Kapal Siluman
Kesalahpahaman
juga menyebar kapal perang siluman yang juga menggangap kapal laut
tidak tidak terlihat radar dan siluman seperti halnya pesawat siluman.
Kapal siluman sebenarnya sangat terlihat di radar. Tetapi perbedaannya
adalah bahwa jika dalam kondisi normal kapal perang dengan bobot 5.000
ton akan memiliki RCS 1000 m² akan terdeteksi pada pada 100 km.
Bandingkan dengan desain kapal perang siluman dengan bobot yang sama
memiliki 200 RCS m² dan akan terdeteksi pada jarak yang sama, tetapi
akan muncul dengan blip jauh lebih kecil di radar. Mereka akan mirip
dengan kapal 1000 ton yang membingungkan musuh dalam kekacauan radar
yang mendeteksi ratusan kapal di layar.
Sebuah kapal 1.000 ton 100 RCS m² dengan fitur siluman bisa muncul
seperti sebuah kapal dagang seberat 250 ton di radar dan musuh tidak
akan tahu perbedaan antara kapal perang tersebut dan kapal dagang kecil.
Kapal siluman dibangun terutama untuk terlihat lebih kecil dan berbaur
dengan kapal dan perahu lain.
Sebuah 10.000 ton perusak 2000 RCS m² akan menjadi target utama untuk
musuh dalam konflik jika berlayar di antara armada kapal perang yang
secara signifikan lebih kecil. Tetapi jika 10.000 ton kapal ini
menggunakan desain siluman seperti Zumwalt, dapat muncul sebagai besar
sebagai 5000 ton kapal perang dari radar musuh dan mereka tidak akan
dapat memilih target yang berharga. Korvet kelas Visby dari angkatan
laut Swedia adalah operasional pertama kapal perang siluman di dunia.
Ini adalah kapal 640 ton tetapi akan muncul sebagai kecil sebagai kecil
20 ton perahu di radar musuh. Hal ini memungkinkan untuk bersembunyi di
antara perahu nelayan dan menyelinap untuk meluncurkan serangan
diam-diam.
Kelemahan
Saat ini, setiap teknologi memiliki kontra-tech memiliki. Sekarang
pesawat siluman terlihat hanya muncul pada jarak tertentu dari frekuensi
radar.
Sistem radar modern menggunakan L-Band yang dikatakan mampu mendeteksi
pesawat siluman. Pesawat siluman harus menyembunyikan diri dari deteksi
inframerah dan bukan hanya radar mereka untuk mencegah deteksi dari
musuh.
Sistem modern seperti Infrared Search & Track akan dapat mendeteksi
pesawat siluman dari jauh dengan mendeteksi tanda IR mereka. Jadi hanya
dengan menggunakan cat penyerap gelombang, Anda tidak dapat
menyembunyikan sebuah pesawat dari langit.
Pesawat
siluman terlihat ketika mereka membuka pintu senjata teluk mereka untuk
melepaskan senjata mereka. Saat membuka pintu senjata teluk akan sangat
meningkatkan RCS. Salah satu kelemahan terbesar adalah biaya produksi,
operasional dan pemeliharaannya sangat tinggi. Selain bahan penyerap
radar sangat rapuh dan perlu diganti setelah operasi intensitas tinggi
atau cuaca yang keras.
Yang pertama tentunya Amerika serikat,
kedua adalah Eropa dan yang terakhir adalah Russia. Ketiganya berlomba
membuat pesawat tempur dengan teknologi yang lebih maju dari yang
lainnya.
Untuk urusan stealth yang memimpin tetap
Amerika serikat, sedangkan Russia tak bisa diangap enteng dengan
kelebihan-kelebihan manuvernya.
Meskipun Amerika juga telah
mengembangkan teknologi manuver yang tak kalah gesitnya dengan Russia
seperti penerapan Thrust Vectoring, yang mana “knalpot” pesawat bisa
berbelok-belok ke segala arah.tapi diantara semua teknologi tersebut
yang akan dibahas disini adalah mengenai bagaimana pesawat mendapat
julukan Stealth (indonesia: Siluman, bisa menghilang).
Pesawat Siluman Buatan Rusia
Ada beberapa pesawat mutakhir milik Amerika yang masuk kategori ini, yaitu pesawat F-117, F-22, JSF F-35, dan B-2.
Untuk urusan Stealth sendiri bisa di
akali pihak pabrikan dengan membuat design pesawat yang minus lekukan
yang fungsinya adalah memperkecil sudut-sudut tajam yang bisa ditangkap
oleh radar dan muncul pada RCS (radar cross section).
Selain itu ada pula pesawat-pesawat yang
sudah agak uzur seperti F/A-18 Hornet (walaupun tidak benar-benar uzur
karena telah mengalami upgrade lebih dari 30 persen) yang melapisi
beberapa bagian pada pesawat nya dengan lapisan anti radar seperti pada
ujung-ujung sayap utama dan bagian ruder nya.
Cara Kerja Pesawat yang Menggunakan Sistem Stealth (siluman)
Gambar kedua ini adalah sebuah F-15
Eagle yang dalam desainnya banyak memiliki lekukan-lekukan tajam pada
body nya sehingga dapat di tangkap oleh radar dengan baik dan muncul
dalam monitor RCS sebagai dot-dot pesawat tempur yang menyusup.
Mungkin seperti itulah gambaran mudahnya
mengapa sebuah pesawat bisa lolos dari monitor pengawas musuh, namun
begitu, pesawat F-117 ternyata memiliki kelemahan juga, pada saat
konflik Yugoslavia, pesawat ini tertangkap radar dan tertembak jatuh
oleh misil SA-3 SAM buatan Russia.
Ternyata jatuhnya pesawat itu pada saat
bom bay nya (pintu bom) dalam keadaan terbuka sehingga mungkin
sudut-sudut tajam itulah yang tertangkap oleh radar kemudian di
seranglah dengan misil darat ke udara tersebut (surface to air missile).
Kesimpulannya, akan perlu penyempurnaan
pada setiap generasi pesawat tempur, dengan penyempurnaan tersebutlah
pihak suatu negara memperkecil jumlah korban jiwa yang berjatuhan.
Pesawat Siluman Buatan Amerika
Untuk mencapai ‘stealth’ ada 3 metode yang saat ini dikenal :
- Rekayasa bentuk (shape) seperti bentuk pada F117.
- Rekayasa material (Radar Absorbant Material) seperti pada U2 (generasi awal).
- Rekayasa teknologi lainnya : plasma stealth, efek pertama kali
muncul di satelit sputnik Rusia, namun untuk pesawat sepertinya masih
dirahasiakan.
Namun, ultimate goal nya stealth yang
ingin dicapai selain tak tampak di radar, juga kasat mata (seperti
bunglon) dan saat ini juga sedang dalam penelitian.
Kalau tidak salah pernah muncul di acara
TV National Geographic tentang hal ini, menggunakan teknologi laser dan
rekayasa material untuk membelokkan cahaya yang seharusnya dipantulkan
sehingga objek dibelakang benda menjadi tidak tampak (benda jadi
transparan).
Seiring dengan waktu, teknologi radar
pun berkembang untuk dapat mendeteksi pesawat stealth, antara lain radar
‘radio’, akustik, radar infra merah, radar thermal (panas), radar cuaca
(setidaknya bisa mendeteksi tubulensi udara ketika pesawat melintas).
Pesawat siluman Amerika F-35
Lightning II mungkin hanya akan menjadi sasaran empuk pesawat Sukhoi
Rusia, demikian disampaikan laporan yang diliris Agustus lalu oleh
National Security Network (NSN) yang berbasis di AS.
Dalam laporan ‘Thunder without Lightning: The High Costs
and Limited Benefits of the F-35 Program’ (Guntur Tanpa Petir: Biaya
Mahal dan dan Keuntungan Terbatas Program F-35), analis kebijakan Bill
French dan peneliti Daniel Edgren menyebutkan F-35 sepertinya akan
dengan mudah ‘dikalahkan’ dan ‘ditaklukan’ oleh ‘teman sebayanya’
seperti jet tempur Rusia seri Su-27 Flanker.
Laporan tersebut mendukung pernyataan sejumlah pakar aviasi
independen yang menyebutkan bahwa F-35 adalah pesawat yang benar-benar tak berguna, yang akan menjadi sasaran empuk pesawat musuh dalam pertempuran udara.
“Karakteristik kinerja F-35 sungguh buruk dibanding
pesawat tempur generasi keempat dari negara lain seperti pesawat Rusia
MiG-29 Fulcrum dan Su-27 Flanker misalnya,” terang laporan tersebut.
“Kedua pesawat itu merupakan musuh potensial F-35 dalam
pertempuran udara. Dibanding Su-27 dan MiG-29, F-35 sangat inferior
dalam beberapa hal, termasuk percepatan transonik. F-35 juga sangat
lambat, hanya bisa mencapai kecepatan maksimum Mach 1,6 cukup jauh
dibanding Su-27 (Mach 2,2) dan MiG-29 (Mach 2,3).
Simulasi pertempuran udara telah menunjukan hal tersebut. “Pada
2009, Angkatan Udara AS dan analis Lockheed Martin mengindikasikan
bahwa kemampuan F-35 dalam mengalahkan musuh seperti MiG-29 yang sudah
tua dan Su-27 ialah tiga banding satu.”
Hasil simulasi bahkan jauh lebih buruk. “Dalam satu
simulasi yang dilakukan oleh RAND Corporation, F-35 memiliki rasio
kekalahan 2,4 banding 1 berhadapan dengan pesawat AU Tiongkok SU-35s.
Ini berarti, setiap Su-35 dapat mengalahkan lebih dari dua pesawat
F-35.”
"Meski simulasi ini memperhitungkan sejumlah faktor
lain, termasuk asumsi lokasi pertempuran, mereka tetap menggarisbawahi
bahwa kemampuan udara-ke-udara F-35 perlu disikapi dengan skeptis."
Pertempuran Udara Jarak Jauh atau Dekat?
Laporan tersebut sesuai dengan filosofi pertempuran udara
Rusia: pilot lebih suka melakukan pertempuran jarak dekat dibanding
bergantung pada kemampuan jangkauan visual jarak jauh (beyond visual
range/BVR) misil udara-ke-udara. “Untuk sukses dalam pertempuran
udara, F-35 harus bisa mengalahkan musuh yang berada di jarak pandang
(within-visual-range/WVR) seperti pertempuran udara jarak dekat,”
kata laporan tersebut. Namun, F-35 tak terlalu andal melawan pesawat
musuh dalam pertempuran jarak dekat, karena pertempuran tersebut
membutuhkan kelincahan dan manuver.
Uji coba telah menunjukan buruknya kemampuan manuver
pesawat tempur ini dibanding pesawat tempur generasi keempat milik
Amerika yang akan ia gantikan, seprti F-16, F-15, dan F-18. “Data
yang tersedia mengindikasikan kemampuan manuver F-35 jauh lebih rendah
dibanding pesawat tempur asing. F-35 didesain untuk bertempur jarak
jauh, sehingga kemampuan manuvernya seharusnya tak terlalu signifikan,
namun sejarah menunjukan pertempuran udara selalu berlangsung di jarak
dekat. Di luar preferensi perancang F-35 untuk pertempuran jarak jauh,
menghindari pertempuran jarak dekat terbukti sulit.”
Militer India menyimpulkan hal tersebut setelah menjalankan
latihan tempur udara dengan pilot AU Inggris di Waddington pada 2007.
Pilot Barat yang tak mengasah kemampuan tempur mereka akan
mendapat kejutan tak menyenangkan saat berhadapan dengan pilot andal
dari AU Rusia, India, atau Tiongkok.
Misil yang Hilang
Menurut French dan Edgren, rencana Amerika untuk
menggunakan F-35 sebagai platform tempur jarak jauh – yang dilengkapi
misil BVR – bukan rencana yang baik, karena misil udara-ke-udara AS tak
punya catatan baik dalam berperang. “Di masa Perang Dingin,
persentase keberhasilan rudal jejalah memusnahkan musuh pada pertempuran
jarak jauh ialah 6,6%. Persentase tertinggi diraih oleh Israel pada
1982 dalam Perang Lebanon, kesuksesan mereka mencapai 20%. Di era
pasca-Perang Dingin, efektivitas misil BVR mengalami peningkatan.
Sepanjang 2008, efektivitas rudal jelajah AS meningkat menjadi 46%,
dengan menggunakan AIM-120AMRAAM (markas misil BVR AS). Namun, angka ini
didapat dari sampel yang kecil, yakni hanya enam pertempuran”.
Laporan tersebut mengingatkan, AS tak bisa berharap angka
tersebut akan meningkat saat menghadapi konflik melawan ‘kompetitor
sebaya’ yang diperkirakan termasuk Rusia, Tiongkok, dan India, serta
negara-negara yang memiliki pesawat tempur canggih Rusia. “Menurut
analisis RAND, jejak rekam AIM-120 AS menunjukan mereka tak pernah
berhasil menaklukan musuh yang memiliki rudal BVR yang sama; pilot yang
jatuh tidak bisa melakukan perlawanan, dalam beberapa kasus mereka harus
melarikan diri, tanpa manuver, atau dalam kondisi tak punya radar."
Kondisi tersebut menunjukan AS tak bisa berharap mereka
bisa lebih mudah menang melawan musuh yang tangguh dalam pertempuran
jarak jauh. "Serangan elektronik jelas merupakan ancaman, menurunkan
potensi pesawat AS menghancurkan musuh seperti pesawat tempur Rusia dan
Tiongkok, yang saat ini memiliki teknik serangan elektronik balasan
menggunakan gangguan memori frekuensi radio digital (digital radio
frequency memory/DRFM). Serangan tersebut yang dikabarkan benar-benar
menghambat efektivitas rudal jelajah.
“Kami, AS, belum memiliki metode yang cukup untuk melawan serangan elektronik selama bertahun-tahun,”
demikian disampaikan pejabat senior di AU AS yang berpengalaman
mengendalikan F-22 (pesawat tempur siluman AS yang paling mahal), pada The Daily Beast. “Jadi,
meski kita memiliki kemampuan siluman, kita masih kesulitan mencari
cara untuk melakukan serangan elektronik terhadap target seperti Rusia
dan misil kami kesulitan mengalahkan mereka.”
Gangguan DRFM yang dimiliki pesawat Rusia dan Tiongkok
dilaporkan ‘efektif mengingat sinyal radar yang masuk dan mengulangnya
ke pengirim, menghambat kinerja radar secara serius. Lebih buruk lagi,
gangguan tersebut bisa membutakan radar kecil yang dimiliki misil
udara-ke-udara seperti Raytheon AIM-120 AMRAAM, yang merupakan senjata
jarak jauh utama untuk semua pesawat tempur AS dan sebagian besar
sekutu.’
Akhir Permainan
Laporan itu menyimpulkan, “Meski rencana F-35 menggantikan
sebagian besar pesawat tempur dan serang Amerika, platform ini terlalu
mahal untuk melawan militer asing yang setara dengannya. Pesawat ini
memiliki kekurangan dalam kemampuan manuver, besar muatan, kemampuan
melakukan serangan mendadak, serta jangkauan untuk berkompetisi secara
efektif dengan kompetitornya, padahal biaya operasional yang harus
dikeluarkan sepanjang hidupnya mencapai 1,4 triliun dolar AS.
“Kemampuan bertahan pesawat sangat bergantung pada
karakteristik siluman, namun hal itu berisiko karena dalam 50 tahun
mendatang musuh akan meningkatkan sistem radar dan deteksi infra merah
mereka, dan F-35 akan menjadi pesawat usang. Melihat faktor-faktor
kegagalan yang sangat mendasar pada program F-35, dan mengingat harganya
sangat mahal, pesawat ini merupakan sebuah investasi yang buruk.
Realisasi program pembelian sekitar 2.500 unit pesawat – atau skala
besar yang mendekati jumlah tersebut – harus dihindari.”
Penemuan lembaga tersebut meramalkan implikasi serius bagi pertahanan Amerika.
“Dengan
tetap mempertahankan program F35, Amerika menginvestasikan sumber
dayanya untuk pesawat yang salah, di saat yang salah, untuk alasan yang
salah,” terang laporan tersebut.
Jika AS tetap melanjutkan produksi skala penuh, yang
dijadwalkan pada 2019, F-35 akan menjadi penemuan besar paling tak
berguna dalam sejarah militer, membuat AS dan sekutu harus menghadapi
berbagai risiko dan posisi berbahaya.
Mampu Produksi Pesawat Generasi Terbaru, Mengapa Tiongkok Membeli Su-35?
Mampu Produksi Pesawat Generasi Terbaru, Mengapa Tiongkok Membeli Su-35?
http://indonesia.rbth.com/technology/2016/02/17/mampu-produksi-pesawat-generasi-terbaru-mengapa-tiongkok-membeli-su-35_568655
Pembelian 24 unit pesawat
tempur Su-35 milik Rusia oleh Tiongkok bernilai sekitar dua miliar dolar
AS. Jumlah ini merupakan transaksi terbesar kedua dalam penjualan
senjata Rusia ke Tiongkok setelah krisis terjadi.
127
Bagi Rusia, penandatanganan kontrak
ini adalah suatu pencapaian besar.
Sumber: Zuma/TASS
Tahun lalu, kontrak
pemasokan
empat divisi sistem rudal antipesawat S-400 telah ditandatangani dengan
jumlah tidak kurang dari 1,9 miliar dolar AS. Sementara, tak ada satu
pun dari kontrak tersebut yang dianggap sebagai akibat dari krisis
Ukraina. Negosiasi ini telah dimulai pada 2010 – 2011, dan pada 2014
lalu, banyak isu yang telah diselesaikan.
Pengiriman peralatan militer dapat dimulai pada tahun 2016, sedangkan transfer utama tampaknya akan dilaksanakan pada 2017 –
2018. Sebelum penandatanganan kontrak pesawat tempur Su-35, tingkat
kerja sama teknis militer antara Rusia dan Tiongkok kurang berkembang
pesat — volume transaksi antara keduanya hanya bernilai sebesar 1,5 – 2
miliar dolar AS. Saat ini, kedua pihak berharap kerja sama
Rusia-Tiongkok akan kembali seperti pada zaman keemasan di akhir 1990-an
hingga awal 2000-an. Saat itu, pada 2002, transaksi tahunan antara
Rusia dan Tiongkok mencapai 2,7 miliar dolar AS.
Kepentingan Rusia
Bagi Rusia, penandatanganan kontrak ini adalah suatu pencapaian besar. Pertama, dapat dikatakan bahwa Tiongkok merupakan pembeli produk militer dan teknologi milik Rusia yang sangat penting.
Kedua, setelah mengalami dua kali devaluasi
rubel pada akhir 2014, ekspor senjata yang hampir seluruhnya dibuat
menggunakan komponen dan bahan dari Rusia, menjadi jauh lebih
menguntungkan. Jika dibandingkan dengan 98 unit pesawat tempur Su-35
yang dipesan oleh Angkatan Udara Rusia sebagai bagian dari dua kontrak
di tahun 2009 dan 2015, pesanan Tiongkok yang sebanyak 24 unit pesawat
memang tidak terlihat begitu besar. Namun demikian, hal tersebut secara
signifikan dapat meningkatkan kemampuan finansial perusahaan aviasi
gabungan dan perusahaan pembuat
Komsomolsk-na-Amure Aircraft Production Association (KNAAPO).
Dengan begitu, keberhasilan pengiriman pesawat untuk
pembeli seperti Tiongkok akan meningkatkan peluang pesawat buatan Rusia
di pasar luar negeri. Indonesia diharapkan akan menjadi pembeli Su-35 berikutnya.
Selain itu, atas pembelian 24 unit Su-35, Rusia dapat
menawarkan kontrak unit atau komponen untuk pesawat tempur Tiongkok
yang baru, serta transfer teknologi dan mengadakan penelitian dan
pengembangan untuk Tiongkok.
Kepentingan Tiongkok
Kepentingan Tiongkok dalam pasokan kali ini memang
tidak terlihat jelas. Tiongkok telah membuktikan kemampuannya untuk
mandiri dengan mengembangkan dan memproduksi sendiri pesawat generasi
4++, dan saat ini Negeri Tirai Bambu tersebut pun sedang mengembangkan
dua jenis pesawat tempur generasi kelima, J-20 dan J-31.
Pemasokan pesawat tempur dari luar negeri menyebabkan
reaksi para nasionalis dari kalangan masyarakat Tiongkok. Bersamaan
dengan pemasokan Su-35, Rusia tidak melakukan transfer teknologi yang
esensial kepada Tiongkok. Dua puluh empat unit pesawat tempur adalah
jumlah yang cukup hanya untuk pasukan di dalam satu resimen. Apa pun
kemampuan tempur Tiongkok, pesawat ini tidak berpengaruh secara serius
pada potensi keseluruhan dari Angkatan Udara Tiongkok.
Pembelian pesawat dengan tujuan meniru merupakan
penjelasan populer yang tidak ada hubungannya dengan kenyataan.
Perbedaan utama antara Su-35 dari jenis pesawat Su kelas berat
pendahulunya, yaitu terkait dengan mesin dan avioniknya, termasuk radar
stasiun “Irbis”. Sistem ini tidak dapat ditiru dalam waktu singkat
dengan mengambil contoh siap pakai.
Kasus produksi Su-27SK tanpa lisensi oleh Tiongkok di
tahun 2000-an juga tidak akan terulang. Saat itu, Tiongkok melakukan
pekerjaan mereka berdasarkan teknologi yang pernah dikirim oleh Rusia
dalam rangka perjanjian lisensi pada 1996. Sementara, berbagai dokumen
lainnya yang kurang dapat dengan mudah diperoleh dengan membelinya dari
perusahaan perbaikan pesawat Ukraina yang memperbaiki Su-27 pada era
Soviet.
Meskipun jumlahnya tak besar, Su-35 milik Tiongkok
dapat memiliki beberapa efek pada keseimbangan kekuasaan di beberapa
titik panas yang potensial, seperti Taiwan. Radar “Irbis” memiliki
kemampuan mendeteksi target udara jarak jauh hingga 400 kilometer. Hal
ini memungkinkan Beijing untuk dapat melihat semua wilayah udara di
Taiwan dari daerah patroli di atas daratan Tiongkok.
Pertama kali dipublikasikan dalam bahasa Rusia di Carnegie.
127
http://indonesia.rbth.com/technology/2016/02/17/mampu-produksi-pesawat-generasi-terbaru-mengapa-tiongkok-membeli-su-35_568655
Pembelian 24 unit pesawat
tempur Su-35 milik Rusia oleh Tiongkok bernilai sekitar dua miliar dolar
AS. Jumlah ini merupakan transaksi terbesar kedua dalam penjualan
senjata Rusia ke Tiongkok setelah krisis terjadi.
127
Bagi Rusia, penandatanganan kontrak
ini adalah suatu pencapaian besar.
Sumber: Zuma/TASS
Tahun lalu, kontrak pemasokan
empat divisi sistem rudal antipesawat S-400 telah ditandatangani dengan
jumlah tidak kurang dari 1,9 miliar dolar AS. Sementara, tak ada satu
pun dari kontrak tersebut yang dianggap sebagai akibat dari krisis
Ukraina. Negosiasi ini telah dimulai pada 2010 – 2011, dan pada 2014
lalu, banyak isu yang telah diselesaikan.
Pengiriman peralatan militer dapat dimulai pada tahun 2016, sedangkan transfer utama tampaknya akan dilaksanakan pada 2017 –
2018. Sebelum penandatanganan kontrak pesawat tempur Su-35, tingkat
kerja sama teknis militer antara Rusia dan Tiongkok kurang berkembang
pesat — volume transaksi antara keduanya hanya bernilai sebesar 1,5 – 2
miliar dolar AS. Saat ini, kedua pihak berharap kerja sama
Rusia-Tiongkok akan kembali seperti pada zaman keemasan di akhir 1990-an
hingga awal 2000-an. Saat itu, pada 2002, transaksi tahunan antara
Rusia dan Tiongkok mencapai 2,7 miliar dolar AS.
Kepentingan Rusia
Bagi Rusia, penandatanganan kontrak ini adalah suatu pencapaian besar. Pertama, dapat dikatakan bahwa Tiongkok merupakan pembeli produk militer dan teknologi milik Rusia yang sangat penting.
Kedua, setelah mengalami dua kali devaluasi
rubel pada akhir 2014, ekspor senjata yang hampir seluruhnya dibuat
menggunakan komponen dan bahan dari Rusia, menjadi jauh lebih
menguntungkan. Jika dibandingkan dengan 98 unit pesawat tempur Su-35
yang dipesan oleh Angkatan Udara Rusia sebagai bagian dari dua kontrak
di tahun 2009 dan 2015, pesanan Tiongkok yang sebanyak 24 unit pesawat
memang tidak terlihat begitu besar. Namun demikian, hal tersebut secara
signifikan dapat meningkatkan kemampuan finansial perusahaan aviasi
gabungan dan perusahaan pembuat Komsomolsk-na-Amure Aircraft Production Association (KNAAPO).
Dengan begitu, keberhasilan pengiriman pesawat untuk
pembeli seperti Tiongkok akan meningkatkan peluang pesawat buatan Rusia
di pasar luar negeri. Indonesia diharapkan akan menjadi pembeli Su-35 berikutnya.
Selain itu, atas pembelian 24 unit Su-35, Rusia dapat
menawarkan kontrak unit atau komponen untuk pesawat tempur Tiongkok
yang baru, serta transfer teknologi dan mengadakan penelitian dan
pengembangan untuk Tiongkok.
Kepentingan Tiongkok
Kepentingan Tiongkok dalam pasokan kali ini memang
tidak terlihat jelas. Tiongkok telah membuktikan kemampuannya untuk
mandiri dengan mengembangkan dan memproduksi sendiri pesawat generasi
4++, dan saat ini Negeri Tirai Bambu tersebut pun sedang mengembangkan
dua jenis pesawat tempur generasi kelima, J-20 dan J-31.
Pemasokan pesawat tempur dari luar negeri menyebabkan
reaksi para nasionalis dari kalangan masyarakat Tiongkok. Bersamaan
dengan pemasokan Su-35, Rusia tidak melakukan transfer teknologi yang
esensial kepada Tiongkok. Dua puluh empat unit pesawat tempur adalah
jumlah yang cukup hanya untuk pasukan di dalam satu resimen. Apa pun
kemampuan tempur Tiongkok, pesawat ini tidak berpengaruh secara serius
pada potensi keseluruhan dari Angkatan Udara Tiongkok.
Pembelian pesawat dengan tujuan meniru merupakan
penjelasan populer yang tidak ada hubungannya dengan kenyataan.
Perbedaan utama antara Su-35 dari jenis pesawat Su kelas berat
pendahulunya, yaitu terkait dengan mesin dan avioniknya, termasuk radar
stasiun “Irbis”. Sistem ini tidak dapat ditiru dalam waktu singkat
dengan mengambil contoh siap pakai.
Kasus produksi Su-27SK tanpa lisensi oleh Tiongkok di
tahun 2000-an juga tidak akan terulang. Saat itu, Tiongkok melakukan
pekerjaan mereka berdasarkan teknologi yang pernah dikirim oleh Rusia
dalam rangka perjanjian lisensi pada 1996. Sementara, berbagai dokumen
lainnya yang kurang dapat dengan mudah diperoleh dengan membelinya dari
perusahaan perbaikan pesawat Ukraina yang memperbaiki Su-27 pada era
Soviet.
Meskipun jumlahnya tak besar, Su-35 milik Tiongkok
dapat memiliki beberapa efek pada keseimbangan kekuasaan di beberapa
titik panas yang potensial, seperti Taiwan. Radar “Irbis” memiliki
kemampuan mendeteksi target udara jarak jauh hingga 400 kilometer. Hal
ini memungkinkan Beijing untuk dapat melihat semua wilayah udara di
Taiwan dari daerah patroli di atas daratan Tiongkok.
Pertama kali dipublikasikan dalam bahasa Rusia di Carnegie.
127
Bahan material pesawat dan struktur kristalnya direkayasa sehingga memantulkan gelombang ke arah lain
BalasHapusWah, panjang artikel nya,
BalasHapusThanks Gan Sangat Bermanfaat, Download apk mod
Wah, panjang artikel nya,
BalasHapusThanks Gan Sangat Bermanfaat, Download apk mod