Maftuh Basyuni: Azan Seharusnya dengan Suara Keras
Selasa, 01 Mei 2012, 08:40 WIB
Seorang muazin saat mengumandangkan azan di salah satu masjid di Jakarta.
REPUBLIKA.CO.ID, MENADO- Mantan Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni akhirnya ikut mengomentari tentang azan yang dikumandangkan dari sejumlah masjid, terutama menjelang pelaksanaan shalat, terkait pernyataan Wapres Boediono baru-baru ini.
"Saya setuju harus keras," kata Maftuh yang juga sebagai pengurus Masjid Agung At-Tin, Jakarta Timur, melalui telepon dari Jakarta, Selasa.
Sebelumnya pada Muktamar VI Dewan Masjid Indonesia (DMI) di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Wakil Presiden Boediono, ketika membuka acara Muktamar VI Dewan Masjid Indonesia (DMI) di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, meminta agar umat Islam lebih memperhatikan masjid sebagai pusat peribadatan. Termasuk soal pengeras suara saat azan.
Wakil Presiden Boediono mengatakan, azan yang terdengar sayup-sayup dari jauh terasa lebih merasuk ke sanubari dibanding suara yang terlalu keras, menyentak, dan terlalu dekat ke telinga. Karena itu, Wapres minta Dewan Masjid Indonesia untuk mulai membahas tentang pengaturan penggunaan pengeras suara di masjid.
Menurut Boediono, seluruh umat Islam memahami bahwa azan adalah panggilan suci bagi umat Islam untuk melaksanakan kewajiban salatnya. Namun di lain sisi Al-Quran pun mengajarkan kepada umat Islam untuk merendahkan suara sambil merendahkan hati ketika berdoa memohon bimbingan dan petunjuk-Nya.
Harus keras
Menanggapi pernyataan itu, Maftuh Basyuni mengatakan seharusnya azan dikumandangkan dengan suara keras. Pihaknya setuju hal itu, katanya.
Tetapi, lanjut dia, harus diperhatikan kondisi sekitar. Seperti di Jakarta ketika menjelang subuh. Di sejumlah masjid sudah diumumkan ajakan atau imbauan kepada umat Muslim agar segera bangun untuk menunaikan Shalat Subuh. Tapi ada masjid, kadang terdengar suara canda anak kecil melalui pengeras suara, disusul dengan bacaan shalawat.
Setelah itu, kegiatan di masjid berlanjut dengan azan dengan keras melalui pengeras suara. Lantas usai shalat berlanjut dengan zikir, juga dilakukan dengan pengeras suara.
Keadaan yang seperti ini sebetulnya bisa diatur oleh pengurus masjid setempat secara bijaksana. Tentu dengan memperhatikan dan menyesuaikan kondisi lingkungan masyarakat setempat. Bisa saja, usai azan tak perlu lagi aktivitas yang ada di dalam masjid didukung dengan pengeras suara.
Jika seluruh aktivitas di dalam memakai pengeras suara, maka jelas akan mengganggu orang lain. Bahkan bagi yang sedang sakit akan merasa terganggu. Dan lebih parahnya lagi, ada orang di masjid menyetel bacaan Al Quran, sementara petugas masjidnya tidur nyenyak. Hal ini harus dihindari. Karena itu, menurut dia, baiknya setelah azan, pengeras suara lebih baik diarahkan ke dalam masjid.
Tapi yang jelas, azan - sebagai tanda panggilan bagi umat muslim untuk shalat - itu memang harus disuarakan dengan keras, katanya. Redaktur: Yudha Manggala P Putra. Sumber: Antara
PWNU Jatim Kecam Pernyataan Wapres Soal Pengaturan Azan
Saturday, 28 April 2012, 03:03 WIB
Wapres Boedion
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pernyataan Wakil Presiden, Boediono soal pengaturan Azan di Muktamar Dewan Masjid Indonesia, Jumat (27/4) menuai kecaman dari Ketua PWNU Jawa Timur, Mutawakkil Alallah.
Menurut Mutawakkil, pernyataan Wapres untuk mengatur suara Azan justru dapat memancing konflik horizontal di masyarakat.
Ia menilai Wapres tersebut seolah tidak mengetahui ketetapan dan aturan mendirikan tempat ibadah di Indonesia. Menurut dia, dalam izin pendirian tempat ibadah baik masjid maupun tempat ibadah yang lain, pasti harus disetujui oleh masyarakat setempat.
Jika tidak, lanjut Mutawakkil, tempat ibadah tidak akan diizinkan berdiri. Setelah berdiri, maka masyarakat sekitar harus mau bertoleransi untuk kegiatan yang dilakukan di tempat ibadah tersebut. Lagipula, kata dia, Azan dikumandangkan dari tempat umum bukan dari rumah ke rumah.
"Ungkapan wapres memancing timbulnya konflik horizontal berbau SARA," kata Mutawakkil pada Republika, Jumat (27/4).
Menurut Mutawakkil, pernyataan Wapres menunjukkan bahwa orang nomor dua di Indonesia itu bukanlah sosok Pancasilais. Pasalnya, sila pertama dalam Pancasila adalah 'Ketuhanan Yang Maha Esa'. Pasal itu tentang ibadah dan beragama. Selain itu, kata dia, seharusnya Wapres lebih fokus untuk menyelesikan masalah krusial di negeri ini dibandingkan merespons masalah pengaturan suara Azan seperti kemiskinan dan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Mutawakkil yakin, bahwa hanya segelintir orang yang protes karena terganggu dengan suara Azan. Terlebih suara Azan dikumandangkan bukan di waktu-waktu istirahat seperti waktu tidur di malam hari. Azan dikumandangkan saat orang harus beraktivitas. Artinya, seharusnya tidak ada yang terganggu istirahatnya karena mendengar suara Azan.
"Paling pagi saat Subuh, itupun dikumandangkan saat masyarakat akan memulai aktifitas pagi," tambahnya.
Berdirinya masjid, tambahnya, pasti karena di wilayah itu mayoritas masyarakatnya Muslim. Dengaan itu Azan dikumandangkan dengan keras untuk memberitahu bahwa waktu Sholat telah tiba hingga menjangkau tempat paling jauh.
Fungsi yang kedua, Azan dimaksudkan untuk mengajak umat muslim menunaikan Sholat berjama'ah di Masjid. Dan yang ketiga, kata Mutawakkil, adalah sebagai pendidikan moral bagaimana bertoleransi antar pemeluk agama dalam masyarakat. Hal itu bukan hanya berlaku untuk suara Azan di masjid, juga kegiatan di tempat ibadah lain. Redaktur: Heri Ruslan. Reporter: Agus Rahardjo.
Inilah Pidato Wapres tentang Pengaturan Azan.
Minggu, 29 April 2012, 18:00 WIB. http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/04/29/m38ijc-inilah-pidato-wapres-tentang-pengaturan-azan.
PWNU Jatim Kecam Pernyataan Wapres Soal Pengaturan Azan
Saturday, 28 April 2012, 03:03 WIB
Wapres Boedion
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pernyataan Wakil Presiden, Boediono soal pengaturan Azan di Muktamar Dewan Masjid Indonesia, Jumat (27/4) menuai kecaman dari Ketua PWNU Jawa Timur, Mutawakkil Alallah.
Menurut Mutawakkil, pernyataan Wapres untuk mengatur suara Azan justru dapat memancing konflik horizontal di masyarakat.
Ia menilai Wapres tersebut seolah tidak mengetahui ketetapan dan aturan mendirikan tempat ibadah di Indonesia. Menurut dia, dalam izin pendirian tempat ibadah baik masjid maupun tempat ibadah yang lain, pasti harus disetujui oleh masyarakat setempat.
Jika tidak, lanjut Mutawakkil, tempat ibadah tidak akan diizinkan berdiri. Setelah berdiri, maka masyarakat sekitar harus mau bertoleransi untuk kegiatan yang dilakukan di tempat ibadah tersebut. Lagipula, kata dia, Azan dikumandangkan dari tempat umum bukan dari rumah ke rumah.
"Ungkapan wapres memancing timbulnya konflik horizontal berbau SARA," kata Mutawakkil pada Republika, Jumat (27/4).
Menurut Mutawakkil, pernyataan Wapres menunjukkan bahwa orang nomor dua di Indonesia itu bukanlah sosok Pancasilais. Pasalnya, sila pertama dalam Pancasila adalah 'Ketuhanan Yang Maha Esa'. Pasal itu tentang ibadah dan beragama. Selain itu, kata dia, seharusnya Wapres lebih fokus untuk menyelesikan masalah krusial di negeri ini dibandingkan merespons masalah pengaturan suara Azan seperti kemiskinan dan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Mutawakkil yakin, bahwa hanya segelintir orang yang protes karena terganggu dengan suara Azan. Terlebih suara Azan dikumandangkan bukan di waktu-waktu istirahat seperti waktu tidur di malam hari. Azan dikumandangkan saat orang harus beraktivitas. Artinya, seharusnya tidak ada yang terganggu istirahatnya karena mendengar suara Azan.
"Paling pagi saat Subuh, itupun dikumandangkan saat masyarakat akan memulai aktifitas pagi," tambahnya.
Berdirinya masjid, tambahnya, pasti karena di wilayah itu mayoritas masyarakatnya Muslim. Dengaan itu Azan dikumandangkan dengan keras untuk memberitahu bahwa waktu Sholat telah tiba hingga menjangkau tempat paling jauh.
Fungsi yang kedua, Azan dimaksudkan untuk mengajak umat muslim menunaikan Sholat berjama'ah di Masjid. Dan yang ketiga, kata Mutawakkil, adalah sebagai pendidikan moral bagaimana bertoleransi antar pemeluk agama dalam masyarakat. Hal itu bukan hanya berlaku untuk suara Azan di masjid, juga kegiatan di tempat ibadah lain. Redaktur: Heri Ruslan. Reporter: Agus Rahardjo.
Inilah Pidato Wapres tentang Pengaturan Azan.
Minggu, 29 April 2012, 18:00 WIB. http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/04/29/m38ijc-inilah-pidato-wapres-tentang-pengaturan-azan.
PWNU Jatim Kecam Pernyataan Wapres Soal Pengaturan Azan
Saturday, 28 April 2012, 03:03 WIB
Wapres Boedion
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pernyataan Wakil Presiden, Boediono soal pengaturan Azan di Muktamar Dewan Masjid Indonesia, Jumat (27/4) menuai kecaman dari Ketua PWNU Jawa Timur, Mutawakkil Alallah.
Menurut Mutawakkil, pernyataan Wapres untuk mengatur suara Azan justru dapat memancing konflik horizontal di masyarakat.
Ia menilai Wapres tersebut seolah tidak mengetahui ketetapan dan aturan mendirikan tempat ibadah di Indonesia. Menurut dia, dalam izin pendirian tempat ibadah baik masjid maupun tempat ibadah yang lain, pasti harus disetujui oleh masyarakat setempat.
Jika tidak, lanjut Mutawakkil, tempat ibadah tidak akan diizinkan berdiri. Setelah berdiri, maka masyarakat sekitar harus mau bertoleransi untuk kegiatan yang dilakukan di tempat ibadah tersebut. Lagipula, kata dia, Azan dikumandangkan dari tempat umum bukan dari rumah ke rumah.
"Ungkapan wapres memancing timbulnya konflik horizontal berbau SARA," kata Mutawakkil pada Republika, Jumat (27/4).
Menurut Mutawakkil, pernyataan Wapres menunjukkan bahwa orang nomor dua di Indonesia itu bukanlah sosok Pancasilais. Pasalnya, sila pertama dalam Pancasila adalah 'Ketuhanan Yang Maha Esa'. Pasal itu tentang ibadah dan beragama. Selain itu, kata dia, seharusnya Wapres lebih fokus untuk menyelesikan masalah krusial di negeri ini dibandingkan merespons masalah pengaturan suara Azan seperti kemiskinan dan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Mutawakkil yakin, bahwa hanya segelintir orang yang protes karena terganggu dengan suara Azan. Terlebih suara Azan dikumandangkan bukan di waktu-waktu istirahat seperti waktu tidur di malam hari. Azan dikumandangkan saat orang harus beraktivitas. Artinya, seharusnya tidak ada yang terganggu istirahatnya karena mendengar suara Azan.
"Paling pagi saat Subuh, itupun dikumandangkan saat masyarakat akan memulai aktifitas pagi," tambahnya.
Berdirinya masjid, tambahnya, pasti karena di wilayah itu mayoritas masyarakatnya Muslim. Dengaan itu Azan dikumandangkan dengan keras untuk memberitahu bahwa waktu Sholat telah tiba hingga menjangkau tempat paling jauh.
Fungsi yang kedua, Azan dimaksudkan untuk mengajak umat muslim menunaikan Sholat berjama'ah di Masjid. Dan yang ketiga, kata Mutawakkil, adalah sebagai pendidikan moral bagaimana bertoleransi antar pemeluk agama dalam masyarakat. Hal itu bukan hanya berlaku untuk suara Azan di masjid, juga kegiatan di tempat ibadah lain. Redaktur: Heri Ruslan. Reporter: Agus Rahardjo.
Inilah Pidato Wapres tentang Pengaturan Azan.
Minggu, 29 April 2012, 18:00 WIB. http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/04/29/m38ijc-inilah-pidato-wapres-tentang-pengaturan-azan.
Wakil Presiden RI, Boediono
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pidato Wakil Presiden Boediono dalam pembukaan Mukatamar VI Dewan Masjid Indonesia beberapa hari yang lalu menuai kecaman. Kala itu, Boediono meminta Dewan Masjid Indonesia untuk mengatur penggunaan pengeras suara untuk azan di masjid agar lebih enak di dengar oleh masyarakat. Sontak hal ini menuai kecaman sejumlah kalangan.
Ketua PWNU Jawa Timur, Mutawakkil Alallah, menilai pernyataan Wapres untuk mengatur suara Azan justru dapat memancing konflik horizontal di masyarakat.
Sebab, apa yang dikatakan Wapres seolah tidak mengetahui ketetapan dan aturan mendirikan tempat ibadah di Indonesia. Dalam izin pendirian tempat ibadah baik masjid maupun tempat ibadah yang lain, pasti harus disetujui masyarakat setempat. Jika tidak, tempat ibadah tidak akan diizinkan berdiri.
Setelah berdiri, maka masyarakat sekitar harus mau bertoleransi untuk kegiatan yang dilakukan di tempat ibadah tersebut. Lagipula, kata dia, Azan dikumandangkan dari tempat umum bukan dari rumah ke rumah.
"Ungkapan wapres memancing timbulnya konflik horizontal berbau SARA," kata Mutawakkil pada Republika, Jumat (27/4).
Berikut teks utuh pidato Wakil Presiden Boediono.
Sambutan Wakil Presiden RI pada Pembukaan Muktamar Dewan Masjid Indonesia (DMI) ke-6 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, 27 April 2012.
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Pertama-tama marilah kita bersama memanjatkan puji dan syukur kita kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya hingga kita dapat berkumpul bersama di tempat ini pada acara Muktamar Dewan Masjid Indonesia Ke-6 Tahun 2012.
Saya juga ingin menyampaikan rasa bahagia dapat hadir di majelis yang Insya Allah dimuliakan oleh Allah SWT, bersama para Pengurus Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah Wakil Takmir Masjid Raya Provinsi, serta Badan Otonom Dewan Masjid Indonesia.
Sebelum saya melanjutkan sambutan, pada kesempatan pertama ini saya ingin menyampaikan salam hangat dari Bapak Presiden kepada Saudara-saudara. Dikarenakan beliau ada kegiatan lain yang tidak bisa ditinggalkan, saya diminta mewakili beliau untuk menghadiri pembukaan Muktamar Dewan Masjid Indonesia kali ini.
Saudara Pimpinan Dewan Masjid Indonesia, Para Peserta Muktamar dan Hadirin yang Saya Hormati,
Muktamar Ke-6 Dewan Masjid Indonesia ini memiliki arti yang penting sebagai forum permusyawaratan tertinggi di dalam organisasi Dewan Masjid Indonesia.
Kesempatan ini pula merupakan momentum yang baik untuk melakukan refleksi, evaluasi sekaligus perencanaan program/kegiatan untuk mewujudkan fungsi masjid sebagai pusat ibadah Mahdoh (ritual) dan pusat ibadah Muamalah (sosial kemasyarakat).
Dalam kesempatan lain, pernah saya sampaikan bahwa Masjid merupakan satu institusi sentral dalam peradaban Islam dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah umat Islam.
Dari masjidlah, tumbuh dan berkembang khazanah pemikiran dan keilmuan serta strategi pemberdayaan dan penguatan kapasitas umat Islam.
Masjid sejatinya selain menjadi basis ideologi dan spiritual umat Islam, juga berperan sebagai wahana untuk memfasilitasi berbagai upaya pemberdayaan dan penguatan kapasitas umat di bidang pendidikan, ekonomi, sosial, budaya serta berbagai bidang lainnya.
Untuk itu saya memandang sangat tepat Muktamar kali ini mengangkat tema: "Revitalisasi dan Reaktualisasi Peranan Masjid Sesuai Sunnah Rasul".
Saudara-Saudara sekalian, Bagi seorang Muslim, masjid adalah lembaga terpenting setelah rumah dan tempat kerja. Dia merupakan pusat kegiatan komunitas Muslim, tempat bersosialisasi, dan tempat kembali mensucikan dan mendekatkan diri ke Sang Pencipta.
Menurut para ahli, masjid berasal dari akar kata yang sama dengan sujud, posisi dalam sholat dimana seorang Muslim meletakkan keningnya ke tanah sebagai tanda kepasrahan dan ketaatan total kepada kehendak Ilahi.
Bangunan masjid dengan kubah dan menaranya konon menyimbolkan monotheisme Islam dalam bentuk Tauhid serta kesatuan dan persatuan umat Islam.
Pada kesempatan yang saya sebut tadi, saya juga menyampaikan bahwa di samping mengembalikan masjid sebagai tempat membangun kembali peradaban umat, masjid juga ditantang untuk menyebarkan Islam sebagai agama yang damai dan penuh rahmat Ilahi.
Dari berbagai sumber, diperkirakan jumlah masjid dan mushola di seluruh Indonesia saat ini hampir mencapai 1 juta masjid.
Tidak pelak lagi bahwa masjid mempunyai peran dalam membangun karakter bangsa. Karenanya, disamping sebagai tempat ibadah bersama, pemrakarsa masjid juga diharapkan sungguh-sungguh memperhatikan agenda dan kepengurusan masjid.
Kita semua berkepentingan agar masjid dijaga jangan sampai jatuh ketangan mereka yang menyebarkan gagasan yang tidak Islami seperti radikalisme, fanatisme sektarian, permusuhan terhadap agama dan kepercayaan orang lain, dan anjuran-anjuran provokatif yang bisa berujung kepada tindak kekerasan dan terorisme.
Islam adalah agama yang sangat toleran. Islam mengajarkan kepada kita bahwa jalan terbaik adalah jalan tengah.
Saudara-saudara, Salah satu keunikan agama Islam sebagai agama wahyu terakhir adalah adanya kesatuan arah dalam beribadah.
Dari masjid di seluruh dunia, ketika menghadap Rabbul alamin dalam sholat maupun berdoa, kita semua menghadapkan tubuh kita ke arah yang sama yakni Baitullah Ka'bah di Mekkah. Mengikuti peredaran waktu dan matahari, tidak satu detikpun di seantero planet bumi ini lepas dari suara azan karena waktu sholat yang berbeda-beda.
Allah juga memberi ganjaran berlipat bagi Muslim yang sholat berjamaah dari pada yang sholat sendirian. Kesatuan arah dan kebersamaan ini adalah salah satu inti ajaran Islam dimana umat Islam dituntut bersatu dan bersama dalam menjalankan kebaikan.
Sebagaimana kita bangsa Indonesia selalu berupaya menjaga kesatuan dan persatuan bangsa yang majemuk ini, pemerintah mengharapkan agar Dewan Masjid Indonesia terus menerus menjaga persatuan dan kebersamaan dalam perbedaan diantara berbagai agama yang ada di Indonesia dan sekaligus menjauhkan umat dari sikap tidak toleran, apalagi sikap sesat yang menyesatkan diantara umat Islam sendiri.
Surga Tuhan sangatlah terlalu luas untuk menampung berbagai jalan yang ditempuh hambanya menuju kehidupan abadi di akhirat.
Para Hadirin yang Berbahagia, Masjid juga merupakan usaha bersama yang harus dikelola secara profesional. Imam masjid tentu adalah orang benar-benar fasih dan memahami seluk beluk aturan agama, dan pengurus masjid adalah pengelola yang berkomitmen dan mampu menjaga dan memelihara bangunan dan seluruh aspek kegiatan masjid.
Salah satu hal yang ingin saya sampaikan di sini terkait dengan gerakan nasional yang akan dicanangkan Bapak Presiden, yaitu masalah kebersihan. Kita semua pernah mendengar atau membaca hadis Rasulullah SAW yang terkenal yang mengatakan bahwa Kebersihan adalah bagian dari iman.
Setiap mukmin harus menjaga kebersihan dirinya dan lingkungannya.
Masjid sebagai tempat suci untuk melaksanakan ibadah yang diperintahkan Tuhan harus menjadi contoh sebagai tempat paling bersih di antara tempat-tempat lain. Kebersihan, terutama di tempat kita berwudhu, serta aroma yang sedap di lingkungan masjid akan menambah kekhusyukan kita dalam beribadah. Kebersihan yang dimulai dari masjid akan menularkan kebiasaan bersih di lingkungan lain seperti rumah, sekolah, dan tempat kita bekerja.
Perkenankan saya menyampaikan satu hal lagi yang berkaitan dengan pengelolaan masjid. Dalam rangka mensyiarkan Islam dan memberikan citra positif bagi umat Islam, kita di Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia dapat memberikan contoh-contoh yang baik bagi dunia Islam.
Dewan Masjid Indonesia kiranya juga dapat mulai membahas, umpamanya, tentang pengaturan penggunaan pengeras suara di masjid-masjid.
Kita semua sangat memahami bahwa adzan adalah panggilan suci bagi umat Islam untuk melaksanakan kewajiban sholatnya.
Namun demikian,apa yang saya rasakan barangkali juga dirasakan oleh orang lain, yaitu bahwa suara adzan yang terdengar sayup-sayup dari jauh terasa lebih merasuk ke sanubari kita dibanding suara yang terlalu keras, menyentak, dan terlalu dekat ke telinga kita.
Al-Quran pun mengajarkan kepada kita untuk merendahkan suara kita sambil merendahkan hati ketika berdoa memohon bimbingan dan petunjukNya.
Saudara-saudara Sekalian,
Dalam usianya menjelang matang, yaitu mencapai 40 tahun, sejak didirikannya pada tanggal 22 Juni 1972, masih banyak ruang bagi Dewan Masjid Indonesia untuk berbuat bagi kemajuan dan peningkatan kualitas pengelola Masjid.
Dalam kesempatan ini ada beberapa harapan yang saya ingin sampaikan kepada Majelis yang mulia ini.
Pertama, saya berharap Dewan Masjid Indonesia senantiasa memberdayakan masjid untuk melakukan upaya edukasi kepada umat muslim melalui dakwah dalam rangka peningkatan karakter dan moral umat muslim dalam berbangsa, bernegara dan bermasyarakat utamanya kepada generasi muda.
Kedua, Dewan Masjid Indonesia saya harapkan mampu mendorong Masjid agar dimanfaatkan tidak hanya sebagai sarana ibadah, namun juga dapat dijadikan sarana pendidikan, baik pendidikan Tahfidzul Qur?an (hapalan Qur?an) dan Tahsinul Qur?an (memperbaiki kualitas bacaan Quran) maupun pendidikan dasar formal seperti TK, SD, dan SMP.
Ketiga,kita mengharapkan Dewan Masjid Indonesia mampu memberdayakan Masjid sebagai sarana untuk menumbuhkembangkan minat, bakat, dan keterampilan generasi muda melalui pelatihan kepemimpinan, manajemen dan ketrampilan bagi Pemuda Remaja Masjid.
Keempat, Dewan Masjid Indonesia diharapkan mampu mendorong Masjid dalam penciptaan kemakmuran umat muslim melalui optimalisasi zakat, infaq, shadaqah bekerja sama dengan BAZNAS serta melalui pengembangan usaha yang berbasis syariah (seperti Baitul Maal Wat Tamwil/BMT) di kalangan Majelis Taklim sehingga dapat lebih optimal membantu maupun memberdayakan kaum dhuafa utamanya anak-anak terlantar.
Saudara-saudara para peserta Muktamar yang berbahagia, Demikianlah, sambutan saya. Semoga dapat menjadi masukan bagi Saudara-saudara dalam bermusyawarah selama 3 (tiga) hari ini.
Akhirul kalam, dengan memohon ridho dan petunjuk Allah SWT dan mengucap Bismillahirrahmanirrahim Muktamar Ke-6 Dewan Masjid Indonesia, secara resmi dibuka. Selamat melaksanakan Muktamar.
Terima kasih
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Wakil Presiden Republik Indonesia
Boediono
Redaktur: Hazliansyah.Sumber: Antara
Jubir Wapres Soal Azan: Tolong Jangan Dipolitisir
Senin, 30 April 2012, 17:37 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Seputar berkembangnya isu azan di masyarakat, Jubir Wapres, Yopie Hidayat, menolak berkomentar. Alasan Yopie, isu tersebut dipolitisasi pihak-pihak tertentu yang tidak menyukai Wapres Boediono.
"Saya menolak berkomentar terkait isu tersebut," kata Yopie saat dihubungi Republika, Senin (30/4). Pernyataan terkait pengunaan speaker di masjid-masjid tersebut, ujarnya, hanyalah sebatas saran Boediono agar didiskusikan.
Sebelumnya Yopie meminta semua pihak tidak mempolitisir pidato Wapres Boediono saat membuka Muktamar Dewan Masjid Indonesia (DMI) ke-6 di Asrama Haji Pondok Gede, Jumat (27/4) pagi. "Tolong pernyataan tersebut jangan dipolitisir. Dilihat lagi konteks pernyataan tersebut. Boediono hanya memberi usul agar dimusyawarahkan," kata Yopie.
Dalam pidatonya Jumat tersebut, Boediono memberi masukan kepada DMI agar membahas persoalan pengaturan penggunaan speaker di masjid-masjid.
"Dewan Masjid Indonesia kiranya juga dapat mulai membahas, umpamanya, tentang pengaturan penggunaan pengeras suara di masjid-masjid. Kita semua sangat memahami bahwa azan adalah panggilan suci bagi umat Islam untuk melaksanakan kewajiban sholatnya. Namun demikian,apa yang saya rasakan barangkali juga dirasakan oleh orang lain, yaitu bahwa suara azan yang terdengar sayup-sayup dari jauh terasa lebih merasuk ke sanubari kita dibanding suara yang terlalu keras, menyentak, dan terlalu dekat ke telinga kita," kata Boediono. Redaktur: Ajeng Ritzki Pitakasari. Reporter: Fernan Rahadi
Soal Speaker Masjid, Wapres Diminta Jangan Bawel
Jumat, 27 April 2012, 19:10 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Permintaan Wakil Presiden Boediono kepada Dewan Masjid Indonesia untuk mulai membahas tentang pengaturan penggunaan pengeras suara untuk adzan di masjid ditanggapi dingin anggota Komisi III DPR, Dimyati Natakusumah. Menurut anggota DPR dari Fraksi PPP itu, pernyataan Wapres kurang penting.
"Wapres jangan bawel," ketus Dimyati, Jumat (27/4).
Mantan Bupati Pandeglang itu menilai, Wapres lebih baik mengurus hal-hal yang lebih penting ketimbang urusan yang telah menjadi bagian dari syariat agama serta kultur.
Pasalnya, urusan itu telah menjadi kepastian dalam pelaksanaannya. Sehingga untuk mengubahnya sangat riskan dan beresiko menimbulkan pro kontra masyarakat. "Lebih baik memberikan masukan positif untuk kegiatan di masjid, jangan speakernya yang dikomentari," tegas Dimyati.
Sebelumnya, berbicara saat memberikan pengarahan sekaligus membuka Muktamar VI Dewan Masjid Indonesia (DMI) di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Jumat (27/4), Wapres Boediono meminta DMI membuat aturan soal pengeras suara masjid.
"Kita semua sangat memahami bahwa azan adalah panggilan suci bagi umat Islam untuk melaksanakan kewajiban salatnya, " kata Boediono.
Wapres menilai, suara azan yang terdengar sayup-sayup dari jauh terasa lebih merasuk ke sanubari, dibanding suara yang terlalu keras, menyentak, dan terlalu dekat ke telinga. Menurut Wapres, Alquran pun mengajarkan kepada umat Islam untuk merendahkan suara sambil merendahkan hati ketika berdoa memohon bimbingan dan petunjuk Allah. Redaktur: Karta Raharja Ucu.
MUI: Azan Lewat Pengeras Suara tak Perlu Diatur
Minggu, 29 April 2012, 22:04 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pidato Wakil Presiden Boediono dalam pembukaan Mukatamar VI Dewan Masjid Indonesia beberapa hari yang lalu menuai kecaman. Boediono meminta Dewan Masjid Indonesia untuk mengatur penggunaan pengeras suara untuk azan di masjid agar lebih enak di dengar oleh masyarakat.
Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI Pusat Prof Dr H Muhammad Baharun termasuk salah satu tokoh yang menolak wacana Boediono tersebut. Menurutnya, wacana yang dilontarkan oleh Boediono itu tidak bisa diterapkan di Indonesia.
"Tidak bisa . Karena tradisi umat Islam azan itu adalah syiar dan harus dilantunkan dengan syahdu dan keras. Sehingga menggunakan pengeras suara untuk azan memang layak dilakukan. Adzan memang harus begitu," kata Baharun saat dihubungi Republika, Ahad (29/4).
Menurut Baharun, yang seharusnya diatur adalah soal penggunaan pengeras suara untuk kegiatan masjid lainnya di luar adzan. Misalnya, pengeras suara untuk pengajian , ceramah, atau lagu qosidahan.
"Kalau yang itu boleh diatur. Tapi kalau azan jangan," katanya. Redaktur: Heri Ruslan. Reporter: Muhammad Hafil.
Takmir Masjid Al-Azhar Kecewa dengan Komentar Wapres Soal Pengaturan Azan
Senin, 30 April 2012, 17:20 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Takmir Masjid Agung Al-Azhar, Nasrul Hamzah, mempertanyakan motivasi Wakil Presiden Boediono yang mengeluhkan suara azan yang keras. Ia mengatakan, azan itu merupakan alat untuk memanggil umat Muslim menunaikan ibadah sholat.
''Terus terang kita tidak bisa memahami pernyataan wapres. Ini adalah hal yang sensitif dan bisa memiliki banyak tafsiran,'' kata Nasrul kepada Republika melalui saluran telpon di Jakarta, Senin (30/4).
Nasrul mengatakan suara azan itu hanya dilantunkan pada waktu-waktu tertentu saja. Jika mau mengeluhkan, kata dia, tentunya bisa mempersoalkan suara-suara lain yang juga keras. ''Azan itu tidak hadir setiap saat. Justru banyak dari jamaah kita yang merasa terbantu dengan suara azan ini karena mereka menjadi mengetahui waktu shalat telah tiba,'' jelasnya.
Nasrul juga menjelaskan, lokasi masjid Al-Azhar memang berada cukup jauh dari tempat tinggal. Kondisi ini, kata dia, membuat pengurus harus memperbesar pengeras suara azan. Sejauh ini, kata dia, hampir dapat dipastikan tak ada komplain dari umat muslim dengan suara azan yang keras.
Tugas sebagai pengurus masjid, kata Nasrul, adalah mengajak seluruh umat muslim agar sering-sering menyambangi masjid. ''Jika hal yang utama (shalat lima waktu) saja sudah tidak lancar, bagaimana mungkin kegiatan lainnya bisa membuat masjid itu menjadi makmur,'' katanya. Redaktur: Heri Ruslan. Reporter: M Akbar
Wapres Keluhkan Soal Azan, Ini Komentar MUI
Minggu, 29 April 2012, 18:49 WIB. http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/04/29/m38oui-wapres-keluhkan-soal-azan-ini-komentar-mui
(dari kiri). Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan. Sekjen MUI, Ichwan Sam serta Ketua LPPOM MUI, Lukmanul Hakim menyampaikan keterangan kepada wartawan seputar Indonesia Halal Expo 2012 di Gedung MUI, jakarta, Jumat (20/4). Indonesia Halal Expo 2012
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) merespons keluhan Wakil Presiden Boediono yang meminta adanya pengaturan soal ketentuan pengeras suara saat azan. Ketua MUI, Amidhan, menyatakan azan dikeraskan bertujuan untuk memanggil orang sholat berjamaah ke masjid dan menjadi tanda telah masuknya waktu sholat.
''Itulah cirinya Islam di Indonesia. Bahkan saya rasa tidak hanya di sini saja tetapi di semua mayoritas negara muslim, termasuk juga di Malaysia,'' kata Amidhan ketika dihubungi Republika di Jakarta, Ahad (29/4).
Amidhan tak mau terlalu jauh untuk berspekulasi perihal motif wapres meminta agar suara azan tidak terlalu keras. Ia menduga, keluhan wapres ini mungkin ada kaitannya karena memperoleh keluhan dari pihak lain. Selain. ''Mungkin saja korps diplomatik,'' ujarnya.
Amidhan memahami tempat kediaman Wapres itu berada di dekat masjid Sunda Kelapa. Namun, sebagai fungsi tanda waktu sholat dan panggilan agar sholat berjamaah, ia menegaskan, tentunya tidak bermasalah jika harus dikeraskan.
''Kalau (azan) itu dilamatkan, tidak keras, ya nanti fungsi (dari azan) itu menjadi hilang. Meski harus diakuinya kalau hukum azan itu sendiri sebenarnya tidak wajib,'' katanya.
Soal keluhan semacam itu, menurut Amidhan, sebenarnya merupakan persoalan besar yang ada di kota besar seperti Jakarta. Penggunaan pengeras suara seperti memutar suara pengajian pada waktu dinihari terkadang memang cukup kurang baik. Ia mencontohkan misalnya saja pada pukul 03.00 WIB. Sementara azan subuh baru berkumandang sekitar pukul 04.00 WIB.
''Kalau masalahnya seperti ini, ya itu memang kurang baik juga,'' ujarnya.
Namun demikian Amidhan tetap mempertanyakan alasan agar suara azan dikecilkan.
Ia mencontohkan, ketika di Roma, lonceng tanda waktu kebaktian juga cukup mengganggu telinga. Begitu juga di negara-negara Eropa yang bukan menjadi tempat mayoritas muslim. Di sana suara azan memang tidak bisa dikeluarkan.
''Kalau sebagai (negara) mayoritas muslim, sebenarnya tidak perlu keberatan. Apalagi subuh. Harusnya merasa terbantu karena dibangunkan,'' katanya. Redaktur: Hazliansyah. Reporter: M Akbar Widjaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar