberapa pertempuran dalamnya dan beberapa
Ayatnya dari atau diWahyukan sejurus selepas Perang.[37]
Hukuman bunuh
Selepas
pertempuran Nabi Muhammad menerima Perintah bagaimana membahagikan
harta rampasan perang, dan mengikut penulis Sirah, Saifur Rahman al
Mubarakpuri, satu Ayat juga memerintahkan hukuman bunuh ke atas Nadr bin
Harith, pembawa panji-panji Quraisy dalam Perang Badar. Dilaporakan
Nadr bin Harith menjalani hukuman bunuh di tangan Sayidina Ali.[38]
Buku yang sama juga menyatakan Uqba bin Abu Muayt juga dihukum bunuh
dan dia dipancung oleh Asim Bin Thabit Ansari (beberapa sumber
menyatakan hukuman dilaksanakan Sayidina Ali).[39]
Zaman moden
'Badar' sudah menjadi popular di kalangan angkatan tentera dan pertubuhan separa tentera Islam moden. Operasi Badr menjadi nama operasi Mesir menentang Israel dalam Peperangan Yom Kippur dan juga gerakan Pakistan dalam operasi dalam Perang Kargil dalam tahun 1999. Dalam perang Iran-Iraq, tentera Iran juga menggunakan nama Badar dalam operasinya. Dan semasa Perang saudara Libya pada tahun 2011, para pemimpin pasukan pemberontak menyatakan bahawa mereka memilih hari serangan ke atas Tripoli sebagai 20 Ramadan, sempena hari Perang Badar.[40]
Perang Badar juga ditayangkan dalam filem The Message, dan filem animasi tahun 2004, Muhammad: The Last Prophet.
"Translation of Sahih Bukhari". Translation by M Muhsin Khan. Laman Universiti Islam Antarabangsa Malaysia. Dicapai Ogos 2012. Check date values in: |access-date= (bantuan)
"Translation of Sahih Muslim". Translation by Abdul Hamid Siddiqui. Laman Universiti Islam Antarabangsa Malaysia. Dicapai Ogos 2012. Check date values in: |access-date= (bantuan)
"Translation Of Malik's Muwatta". Translation by A'isha Abdarahman at-Tarjumana and Ya'qub Johnson. Laman Universiti Islam Antarabangsa Malaysia. Dicapai Ogos 2012. Check date values in: |access-date= (bantuan)
Quraisy
merujuk kepada suku yang mengawal Makkah. Istilah "Quraisyi" dan
"penduduk Makkah" digunakan secara ditukar ganti antara Hijrah pada 622 M dan Pembukaan Makkah oleh Muslim pada 630.
Kebencian ramai Muslim yang ada terhadap Hishām boleh dilihat pada nama samarannya, "AbūJahal" (Bapa Kejahilan), iaitu bagaimana majoriti Muslim mengetahuinya kini.
Ibn
Ishaq mengatakan Abu Sufyan sendiri menunggang ke hadapan untuk
meninjau kawasan itu dan mengesan peninjau Muslim melalui biji kurma dalam tahi unta mereka
Qur'an:
Surah 3:123-125. "[123] Dan sesungguhnya Allah telah menolong kamu
mencapai kemenangan dalam peperangan Badar, sedang kamu berkeadaan lemah
(kerana kamu sedikit bilangannya dan kekurangan alat perang). Oleh itu
bertakwalah kamu kepada Allah, supaya kamu bersyukur (akan kemenangan
itu). [124] (Ingatlah wahai Muhammad) ketika engkau berkata kepada
orang-orang yang beriman (untuk menguatkan semangat mereka): Tidakkah
cukup bagi kamu, bahawa Allah membantu kamu dengan tiga ribu tentera
dari malaikat yang diturunkan?. [125] Bahkan (mencukupi. Dalam pada itu)
jika kamu bersabar dan bertakwa dan mereka (musuh) datang menyerang
kamu dengan serta-merta, nescaya Allah membantu kamu dengan lima ribu
malaikat yang bertanda masing-masing."
Imam al-Bukhari Sahih Bukhari Jilid 4, Buku 52, Hadis No 276
Sword of Allah, Lieutenant-General A.I. Akram, Ch.3 pp. 1
Qur'an:Surah
8:67–69. "[67] Tidaklah patut bagi seseorang Nabi mempunyai orang-orang
tawanan sebelum ia dapat membunuh sebanyak-banyaknya di muka bumi. Kamu
menghendaki harta benda dunia (yang tidak kekal), sedang Allah
menghendaki (untuk kamu pahala) akhirat. Dan (ingatlah), Allah Maha
Kuasa, lagi Maha Bijaksana. [68]Kalaulah tidak (kerana) adanya ketetapan
dari Allah yang telah terdahulu, tentulah kamu ditimpa azab seksa yang
besar disebabkan (penebus diri) yang kamu ambil (dari orang-orang
tawanan) itu. [69] Maka makanlah dari apa yang kamu telah dapat (dalam
peperangan) itu, sebagai benda yang halal lagi baik, serta bertaqwalah
kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani".
Lings, pp. 149–151
Imam Muslim, Sahih Muslim, Buku 040, Hadis No 6870
Hodgson, pp. 176–178.
termasuk Abu Lahab yang sudah tua, yang tidak hadir di Badar tetapi meninggal dunia beberapa hari selepas kepulangan tentera Makkah.
Imam al-Bukhari Sahih Bukhari Jilid 5, Buku 59, Nombor 357
Imam al-Bukhari Sahih Bukhari Jilid 5, Buku 59, Nombor 358.
Paul K. Davis, 100 Decisive Battles from Ancient Times to the Present: The World’s Major Battles and How They Shaped History (Oxford: Oxford University Press, 1999), 95–96.
Imam al-Naisaburi Reasons of Revelation of the Noble Quran terjemahan Bahasa Inggeris oleh Aiman Saleh Sha'aban dan Muhammad Ismail, Dakwah Corner Bookstore, Kuala Lumpur, 2010 ms 335 ISBN 978-983-44626-9-7
Yang
bermaksud: “Sesungguhnya Allah telah menolong kamu dalam peperangan
Badar, padahal kamu ketika itu adalah orang-orang yang lemah. Kerana itu
bertakwalah kepada Allah supaya kamu mensyukurinya”. (Ali Imran:123)
Perang Badar merupakan “purnama” dalam sejarah
kemanusiaan yang menerangi jalan para penempuh jalan. Perang
Badar merupakan “purnama” yang bersinar dilangit dan diraikan oleh para
malaikat. Para malikat yang ikut serta dalam peperangan ini menjadi
para malaikat yang palin utama. Perang
Badar juga mereupakan “purnama” dibumi dan dikalangan penduduknya.
Orang-orang yang ikut serta benar-benar menjadi purnama yang cahayanya
menerangi seluruh isi kehidupan mereka. Perang
Badar merupakan “purnama” yang menjadi garis pemisah antara kebenaran
dan kebatilan. Juga menjadi mahkota kebanggaan diatas setiap pahlawan
yang ikut serta berjuang didalamnya, dan didalam masyarakat Islam tidak
ada seorang pun yang dapat mengungguli keutamaan para mujahidin Badar. PERANG BADAR KUBRA 17 RAMADHAN TAHUN KEDUA HIJRAH. (Sebab Terjadinya Peperangan dan sasarannya) Sesungguhnya
antara Rasulullah saw dan puak Quraisy sedang dalam keadaan perang
sejak hari pertama Nabi saw melakukan hijrah ke Madinah. Dalam keadaan
perang harta dan darah musuh adalah dihalalkan. Apalagi jika kita
ketahui bahawa sebahagian harta yang ada didalam kafilah-kafilah dagang
Quraisy itu milikkaum Muhajirin dari kalangan kaum Muslimin Mekah. Harta
itu dikuasai kaum Musyrikin Mekah secara aniaya dan tidak sah. Sejak
lama pemusuhan antara kaum Muslimin dan Musyrikin berlangsung, kaum
Musyrikin sentiasa berusaha untuk memusuhi dan menghalangi tersiarnya
Islam dengan pelbagai cara. Mereka menghamburkan harta yang banyak demi
untuk memenuhi hasrat mereka dan untuk tujuan melemahkan potensi kaum
Muslimin. Mereka juga tidak putus-putus menyeksa dan mengadakan gangguan
serangan di perbatasan kota Madinah Pada
hari ke 12 bulan Ramadhan tahun ke2 hijrah Rasulullah saw menfetahui
bahawa kafilah dagang Quraisy datang dari Syam, lalu Rasulullah saw
bersabda kepada kaum Muslimin yang ada disisinya. “Ini
adalah kafilah dagang Quraisy yang membawa harta kekayaan mereka.
Keluarlah kepadanya, mudah-mudahan Allah menjadikannya sebagai pampasan
bagi kalian.” Perlu
disebutkan bahawa kafilah ini tidak seperti kafilah-kafilah yang lain.
Bila menguasainya maka akan mematikan bagi perekonomian Quraisy. Keran
didalam kafilah dagang ini terdapat 1000 ekor unta dan 50,000 dinar
emas. Kaum
Musyrikin mengungkapkan tentang bahaya penguasaan terhadap kafilah ini
dengan perkataan mereka: “jika Muhammad berhasil menguasainya maka
kalian tidak akan berjaya selamanya”. Perang
Badar merupakan peperangan bersenjata yang pertama kali berlaku
diantara pembela kebenaran dan pendukung kebatilan. Keran didalam
pertempuran inilah ditentukan nasib kaum Mu’minin dan Musyrikin.
Sehinggan Nabi saw bermunajat dengan doa agar Allah memberikan
kemenangan yang besar kepada kaum Muslimin. Orang
yang pernah membaca sirah Nabi saw didalam perang Badar dan semua
perang yang pernah dilakukannya, pasti akan mengetahui betapa besar
perhatian Nabi saw teerhadap langkah dan pelbagai tektik peperangan dan
analisis terhadap pergerakan musuh. Oleh sebab inilah Rasulullah
menghantar sebilangan kecil pasukannya untuk mengintai pasukan musuh.
Pada kebiasaannya sebelum keberangkatan pasukan perang, Rasulullah saw
akan mengutus satu pasukan kecil untuk menjelajah wilayah dihadapannya,
sebagai langkah terhadap serangan hendap dan sebagai langkah
berjaga-jaga. Ketika
Nabi saw mendengar berita mengenai kemaraan tentera Quraisy dibawah
pimpinan Abu Sufian, Nabi berbincang dengan para sahabatnya, baginda
ingin mengetahui bagaimanakah sambutan kaum Ansar terhadap gagasan
baginda untuk membela Nabi di negeri mereka.
Sewaktu hendak berangkat dari kota Madinah baginda mengajukan adakah
kaum Muhajirin berkesanggupan untuk berperang. Baginda mengulanginya
sehingga 3 kali untuk mengetahui pendapat mereka. Kaum Muhajirin
bersetuju dan sanggup bersama-sama Nabi menghadapi musuh Islam didalam
peperangan ini, setelah melihat persetujuan kaum Muhajirin, kaum Ansar
baru mengerti bahawa pertanyaan Nabi ini sebenarnya ditujukan kepada
kaum Ansar. Lantas Saad bin Muaz bangkit dan berkat: “Ya Rasulullah,
seolah-olah engkau mengkehendaki kami. Mungkin engkau takut jika kaum
Ansar tidak akan membelamu kecuali dinegeri mereka sahaja. Aku berbicara
atas nama kaum Ansar dan aku menjawab atas nama mereka. Pergilah
kemana saja sesukamu, sambunglah tali persahabatan yang engkau senangi
dan putuskan tali yang engkau senangi. Ambillah dari harta kami sesukamu
dan berikan kepada sesiapa sesuka hatimu. Apa yang engkau ambil dari
harta kami itu lebuh kami senangi daripada engkau sisakan. Segala
perintahmu akan kami laksanakan. Demi Allah jika engkau berjalan sampai
Brakal Ghamad (Yaman) pasti kami akan berjalan bersamamu dan jika engkau
mengajak kami untuk mengharungio lautan ini pasti kami akan
mengharunginya bersamamu pula”. Berkata pula Miqdad ibnul Aswad sebagai sambutan selepas Saad bin Muaz: “Kami
tidak akan mengatakan seperti apa yang dikatakan oleh kaum Musa kepada
Musa: “Pergilah engkau beserta Tuhanmu dan berperanglah engkau berdua
dan kami akan duduk disini”. Tetapi kami…..akan berperang disisimu
kanan, kiri, depan dan belakangmu.” Ketika
Nabi saw mendengar penyataan para sahabatnya baginda bergembira dan
baginda berkata sambil muka yang berseri-seri: “Berangkatlah kalian dan
bergembiralah kalian”. Semasa
kaum Muslimin berangkat ke medan peperangan Badar, seorang pemuda yang
berumur 16 tahun, namanya Umairf bin Abi Waqas, takut kalau kalau dia
tidak dibenarkan menyertai peperangan kerana disebabkan faktor umurnya
yang masih muda. Kerana itulah beliau keluar dengan cara
sembunyi-sembunyi agar tidak diketahui oleh sesiapa pun. Abangnya (Saad
bin Abi Waqas) yang melihat hal itu bertanya apakah sebab beliau
bersembunyi-sembunyi begini? Jawab Umair: “Aku takut kalua Nabi
menyuruhku kembali sedangkan aku ingin mati syahid di medan petempuran”.
Apabila Nabi
mengetahui kejadian itu beliau hampir sahaja menyuruhnya kembali ke
Madinah kerana Umair bin Abi Waqas masih belum cukup umurnya untuk
berperang. Namun kerana Umair menangis minta diizinkan oleh Nabi untuk
ikut berperang, Nabi kasihan melihatnya dan terharu diatas semangat
jihad dan kesungguhan Umair, akhirnya Nabi membenarkannya. Maka
terkabullah cita-cita Umair dan beliau adalah salah seorang yang gugur
di medan peperangan Badar sebagai syahid. PERBEZAAN JUMLAH DAN PELENGKAPAN PEPERANGAN ANTARA KAUM MUSLIMIN DAN KAUM MUSYRIKIN Setelah
lengkap segala persiapan, Nabi saw beserta kaum Muslimin hanya
berjumlah 313 orang. Dan dari jumlah yang sebesar itu, yang bekenderaan
kuda hanya 2 orang sahaja, dan yang berkenderaan unta hanya 70 orang,
dan yang selebihnya tidak berkenderaan. Mereka bergilir-gilir dengan
orang yang menaiki kenderaan. Satu-satu kenderaan adakalanya dinaiki
sehingga 2-3 orang secara bergantian. Tidak ada perbezaan antara tentera
dan pemimpinnya. Bahkan Rasulullah saw pun bergantian dengan Abu Bakar,
Umar dan sahabat-sahabat besar lainnya. Nabi
memberikan panji-panji Islam kepada Musa’ib dan Umair. Dan bendera
Muhajirin diserahkan kepada Ali bin Abi Thalib dan bendera kaum Anshar
diberikan kepada Saad bin Muaz. Apabila
Abu Sufian mendengar khabar berita keluarnya pasukan Islam, ia memilih
jalan pesisiran pantai sehingga ia selamat. Setelah kafilah dagang yang
dipimpinnya merasa selamat dari kejaran kaum Muslimin, ia menulis surat
kepada kaum Quraisy yang tengah dalam perjalanan ke Badar. Dalam surat
itu ia menasihatkan sebaiknya tentera Quraisy balik ke Mekah, kerana
kafilah dagang mereka telah selamat. Dan pasukan Quraisy hampir-hampir
sahaja berpatah balik ke Mekah jika tidak dihalangi oleh Abu Jahal.
Jumlah pasukan Quraisy waktu itu lebih dari 1000 orang. Bergabung
didalamnya sejumlah pemuka-pemuka Quraisy dan pahlawan-pahlawan mereka.
Sepertimana yang disyaratkan oleh Nabi saw dalam pesanannya kepada kaum
Muslimin sebelum peperangan: “Inilah kota Mekah telah mengerahkan
kepadamu seluruh inti-inti pasukan”. Kaum
Quraisy tetap meneruskan perjalannya sehingga sampai di lembah Badar.
Sedangkan kaum Muslimin berhenti di lembah Badar yang lain. Ketika kaum
Muslimin berhenti disana Khubab ibnul Munzir berkata kepada Rasulullah
saw: “Ya
Rasulullah, adakah tempat yang kami berada ini suatu tempat yang
ditunjukkan oleh Allah yang kami tidak dapat melanggarnya sedikit pun
ataukah hanya tempat yang engkau pilih mengikut pendapatmu sendiri dan
taktikmu? Jawab Nabisaw: “Tempat ini ku pilih menurut fikiranku” jawab Khubab: “Tempat ini tidak strategik untuk berperang”. Kemudian
dia menunjukkan tempat yang lebih strategik. Anjuran Khubab itu
disambut oleh Rasulullah dengan gembira sekali dan segera baginda
bangkit menuju ketempat yang ditunjukkan oleh Khubab yang mana merupakan
tempat yang lebih dekat dari sumber air dari kaum Quraisy. Ini
menunjukkkan sifat Rasullulah yang menerima cadangan dari para
sahabatnya dan tidak mementingkan diri baginda tanpa mengira siapa, jika
syor itu pada pendapatnya boleh mendatangkan kebaikan, maka syor itu
diterima dengan hati terbuka dan gembira. Akhirnya
Rasulullah beserta pasukannya sampai lebih dahulu ke tempat mata air
ditengah malam. Kemudian kaum Muslimin membuat kolam-kolam air. Pada
malam harinya Allah menurunkan hujan di sekitar daerah itu. Hujan itu
menjadikan tempat kaum Musyrikin banjir sehingga mereka sukar untuk
bergerak. Sebaliknya pula bagi kaum Muslimin, hujan tersebut merupakan
satu rahmat dan dapat memandatkan pasir tempat mereka berpijak, sehingga
mereka mudah bergerak maju dan hati mereka bertambah yakin dan kuat.
Sehubungan dengan peristiwa ini Allah swt menurunkan ayat: Yang
bermaksud: “Dan Dia (Allah) menurunkan kepada kamu air (hujan) dari
langit untuk mensucikan kamu dengannya dan untuk menghilangkan dari kamu
bisikan-bisikan syaitan dan untuk memperteguhkan hati kamu dan
memperteguh tempat berpijak kaki-kaki kamu dengannya.” (Al-Anfal:11) Rasulullah sebagai panglima perang. Rasulullah
saw selain sebagai seorang Nabi yang bertugas menyampaikan risalah
Allah kepada umat manusia. Baginda juga dapat menjadi panglima perang
yang bijak mengenai seluk belok dan taktik peperangan. Baginda juga
mampu menangkis serangan musuh dan dapat mengagak taktik musuh beserta
perlengkapannya. Antara
persiapan peperangan ini ialah para sahabat membangunkan satu tempat
yang tinggi yang mana darinya Rasulullah dapat melihat dan menyaksikan
peperangan dan memberikan segala arahannya. Kemudian Rasulullah saw
menunjukkan tempat-tempat terbunuhnya musuh-musuh Islam. Dengan
kekuasaan Allah mereka yang telah disebutkan namanya oleh Nabi itu mati
dan terbunuh ditempat yang diisyaratkan oleh Nabi tanpa da yang
tertinggal walau seorang pun. Ketika barisan kaum Musyrikin mulai datang dan kedua pasukan saling berhadapan, baginda bermunajat dan seraya berdoa: “Ya
Allah, inilah kaum Quraisy yang datang dengan segala kecongkakan dan
kesombongannya untuk memerangi Engkau dan mendustakan Rasulmu”. Rasulullah
melihat perbezaan yang amat jauh diantara kedua-dua belah pasukan.
Baginda merasakan tiada jalan yang terbaik melainkan memohon agar Allah
menghantarkan pertolongannya. Baginda benar-benar bertadharu’ dihadapan
Allah memohon bantuan bagi tentera Islam yang jumlahnya serta
perlengkapannya serba kekurangan. Dalam
doanya baginda berkata: “Ya Allah, jika Engkau binasakan pasukan ini
(Islam) tak akan disembah lagi Engkau dimuka bumi ini. Ya Allah
penuhilah janjimu kepadaku. Ya Allah, berikanlah pertolonganmu”. Baginda
berdoa sambil mengangkat tangannya keatas sehingga kain serbannya
terjatuh dari bahu baginda. Melihatkan akan hal ini Abu Bakar sering
menenangkan hati Nabi kerana merasa kasihan melihat Nabi memperbanyakkan
bermunajat kepada Allah untuk memohon pertolongan. Sewaktu kedua pasukan mulai hendak berperang, Nabi berseru untuk membakar semangat jihad kepada kaum Muslimin: “Bangkitlah kalian menuju syurga yang seluas langit dan bumi” Orang Islam yang pertama gugur syahid. Setelah
selesai Nabi berseru yang sedemikian tadi..Umair bin Humam al-Ashari
bangkit dan bertanya kepada Nabi: “Ya Rasulullah apakah syurga itu
seluas langit dan bumi?’’ Jawab Nabi: “Ya” Kata Umair selanjutnya: “Sungguh untung,sungguh untung” Tanya Nabi: “Apakah yang menyebabkan kamu berkata demikian?’’ Jawab Umair: “Aku berharap semoga aku termasuk orang yang memperolehi syurga” Jawab Nabi: “Kamu adalah salah seorang yang mendapat syurga”. Kemudian
Umair mengeluarkan bekalannya iaitu beberapa biji kumar dan dimakannya.
Kemudian ia berkata: “Kalau aku tunggu habisnya buah kurma ini beerti
amat lama hidupku”. Buah
kurma itu segera dilemparkan ke tanah dan ia mara ke medan peperangan
sehingga ia gugur sebagai syahid. Umair adalah orang pertama yang gugur
sebagai syahid di medan peperangan Badar. Semua
pasukan tetap didalam barisan masing sambil berzikir dan tetap bersabat
dan menyerahkan segala-galanya kepada Allah swt. Nabi sendiri mara
kehadapan memerangi musuh dengan kesungguhan. Dihari
itu juga Allah menurunkan rahmatnya dan pertolongannya kepada kaum
Muslimin. Allah menurunkan sejumlah malaikat yang ikiut berperang
disamping kaum Muslimin. Kejadian ini dicatat oleh Allah dalam Al-Quran:
Ertinya:
‘Ingatlah, ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para Malikat: Sesungguhnya
Aku bersama kamu, maka teguhkanlah pendirian orang-orang yang beriman,
kelak akan aku jatuhkan rasa ketakutan kedalam hati orang-orang kafir.
Kerana itu penggallah mereka dan putuskanlah tiap hujung jari mereka”.
(Al-Anfal:12) Didalam
peperangan ini juga membaranya semangat jihad yang meluap-luap disetiap
hati kaum muslimin begitu juga dengan 2 orang anak remaja yang
masing-masing berlumba-lumba untuk mencapai cita-cita mereka iaitu mati
syahid. Sehubungan dengan ini Abdurrahman bin Auf menceritakan: “Di
hari peperangan Badar ketika aku ditengah barisan, setiap kali aku
menoleh jke kanan dan kekiriku aku dapati 2 orang pemuda yang masih muda
sekali usianya. Aku khuatir akan keselamatan keduanya. Tiba-tiba salah
seorang dari mereka membisikkan sesuatu ke telingaku: “Hai paman
tunjukkan kepadaku yang manakah Abu Jahal itu? Jawabku: “Apa maksudmu
dengannya?” jawab pemuda itu: “Aku telah bersumpah jika aku bertemu
dengannya akan kubunuh atau aku mati syahid kerananya”. Kemudian kata
seorang lagi seperti yang dikatakan oleh pemuda yang pertama tadi.
Setelah dekat aku tunjukkan kepada kedua pemuda si Abu Jahal itu.
Keduanya segera menyerang Abu Jahal dengan pedangnya seolah-olah dua
ekor rajawali. Kedua pemuda itu adalah dua bersaudara ibnu Afra”. Setelah Abu Jahal terbunuh, Rasulullah saw menyambutnya dengan sabdanya: “Abu Jahal ini adalah Fir’aunnya umat ini”. Akhirnya
kemenangan di medan pertempuran Badar berpihak kepada kaum Muslimin.
Maha besar Allah, dia menunjukkan kekuasaannya, yangmana kaum Musyrikin
sudah berkira-kira bahawa kemenangan akan menjadi milik mereka, mereka
mempersiapkan segalanya demi menyambut kemenangan itu, tetapi akhirnya
kebenaran tetap berada diatas kebatilan. Rasulullah
saw berseru: Ertinya: “Allah Maha Besar, segala puji bagi Allah yang
telah memenuhi janjiNya dan menolong hambaNya serta mengalahkan
musuhNya.” Didalam
peperangan ini kaum musyrikin Quraisy terbunuh sebanyak 70 orang dan
tertawan 70 orang. (Sahih Bukhari dari Barra’bin Azib) Kaum
Muslimin yang gugur syahid pula hanya seramai 14 orang sahaja. Enam
orang dari kaum Muhajirin dan 8 orang dari kaum Anshar. Pengaruh Perang Badar. Setelah
kaum Muslimin memperolehi kemenangan di Badar, Rasulullah dan
pasukannya kembali semula ke Madinah. Semua yang memusuhi baginda mula
merasa gentar dan takut untuk memusuhi kaum Muslimin. Dengan sebab ini
juga jumlah orang yang memeluk Islam semakin bertambah. Sebelum
Rasulullah saw tiba di Madinah, baginda mengutus 2 orang utusan untuk
menyampaikan khabar gembira mengenai peperangan ini. Salah seorang dari
utusan itu ialah Abdullah bin Rawahah. Abdullah berseru kepada
orang-orang Madinah: Ertinya:
“Hai kaum Anshar, bergembiralah kalian dengan kemenangan Nabi Muhammad
saw. Dan terbunuh, dan tertawannya kaum Musyrikin”
Kemudian
Abdullah menyebutkan nama beberapa pemuka Quraisy yang terbunuh di
Badar. Berita tersebut dikhabar kesetiap rumah orang Anshar. Berita itu
disambut dengan nyanyian pantun oleh anak-anak kecil bagi menunjukkan
kegembiraan dan kesyukuran.
Sebahagian dari mereka masih ada yang
ragu-ragu dan sebilangan mereka pula yakin dengan berita yang
disampaikan oleh Abdullah itu.
Sehinggalah tibanya kedatangan Nabi saw
dengan sejumlah tawanan yang diawasi oleh Syarqam. Baginda disambut
dengan gembira oleh kaum Muslimin apabila baginda dan pasukannya tiba
disuatu tempat yang bernama Rauha’. Semua
hati orang yang memusuhi kaum Muslimin diselubungi oleh perasaan takut.
Abu Sufian sendiri bernazar tidak akan mencuci kepalanya dengan air
sebelum dapat memerangi Rasulullah dan kaum Muslimin. Perasaan kaum
Muslimin yang bersembunyi di Mekah dipenuhi dengan kegembiraan serta
bertambah teguhnya iman dan keyakinan mereka terhadap Islam. Sikap Kaum Muslimin Terhadap Musuh. Nabi saw berwasiat kepada para sahabatnya agar tetap berlaku baik terhadap tawanan seperti yang tercantum dalam sabda baginda: “Aku wasiatkan kepada kamu agar kamu berbuat baik terhadap mereka”. Sebagaimana
yang diceritakan oleh Abu Aziz bin Umair tentang sikap kaum Muslimin
terhadap tawanan adalah seperti berikut: “Aku ditawan di tengah keluarga
Anshar, sekembalinya dari Badar. Jika tiba waktu makan siang ataupun
makan malam mereka selalu memberikan aku sepotong roti sedangkan mereka
sendiri terpaksa makan kurma, kerana mereka dipesan oleh Nabi untuk
berlaku baik terhadap tawanan. Setiap kali mereka memperolehi sepotong
roti, mereka akan memberikannya kepadaku, sehingga aku malu atas
perlakuan baik yang mereka lakukan. Maka aku kembalikan roti itu kepada
mereka. Namun roti itu tetap diberikan kembali kepadaku. Seluruh tawanan perang dalam pandangan Islam harus diperlakukan sama tiada beza diantara keluarga terdekat atau orang lain. Nabi
memaafkan semua tawanan perang Badar. Mereka diminta untuk membayar
tebusan untuk diri mereka bagi mampu. Harga tebusan itu ditentukan
menurut keadaan ekonomi mereka. Seseorang yang tidak mampu membayar
tebusan mereka dimaafkan oleh Nabi, dan dibebaskan begitu sahaja. Dengan
adanya ketetapan ini, maka kaum Quraisy mulai mengirim wang tebusan
mereka kepada kaum Muslimin agar para tawanan itu segera dibebaskan. Sebahagian
para tawanan yang tidak mampu membayar tebusan, Nabi memerintahkan
mereka untuk mengajar sepuluh orang anak kaum Muslimin membaca dan
menulis. Setiap orang diminta untuk mengajar 10 orang anak kaum
Muslimin. Zaid bin Thabit termasuk salah seorang yang belajar dengan
cara ini. Kebijaksanaan semacam ini sudah tentu adalah satu usaha
memajukan bidang pendidikan dan memberikan semangat kepada orang untuk
belajar membaca dan menulis.
Bahan ini dipetik sepenuhnya dari kitab Riwayat Hidup Rasulullah
karya Bey Arifin tanpa izin dari pengarangnya atau penerbitnya, Ini
melanggar hakcipta mereka. Sila hubungi penerbit dan penulis untuk
mendapatkan izin atau dibuang teks tersebut.
Perang Badar Kubra
merupakan salah satu perang terbesar yang pernah diikuti oleh Nabi
Muhammad saw. Pertempuran ini mengawali serangkaian peperangan besar
umat Islam melawan kaum kafir Quraisy. Perang Badar juga dapat dikatakan
sebagai perang ekonomi antara kedua belah pihak. Sebutan tersebut
diperoleh karena perang badar adalah perang yang dilatar belakangi pula
oleh faktor ekonomi. Selain sebagai perang ekonomi, Perang Badar juga
terjadi di bulan ramadhan, sehingga mempunyai nilai spiritual lebih bagi
para mujahid saat itu.
Latar Belakang Perang Badar Kubra
Berbicara mengenai latar belakang Perang
Badar, maka tidak dapat dilepaskan dengan peristiwa Dzul Usyairah yang
terjadi sebelumnya. Pada Jumadil Ula dan Jumadil Akhir 2 H yang
bertepatan dengan bulan November dan Desember 623M, Rasulullah keluar
memimpin 150-200 Muhajirin untuk menghadang kafilah dagang Quraisy yang
hendak pergi ke Syam. Kabar yang sampai kepada beliau, kafilah itu
membawa harta orang-orang Quraisy yang sebagian merupakan hasil rampasan
dari kaum Muhajirin ketika masih di Mekkah.
Ketika rombongan Rasul sampai di Dzul
Usyairah, rombongan Quraisy sudah melewati tempat itu beberapa hari
sebelumnya. Kafilah ini lah yang kemudian dicari-cari oleh beliau
sekembalinya mereka dari Syam, yang kemudian menjadi salah satu sebab
pecahnya Perang Badar Kubra.
Pada awal bulan ketujuh belas setelah
hijrah, tepatnya apda bulan Rajab, Nabi menyerahkan bendera kepada
Abdullah ibn Jahsy al-Asadi berikut sepucuk surat yang dilarang dibuka
kecuali setelah lewat dua hari. Al-Asadi kemudian berangkat bersama 8-12
orang pasukan.
Ketika surat tersebut dibuka tertulis,
“Jika kau sudah membaca surat ini, terus lah bergerak hingga mencapai
Nakhlah, antara Mekkah dan Thaif. Awasi orang Quraisy dan laporkan
padaku.” Mereka lalu berangkat menuju Nakhlah, tidak seorang pun
mengundurkan diri. Ini merupakan detasemen terjauh yang dikirim Nabi.
Di tengah perjalanan, sebuah kafilah
Quraisy yang tengah membawa dagangan melintas, dan melihat kehadiran
detasemen itu. Rombongan itu terdapat Amr ibn al-Hadrami, Utsman dan
Naufal (dua anak Abdullah ibn al-Mughirah), dan al-Hakam ibn Kisa, budak
Bani al-Mughirah. Kendati demikian mereka tidak menghiraukan kehadiran
detasemen tersebut dan tetap melanjutkan perjalanannya.
Sementara itu, pihak Abdullah mencoba
mengepung kafilah itu. Meskipun, pada hari itu merupakan hari terakhir
bulan Rajab, bulan suci yang dilarang menumpahkan darah. Sempat timbul
keraguan pada awalnya, tetapi jika menunggu masuk tanggal satu Sya’ban,
akan masuk ke kawasan tanah suci Mekkah.
Akhirnya, mereka memutuskan untuk nekat
menyerang kafilah tersebut. Pada penyerangan ini, pimpinan kafilah, Amr
ibn al-Hadrami dibunuh, kafilah digiring ke Madinah, dan dua orang
(Utsman, dan al-Hakam) berhasil ditawan.
Rasul marah setelah mengetahui peristiwa itu, “Aku tidak memerintahkan kalian berperang pada bulan suci,” sesal beliau.
Sebenarnya, Rasul hanya ingin mengetahui
posisi kaum Quraisy dan ingin berkirim surat kepada mereka, tapi
terpaksa ditunda. Kejadian tersebut telah menyulitkan posisi Rasul dalam
menghadapi musuh, sekaligus memberi ruang kepada mereka untuk
memojokkan beliau. Peristiwa tersebut menjadi sinyal buruk bagi kaum
muslim.
Sementara itu, seluruh anggota detasemen disalahkan oleh para sahabat, karena berani melanggar perintah Nabi.
Di lain pihak, kejadian ini membuat
orang-orang musyrik merasa mendapat angin untuk menuduh kaum muslimin
sebagi orang-orang yang menghalalkan apa yang diharamkan Allah, sehingga
muncul isu negatif yang simpang siur.
Di saat Abdullah ibn Jahsy dan kelompoknya sedang ketakutan akibat perbuatan mereka, turun wahyu al-Baqarah ayat 217:
Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang berperang pada bulan haram.
Katakan lah: “Berperang pada bulan itu adalah (dosa) besar. Tetapi
menghalangi (orang) dari jalan Allah, ingkar kepada-Nya, (menghalangi
orang masuk) Masjidil Haram, dan mengusir penduduk dari sekitarnya,
lebih besar (dosanya) dalam pandangan Allah. Sedangkan finah lebih kejam
daripada pembbunuhan. Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai
kamu murtad (keluar) dari agamamu, jika mereka sanggup. Barang siapa
murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka
mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itu lah
penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.
Wahyu ini menegaskan bahwa desas-desus
yang disebarluaskan oleh orang-orang musyrik untuk memancing kesangsian
terhadap sepak terjang para pejuang muslim tidak ada artinya apa-apa.
Sebab, segala kesucian dan kehormatan telah dilanggar orang-orang
musyrik untuk memerangi Islam dan menekan para pemeluknya ketika mereka
masih menetap di Mekkah.
Dengan turunnya ayat tersebut, Abdullah
ibn Jahsy dan kelompoknya akhirnya dapat tenang kembali. Selanjutnya,
Nabi menerima kafilah dan dua tawanan, Utsman ibn Abdullah dan al-Hakam
ibn Kaisan.
Kaum Quraisy segera mengirim utusan
untuk menebus dua tawanan itu. Tetapi, Nabi menunggu Sa’d ibn Waqqash
dan Utbah ibn Ghazwan pulang. Keduanya terpisah dari detasemen di jalan
ketika mencari unta yang mereka tunggangi secara bergantian lalu
tersesat. Beliau khawatir kedua orang itu dibunuh kaum musyrik.
Begitu saat Sa’d ibn Waqqash dan Utbah
ibn Ghazwan datang, kedua tawanan itu serta-merta dibebaskan. Berbeda
dengan kaum Muhajirin yang marah kepada dua orang itu mengingat
intimidasi, penyiksaan, dan tekanan oleh kaum Quraisy pada masa awal
dakwah di Mekkah, Rasul malah menawari keduanya masuk Islam. Bahkan, ia
menolak usulan kaum Muhajirin untuk membunuh keduanya. Al-Hakam ibn
Kaisan akhirnya menerima tawaran tersebut dan menjadi muslim yang taat,
sementara Utsman ibn Abdullah pulang ke Mekkah dan pulang dalam keadaan
kafir.
Setelah adanya insiden antara rombongan
dagang Quraisy dengan pasukan muslimin, orang-orang musyrik Quraisy
mulai dirasuki rasa takut. Di hadapan mereka terpampang bahaya perang
ekonomi yang mengancam kegiatan perekonomian mereka.
Mereka menyadari bahwa penduduk Madinah
senantiasa mengintai dan mengawasi setiap kegiatan dagang mereka, dan
kaum muslim bisa bergerak sejauh 300 mil, menyerang, menawan orang-orang
mereka, dan kembali lagi ke Madinah dengan membawa harta rampasan.
Serangan serta penggerebekan yang
dijelaskan sebelumnya menjadi pembuka babak baru perang antara kaum
Quraisy dan muslim. Kekejaman kaum musyrik Quraisy kepada kaum Muhajirin
ketika masih di Mekkah, sekarang berubah menjadi sebuah akar dari
konflik baru yang berada di depan mata.
Orang Quraisylah yang menyulut perang
ekonomi di Baitul Haram. Tepatnya, ketika Nabi sekeluarga diboikot di
perkampungan Abu Thalib selama tiga tahun sampai beliau dan keluarganya
harus makan dedaunan untuk menyambung hidup.
Orang Quraisy juga lah yang memutus
jalur komunikasi sehingga Nabi tidak bisa berdakwah. Bahkan, banyak
kabilah yang diprovokasi supaya berhati-hati terhadap beliau. Orang
Quraisy pula yang pertama menghunus pedang untuk membunuh Nabi menjelang
hijrah.
Dengan begitu, kaum Quraisy harus
membayar kezaliman mereka dan mengembalikan hak kaum muslim. Mereka
harus menerima hukuman setimpal, atau kembali kepada perintah Allah.
Akan tetapi, tokoh-tokoh Quraisy tetap bersikukuh dan malah bertambah
dengki, sehingga tidak ada pilihan lain kecuali melakukan perlawanan
terhadap mereka.
Persiapan Menuju Perang
Di saat situasi antara kaum muslim dan
kafir Quraisy yang semakin memanas, terdengar kabar bahwa kafilah dagang
Quraisy (kafilah yang lolos dari peristiwa Dzul Usyairah) sedang dalam
perjalanan pulang ke Mekkah. Setelah Rasul mendengar kabar tersebut, ia
segera mengutus Thalhah ibn Ubaidullah dan Sa’id ibn Zaid agar pergi ke
utara untuk tugas penyelidikan.
Keduanya tiba di al-Haura’ dan berada di
sanan untuk beberapa waktu. Ketika kafilah dagang Quraisy yang dipimpin
Abu Sufyan lewat, keduanya segera kembali ke Madinah dan menyampaikan
kabar ini kepada Rasulullah.
Kafilah dagang ini membawa harta
kekayaan penduduk Mekkah, jumlahnya sangat melimpah, yaitu sebanyak 1000
unta yang membawa harta benda milik mereka. Nilainya tidak kurang dari
5.000 dinar emas. Sementara yang mengawal tidak lebih dari 40 orang.
Hal ini tentu saja kesempatan emas bagi
pasukan Madinah untuk melancarkan serangan telak terhadap orang-orang
musyrik. Oleh karena itu, Rasulullah mengumumkan kepada kaum muslimin,
“ini adalah kafilah dagang Quraisy yang membawa harta benda mereka.
Hadanglah kafilah itu, semoga Allah memberikan barang rampasan itu
kepada kalian.”
Rasulullah melakukan persiapan untuk
keluar dari Madinah bersama 313-317 orang, yang terdiri 82 hingga 86
Muhajirin, 61 dari Aus, dan 170 orang dari Khazraj. Mereka tidak
mengadakan pertemuan khusus dan tidak membawa perlengkapan yang banyak.
Kudanya pun hanya dua ekor, seekor milik Az-Zubair ibn al-Awwam dan
seekor lagi milik al-Miqdad ibn al-Sawad al-Kindi. Sementara untuk unta
terdiri dari 70 ekor, satu ekor dinaiki dua atau tiga orang. Rasul
sendiri naik seekor unta bersama Ali ibn Abi Thalib, dan Martsad ibn Abu
Martsad al-Ghanawi.
Sebelumnya, Rasul mengangkat Ibnu Ummi
Makhtum menjadi wakil beliau di Madinah. Namun, setibanya di ar-Rauha’,
beliau menyuruh Abu Lubabah ibn Abdul Mundzir agar kembali ke Madinah
dan menggantikan posisi Ibnu Ummi sebagai wakilnya.
Bendera komando tertinggi berwarna putih
diserahkan kepada Mush’ab ibn Umair al-Qurasyi al-Abdari. Sedangkan
pasukan muslim dibagi menjadi dua batalion:
Batalion Muhajirin. Benderanya diserahkan kepada Ali bin Abi Thalib.
Batalion Anshar. Benderanya diserahkan kepada Sa’ad bin Mu’adz.
Untuk komando sayap kanan diserahkan
kepada az-Zubair bin al-Awwam dan kiri kepada al-Miqdad bin Amr, karena
hanya mereka berdua lah yang naik kuda dalam pasukan itu. Sementara itu,
pertahanan garis belakang diserahkankepada Qais bin Sha’sha’ah.
Dari ar-Rauha’, Rombongan pasukan
Madinah tidak mengambiil jalan ke arah kiri menuju Mekkah, tetapi justru
mengambil jalan ke arah kanan menuju Badar, melewati Rahaqan dan tiba
di Ash-Shafra’. Dari sana, Rasul mengirim Basbas bin Amr dan Adi bin Abu
az-Za’ba agar pergi ke Badar untuk mencari informasi terkait kafilah
dagang Quraisy.
Di lain pihak, Abu Sufyan yang
bertanggung jawab terhadap keselamatan kafilah dangan Quraisy bertindak
sangat hati-hati. Ia tahu bahwa jalur Mekkah penuh dengan resiko, karena
itu ia mencari informasi dan bertanya kepada saja di tengah
perjalanannya. Akhirnya, ia pun mendapatkan kabar yang mayakinkan bahwa
Muhammad telah pergi bersama sahabat-sahabatnya untuk menghadang
kafilah.
Selanjutnya, Abu Sufyan segera menyewa
Dhamdham bin Amr al-Ghifari agar pergi ke Mekkah dan memberi tahu
orang-orang Quraisy agar mengirim bantuan untuk menyelamatkan kafilah
dagang mereka.
Setelah utusan Abu Sufyan menyampaikan
kabar tersebut, orang-orang Quraisy segera merespon dengan mengumpulkan
penduduk Mekkah yang hendak bergabung. Seluruh perkampungan Quraisy ikut
andil kecuali Bani Adi, tidak seorang pun di antara mereka ikut keluar.
Kekuatan pasukan kafir Quraisy berjumlah
1.300 orang pada awal keberangkatannya. Mereka didukung oleh seratus
kuda, enam ratus baju besi, dan unta yang cukup banyak jumlahnya.
Komando tertinggi dipegang Abu Jahal bin Hisyam.
Perjalanan Menuju Badar
Pasukan Quraisy bergerak cepat ke arah
utara menuju Badar, melewati jalur Asfan, Qudaid, dan al-Juhfah. Di sana
mereka menerima surat dari Abu Sufyan yang berisi: “Sesungguhnya kalian
keluar hanya untuk menyelamatkan kafilah dagang, orang-orang kalian,
dan harta benda kalian. Allah telah menyelamatkan semuanya, karena itu
lebih baik kalian kembali.”
Sebelum itu, ketika kafilah sudah
mendekati Badar, Abu Sufyan mendahului rombongan hingga bertemu dengan
Majdi bin Amr, dan menanyakan pasukan Madinah. Majdi menjawab, “Aku
tidak melihat seorang pun yang mencurigakan. Hanya saja, tadi aku
melihat ada dua orang penunggang unta yang berhenti di atas bukit ibi.
Mereka berdua mengisi kantong air, lalu pergi.”
Abu Sufyan segera mendatangi tempat
menderum unta yang dimaksudkan dan meneliti kotorannya. Ternyata di
kotoran tersebut terdapat biji-bijian yang masih utuh. Ia berkata, “Ini
adalah makanan hewan dari Yatsrib.” Maka ia segera kembali menemui
kafilahnya dan mengalihkan arah perjalananya menuju ke barat ke arah
pesisir pantai, tidak jadi mengambil jalan utama yang melewati Badar.
Dengan cara ini, kafilah Abu Sufyan
berhasil selamat dari hadangan pasukan Madinah, lalu mengirim surat ke
pasukan Mekkah yang sudah tiba di al-Juhfah.
Setelah menerima surat Abu Sufyan,
terlintas keinginan pasukan Mekkah untuk kembali. Akan tetapi, dengan
sikap angkuh dan sombong, Abu Jahal berkata, “Kita tidak akan kembali
kecuali setelah tiba di Badar. Kita akan berada di sana selama tiga hari
sambil menyembelih hewan, pesta makan, menenggak arak, dan para biduan
menyanyi untuk kita, agar semua bangsa Arab mendengar apa yang sedang
kita lakukan dan bagaimana perjalanan serta kekuatan kita, sehingga
mereka senantiasa gentar menghandapi kita.”
Sebenarnya al-Akhnas bin Syariq dari
Bani Zuhrah sudah menyarankan Abu Jahal agar kembali saja. Namun, banyak
di antara merka tidak mau mendengar saran al-Akhnas. Maka ia pun
kembali bersama baninya, sehingga tidak seorang pun dari Bani Zuhrah
ikut berperang. Jumlah mereka adalah 300 orang.
Bani Hasyim juga ingin kembali. Namun,
Abu Jahal memaksa mereka, seraya berkata, “Janganlah gara-gara
peperangan ini membuat kita pulang nanti.” Maka pasukan Mekkah dengan
kekuatan 1000 orang melanjutkan perjalanan menuju Badar. Mereka terus
berjalan mendekati Badar dan bersembunyi di balik bukit pasir, di
pinggiran Wadi Badar.
Sementara itu, mata-mata pasukan Madinah
menyampaikan berita tentang lolosnya kafilah dagang kepada Rasulullah
yang saat itu masih dalam perjalanan melewati Wadi Dzafiran. Kendati
gagal menghadang kafilah, tidak ada jalan bagi beliau dan para sahabat
untuk menghindari peperangan. Jadi mau tidak mau harus terus maju menuju
Badar. Sebab, jika pasukan Mekkah dibiarkan di sekitar daerah itu, sama
saja dengan memberi angin kepada mereka untuk memantabkan posisi
milter, dan melebarkan pengaruh politiknya.
Dengan perkembangan situasi yang cukup
rawan dan tidak terduga sebelumnya, Rasul menyelenggarakn majelis tinggi
permusyawaratan militer. Dalam majelis tersebut Rasul berhasil
menggalang dukungan penuh dari kaum Muhajirin dan Anshar.
Setelah itu, rombongan pasukan
meninggalkan Dzafiran untuk melanjutkan perjalnan. Beliau melewati jalan
berbukit yang disebut al-Ashafir, kemudian dengan cepat menuju
ad-Dabbah. Rombongan tersebut kemudian tiba di dekat Badar. Setibanya di
dekat Badar, Rasul tidak tinggal diam, beliau memimpin kegiatan
mata-mata untuk mengumpulkan informasi. Upaya mencari informasi musuh
terus dilakukan secara berkelanjutan, hingga mereka menyimpulkan jumlah
musuh.
Keesokan harinya Rasul memimpin
pasukannya ke mata air Badar agar bisa mendahului pasukan Quraisy.
Dengan demikian, mereka bisa menghalangi orang-orang Quraisy untuk
menguasai mata air itu. Keputusan untuk menduduki mata air merupakan
siasat dan taktik perang Rasulullah.
Setibanya di sana, Rasul menyiagakan pasukan. Beliau berkeliling arena yang akan dijadikan ajang pertempuran.
Pada malam itu, beliau lebih banyak
mendirikan shalat di dekat pangkal pohon yang tumbuh di sana. Sementara
pasukan muslim tidur dengan tenang. Malam itu adalah malam Jumat, 17
Ramadhan 2 H.
Sementara itu pasukan Quraisy
menghabiskan waktunya di al-Udwatul Qushwa. Pada pagi harinya mereka
turun dari atas bukit pasir dengan seluruh detasemennya hingga tiba di
lembah Badar. Akhirnya dua pasukan itu saling berhadapan satu sama lain.
Pecahnya Pertempuran
Setelah kedua pasukan saling berhadapan,
Rasulullah bersabda, ‘Ya Allah, orang-orang Quraisy datang dengan
kecongkakan dan kesombongannya. Mereka memusuhi-Mu dan mendustakan
Rasul-Mu. Ya Allah, aku mengharapkan perolongan-Mu seperti yang telah
Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, binasakanlah mereka pagi ini.”
Rasulullah kemudian mengatur dan
meluruskan barisan kaum muslim. Seusai menata barisan, beliau
mengeluarkan perintah agar pasukan tidak memulai pertempuran sebelum
mendapat perintah darinya.
Beliau juga menyampaikan beberapa
strategi peperangan, “Jika kalian merasa jumlah musuh terlalu banyak,
lepaskan lah anak panah kepada mereka. Dahuluilah mereka dalam
melepaskan anak panah. Kalian tidak perlu buru-buru menghunus pedang
kecuali setelah mereka dekat dengan kalian.
Pertempuran diawali dengan duel satu
lawan satu. Orang yang pertama kali menyulut api pertempuran adalah
al-Aswad bin Abddul Asad al-Makhzumi, seorang laki-laku dengan perangai
kasar dan buruk akhlaknya. Kedatangannya langsung disambut Hamzah bin
Abdul Muththalib.
Setelah saling berhadapan, Hazmah
langsung menyabetkan pedangnya, sehingga kaki al-Aswad putus di bagian
betis. Setelah itu, al-Aswad merangkak ke kolam hingga tercebur di
dalamnya. Tetapi, Hamzah segera menghunuskan pedangnya sekali lagi
ketika Aswad berada di dalam kolam.
Itu lah korban pertama yang kemudian
menyulut api peperangan lebih besar. Setelah itu muncul tiga penunggang
kuda Quraisy yang handal. Mereka berasal dari satu keluarga, yaitu Utbah
bin Rabi’ah, Sya’ibah bin Rabi’ah, dan al-Walid bin Utbah. Dari pihak
muslim keluar tiga pemuda Anshar yaitu Auf bin al-Harits, Mu’awwidz bin
al-Harits, dan Badullah bin Rawahah. Namun, orang-orang Quraisy menolak
bertempur melawan mereka dan menginginkan orang-orang sepadan dan
terpandang.
Rasulullah segera menyuruh Ubaidah bin
al-Harits, Hamzah, dan Ali. Ubaidah yang paling tua di antara mereka,
berhadapan dengan Utbah bin Rabi’ah, Hamzah berhadapan dengan Syaibah,
dan Ali berhadapan dengan al-Walid.
Hamzah dan Ali tidak terlalu kesulitan
mengalahkan lawan tandingnya. Lain halnya dengan Ubaidah dan lawannya,
masing-masing saling melancarkan serangan dan saling melukai. Kemudian
Hamzah dan Ali menghampiri Utbah lalu membunuhnya.
Setelah itu, mereka memapah tubuh
Ubaidah yang sudah lemah, karena kakinya tertebas hingga putus. Ia sama
sekali tidak mengeluh hingga meninggal dunia di ash-Shafra’, di tengah
perjalanan pulang ke Madinah .
Puncak Perang Badar
Kesudahan adu tanding ini merupakan awal
buruk bagi orang-orang musyrik, karena mereka kehilangan tiga orang
penunggang kuda yang diandalkan sekaligus komandan pasukan hanya dalam
sekali gebrakan saja. Kemarahan mereka memuncak, lalu mereka menyerang
pasukan kaum muslimin secara serentak dan membabi-buta.
Di pihak muslimin, setelah memohon
kemenangan dan pertolongan kepada Allah, serta memurnikan niat, mereka
menghadang serangan orang-orang musyrik yang dilancarkan secara
bergelombang dan terus-menerus. Mereka tetap berdiri di tempat semula
dengan sikap defensif, ternyata cara ini cukup ampuh menahan gempuran
orang-orang musyrik.
Sementara di tenda, Rasul berdoa meminta
pertolongan kepada Allah. Setelah itu, beliau mengeluarkan perintah
pamungkas kepada kaum muslimin agar mengadakan serangan balik, seraya
bersabda, “kokohkanlah.” Beliau melihat kesempatan ketika serangan musuh
tidak lagi gencar dan semangat mereka sudah mengendur. Langkah bijak
ini sangat ampuh untuk mengokohkan posisi pasukan muslim.
Setelah mendapat perintah untuk
menyerang, mereka melancarkan serangan secara serentak dan gencar.
Mereka menceraiberaikan barisan musuh hingga jatuh korban bergelimpangan
di pihak Quraisy. Semangat mereka semakin berkobar setelah melihat
Rasulullah terjun ke medan pertempuran sambil menggenakan baju besi.
Kaum muslim bertempur hebat dengan
bantuan para malaikat. Disebutkan dalam riwayat Ibnu Sa’ad, dari
Ikrimah, bahwa ia berkata”Pada saat itu ada kepala orang musyrik yang
terkulai, tanpa diketahui siapa yang telah mebabatnya. Ada pula tangan
yang putus, tanpa diketahui siapa yang menyabetnya.”
Seorang Anshar lainnya datang membawa
al-Abbas bin Abdul Muththalib sebagai tawanan. Al-Abbas berkata, “Demi
Allah, bukan orang ini yang tadi menawanku. Tadi aku ditawan seorang
laki-laki botak dan wajahnya sangat tampan menunggang seekor kuda yang
gagah. Aku tidak pernah melihatnya ada di tengah-tengah mereka.” Orang
Anshar itu menyahut, “Akulah yang telah menawannya, wahai Rasulullah.”
Beliau bersabda, “Diam lah, karena Allah telah membantumu dengan
malaikat yang mulia.”
Akhir Perang Badar
Tanda-tanda kegagalan dan kebimbangan
mulai menyelimuti barisan orang-orang musyrik. Banyak korban berjatuhan
karena serangan orang-orang muslim yang gencar. Pertempuran telah
mendekati masa akhir, tidak sedikit orang musyrik yang melarikan diri
dan mundur dari arena pertempuran. Hal ini tentu saja semakin memudahkan
pasukan muslim untuk menawan dan menghabisi lawan. Dengan demikian,
lengkap sudah kekalahan kaum musyrik.
Ketika Abu Jahal melihat tanda-tanda
kebimbangan mulai menghantui pasukannya, ia berupaya tegar dan menggugah
semangat mereka. Akan tetapi, tidak berselang lama barisannya sudah
dibuat kocar-kacir karena serangan gencar pasukan muslim. Di sekitarnya
memang masih tersisa beberapa orang musyrik yang melindunginya. Tetapi,
semua itu tidak banyak berarti menghadapi gempuran kaum muslimin.
Pada saat itu lah sosok Abu Jahal tampak
jelas di hadapan kaum muslim. Ia berputar-putar menaiki kudanya,
seakan-akan kematian sudah menunggunya. Akhirnya Abu Jahal terbunuh di
tangan dua pemuda Anshar, Muadz bin Amr al-Jamuh dan Mu’awwidz bin
Afra’.
Kematian Abu Jahal sekaligus menandai
akhir dari peperangan besar tersebut. Perang selesai dengan kekalahan
telak di pihak kaum musyrikin dan kemenangan nyata bagi pihak muslim.
Tercatat empat belas orang dari pasukan muslim gugur syahid dalam
peperangan ini; enam Muhajirin dan delapan Anshar. Sementara orang-orang
musyrik mengalami kerugian yang sangat banyak; 70 orang tewas dan 70
tertawan. Kebanyakan dari mereka adalah para pemuka dan pemimpin mereka.
Kekalahan telak pasukan musyrik membawa
dampak besar selanjutnya. Penduduk Mekkah yang menerima kabar tersebut
seolah tidak percaya dengan kekalahan tersebut. Sementara bagi pasukan
muslimin, kekalahan ini semakin meluaskan pengaruh politik mereka di
Jazirah Arab.
BIBLIOGRAFI
Abazhah, Nizar. 2011. Perang Muhammmad: Kisah Perjuangan dan Pertempuran Rasulullah. Jakarta: Zaman.
Hitti, Phillip K. 2006. History of The Arabs. Terj. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
Lapidus, Ira M. 2000. Sejarah Sosial Ummat Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Lings, Martin. 2012. Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik. Jakarta: Serambi.