Gugat APBN-P 2012
Muhammad Iqbal – detikNews
Senin, 02/04/2012 09:27 WIB
Gugat APBNP 2012 ke MK, Yusril Cs Bantah Ditunggangi ParPol Tertentu
Undang-undang APBN Perubahan yang baru disahkan pada 31 Maret dini hari lalu, langsung ditanggapi Yusril Ihza Mahendra cs. Mereka berencana mengajukan uji formil dan materi kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Pihak Yusril membantah ditunggangi partai politik.”Tidak ada pesanan parpol, ini inisiatif dari Pak Yusril yang kemudian saya dukung,” ujar Irman Putra Sidin, pakar hukum tata negara, saat dihubungi detikcom pada Minggu (01/4/2012) malam.Irman merupakan salah satu anggota tim selain Yusril Ihza Mahendra, yang akan mengajukan APBNP 2012 untuk diuji materi di MK.Landasan yang diungkapkan Yusril cs dalam mengajukan uji materi pasal 7 ayat 6a tersebut adalah karena bertentangan dengan UUD pasal 33. Selain itu, pasal 7 ayat 6a juga bertentangan dengan Undang-undang Migas ayat 28.”Pasal ini bertentangan dengan konsep kemakmuran sebesar-besarnya bagi rakyat, bertentangan juga dengan Undang-undang Migas ayat 28, dan tentu bertentangan dengan ayat 6 di atasnya,” ujar Irman.Walau demikian, pihaknya belum bisa memastikan kapan waktu yang tepat untuk mengajukan uji materi dan formil UU APBN Perubahan 2012 ini ke Mahkamah Konstitusi. “Akan diajukan sesegera mungkin,” kata Irman.Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah pihak berniat meminta MK melakukan judical review atas pasal 7 ayat 6a UU APBNP 2012. Di antaranya adalah Partai Hanura yang menyerukan wacana itu di sela rapat paripurna DPR. (vit/vit)
Baca Juga
·
SISI POLITIS NAIK TURUNNYA BBM DAN KOMPENSASI KENAIKAN BAGI RAKYAT KECIL
Partai Demokrat (PD) dan Pemerintah mulanya berkeras agar Pasal 7 ayat 6a yang diusulkan untuk ditambahkan dalam UU APBN-P, yang berisi ketentuan apabila terjadi lonjakan harga minyak produksi Indonesia (ICP) rata-rata 10 persen dalam 3 bulan, maka Pemerintah berwenang menaikkan harga bbm untuk menekan subsidi. Sementara Golkar mengusulkan lonjakan rata-rata 15 persen dalam 6 bulan.
Usul PD ini akan kalah dengan usul Golkar yang memang beda. Apalagi jika ditambah dengan usul PDIP, PKS dan Gerindra serta yang lain, yang samasekali tidak mau menambah bunyi Pasal 7 ayat (6) itu dengan ayat (6a) UU APBN-P itu. Kalau ada 3 opsi, maka DPR akan gagal ambil keputusan, karena tidak satu usulpun akan mencapai dukungan mayoritas. Dalam menit terakhir menjelang voting, PD rubah haluan ikut Golkar, sehingga mayoritas anggota DPR memilih opsi Golkar yang didukung PD, PPP, PAN dan PKB. Dengan demikian mereka mampu mengalahkan keinginan PDIP, PKS dan Gerindra yang tidak mau menaikkan BBM. Harga BBM bisa dinaikkan, tapi bukan usul versi PD, melainkan versi Golkar.
Kalau usul PD itu yang menang, maka 1 April pastilah harga BBM naik. Sebab lonjakan harga ICP sudah rata-rata di atas 10 persen. Tapi karena ikut versi Golkar, maka kenaikan tak terjadi, sebab lonjakan harus dihitung rata-rata 15 persen dalam 6 bulan, dan prosentase itu belum tercapai. Tapi, dengan versi Golkar itu, Pemerintah menjadi leluasa untuk menaikkan atau menurunkan harga BBM, jika dalam waktu 6 bulan ke depan ini lonjakan ICP telah mencapai angka rata-rata 15 persen, tanpa memerlukan persetujuan DPR lagi.
Kalau kemauan PD yang menang, harga BBM naik 1 April, atau suatu ketika naik jika telah sesuai dengan bunyia Pasal 7 ayat (6a), maka program kompensasi Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM, sejenis BLT dulu) segera berjalan. Masyarakat miskin yang dapat kompensasi itu jumlahnya 18,5 juta kepala keluarga. Besarnya bantuan telah dianggarkan dalam APBN yakni sebesar Rp 150 ribu untuk setiap kepala keluarga setiap bulan selama 6 bulan. Kalau satu keluarga rata-rata terdiri atas 4 orang, maka jumlah rakyat yang menikmati BLSM ini berjumlah 74 juta orang. Angka ini potensial untuk mendukung PD dalam Pemilu mendatang, termasuk mendukung pasangan Capres-Cawapres yang mereka usung. Iklan-iklan nanti akan bermunculan di televisi, berisi ucapan terima kasih rakyat kecil kepada Pak SBY dan PD yang telah bermurah hati memberikan bantuan BLSM. Orang kecil akan mengira, dan akhirnya bukan mustahil akan percaya, bantuan ini memang benar-benar datang dari Pak SBY dan PD sebagai partai berkuasa. Padahal asal uang itu, uang rakyat juga, yang dianggarkan melalui APBN.
Menjelang Pemilu 2014, dengan melihat trend yang terjadi setahun belakangan ini, ada kemungkinan harga minyak dunia akan turun. Bukan mustahil pula, Pak SBY akan muncul di televisi mengumumkan harga BBM turun. Rakyatpun senang. Simpati kian bertambah, citra akan naik, dan berkahpun akan datang. Opini rakyat kecil dengan mudah dapat dipermainkan dan dibentuk melalui iklan-iklan. Semua ini akan membawa berkah yang luar biasa bagi PD untuk meraup suara dalam Pemilu 2014, sama halnya dengan Pemilu 2009, melalui cara yang hampir sama. Maklumlah orang kecil dan miskin, opininya mudah dibentuk untuk kemudian digiring ke satu arah sesuai kemauan orang yang punya hajat, melalui iklan-iklan di televisi dan radio-radio, yang selalu ditonton dan didengar rakyat kecil di seantero negeri.
Analisis saya di atas, mungkin saja didasari su’udzdzan. Namun apa yang saya tulis didasarkan pada pengalaman naik-turunnya harga BBM dalam kurun waktu 2004-2009 dan munculnya iklan-iklan di televisi dan radio berisi ucapan terima kasih rakyat kecil kepada Pak SBY. Banyak di antara kita yang sudah lupa dengan kejadian itu. Bisa saja terulang, tapi bisa juga tidak, tentunya. Namanya saja analisis sosial dan politik, tidaklah bersifat matematis tentunya…
BBM TIDAK NAIK 1 APRIL TIDAK MENYURUTKAN LANGKAH YUSRIL UNTUK MENGUJI UNDANG-UNDANG APBN-P KE MAHKAMAH KONSTITUSI
Keterangan pers Presiden malam ini yang menyatakan bahwa menaikkan harga BBM bersubsidi adalah langkah terakhir, tidaklah menyurutkan langkah Yusril Ihza Mahendra untuk melakukan uji formil dan materil UU APBN Perubahan yang baru disahkan tanggal 31 Maret dinihari kemarin. Karena besarnya penolakan masyarakat dan juga penolakan sebagian anggota DPR, Pemerintah akhirnya tidak menaikkan harga BBM bersubsidi tanggal 1 April sebagaimana direncanakan semula.
“Walaupun tidak jadi naik tanggal 1 April, namun Pasal 7 ayat 6a UU APBN Perubahan telah memberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk menaikkan atau menurunkan harga eceren BBM bersubsidi kapan saja dalam kurun waktu enam bulan, kalau kenaikan rata-rata harga produksi minyak Indonesia mencapai angka 15 persen” kata Yusril. Pasal UU APBN Perubahan ini dinilainya tidak mengandung kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Lagipula, pasal itu memberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk menaikkan harga BBM tanpa memerlukan persetujuan DPR lagi. “Ini juga menabrak Pasal 33 UUD 1945 seperti ditafsirkan Mahkamah Konstitusi (MK)” tegasnya.
Sebagaimana diketahui di tahun 2003, MK pernah membatalkan salah satu pasal UU No 22 Tahun 2001 tentang MInyak dam Gas Bumi menyerahkan harga jual BBM kepada mekanisme pasar, sehingga harganya naik-turun mengikuti fluktuasi harga minyak dunia. MK menganggap pasal itu bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945, mengingat minyak dan gas adalah kekayaan alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan berada dalam penguasaan negara. “Jadi harga jualnya harus berada di bawah kendali Pemerintah dengan persetujuan DPR sebagai wakil rakyat” kata Yusril.
Selain menabrak UUD 1945, Yusril juga mengatakan bahwa Pasal 7 ayat 6 dan 6a setelah perubahan, tidaklah memenuhi syarat-syarat formil pembentukan sebuah undang-undang sebagaimana diatur dalam UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. “Kedua ayat itu saling bertabrakan satu sama lain” kata Yusril. Prosedur perubahan UU APBN tersebut, menurut Yusril, juga melanggar ketentuan, sehingga secara formil maupun materil dapat dibatalkan oleh MK
TENTANG PASAL 7 AYAT 6A TABRAK UUD 1945
Saya sudah telaah bahwa Pasal 7 ayat 6a RUU APBN-P yang telah disepakati oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan siap disahkan dan diundangkan oleh Pemerintah, menabrak Pasal 33 UUD 1945 seperti ditafsirkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Saya sedang mempersiapkan draf Uji Formil dan Materil ke MK. Tetapi, belum bisa langsung dilakukan dalam waktu dekat. Belum bisa didaftarkan ke MK karena harus menunggu Perubahan Undang-Undang APBN tersebut disahkan dan diundangkan lebih dulu oleh Presiden.
Pengujian tidak hanya materil, karena bertentangan dengan pasal 33 dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, tapi juga formil karena menabrak syarat-syarat formil pembentukkan UU sebagaimana diatur dalam UU Nomor 2 tahun 2011.
Norma Pasal 7 ayat 6a yang menyebutkan bahwa, “Dalam hal harga rata-rata ICP dalam kurun waktu kurang dari 6 bulan berjalan mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 15 persen, pemerintah diberi kewenangan menyesuaikan harga BBM bersubsidi dengan kebijakan pendukungnya”, selain mengabaikan kedaulatan rakyat dalam menetapkan APBN juga mengabaikan asas kepastian hukum dan keadilan, sehingga potensial dibatalkan oleh MK.
Mohon dukungan doa.
Sumber : https://www.facebook.com/profile.php?id=100002470798411&sk=wall
Teatrikal Politik Berlagak Heroik
Oleh : M. Iqbal Iskandar.
Gerakan mahasiswa dan buruh yang mewakili masyarakat kecil kian menggema menghiasi media massa beberapa waktu ini. Semakin lama gerakan ini pun semakin mengarah pada tindakan – tindakan yang brutal dan anarki. Ini jelas sangat tidak diharapkan karena akan merugikan orang – orang yang sebetulnya tidak bersalah dan sama-sama dirugikan akibat rencana kenaikan BBM oleh Pemerintah pada tanggal 1 april nanti. Perjuangan dibawah terik matahari dan perut yang belum terisi tak lantas menyurutkan niat mahasiswa dan buruh melawan kebijakan pemerintah yang dianggap akan semakin menambah beban kaum buruh, petani dan rakyat miskin kota . Mereka tetap lantang berteriak satu suara, suara pembebasan akan penindasan.
Sampai hari ini, semakin santer saja isu-isu mengenai pelumpuhan ekonomi beberapa kota di Indonesia melalui aksi demonstrasi semua elemen masyarakat baik dari Aktivis Mahasiswa, LSM, gerakan gerakan buruh, petani dan himbauan para tokoh-tokoh Nasional.
Namun yang sedikit menarik adalah melihat ‘teatrikal politik berlagak heroik’ yang dipertunjukkan oleh beberapa partai, baik dari partai pendukung pemerintah maupun partai oposisi.
Dari Istana, juru bicara Kepresidenan, Julian Aldrin Pasha mengatakan bahwa kebijakan menaikkan BBM memang tidak populer, namun harus diambil pemerintah sebab keuangan pemerintah tidak mampu menanggung beban subsidi BBM yang melonjak akibat meroketnya kenaikan minyak dunia dari US$90 per barel menjadi US$120 per barel. Bila tidak menaikkan harga BBM maka berbagai program pembangunan akan terancam kelangsungannya. Mulai dari infrastruktrur, pendidikan dan lain sebagainya.
Sementara dari partai oposisi pemerintah PDIP, Arif Budimanta membantah bahwa alasan keuangan Pemerintah, tidak mampu menanggung beban subsidi sehingga harus menaikkan harga BBM tidak seluruhnya benar. Alasannya, dikarenakan Pemerintah selama ini telah memperoleh penghasilan terkait dengan pajak tambahan negara dari Migas senilai Rp40 triliun dan pajak perdagangan internasional Rp4 triliun. Sehingga PDIP memberikan opsi diantaranya agar pemerintah memberlakukan UU cukai agar dapat menaikkan barang barang tertentu seperti minuman bersoda dan bumbu penyedap serta menyerukan Badan Kebijakan Fiskal dan Pemerintah agar menaikkan bea cukai dan produk batubara.
Tidak hanya itu, PDIP selaku partai yang paling getol menyuarakan ketidak sepakatannya dengan kebijakan Pemerintah bahkan sampai menginstruksikan kepada kadernya untuk ikut aksi bersama masyarakat. Dan terbukti di beberapa aksi, terlihat beberapa kader PDIP yang mengambil momen dengan orasi bersama masyarakat di antaranya Wakil Walikota Solo, Hadi Rudyatmo dan Wakil Walikota Surabaya, Bambang Dwi Hartono.
Mendagri Gerah
Melihat hal tersebut, membuat Mendagri Gamawan Fauzi gerah dan mengatakan bahwa kepala daerah yang menolak keputusan pemerintah pusat seperti kenaikan harga bahan bakar minyak bisa dikenai sanksi pemberhentian karena tak mentaati sistem. Penyebab kepala daerah diberhentikan, menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 adalah melanggar sumpah jabatan untuk taat dan patuh. apa yang dikatakan Gamawan Fauzi berbanding terbalik dengan apa yang dilakukannya ketika masih menjadi Gubernur Sumatera Barat tahun 2005. Ia bersama mahasiswa dan beberapa anggota DPRD Sumbar kala itu juga ikut berdemo menolak kenaikan BBM.
Mungkin sebagian masyarakat menyambut positif, tetapi sebagian lagi bisa beranggapan bahwa ini adalah momen pencitraan agar partai nya terlihat baik dan bisa dijadikan instrumen politik ketika kampanye pemilihan kepala daerah, legislatif ataupun pemilihan presiden.
Mengapa demikian? perlu diingat bahwa bulan Januari Ibu Megawati Soekarno Putri selaku pimpinan tertinggi di PDIP, juga pernah menyerukan kepada pemerintah agar segera menaikkan harga BBM. Mengutip pemberitaan Tempo.co pada 10 Januari 2012, Megawati berpendapat “ketegangan antara Iran dan Amerika di Selat Hormuz berdampak pada harga BBM termasuk di Indonesia . Realitas international itu harus benar-benar diperhatikan. Menaikkan Harga BBM paling realistis”, ucap Mega.
Ucapan Megawati jelas bertolak belakang dengan sikap PDIP saat ini yang menolak habis-habisan kenaikan harga BBM, disaat Pemerintah merealisasikan seruan beliau untuk menaikkan harga BBM.
Di Sekretariat Gabungan (Setgab) pun demikian. PKS selaku partai pendukung pemerintah sempat menolak kenaikan BBM dan memberikan opsi-opsi yang bisa diambil pemerintah sebagai solusi agar dana APBN tidak jebol akibat kenaikan harga minyak dunia. Namun yang terjadi di saat-saat akhir, ternyata PKS takluk setelah diancam akan dikeluarkan dari Setgab sehingga kemudian membatalkan penolakannya atas kebijakan Pemerintah. Bila PKS benar-benar berpihak kepada rakyat, mengapa PKS tidak berani mengambil sikap? Atau jangan-jangan PKS dari awal telah mendukung pemerintah untuk menaikkan BBM?
Cari Solusi
Baik Pemerintah, oposisi, pengamat, ahli dan tokoh-tokoh nasional harusnya bersatu mencari solusi demi menjaga keutuhan bangsa. Bukan malah mengambil keuntungan dari setiap permasalahan yang dihadapi.
Kita harusnya jeli melihat permasalahan yang terjadi. Opsi-opsi yang diberikan oleh PDIP dan PKS adalah opsi yang bisa dijadikan alternatif bagi presiden SBY namun opsi ini adalah opsi jangka panjang yang tidak mungkin direalisasikan dalam jangka waktu setahun atau dua tahun sementara harga minyak dunia yang terus meroket.
Yang harus kita ketahui sebetulnya adalah siapa yang paling ‘tersiksa’ akibat kenaikan BBM ini. Merekalah petani, buruh pabrik, buruh kasar, nelayan, supir angkutan umum dan masyarakat miskin lainnya. Mereka pusing dengan teori-teori ilmiah, mereka tidak mengerti dengan pencitraan, perdebatan-perdebatan terkadang mereka anggap sebagai hiburan. Mereka sangat polos sehingga sangat mudah dipolitisasi oleh pihak – pihak yang ingin mengambil momen di 2014.
Bagi mereka yang terpenting adalah beban hidup mereka tidak bertambah akibat kenaikan harga BBM ini, karena yang terbayang dalam benak mereka adalah bila harga BBM naik maka biaya transportasi akan naik, biaya kebutuhan pokok akan naik, biaya pendidikan akan naik, oleh sebab itu pemerintah harus jeli bagaimana caranya ‘mensiasati’ pengambilan kebijakan agar tidak disalahartikan oleh masyarakat.
Kebijakan menaikkan BBM jangan dijadikan momentum pencitraan yang ditunjukkan lewat aksi teatrikal yang berlagak heroik, tetapi lebih kepada bagaimana memberikan solusi alternatif yang bisa meredam amarah rakyat dari kegerahan akan situasi ekonomi, hukum dan politik saat ini.***
Penulis Ketua BEM Fakultas Hukum UMSU.
Yusril: Demokrat akan Raup Popularitas Jika Harga Minyak Dunia Turun
Senin, 02/04/2012 03:43 WIBYusril menyasar pada jumlah penduduk miskin penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang menurut angka perhitungannya tembus sampai 74 juta orang. Angka ini, lanjut Yusril, potensial untuk mendukung PD dalam Pemilu mendatang, termasuk mendukung pasangan Capres-Cawapres yang mereka usung.
"Iklan-iklan nanti akan bermunculan di televisi, berisi ucapan terima kasih rakyat kecil kepada Pak SBY dan PD yang telah bermurah hati memberikan bantuan BLSM," tutur Yusril dalam rilisnya yang diterima detikcom, Senin (2/4/2012).
"Orang kecil akan mengira, dan akhirnya bukan mustahil akan percaya, bantuan ini memang benar-benar datang dari Pak SBY dan PD sebagai partai berkuasa. Padahal asal uang itu, uang rakyat juga, yang dianggarkan melalui APBN," sambungnya.
Yusril menilai, menjelang Pemilu 2014, dengan melihat trend yang terjadi setahun belakangan ini, ada kemungkinan harga minyak dunia akan turun. Bukan mustahil pula, lanjutnya, SBY akan muncul di televisi mengumumkan harga BBM turun.
"Rakyat pun senang. Simpati kian bertambah, citra akan naik, dan berkahpun akan datang. Opini rakyat kecil dengan mudah dapat dipermainkan dan dibentuk melalui iklan-iklan. Semua ini akan membawa berkah yang luar biasa bagi PD untuk meraup suara dalam Pemilu 2014," tuding Yusril.
Yusril mengatakan analisinya ini didasari oleh apa yang terjadi pada 2004-2009 silam.
"Analisis saya di atas, mungkin saja didasari su'udzdzan. Namun apa yang saya tulis didasarkan pada pengalaman naik-turunnya harga BBM dalam kurun waktu 2004-2009 dan munculnya iklan-iklan di televisi dan radio berisi ucapan terima kasih rakyat kecil kepada Pak SBY," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar