Yusril Siap Gugat UU APBN
Sabtu, 31 Maret 2012, 21:14 WIB.
Mantan Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra.
Berita Terkait
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mantan Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, siap menjegal Undang-Undang APBN Perubahan 2012 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Yusril mengaku sudah menelaah Pasal 7 ayat 6 a yang menjadi dasar bagi pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Pasal 7 ayat 6 a telah disepakati DPR pada sidang paripurna yang berlangsung hingga Sabtu (31/3) dinihari.
Dengan penambahan ayat ini, pemerintah bisa menaikkan harga eceran BBM sewaktu-waktu bilamana dalam enam bulan ke depan harga minyak mentah Indonesia naik lebih dari 15 persen harga asumsi APBN, yaitu 90 dolar AS per barel.
Menurut Yusril, pasal 7 ayat 6 a telah menabrak pasal 33 UUD 1945 seperti ditafsirkan MK. "Karena saat ini saya sedang mempersiapkan draft uji formil dan materiil ke MK," kata Yusril melalui pesan elektronik kepada Republika, Sabtu (31/3).
Uji materi UU APBN Perubahan 2012, kata Yusril, akan didaftarkan ke MK setelah undang-undang tersebut disahkan dan diundangkan oleh presiden. Pengujian tidak hanya materiil lantaran bertentangan dengan pasal 33 dan pasal 28 D ayat 1 UUD 1945, namun juga formil karena menabrak syarat-syarat formil pembentukan undang-undang sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011.
Selain mengabaikan kedaulatan rakyat dalam menentapkan APBN, kata Yusril, norma pasal 7 ayat 6 a juga mengabaikan asas kepastian hukum dan keadilan. "Sehingga potensial dibatalkan MK," ujarnya.
Dia melanjutkan, selain dirinya, sejumlah akademisi dan pengacara siap bergabung dalam uji formil dan materiil pasal 7 ayat 6 dan 6a yang saling bertabrakan terhadap UUD 45 dan UU Nomor 12 tahun 2011. Para pengacara dan akademisi itu antara lain Dr Irman Putra Sidin, Dr Margarito Kamis, Dr Maqdir Ismail, dan Dr Teguh Samudra.
Sementara Prof Natabaya menyatakan siap menjadi ahli. Yusril sendiri bertindak sebagai pengacara atas kuasa beberapa orang rakyat pengguna BBM bersubsidi yang hak-hak konstitusionalnya dirugikan dengan pasal 7 ayat 6 dan 6 a tersebut. Dengan demikian, kata Yusril, rakyat yang diwakilinya mempunyai legal standing untuk mengajukan perkara itu ke MK. Redaktur: Chairul Akhmad. Reporter: Ismail Lazarde
Ayat 6a Jadikan Pasal 7 UU APBN-
P 2012 Normal ??? Maksudnya
apa ini ???
Penulis : Raja Eben
JAKARTA--MICOM:
Penambahan ayat 6 a pada pasal 7 ayat 6 UU APBN-P 2012 dilakukan karena pasal tersebut dinilai tidak normal. Penambahan ayat 6 a ini membuat pasal tersebut menjadi normal.
Hal itu diungkapkan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum seusai rapat Reguler antara DPP PD, Fraksi PD, Dewan Pembina, Dewan Kehormatan, Komisi Pengawas dengan Ketua Dewan Pembina PD di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta (1/4).
"Pasal 7 ayat 6 baru terjadi untuk APBN 2012 dan sebelumnya tidak seperti itu, biar normal maka ada tambahan yaitu ayat 6a. Kami setuju dengan apa yang terjadi dan menjadi putusan DPR karena hal itu sesungguhnya adalah langkah normalisasi pasal tersebut. Keputusan DPR membuat UU menjadi normal. Ayat 6a itu normal, dan jika tidak ada itu baru hal itu tidak normal," katanya.
Lanjutnya, dikatakan normal karena pasal 6a menjelaskan dan mengembalikan kewenangan eksekutif kepada pemerintah dan tidak ke DPR. "Kewenangan BBM harusnya adalah kewenangan pemerintah, dan jika pemerintah disimpul secara politik dalam kebijakan padahal situasi berubah, justru menyebabkan Pemerintah kehilangan posisi eksekutifnya," ungkapnya.
"Kami tidak berharap ada pengujian di MK terkait ayat tersebut. Namun jika ada pengujian ke MK itu hal yang biasa saja dan Pemerintah siap menghadapinya," katanya. (*/Ol-04)
Penolakan Harga BBM
SBY: PKS tidak Bisa Dipercaya, PDIP Berperilaku Aneh??!![Sesungguhnya yang Tak bisa dipercaya dan berperilaku Aneh itu adalah SBY dan para pendukungnya...??!!! Hehe..]
JAKARTA--MICOM:
Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengkritik perilaku dua fraksi, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan PDI Perjuangan, dalam membahas penaikan harga BBM dalam RAPBNP 2012 di sidang paripurna DPR pada Sabtu (30/3) dini hari. Kedua fraksi ini menolak penaikan harga BBM.
"Iki piye (bagaimana ini), parpol kok hanya 'tolak' dan 'lawan', padahal banyak yang harus dikerjakan untuk rakyat," sindir SBY, seperti dikutip jaringnews.com, Minggu (1/4).
Hal itu disampaikan Presiden RI itu dalam memberikan kata sambutan dalam pembekalan dari ketua Dewan Pembina Demokrat kepada pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP dan anggota FPD di kantor DPP Demokrat, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Minggu.
Menurut laman yang dimiliki salah satu petinggi Partai Demokrat itu, SBY menilai sikap PKS tidak bisa dipercaya. Dalam pengambilan keputusan tersebut, sambung dia, berkali-kali partai koalisi pemerintah itu mengingkari kesepakatan yang dicapai.
Lalu, sikap PDIP yang memilih walkout saat voting (penentuan naik atau tidaknya harga BBM) dilakukan.
"Adalah perilaku aneh. Mengajukan opsi tapi kemudian walkout," ujar SBY
Padahal, selama ini, kata SBY, PDI Perjuangan sebagai partai oposisi getol menyuarakan penolakan kenaikan BBM. Namun, ketika saat-saat krusial nan paling menentukan harus ditempuh, PDI Perjuangan justru memilihwalkout.
PDI Perjuangan, dan juga PKS, terkesan membabi buta menolak kebijakan pemerintah yang satu ini. Terlebih PDI Perjuangan, sambung dia, yang melulu lantang menyuarakan penolakan, tapi tak mempunya solusi jelas yang bisa ditawarkan. (OL-10)
6 Bulan Ke Depan Rakyat Makin Sengsara
Senin, 02 Apr 2012 - 09.42 WIB
Bambang Soesatyo.
Jakarta -
Keputusan Rapat Paripurna yang menyerahkan kenaikan harga BBM pada asumsi harga minyak mentah Indonesia (Indonesia crude oil price/ ICP) selama kurun waktu enam bulan ke depan justru menjadi penyengsaraan baru bagi rakyat.
Menurut Anggota DPR Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo keputusan tersebut justru mengeskalasi persoalan. Rakyat kembali terperangkap dalam ketidakpastian, sementara kerusakan harga di pasar kebutuhan pokok semakin sulit diperbaiki. Padahal, partainya sendiri juga ikut menyepakati prosentase 15 persen yang ditetapkan dari asumsi.
"Bukan hanya isu kenaikan harga BBM bersubsidi yang membuat rakyat tidak nyaman. Persoalan lain yang langsung dan sedang dihadapi rakyat hari-hari ini adalah naiknya harga kebutuhan pokok. Kenyataan ini menyengsarakan begitu banyak orang. Dan, tidak ada yang peduli, termasuk pemerintah sendiri," ucapnya di Jakarta, Senin (2/4/2012).
Bambang menambahkan harga kebutuhan pokok jelas tidak akan turun mengikuti keputusan Sidang Paripurna DPR tentang prospek harga BBM enam bulan ke depan. Sebab, lanjutnya keputusan yang memberi wewenang kepada pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi itu justru akan menjadi modal bagi para spekulan.
"Karena ketidakpastian harga BBM akan berlangsung selama enam bukan ke depan, selama rentang waktu itu pula para spekulan leluasa menggoreng harga komoditi kebutuhan pokok," cetusnya.
Anggota komisi hukum DPR ini menilai, keputusan Sidang Paripurna DPR yang serba mengambang itu pun gagal meredam emosi publik. Bahkan, sebaliknya, banyak elemen masyarkat semakin marah karena DPR justru memberi peluang kepada pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi.
"Yang dibutuhkan sekarang adalah kepastian batal naik atau jadi naik. Agar kerusakan harga-harga khususnya kebutuhan pokok rakyat terkoreksi menjadi pasti. Pengusaha juga dapat segera menghitung kembali biaya produksi dan dapat memprediksi pasar," tukasnya.
Reporter: Luki Junizar - Editor: Novi Nadya
Menurut Anggota DPR Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo keputusan tersebut justru mengeskalasi persoalan. Rakyat kembali terperangkap dalam ketidakpastian, sementara kerusakan harga di pasar kebutuhan pokok semakin sulit diperbaiki. Padahal, partainya sendiri juga ikut menyepakati prosentase 15 persen yang ditetapkan dari asumsi.
"Bukan hanya isu kenaikan harga BBM bersubsidi yang membuat rakyat tidak nyaman. Persoalan lain yang langsung dan sedang dihadapi rakyat hari-hari ini adalah naiknya harga kebutuhan pokok. Kenyataan ini menyengsarakan begitu banyak orang. Dan, tidak ada yang peduli, termasuk pemerintah sendiri," ucapnya di Jakarta, Senin (2/4/2012).
Bambang menambahkan harga kebutuhan pokok jelas tidak akan turun mengikuti keputusan Sidang Paripurna DPR tentang prospek harga BBM enam bulan ke depan. Sebab, lanjutnya keputusan yang memberi wewenang kepada pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi itu justru akan menjadi modal bagi para spekulan.
"Karena ketidakpastian harga BBM akan berlangsung selama enam bukan ke depan, selama rentang waktu itu pula para spekulan leluasa menggoreng harga komoditi kebutuhan pokok," cetusnya.
Anggota komisi hukum DPR ini menilai, keputusan Sidang Paripurna DPR yang serba mengambang itu pun gagal meredam emosi publik. Bahkan, sebaliknya, banyak elemen masyarkat semakin marah karena DPR justru memberi peluang kepada pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi.
"Yang dibutuhkan sekarang adalah kepastian batal naik atau jadi naik. Agar kerusakan harga-harga khususnya kebutuhan pokok rakyat terkoreksi menjadi pasti. Pengusaha juga dapat segera menghitung kembali biaya produksi dan dapat memprediksi pasar," tukasnya.
Reporter: Luki Junizar - Editor: Novi Nadya
Politisasi BBM Jelang Pemilu bagi SBY
Minggu, 01 Apr 2012 - 09.09 WIB
Jakarta -
SBY menanggapi pengesahan UU APBNP 2012. Foto: Antara
Harga BBM bersubsidi tidak jadi naik per 1 April 2012. Namun pembahasannya dinilai sangat politis menjelang Pemilu 2012. Presiden SBY berharap jangan sampai sangat terlalu politis.
"Pembahasan tentang kenaikan harga BBM sangat politis, sering dikaitkan dengan kepentingan politik menjelang Pemilu 2014. Hal ini tidak salah, tapi kalau sangat terlalu politis maka pembahasan dan pemikiran bisa kurang objektif," kata SBY.
Hal ini disampaikan SBY dalam pidato menanggapi pengesahan UU APBNP 2012 yang membatalkan rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi per 1 April 2011 di Istana Negara, Jakarta, Sabtu 31 Maret 2012 malam, seperti dilansir presidensby.info.
"Tidak pernah ada presiden dan pemerintahan yang dipimpinnya di Indonesia ini yang menaikkan harga BBM tanpa alasan dan pertimbangan yang seksama," ujar SBY.
Sejarah mencatat, tutur SBY, sejak merdeka telah 38 kali terjadi kenaikan harga BBM. Tujuh kali pada masa reformasi, termasuk pada era Gus Dur dan Megawati. Tiga di antaranya dilakukan pada era pemerintahannya, diserta tiga 3 kali penurunan harga BBM.
"Saya yakin setiap presiden dan pemerintahan yang dipimpinnya yang menaikkan harga BBM itu pastilah bukan untuk menyengsarakan rakyatnya," ucap SBY.
SBY menginstruksikan seluruh jajaran pemerintah untuk setia dan patuh kepada kebijakan pemerintah sesuai ketentuan UUD 1945 dan perundang-undangan lain yang berlaku.
"Gubernur, Walikota, dan Bupati, setialah pada sumpah dan etika jabatan pada negara. Teruslah setia dan patuh pada kebijakan pemerintah. Mari bekerja sekuat tenaga menjaga ekonomi kita sesuai APBNP 2012. Seberat apapun permasalahan ekonomi yang kita hadapi, saya berharap kita bisa mengatasainya secara bersama-sama," ajak SBY.
Mengenai pasal 7 ayat 6a dalam UU APBN-P 2012 yang memberi kewenangan bagi pemerintah menyesuaikan harga BBM dengan persyaratan tertentu, bagi SBY tidaklah luar biasa. Sebab kewenangan seperti ini berlaku di banyak negara dan di Indonesia sejak pemerintahan yang lalu. Meski demikian SBY menyambut baik aturan ini.
"Saya sambut baik aturan ini, karena ada ruang dan kewenangan yang sah bagi pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM, sekaligus diatur pula ketentuan penyesuaian itu baru bisa diakukan bila memang tepat dan semestinya dilakukan. Tentu aturan 15 persen selama 6 bulan terakhir itu dengan alasan dan pertimbangan cermat. Jadi bukan semau-maunya pemerintah, meski diberi kewenangan," demikian SBY.
Oleh: Shinta Sinaga
"Pembahasan tentang kenaikan harga BBM sangat politis, sering dikaitkan dengan kepentingan politik menjelang Pemilu 2014. Hal ini tidak salah, tapi kalau sangat terlalu politis maka pembahasan dan pemikiran bisa kurang objektif," kata SBY.
Hal ini disampaikan SBY dalam pidato menanggapi pengesahan UU APBNP 2012 yang membatalkan rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi per 1 April 2011 di Istana Negara, Jakarta, Sabtu 31 Maret 2012 malam, seperti dilansir presidensby.info.
"Tidak pernah ada presiden dan pemerintahan yang dipimpinnya di Indonesia ini yang menaikkan harga BBM tanpa alasan dan pertimbangan yang seksama," ujar SBY.
Sejarah mencatat, tutur SBY, sejak merdeka telah 38 kali terjadi kenaikan harga BBM. Tujuh kali pada masa reformasi, termasuk pada era Gus Dur dan Megawati. Tiga di antaranya dilakukan pada era pemerintahannya, diserta tiga 3 kali penurunan harga BBM.
"Saya yakin setiap presiden dan pemerintahan yang dipimpinnya yang menaikkan harga BBM itu pastilah bukan untuk menyengsarakan rakyatnya," ucap SBY.
SBY menginstruksikan seluruh jajaran pemerintah untuk setia dan patuh kepada kebijakan pemerintah sesuai ketentuan UUD 1945 dan perundang-undangan lain yang berlaku.
"Gubernur, Walikota, dan Bupati, setialah pada sumpah dan etika jabatan pada negara. Teruslah setia dan patuh pada kebijakan pemerintah. Mari bekerja sekuat tenaga menjaga ekonomi kita sesuai APBNP 2012. Seberat apapun permasalahan ekonomi yang kita hadapi, saya berharap kita bisa mengatasainya secara bersama-sama," ajak SBY.
Mengenai pasal 7 ayat 6a dalam UU APBN-P 2012 yang memberi kewenangan bagi pemerintah menyesuaikan harga BBM dengan persyaratan tertentu, bagi SBY tidaklah luar biasa. Sebab kewenangan seperti ini berlaku di banyak negara dan di Indonesia sejak pemerintahan yang lalu. Meski demikian SBY menyambut baik aturan ini.
"Saya sambut baik aturan ini, karena ada ruang dan kewenangan yang sah bagi pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM, sekaligus diatur pula ketentuan penyesuaian itu baru bisa diakukan bila memang tepat dan semestinya dilakukan. Tentu aturan 15 persen selama 6 bulan terakhir itu dengan alasan dan pertimbangan cermat. Jadi bukan semau-maunya pemerintah, meski diberi kewenangan," demikian SBY.
Oleh: Shinta Sinaga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar