Dua puluh tahun AS di Afghanistan: Apakah hasilnya sepadan?
- Frank Gardner
- Koresponden keamanan BBC
- https://www.bbc.com/indonesia/dunia-56782726
Setelah 20 tahun menginvasi Afghanistan, tentara AS dan Inggris bersiap angkat kaki. Bulan ini Presiden Biden mengumumkan bahwa 2.500-3.500 pasukan AS yang tersisa di sana akan sudah pergi pada 11 September. Inggris juga melakukan hal yang sama, menarik sisa 750 pasukannya.
Pilihan tanggal tersebut amatlah penting. Itu tepat 20 tahun sejak serangan 11 September terhadap Amerika oleh Al-Qaeda, direncanakan dan diarahkan dari Afghanistan, yang mendorong koalisi AS-Inggris menggulingkan Taliban dan menyingkirkan Al-Qaeda untuk sementara.
Harga yang harus dibayar selama 20 tahun peperangan ini amat sangat tinggi - diukur dalam nyawa, kehidupan, dan uang. Lebih dari 2.300 prajurit AS telah tewas dan lebih dari 20.000 lainnya terluka, bersama lebih dari 450 prajurit Inggris serta ratusan dari beberapa negara lain.
Namun warga Afghanistan sendirilah yang menanggung paling banyak korban jiwa, dengan lebih dari 60.000 anggota aparat keamanan tewas dan hampir dua kali lipatnya warga sipil.
Biaya finansial yang ditanggung duit pajak dari rakyat AS mendekati 1 triliun dolar AS.
Jadi pertanyaan canggung yang harus ditanyakan adalah: apakah hasilnya sepadan?
Jawabannya tergantung cara Anda mengukurnya.
Mari kita mundur sejenak dan memikirkan alasan tentara Barat datang ke Afghanistan serta tujuan mereka.
Selama lima tahun, dari 1996 hingga 2001, Al-Qaeda, yang disebut sebagai kelompok teroris trans-nasional, berkembang di Afghanistan, di bawah pemimpinnya yang karismatik Osama Bin Laden.
Al-Qaeda mendirikan kamp pelatihan teroris, termasuk bereksperimen dengan gas beracun menggunakan anjing, dan merekrut serta melatih sekitar 20.000 relawan jihadis dari seluruh dunia. Mereka juga mengarahkan serangan kembar terhadap kedutaan AS di Kenya dan Tanzania pada 1998, yang menewaskan 224 orang, sebagian besar warga sipil Afrika.
Al-Qaeda dapat beroperasi dengan impunitas di Afghanistan karena mereka dilindungi oleh pemerintah saat itu: Taliban, yang menguasai seluruh negeri pada 1996 menyusul penarikan Tentara Merah Soviet dan bertahun-tahun perang sipil yang destruktif.
AS, melalui sekutunya di Saudi, berusaha membujuk Taliban untuk mendepak Al-Qaeda, tetapi mereka menolak. Setelah serangan 11 September 2001, komunitas internasional meminta Taliban untuk menyerahkan mereka yang bertanggung jawab — namun Taliban kembali menolak.
Jadi, bulan berikutnya pasukan Afghanistan anti-Taliban yang disebut Aliansi Utara menyerang Kabul, dengan dukungan tentara AS dan Inggris. Mereka berhasil menggulingkan Taliban dari kekuasaan dan mengusir Al-Qaeda ke negara tetangga, Pakistan.
Pekan ini seorang sumber pejabat keamanan senior berkata kepada BBC bahwa sejak saat itu tidak ada satu pun serangan teroris internasional yang sukses direncanakan dari Afghanistan. Jadi, hanya dari ukuran kontra-terorisme internasional, kehadiran militer dan pasukan keamanan Barat di sana sukses mencapai tujuannya.
Namun itu, tentu saja, pengukuran yang terlalu sederhana dan mengabaikan jumlah korban jiwa yang berjatuhan akibat konflik itu - dan masih berjatuhan sampai sekarang - dari warga Afghanistan, baik sipil maupun militer. Dua puluh tahun kemudian, negeri itu belum juga damai.
Menurut kelompok penelitian Action on Armed Violence, pada tahun 2020 ada lebih banyak warga Afghanistan yang terbunuh oleh alat peledak dibandingkan negara mana pun di dunia.
Al-Qaeda, Negara Islam (IS), dan kelompok militan lainnya belum musnah, mereka bangkit kembali dan tak diragukan lagi menjadi bersemangat dengan kepergian tentara Barat yang tak lama lagi.
Pada tahun 2003, saat liputan di sebuah markas militer terpencil di Provinsi Paktika bersama Divisi Gunung ke-10 Tentara AS, saya ingat seorang kolega veteran di BBC, Phil Goodwin, meragukan warisan kehadiran pasukan Koalisi di sana.
"Dalam 20 tahun," katanya, "Taliban akan kembali menguasai sebagian besar wilayah Selatan."
Hari ini, menyusul perundingan damai di Doha dan pergerakan militer di lapangan, mereka bersiap memainkan peran yang menentukan masa depan seluruh negeri.
Namun Jenderal Sir Nick Carter, Staf Kepala Pertahanan Inggris, yang bertugas dalam beberapa tur di sana, menyoroti bahwa "komunitas internasional telah membangun masyarakat sipil yang mengubah kalkulus tentang legitimasi populer seperti apa yang diinginkan Taliban."
"Kondisi negeri ini lebih baik daripada di tahun 2001," ujarnya, "dan Taliban telah menjadi lebih terbuka."
Dr. Sajjan Gohel dari Yayasan Asia Pasific berpandangan lebih pesimis. "Ada kekhawatiran nyata," katanya, "bahwa Afghanistan bisa kembali menjadi tempat perkembangbiakan ekstremisme seperti di tahun 1990-an." Kekhawatiran ini juga dirasakan banyak agensi intelijen Barat.
Akan tetapi itu belum tentu terjadi, tergantung pada dua faktor: pertama, apakah Taliban mengizinkan aktivitas Al-Qaeda dan ISIS di area yang dikuasainya setelah menang, dan kedua sejauh mana komunitas internasional bersiap untuk mengatasinya ketika mereka tidak lagi memiliki sumber daya di Afghanistan.
Jadi gambaran keamanan di masa depan untuk Afghanistan masih samar. Negara yang akan ditinggalkan tentara Barat musim panas ini jauh dari aman. Namun tak banyak yang mengira, dalam hari-hari penuh amarah menyusul serangan 11 September, mereka akan mampu bertahan di sana sampai dua dekade.
Saat saya mengingat kembali berbagai perjalanan liputan saya di Afghanistan, bersama pasukan AS, Inggris, dan Emirat, ada satu kenangan yang paling berkesan. Itu terjadi di markas tentara AS yang terletak hanya 6km dari perbatasan dengan Pakistan.
Kami berjongkok di atas kotak-kotak amunisi dalam benteng berdinding lumpur di bawah langit yang penuh bintang. Semuanya baru saja berpesta dengan steik ribeye Texas yang diterbangkan dari Ramstein di Jerman - ya, ini benar-benar terjadi - sebelum roket Taliban menghantam markas tersebut.
Seorang serdadu berusia 19 tahun dari New York bercerita bahwa dia telah kehilangan banyak kawannya selama dia bertugas di sana. "Jika memang sudah waktunya saya, biarlah," katanya sambil mengangkat bahu. Kemudian seseorang mengeluarkan gitar dan menyanyikan tembang populer Radiohead, Creep.
Lagu itu ditutup dengan kata-kata, "What the hell am I doing here? I don't belong here." (Apa yang kulakukan di sini? Aku tidak semestinya berada di sini). Dan saya ingat waktu itu berpikir: tidak, barangkali memang tidak.
Afghanistan: Tentara
pemerintah lari ke Tajikistan setelah bentrok dengan Taliban
https://www.bbc.com/indonesia/dunia-57730663
Lebih dari 1000 tentara Afghanistan dilaporkan melarikan diri ke negara tetangga Tajikistan setelah bentrok dengan milisi Taliban.
Para serdadu itu mundur hingga melintasi perbatasan untuk
"menyelamatkan nyawa mereka," menurut pernyataan penjaga perbatasan
Tajikistan.
Kekerasan telah meningkat di Afghanistan seiring wilayah yang
dikuasai Taliban bertambah secara signifikan, terutama di bagian utara negara
itu, dalam beberapa pekan terakhir.
Lonjakan ini terjadi seiring pasukan AS, Inggris, dan sekutunya
ditarik dari Afghanistan setelah 20 tahun.
·
Semua pasukan asing
harus angkat kaki dari Afghanistan pada 11 September, kata Taliban
·
Sekolah rahasia untuk
perempuan Afghanistan, mengapa terpaksa sembunyi-sembunyi untuk belajar?
·
Pengungsi Afghanistan
di Indonesia yang 'terlupakan', bunuh diri dalam penantian
Sebagian besar pasukan asing di Afghanistan telah hengkang
sebelum tenggat waktu 11 September. Ada kekhawatiran bahwa militer Afghanistan,
yang seharusnya mengambil alih keamanan di negara itu, akan kolaps.
Berdasarkan kesepakatan dengan Taliban, AS dan sekutunya di NATO
bersedia untuk menarik semua pasukan mereka dengan syarat kelompok militan
tersebut tidak membiarkan kelompok ekstremis beroperasi di wilayah yang mereka
kuasai.
Tetapi Taliban tidak setuju untuk berhenti memerangi pasukan
Afghanistan, dan sekarang mereka dilaporkan menguasai sekitar sepertiga dari
negara itu.
Mundurnya pasukan tersebut adalah ketiga kalinya tentara
Afghanistan melarikan diri ke Tajikistan selama tiga hari terakhir dan kasus
kelima selama dua minggu terakhir. Secara total, hampir 1.600 tentara telah
melintasi perbatasan.
Kelompok terbaru pasukan Afghanistan mencari perlindungan pada Senin pagi setelah bertempur dengan kombatan Taliban pada malam hari, kata Komite Keamanan Nasional Tajikistan.
"Taliban memblokir semua jalan dan orang-orang ini tidak
punya tempat untuk pergi selain menyeberangi perbatasan," kata seorang
pejabat senior Afghanistan kepada kantor Reuters pada hari Senin.
Zabihullah Atiq, seorang anggota parlemen dari Badakhshan, mengatakan pasukan Afghan telah menggunakan berbagai rute untuk melarikan diri. Penjaga perbatasan Tajikistan mengatakan para tentara Afghanistan mendapat tempat tinggal dan makanan, namun tidak memberikan keterangan lebih lanjut.
Oleh Kawoon Khamoosh, BBC News
Dengan gelombang kekerasan baru di seluruh negeri, pasukan
Afghanistan menghadapi tingkat pertempuran yang belum pernah mereka hadapi
tanpa bantuan pasukan asing.
Pejabat pemerintah sudah berusaha tanpa henti untuk memotivasi
para tentara dengan menekankan pengorbanan mereka. Namun motivasi banyak
tentara menghilang di tengah kabar tentang kekalahan, runtuhnya distrik-distrik
penting, dan jatuhnya korban.
Pejabat militer di Kabul berbicara tentang "mundur secara
taktis" setiap kali pemberontak berhasil menang, tetapi kami mendengar
dari para komandan di medan perang tentang kekurangan amunisi, dan
keterlambatan dalam pengiriman bantuan.
Di provinsi Badakhshan, tempat pemerintah kehilangan banyak
wilayah dalam beberapa hari terakhir, sumber-sumber lokal mengatakan banyak
pejabat pemerintah "melarikan diri" ke Kabul jauh sebelum Taliban
menyerang.
Ini tidak hanya dapat membuat para prajurit berkecil hati,
tetapi juga menimbulkan pertanyaan yang lebih besar tentang loyalitas para
pejabat tinggi yang terlibat dalam perundingan damai.
Akankah para pemimpin politik Afghanistan - yang keluarganya
sudah tinggal di luar negeri - akan tetap berada di negara itu jika perang
saudara benar-benar meletus?
Presiden Ashraf Ghani menegaskan bahwa pasukan keamanan Afghanistan sepenuhnya mampu mengatasi Taliban, tetapi ada juga laporan tentang semakin banyak tentara yang mencari perlindungan di Pakistan dan Uzbekistan untuk menghindari pertempuran.
Negara-negara tetangga bersiap menghadapi kemungkinan masuknya
pengungsi jika pertempuran terus meningkat.
Juru bicara Taliban
Suhail Syahin mengatakan kepada BBC bahwa kelompok itu tidak bertanggung jawab
atas meningkatnya kekerasan baru-baru ini. Dia bersikeras bahwa
banyak distrik telah jatuh ke tangan Taliban melalui mediasi setelah tentara
Afghanistan menolak untuk berperang.
Bagi rakyat Afghanistan, ini adalah saat yang mengkhawatirkan,
kata Lyse Doucet, kepala koresponden internasional BBC. Taliban, yang telah
dituduh melakukan berbagai pelanggaran hak asasi manusia dan budaya, mendukung
hukuman dalam syariat Islam - seperti eksekusi publik terhadap pelaku
pembunuhan - serta melarang televisi, musik, dan bioskop, dan tidak mengizinkan
anak perempuan di atas 10 tahun pergi ke sekolah.
"Mereka tidak punya kepastian tentang kehidupan mereka
sendiri dan masa depan keluarga mereka," kata Doucet.
Zahra, seorang penduduk Kabul berusia 25 tahun, termasuk di
antara warga Afghanistan yang khawatir tentang masa depannya.
"Orang-orang memperkirakan perang yang lebih luas dari
sebelumnya. Banyak orang di Kabul takut bahwa Taliban akan mendatangi kami
kapan saja," katanya kepada BBC OS di radio World Service.
Jamshid, seorang mahasiswa di Universitas Kabul, mengatakan dia tidak berencana untuk tinggal di negara itu jika Taliban mengambil alih kekuasaan.
Ada juga kekhawatiran tentang bagaimana melindungi misi
diplomatik di Afghanistan.
Rusia pada hari Senin mengumumkan bahwa mereka menangguhkan
sementara operasional di konsulatnya di Mazar-i-Sharif karena situasi keamanan
yang memburuk. Utusan Rusia, Zamir Kabulov, mengatakan pasukan Afghanistan
telah menyerahkan terlalu banyak distrik kepada Taliban, yang membuat situasi
menjadi tidak stabil.
Turki dan Iran juga telah menangguhkan operasi di kota itu,
memindahkan para diplomat mereka ke Kabul, menurut sejumlah laporan.
Pasukan internasional yang dipimpin AS menggulingkan Taliban
dari kekuasaan di Afghanistan pada tahun 2001. Kelompok militan itu
menyembunyikan Osama Bin Laden dan tokoh al-Qaeda lainnya yang terlibat dengan
serangan 11 September atau 9/11 di AS, yang memicu invasi tersebut.
Namun, Taliban secara bertahap membangun kembali kekuatan mereka
untuk merebut wilayah lagi.
Taliban mengikuti perundingan langsung dengan AS pada 2018, dan
Presiden Joe Biden mengatakan penarikan pasukan Amerika bisa dibenarkan karena
mereka telah memastikan bahwa Afghanistan tak lagi dapat menjadi basis bagi
para jihadis asing untuk berkomplot melawan Barat.
Namun, mantan Presiden Afghanistan Hamid Karzai mengatakan
kepada BBC bahwa dia yakin misi militer NATO dan AS di sana telah gagal dalam
mengalahkan terorisme dan ekstremisme.
Dia meminta pemerintah Afghanistan dan Taliban untuk
"sesegera mungkin duduk bersama dan berunding untuk perdamaian".
Dokumen Rahasia Kebohongan Amerika di
Afghanistan, Kalah Perang Tapi Mengaku Menang
Rabu, 11 Desember 2019
06:14Reporter : Pandasurya Wijaya
https://www.merdeka.com/dunia/dokumen-rahasia-kebohongan-amerika-di-afghanistan-kalah-perang-tapi-mengaku-menang.html?page=4
·
·
·
Tentara AS dikirim ke wilayah
konflik. ©2016 Merdeka.com
Merdeka.com - Selama 18 tahun Amerika
berperang di Afghanistan. Sebagai bagian dari proyek pemerintah untuk mencari
tahu apa yang salah, sebuah lembaga federal mewawancarai lebih dari 400 orang
yang terlibat langsung dengan perang ini. Dalam wawancara ini, para jenderal,
duta besar, diplomat, dan individu menyampaikan kesaksiannya tentang
kesalahan-kesalahan yang membuat perang Afghanistan justru berlangsung semakin lama.
Pernyataan-pernyataan utuh dan identitas mereka belum pernah
dipublikasikan--hingga sekarang. Setelah bertarung secara hukum selama tiga
tahun, harian the Washington Post merilis lebih dari 2.000 halaman wawancara
bertajuk "Lessons Learned" atau "Pelajaran yang Dipetik"
yang dilakukan oleh Kantor Inspektur Jenderal Khusus untuk Pembangunan Kembali
Afghanistan. Dari wawancara-wawancara itu terungkap tidak ada kesepakatan soal
apa yang menjadi tujuan perang sebenarnya, apalagi tentang bagaimana mengakhirinya.
Untuk mendukung hasil wawancara-wawancara itu, Washington Post
juga memperoleh ratusan memo rahasia mantan Menteri Pertahanan Donald H
Rumsfeld dari Arsip Keamanan Nasional, institut penelitian nirlaba. Memo-memo
yang dikenal sebagai "kepingan salju" itu berisi instruksi atau
komentar dari Rumsfeld kepada bawahannya soal perang Afghanistan.
Hasil wawancara dan memo Rumsfeld itu mengungkap sebuah rahasia
tentang sejarah konflik dan memberi wawasan baru tentang bagaimana tiga
presiden AS selama dua dekade gagal memenuhi janji untuk mengakhiri perang.
Bertahun-tahun, pejabat AS gagal memberi tahu publik tentang apa
yang sebenarnya terjadi di Afghanistan.
Kumpulan wawancara Lesson Learned isinya bertentangan dengan
pernyataan dari presiden, jenderal, dan diplomat AS selama bertahun-tahun.
Kumpulan wawancara itu memperlihatkan dengan jelas bagaimana pemerintah AS
mengumumkan kabar yang mereka tahu adalah salah dan menyembunyikan bukti
tentang perang yang tidak bisa dimenangkan.
Sejumlah wawancara menggambarkan dengan jelas upaya pemerintah AS
untuk secara sengaja membohongi publik dan memperlihatkan budaya tidak mau
menerima berita buruk dan kritikan.
Para pejabat AS mengakui misi mereka tidak punya strategi dan
tujuannya yang jelas.
Baca Selanjutnya: Membohongi Publik...
Dokumen Rahasia Kebohongan Amerika di
Afghanistan, Kalah Perang Tapi Mengaku Menang
Rabu, 11 Desember 2019 06:14Reporter : Pandasurya Wijaya
·
·
·
Membohongi Publik
Hasil wawancara dan memo Rumsfeld itu mengungkap sebuah rahasia
tentang sejarah konflik dan memberi wawasan baru tentang bagaimana tiga
presiden AS selama dua dekade gagal memenuhi janji untuk mengakhiri perang.
Bertahun-tahun, pejabat AS gagal memberi tahu publik tentang apa
yang sebenarnya terjadi di Afghanistan.
Kumpulan wawancara Lesson Learned isinya bertentangan dengan
pernyataan dari presiden, jenderal, dan diplomat AS selama bertahun-tahun.
Kumpulan wawancara itu memperlihatkan dengan jelas bagaimana pemerintah AS
mengumumkan kabar yang mereka tahu adalah salah dan menyembunyikan bukti
tentang perang yang tidak bisa dimenangkan.
Sejumlah wawancara menggambarkan dengan jelas upaya pemerintah AS
untuk secara sengaja membohongi publik dan memperlihatkan budaya tidak mau
menerima berita buruk dan kritikan.
Para pejabat AS mengakui misi mereka tidak punya strategi dan
tujuannya yang jelas.
[pan]
Baca Selanjutnya: Meraih Apa
Dokumen Rahasia Kebohongan Amerika di
Afghanistan, Kalah Perang Tapi Mengaku Menang
Rabu, 11 Desember 2019 06:14Reporter : Pandasurya Wijaya
·
·
·
Meraih Apa yang Tak Bisa
Diraih
Awalnya, alasan menyerang Afghanistan cukup jelas: menghancurkan
Al-Qaidah. Tapi ketika tujuan itu sebagian besar sudah tercapai, para pejabat
mengatakan misi AS di Afghanistan mulai kabur dan mereka menjalankan strategi
yang bertentangan dan tak bisa dicapai. Mereka yang terlibat dalam perang itu
berupaya keras menjawab pertanyaan paling mendasar sekali pun: Siapa musuh
kita? Siapa yang kita anggap sekutu? Dan bagaimana kita tahu kita sudah menang?
"Kalau ada tugas yang ternyata jauh dari bayangan kita sebelumnya,
maka itu adalah Afghanistan," kata Richard Boucher, diplomat AS untuk Asia
Selatan dari 2006-2009, berdasarkan sebuah transkrip wawancara pada 2015.
"Kita harusnya mengatakan cukup adalah cukup. Itulah sebabnya
kita masih bercokol di sana selama 15 tahun. Kita berusaha meraih apa yang tak
bisa diraih, bukannya meraih apa yang bisa diraih."
[pan]
Dokumen Rahasia Kebohongan Amerika di
Afghanistan, Kalah Perang Tapi Mengaku Menang
Rabu, 11 Desember 2019 06:14Reporter : Pandasurya Wijaya
·
·
·
Merajalelanya Korupsi
Bertahun-tahun berperang, AS masih belum memahami
Afghanistan.
Puluhan pejabat AS dan Afghanistan dalam wawancara itu mengatakan
banyak kebijakan AS--dari mulai melatih pasukan Afghan untuk melawan
perdagangan opium--sudah pasti gagal karena hanya berdasarkan asumsi dari
negara yang tidak mereka pahami.
AS menghabiskan banyak uang untuk membentuk Afghanistan tapi dalam
perjalannya justru membangkitkan korupsi.
Kucuran dana dari AS untuk Afghanistan melebihi
kemampuan negara itu untuk menyerapnya. Akibatnya penyuapan, penggelapan, dan
korupsi merajalela. Salah satu penasihat AS mengatakan di pangkalan udara
tempat dia bertugas, banyak orang Afghan beraroma bahan bakar jet tempur karena
mereka menyelundupkan barang itu untuk dijual ke pasar gelap. [pan]
Baca juga:
Ke Afghanistan, Trump Rayakan
Thanksgiving Bareng Tentara AS
Saat Anak-Anak Pengungsi Afghanistan Bermain
di Jalanan Yunani
Amerika Habiskan Dana Perang USD 6,4 Triliun
di Timur Tengah dan Asia
Taliban Bebaskan Dua Tawanan Asing Setelah
Afghanistan Bebaskan Tiga Pimpinannya
Tim Penyelidik Temukan Bukti Kejahatan Perang
Inggris di Irak
Afghanistan Bebaskan Dua Komandan Taliban,
Ditukar Dua Tawanan
Taliban Kemungkinan 'Paksa' AS Keluar Lebih Cepat dari
Afghanistan
Senin, 26 April 2021
- 05:00 WIB
https://international.sindonews.com/read/408528/40/taliban-kemungkinan-paksa-as-keluar-lebih-cepat-dari-afghanistan-1619366659
views: 10.239
KABUL - Taliban kemungkinan
akan "memaksa" Amerika Serikat (AS)
dan NATO untuk menarik pasukan mereka dari Afghanistan .
Menurut Patrick Armstrong, seorang mantan diplomat Kanada, salah satu hal yang
mungkin dilakukan Taliban adalah menyerang jalur pasokan pasukan ASdanNATO.
Seperti diketahui, Presiden AS, Joe Biden mengumumkan bahwa Amerika akan
menarik semua pasukan dari negara itu sebelum peringatan 20 tahun serangan 11
September tahunini.
Baca: Tarik
Pasukan dari Afghanistan, AS Bersiap Hadapi Serangan Taliban
Penarikan tanpa syarat, yang dilakukan empat bulan lebih lambat dari tenggat
waktu yang disepakati dengan Taliban tahun lalu, terjadi meskipun ada kebuntuan
dalam pembicaraan damai antara pemberontak dan pemerintah Afghanistan.
Penundaan penarikan telah membuat marah Taliban, yang mengancam akan
melanjutkan permusuhan terhadap pasukan AS.
Baca Juga:
·
Langka, Kedubes AS Kecam
Penghancuran Rumah Warga Palestina Oleh Israel
·
Ratusan Tentara Afghanistan
Diterbangkan Kembali dari Tajikistan
"Saya memprediksi Taliban akan mempercepat penarikan pasukan, seperti yang
kita lihat di Irak, pasukan AS/NATO memiliki jalur pasokan yang dapat dengan
mudah diserang," kata Armstrong, seperti dilansir Sputnik.
Pemerintahan Biden, jelas Armstrong, serta elit politik dan publik AS masih
harus menerima kenyataan bahwa Amerika telah kalah dalam perang 20 tahun dan
upaya untuk menciptakan negara sekutu yang tunduk di Afghanistan.
Taliban Kemungkinan 'Paksa' AS Keluar Lebih Cepat dari
Afghanistan
Senin, 26 April 2021
- 05:00 WIB
views: 10.241
Baca: Taliban
Tolak Hadiri Pembicaraan Damai Afghanistan Hingga PasukanAsingDitarik
"Fakta pertama adalah bahwa Taliban telah menang. Yang kedua adalah bahwa
Taliban bukanlah al-Qaeda. Itu adalah fenomena Afghanistan yang telah
diradikalisasi berkat perang selama 40 tahun," katanya.
Dia lalu mengatakan, Rusia dan China telah mampu untuk mundur dan membiarkan AS
menghabiskan kekuatan militer dan sumber daya keuangannya di Afghanistan.
Tetapi, paparnya, Rusia dan China sekarang siap untuk mengambil keuntungan
penuh dari peluang yang ditawarkan oleh penarikan pasukan AS pada akhirnya.
Sementara itu, sebelumnya Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken membela
keputusan AS untuk mundur dari Afghanistan. Dia mengatakan, ancaman teror telah
berpindah ke tempat lain dan bahwa Washington perlu memfokuskan kembali sumber
daya pada tantangan seperti Chinadanpandemi.
Baca: Biden
Tarik Pasukan AS dari Afghanistan pada 11 September
"Ancaman terorisme telah berpindah ke tempat lain. Dan, kami memiliki item
lain yang sangat penting dalam agenda kami, termasuk hubungan dengan China,
termasuk menangani segala hal mulai dari perubahan iklim hingga Covid-19. Dan,
di situlah kami harus memfokuskan energi dan sumber daya kami," ucap Blinken.
90%
Pasukan AS Sudah Hengkang, Afghanistan Semakin Sendirian Hadapi Taliban
https://international.sindonews.com/read/476148/42/90-pasukan-as-sudah-hengkang-afghanistan-semakin-sendirian-hadapi-taliban-1625623653
Rabu, 07 Juli 2021 -
09:09 WIB
views: 7.913
WASHINGTON - Militer Amerika Serikat (AS) telah menyelesaikan lebih dari 90 persen penarikan
pasukannya dari Afghanistan . Hal itu diumumkan Pentagon dalam sebuah pernyataan yang
dirilis hari Selasa waktu Washington.
"Sejak keputusan Presiden, Departemen
Pertahanan telah menarik setara dengan sekitar 984 muatan material C-17 dari
Afghanistan dan telah menyerahkan hampir 17.074 buah peralatan ke Badan
Logistik Pertahanan untuk disposisi,” bunyipernyataanPentagon.
Baca juga:
Cengkeraman Taliban Meluas, 1.000
Tentara Afghanistan Kabur ke Tajikistan
Pentagon menambahkan bahwa AS telah secara resmi
menyerahkan tujuh fasilitas militer kepada Kementerian Pertahanan Afghanistan.
Baca
Juga:
·
Rusia Mengaku Khawatir dengan
Perkembangan Situasi di Afghanistan
·
Tajikistan Pertimbangkan Bangun
Kamp untuk Pengungsi Afghanistan
“Proses penarikan berlanjut; Komando Pusat AS
memperkirakan bahwa kami telah menyelesaikan lebih dari 90 persen dari seluruh
proses penarikan," lanjut pernyataan Pentagon.
Penarikan pasukan AS dan sekutu NATO-nya membuat
pasukan Afghanistan semakin sendirian dalam perang melawankelompokTaliban.
Pertempuran telah berkecamuk di beberapa provinsi,
tetapi kelompok Taliban berfokus pada kampanye yang menghancurkan di pedesaan
utara, merebut lusinan distrik dalamduabulanterakhir.
Baca juga:
Diktator Belarusia Lukashenko:
Seluruh Dunia Berlutut pada Yahudi
“Ada perang, ada tekanan. Terkadang hal-hal berjalan
sesuai keinginan kita. Terkadang tidak, tapi kami akan terus membela rakyat
Afghanistan,” kata Penasihat Keamanan Nasional Hamdullah Mohib kepada wartawan
seperti dikutip AFP,Rabu(7/7/2021).
“Kami memiliki rencana untuk merebut kembali
distrik-distrik tersebut,” ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar