Berencana Menarik Diri dari Suriah, AS Disebut Akui Kemenangan Putin
https://indonesia.rbth.com/news/2016/09/22/berencana-menarik-diri-dari-suriah-as-disebut-akui-kemenangan-putin_632131
22 September 2016
Sebuah perjanjian
gencatan senjata yang ditandatangani oleh Moskow dan Washington di
Jenewa pada 10 September lalu menunjukkan bahwa Barack Obama ingin
mengurangi ketegangan di Suriah, bahkan jika hal ini berarti harus
menyerahkan urusan tersebut ke tangan Rusia dan Iran.
Setelah pemilihan presiden
AS, satu perubahan serius yang mungkin terjadi adalah kebijakan luar
negeri Washington. Sumber: AP
Satu tahun telah berlalu sejak Rusia meluncurkan operasi militernya di Suriah. Menurut surat kabar Prancis Le Figaro,
tahun ini menandai kemenangan strategis Rusia di Suriah karena
Washington kini mau tak mau harus menyesuaikan diri dengan strategi
Moskow, demikian dilansir dari Sputnik.
Operasi
Rusia di Suriah merupakan bagian dari strategi global Moskow yang
ditujukan untuk memperbaiki pengaruh internasionalnya di luar wilayah
pasca-Soviet, tulis surat kabar tersebut. Strategi ini mengubah
keseimbangan kekuasaan di Timur Tengah, termasuk mengurangi peran
Amerika Serikat. Menurut penulis, masa depan strategi Moskow akan
bergantung pada kemenangan militer di area publik. Pada gilirannya, hal
itu bergantung pada kerja sama dengan Iran, negosiasi dengan Turki, dan
"sikap acuh tak acuh Amerika Serikat."
Keberhasilan Strategi Rusia
Berkat
intervensi Rusia, pemerintah Suriah pimpinan Presiden Bashar Assad
berhasil mengembalikan kepercayaan masyarakat yang hilang setelah
serangkaian kegagalan yang terjadi pada musim semi 2015.
Tentara
Suriah memang belum menciptakan perkembangan signifikan dalam hal
perebutan kembali wilayah-wilayah yang dikuasai teroris, tetapi mereka
memiliki kepentingan strategis yang besar. Saat ini, wilayah Syiah Alawi
aman dari serangan pemberontak dan Tentara Suriah menyapu bersih
benteng militan di dekat Damaskus, termasuk di wilayah Darayya dan
Ghouta.
Situasi
yang rumit terjadi di Aleppo karena para milisi menerima dukungan dari
Turki. Selain itu, pesawat tempur Rusia mendukung pasukan Suriah yang
tidak mampu mempertahankan wilayahnya, seperti yang terjadi di wilayah
utara Provinsi Hama.
Sang penulis menyarankan Rusia agar
melibatkan operasi darat untuk tahap berikutnya, guna melindungi wilayah
strategis Suriah, termasuk area barat laut Latakia, Tadmur, dan Aleppo.
Disebutkan
bahwa alokasi anggaran Rusia untuk operasi tersebut ialah rata-rata
tiga juta dolar AS per hari, sehingga hal itu terjangkau bagi Moskow.
Selain itu, pameran kekuatan militer Rusia di Suriah telah membuat Rusia
memperoleh sejumlah kesepakatan jual-beli senjata baru. Pada 2016,
jumlah ekspor Rusia di bidang pertahanan mencapai 50 miliar dolar AS,
meningkat signifikan dibanding 2011 yang jumlahnya hanya mencapai 38,5
miliar dolar AS. Saat ini, Rusia adalah eksportir senjata terbesar kedua
di dunia dengan pangsa pasar 25 persen.
Washington Berpaling dari Suriah
Setelah pemilihan presiden AS, satu perubahan serius yang mungkin terjadi adalah kebijakan luar negeri Washington.
"Masalah Suriah mungkin akan ditinggalkan untuk Rusia dan Iran," menurut artikel Prancis tersebut. AS tidak akan menentang strategi Rusia di Suriah. Sebuah perjanjian gencatan senjata
yang ditandatangani oleh Moskow dan Washington di Jenewa pada 10
September lalu menunjukkan bahwa Barack Obama ingin mengurangi
ketegangan di Suriah, bahkan jika hal ini berarti harus menyerahkan
urusan tersebut ke tangan Rusia dan Iran. Hal ini didorong oleh
kurangnya alternatif pernyelesaian konflik tersebut secara damai.
Dengan
demikian, tulis artikel tersebut, AS mengakui kelemahannya dan ini
merupakan kemenangan diplomatik Presiden Rusia Vladimir Putin.
"Di
luar fakta bahwa pencapaian militer terbilang rendah dan butuh upaya
dua kali lipat untuk menciptakan kemenangan, hal yang terpenting ialah
strategi AS untuk mengubah rezim di Suriah telah gagal," kata sang penulis menyimpulkan.
Warga Suriah: Kami Tak Akan Biarkan Sepatu Amerika Menginjak Tanah Air Kami
https://indonesia.rbth.com/news/2016/05/06/warga-suriah-kami-tak-akan-biarkan-sepatu-amerika-menginjak-tanah-air-kami_590745
6 Mei 2016
"Kami mengecam pelanggaran terhadap kedaulatan yang dilakukan secara terang-terangan terhadap Suriah. Kami tidak akan membiarkan sepatu Amerika menginjak tanah air kami. Kami juga melawan terhadap segala rencana untuk memfederalisasi Suriah," kata Gubernur Al-Hasakah Mohammad Zaal selama demonstrasi.
Unjuk rasa serupa sebelumnya telah diadakan di kota tetangga Al-Hasakah, Al-Qamishli.
Kementerian Luar Negeri Suriah menyebut pengiriman 150 tentara AS ke bandara Rumeilan di timur laut negara itu sebagai "intervensi yang tidak dapat diterima dan ilegal" yang datang begitu saja tanpa izin dari pemerintah Suriah.
Pada tanggal 28 April, Presiden AS Barack Obama mengumumkan bahwa Washington akan "menurunkan hingga 250 personil tambahan di Suriah, termasuk Pasukan Khusus". Mereka diharapkan akan melatih Pasukan Demokratik Suriah.
Gedung Putih menegaskan bahwa penyebaran Pasukan Khusus dimaksudkan untuk mengusir teroris ISIS.
Pada Rabu (27/4), sekitar 150 orang tentara AS tiba di timur laut Suriah, di kota Rumeilan yang dikontrol oleh Kurdistan Suriah. Menurut sumber keamanan Kurdi, sebagian dari kontingen militer AS telah tiba segera menuju ke utara Provinsi Raqqa.
Menuai Kritik
Sementara itu, seorang perwira Angkatan Darat AS telah menggugat Presiden Barack Obama atas legalitas perang melawan ISIS. Perwira berusia 28 tahun tersebut mempertanyakan klaim Obama yang menyatakan bahwa ia tak memerlukan otoritas Kongres untuk memerintahkan militer AS melaksanakan misi yang lebih dalam, tulis The New York Times pada Rabu.Kapten Nathan Michael Smith, seorang perwira intelijen yang ditempatkan di Kuwait, menyuarakan dukungan kuat untuk memerangi ISIS. Namun demikian, ia mengatakan bahwa ia harus berpegang pada "hati nurani" dan sumpahnya untuk menegakkan Konstitusi. Ia mengatakan bahwa ia percaya bahwa misi penambahan personil ke Suriah tersebut kekurangan otorisasi yang tepat dari Kongres.
Tantangan hukum datang setelah kematian prajurit Amerika yang ketiga dalam memerangi ISIS. Karena alasan itu, Presiden Obama memutuskan untuk secara signifikan menambah jumlah anggota Pasukan Khusus.
Presiden Obama telah menyatakan bahwa ia sudah memiliki wewenang yang ia perlukan untuk mengobarkan perang terhadap ISIS di bawah otorisasi melawan pelaku serangan teroris 11 September 2001, yang ditetapkan oleh Kongres tak lama setelah serangan tersebut terjadi.
Damaskus: Kehadiran 150 Prajurit AS di Suriah Melanggar Kedaulatan Negara
http://indonesia.rbth.com/news/2016/04/29/damaskus-kehadiran-150-prajurit-as-di-suriah-melanggar-kedaulatan-negara_589127
29 April 2016
Pada Senin (24/4), Presiden AS Barack Obama mengumumkan bahwa Washington akan "menambah hingga 250 personil prajurit AS di Suriah, termasuk pasukan khusus". Mereka diharapkan untuk melatih Pasukan Demokratik Suriah.
Gedung Putih menegaskan bahwa penyebaran Pasukan Khusus AS dimaksudkan untuk mengusir kelompok teroris ISIS.
Pada Rabu (27/4), sekitar 150 orang tentara AS tiba di timur laut Suriah, di kota Rumeilan yang dikontrol oleh Kurdistan Suriah. Menurut sumber keamanan Kurdi, sebagian dari kontingen militer AS telah tiba segera menuju ke utara Provinsi Raqqa.
"Kami menganggap kedatangan 150 tentara Amerika ke daerah Rumeilan di Suriah sebagai sesuatu yang serius. Republik Arab Suriah mengutuk agresi ini yang merupakan invasi berbahaya dan melanggar kedaulatan Suriah," kata kantor berita tersebut sebagaimana yang dikutip dari kementerian.
Meskipun Barack Obama berulang kali mengatakan tidak akan ada "jejak sepatu" pasukan AS di Suriah, rencana peningkatan kehadiran pasukan Amerika di Suriah baru-baru ini justru meningkat secara dramatis dari 250 personil tambahan menjadi 300 personil.
Rabu, 07 September 2016
Gagal di Suriah, Yaman, Saudi akan Pindahkan Perang ke Iran
http://cahyono-adi.blogspot.co.id/2016/09/gagal-di-suriah-yaman-saudi-akan.html#.V-ybfPQXFJk
Indonesian Free Press -- Saudi Arabia ingin memindahkan medan
perang yang dilancarkannya ke Iran, setelah petualangannya di Suriah dan
Yaman mengalami kegagalan. Hal ini sekaligus akan memberikan pukulan
langsung ke Iran setelah gagal dalam perang proksi melawan Iran di kedua
wilayah itu.
Seperti dilaporkan Veterans Today, 5 September, Saudi Arabia bekerjasama dengan Israel telah mengubah kantor-kantor diplomatiknya di kawasan menjadi jaringan mata-mata untuk menggerakkan para teroris beroperasi di wilayah Iran.
Mengutip media Lebanon Al-Manar laporan itu menulis, “Sejumlah sumber mengkonfirmasikan bahwa Saudi Arabia telah merekrut kelompok-kelompok teroris untuk menghantam keamanana nasional Iran. ” Terkait dengan hal itu Menhan Saudi Arabia Pangeran Mohammed bin Salman telah menawarkan hadiah senilai $500.000 bagi bagi para teroris yang beraksi di Iran.
"Saudi dengan bekerjasama dengan Israel telah mengubah kedutaan-kedutaan besarnya menjadi jaringan mata-mata untuk menghantam Iran. Mereka berusaha untuk memindahkan operasi teroris ke wilayah Iran," tulis laporan itu.
Hal itu berkaitan dengan kegagalan 'petualangan' Saudi Arabia di Suriah, dan terakhir di Yaman. Yang terakhir terjadi setelah para pejuang Yaman berhasil menembakkan rudal-rudal ballistiknya yang tidak bisa dihentikan Saudi dan koalisi pimpinananya, sehingga menimbulkan kerusakan hebat pasukan koalisi Saudi di Yaman.
Terakhir, para pejuang Yaman menembakkan rudal Berkanes, rudal yang memiliki daya jangkau hingga 800 km, jauh ke wilayah Saudi Arabia.
Seperti dilaporkan Veterans Today dalam laporan itu, rudal ballistik baru bernama Berkane 1 berhasil ditembakkan ke wilayah Ta'if yang kaya minyak. Kota ini berada 700 kilometer di dalam wilayah Saudi Arabia.
"Fakta bahwa Yaman berhasil menembakkan rudal sejauh itu, telah mengubah nasib peperangan di Yaman. Kini Ibukota Saudi Riyadh berada dalam jangkauan serangan rudal Yaman," tulis Veterans Today.
Menurut laporan-laporan media Yaman, rudal Berkane 1 dibuata seluruhnya oleh para teknisi Yaman. Dibuat meniru rudal Scud buatan Rusia, rudal ini diklaim berdaya jangkau hingga 800 km. Menurut laporan itu, para pejabat militer Saudi terkejut dengan kecepatan rudal itu, yang disebut-sebut 'melesat bak meteor'.
Sebelumnya Yaman diketahui sukses meluncurkan rudal-rudal ballistik buatan Rusia yang membawa kehancuran hebat bagi pasukan koalisi pimpinan Saudi Arabia yang tidak memiliki sistem pertahanan udara canggih seperti Iran.(ca)
Seperti dilaporkan Veterans Today, 5 September, Saudi Arabia bekerjasama dengan Israel telah mengubah kantor-kantor diplomatiknya di kawasan menjadi jaringan mata-mata untuk menggerakkan para teroris beroperasi di wilayah Iran.
Mengutip media Lebanon Al-Manar laporan itu menulis, “Sejumlah sumber mengkonfirmasikan bahwa Saudi Arabia telah merekrut kelompok-kelompok teroris untuk menghantam keamanana nasional Iran. ” Terkait dengan hal itu Menhan Saudi Arabia Pangeran Mohammed bin Salman telah menawarkan hadiah senilai $500.000 bagi bagi para teroris yang beraksi di Iran.
"Saudi dengan bekerjasama dengan Israel telah mengubah kedutaan-kedutaan besarnya menjadi jaringan mata-mata untuk menghantam Iran. Mereka berusaha untuk memindahkan operasi teroris ke wilayah Iran," tulis laporan itu.
Hal itu berkaitan dengan kegagalan 'petualangan' Saudi Arabia di Suriah, dan terakhir di Yaman. Yang terakhir terjadi setelah para pejuang Yaman berhasil menembakkan rudal-rudal ballistiknya yang tidak bisa dihentikan Saudi dan koalisi pimpinananya, sehingga menimbulkan kerusakan hebat pasukan koalisi Saudi di Yaman.
Terakhir, para pejuang Yaman menembakkan rudal Berkanes, rudal yang memiliki daya jangkau hingga 800 km, jauh ke wilayah Saudi Arabia.
Seperti dilaporkan Veterans Today dalam laporan itu, rudal ballistik baru bernama Berkane 1 berhasil ditembakkan ke wilayah Ta'if yang kaya minyak. Kota ini berada 700 kilometer di dalam wilayah Saudi Arabia.
"Fakta bahwa Yaman berhasil menembakkan rudal sejauh itu, telah mengubah nasib peperangan di Yaman. Kini Ibukota Saudi Riyadh berada dalam jangkauan serangan rudal Yaman," tulis Veterans Today.
Menurut laporan-laporan media Yaman, rudal Berkane 1 dibuata seluruhnya oleh para teknisi Yaman. Dibuat meniru rudal Scud buatan Rusia, rudal ini diklaim berdaya jangkau hingga 800 km. Menurut laporan itu, para pejabat militer Saudi terkejut dengan kecepatan rudal itu, yang disebut-sebut 'melesat bak meteor'.
Sebelumnya Yaman diketahui sukses meluncurkan rudal-rudal ballistik buatan Rusia yang membawa kehancuran hebat bagi pasukan koalisi pimpinan Saudi Arabia yang tidak memiliki sistem pertahanan udara canggih seperti Iran.(ca)
Israel Aktifkan Ruang Operasi di Quneitra, Suriah
Kamis, 29 September 2016,
QUNEITRA, ARRAHMAHNEWS.COM –
Seorang komandan senior Resimen Golan dalam pasukan Suriah mengungkap
bahwa Israel telah mengaktifkan ruang operasi di provinsi Barat Daya
dari Quneitra dekat perbatasannya dengan Suriah untuk membantu teroris
Fatah al-Sham (Jabhat al-Nusra).
“Serangan teroris baru-baru ini di Quneitra, yang disebut oleh teroris sebagai ‘Operasi Qadesiya Selatan’, jelas menunjukkan dukungan rezim Zionis untuk kelompok-kelompok teroris di Selatan Suriah,” kata Arwa Satter kepada FNA pada hari Rabu (28/09). (Baca juga: Coba Serang SAA, Teroris di Dataran Tinggi Golan Mati Bergelimpangan)
Ia mengacu pada aktivasi Israel yang
mendirikan ruang operasi di wilayah Jabat al-Khashab di Quneitra Suriah,
dan mengatakan dalam serangan terbaru mereka, 600 teroris, yang telah
dipanggil dari Dara’a, menerima perintah dari ruang operasi Zionis
tersebut dan berusaha untuk mengambil kendali pangkalan al-Rabe’a atau
Sya’ban di Utara Quneitra tetapi mereka gagal karena kesigapan dan
reaksi cepat tentara Suriah serta pasukan perlawanan.
“Tentara dan sekutunya siap untuk mengusir serangan besar teroris ‘di wilayah ini serta setiap melawan agresi Zionis maupun agresi pimpinan Zionis yang baru,” kata Satter. (Baca juga: DK PBB Tolak Klaim Terbaru Israel atas Dataran Tinggi Golan)
Sementara itu, media Israel mengungkap
bahwa Tel Aviv telah mengerahkan sejumlah drone di Dataran Tinggi Golan
untuk mendeteksi gerakan Tentara Suriah di wilayah tersebut.
Media Israel mengatakan pesawat-pesawat
pengintai ini akan memainkan peran penting dalam memantau perkembangan
militer di Selatan Suriah, khususnya di Dataran tinggi Golan. (ARN)
Tentara Suriah, Hizbullah Siapkan Perang Besar di Perbatasan Israel
https://arrahmahnews.com/2016/09/06/tentara-suriah-hizbullah-siapkan-perang-besar-di-perbatasan-israel/
Selasa, 06 September 2016,
GOLAN, ARRAHMAHNEWS.COM –
Tentara Suriah dan Gerakan Perlawanan Hizbullah Lebanon saat ini tengah
mengkoordinasikan langkah-langkah akhir untuk meluncurkan operasi
anti-terorisme gabungan skala besar di provinsi Quneitra, selatan
Suriah. Hal ini diungkap oleh beberapa sumber militer pada hari Senin
(05/09) kemarin. (Baca juga: Analis; Invasi Turki di Suriah Untuk Gulingkan Assad)
“Tentara Suriah dan pejuang Hizbullah telah mengerjakan sebuah rencana bersama untuk mengakhiri militansi di Selatan Suriah, terutama di dekat Dataran Tinggi Golan,” kata sumber itu.
“Hizbullah telah mengerahkan sejumlah
besar pasukannya di wilayah Quneitra yang menghubungkan Suriah ke
wilayah pendudukan Golan,” tambah mereka. (Baca juga: Utusan Suriah: Arab Saudi, Turki, Qatar, Tingkatkan Perang Suriah dengan Dukung Teroris)
Akhir bulan Agustus, Fatah al-Sham (nama baru front al-Nusra, kelompok teroris yang berafiliasi dengan al-Qaeda) menderita sejumlah besar korban tewas dan hancurnya peralatan militer akibat kekalahan yang berkelanjutan dalam serangan pasukan Tentara Suriah ‘di pusat-pusat mereka di Quneitra.
Tentara Arab Suriah menargetkan
pusat-pusat pertemuan dan konsentrasi Fatah al-Sham dekat desa Um Batna
Selatan kota al-Ba’ath, menewaskan beberapa teroris dan menghancurkan
tiga kendaraan yang membawa sejumlah teroris dan volume besar senjata
dan amunisi. (ARN)
Warisan Obama dan Rusia: Bagaimana Hubungan Masa Depan Moskow dan AS?
26 Mei 2015
Sejak kedatangan
Menteri Luar Negeri AS John Kerry dan Juru Bicara Menteri Luar Negeri AS
Victoria Nuland ke Rusia, para pakar mulai membicarakan kemungkinan
meredanya ketegangan antara Rusia dan AS. Namun, apakah kunjungan itu
bisa dilihat sebagai titik balik? Pakar politik Fyodor Lukyanov
menganalisis apakah pencairan hubungan antara Moskow dan Washington
mungkin terjadi dan mengapa hampir habisnya masa jabatan Presiden AS
Barack Obama menjadi faktor penting.
Pertama dan yang terpenting, kita harus mengingat sesuatu yang hampir terlupakan: komunikasi bilateral bukan hanya tentang bernegosiasi untuk mencapai kesepakatan. Pada masa Perang Dingin, AS dan Uni Soviet berupaya untuk mempertahankan komunikasi, namun bukan untuk mencapai kesepakatan atau menyelesaikan isu spesifik tertentu, melainkan untuk sesuatu yang lebih vital: kedua pihak berusaha memahami logika dan intensi pihak lain.
Kegagalan Kebijakan Pasca-Soviet
Sejak awal 1990-an, kedua negara mulai kehilangan kemampuan tersebut, seolah mereka tak membutuhkan hal itu lagi. Ancaman perang tak lagi dipersepsikan sebagai hal yang nyata, dan negosiasi selanjutnya dianggap harus memberikan hasil yang riil. Namun, perubahan situasi politik pada 2014 dan 2015 telah membuktikan bahwa harapan untuk mengakhiri semua konfrontasi ini adalah hal yang delusional. Kebiasaan dan sikap yang ditunjukkan pada masa Perang Dingin telah kembali, namun kali ini tak ada instrumen untuk tetap saling mengawasi satu sama lain.Kebijakan AS terhadap Rusia sejak bergabungnya Krimea ke Rusia dapat dirangkum sebagai berikut: meminimalisir segala bentuk komunikasi hingga Kremlin mengubah sikapnya.
Kebijakan ini tak menghasilkan apa-apa. Ekspektasi AS bahwa Rusia akan mengubah posisinya terkait Ukraina tetap tak terpenuhi. Di sisi lain, Moskow tak bisa diandalkan untuk mengembalikan stabilitas Ukraina dan tanpa melibatkan Amerika Serikat. Akhirnya, ketegangan mulai meruak, terwujud dalam beragam insiden tak menyenangkan yang melibatkan pesawat dan kapal perang Rusia dan NATO.
Namun, ini bukan berarti AS dan Rusia memasuki Perang Dingin babak baru. Masih ada beberapa "tantangan bersama" yang harus dihadapi. Misalnya, Rusia dan AS mungkin memiliki pandangan yang berbeda mengenai penyebab situasi di Timur Tengah, namun mereka sama-sama sepakat bahwa ISIS adalah ancaman baik bagi Rusia maupun Amerika.
Peninggalan Obama
Presiden AS Barack Obama memasuki tahap akhir masa kepemimpinannya, dan biasanya ini merupakan waktu di mana para presiden benar-benar memikirkan hal apa yang mereka wariskan. Obama menjadi presiden dalam periode yang sulit, ketika dekonstruksi tatanan dunia tengah meningkat, sehingga sulit untuk mencapai kesuksesan internasional. Tentu, ia tak berhasil menghindari beberapa kesalahan. Pada konteks ini, ia perlu lebih fokus untuk mengukir sejarah di area yang memungkinkan. Bagi Obama, hal itu adalah Iran, dan mungkin Kuba.Penyelesaian masalah di Iran membutuhkan kerja keras di semua lini. Konsensus yang hendak dicapai tergolong rapuh, sehingga perlu kerja sama maksimal dengan semua pihak, termasuk Rusia.
Secara lebih luas, Presiden Obama yakin tak akan meninggalkan Timur Tengah di masa yang kacau seperti ini. Ia butuh kerja sama, atau sikap yang kooperatif, dari Rusia. Ukraina, sebaliknya, tak mungkin memberi 'kenangan manis' bagi masa pemerintahan Obama, dan ia paham bahwa tak akan ada perubahan instan yang terjadi di sana.
Oleh karena itu, tahap baru hubungan Rusia-AS (hingga 2017) mungkin akan seperti ini: kedua pihak akan menciptakan komunikasi antara pejabat-pejabat yang bertanggung jawab dalam bidang keamanan politik dan militer, untuk meminimalisasi risiko 'tabrakan' yang tak disengaja. Mereka juga akan bertukar pandangan mengenai situasi di Timur Tengah dan mengelaborasi langkah yang mungkin dilakukan. Tak akan ada konsensus, namun tak akan ada pula konfrontasi langsung. Terkait Iran, kedua negara mungkin akan bekerja bersama, sementara di Suriah mereka tak mungkin mengambil tindakan besar. Pendirian mengenai Ukraina yang bertolak belakang akan tetap sama, namun sangat mungkin kedua pihak mencoba menghindari ketegangan.
Modus vivendi (persetujuan sementara antara kedua belah pihak yang bersengketa -red.) yang dideskripsikan di sini tak menunjukkan bahwa retorika akan berkurang; malah, reduksi ketegangan yang sesungguhnya mungkin akan dikompensasi bahkan oleh pernyataan yang bersifat memusuhi. Secara umum, situasi ini mungkin akan berlanjut hingga berakhirnya masa kepresidenan Obama.
Selain itu, situasi juga akan tergantung pada banyak faktor, salah satunya pada hubungan kedua negara dengan Tiongkok.
Pertama kali dipublikasikan dalam bahasa Rusia di Rossiyskaya Gazeta.
Trio Bandit Tak Ingin Ada Perdamaian di Suriah & Yaman
http://redaksiislam.com/trio-bandit-tak-ingin-ada-perdamaian-di-suriah-yaman/
Di Suriah: Saudi, Turki dan Qatar di Balik Jubah Terorisme
http://redaksiislam.com/trio-bandit-tak-ingin-ada-perdamaian-di-suriah-yaman/
Islam-Institute, DAMASKUS – Pemerintah Suriah resmi mengirimkan surat kepada PBB. Suriah menyalahkan Arab Saudi, Turki, dan Qatar
atas tragedi pemboman oleh teroris pada Senin (23/05). Pemboman telah
menewaskan hampir 150 orang di kota-kota pesisir di Tartous dan Jableh,
peristiwa mengerikan ini sebagaimana yang dirilis kantor berita SANA.
Kementerian Luar Negeri Suriah dalam
surat yang dikirim kepada PBB mengatakan bahwa ledakan adalah hasil dari
eskalasi permusuhan berbahaya yang dilancarkan ekstremis dukungan rezim
di Riyadh, Ankara dan Doha.
Surat itu menyatakan bahwa tiga negara
tersebut berusaha untuk menggagalkan pembicaraan damai yang ditengahi
oleh PBB di Jenewa. Ketiga negara ingin menggagalkan upaya dalam
menghentikan pertumpahan darah di Suriah serta mengeliminir prestasi
luar biasa dari tentara Suriah melawan teroris.
Kementerian Suriah juga menyatakan Dewan
Keamanan PBB lamban dalam merespon kejahatan keji yang dilakukan oleh
kelompok teroris yang disponsori asing di Suriah, dan rezim-rezim yang
mendukung terorisme untuk menyebarkan pion-pion teroris mereka di
Suriah.
Surat dari Suriah juga mengkritik
Inggris, Perancis dan Amerika Serikat atas penolakan mereka dalam
memberikan label kepada Jaysh al-Islam dan al-Qaeda yang berafiliasi
pada Ahrar al-Sham sebagai kelompok teroris. Dalam surat juga ditegaskan
tidak adanya pendekatan dan kurangnya keseriusan dalam memerangi
terorisme.
Surat itu juga mengatakan bahwa
peristiwa pemboman dan serangan teroris mengerikan yang terjadi Tartous
dan Jableh tidak akan melemahkan tekad Suriah untuk memerangi terorisme
di wilayah negara Suriah.
Surat ini adalah desakan pada Dewan
Keamanan PBB untuk mengadopsi langkah-langkah hukuman langsung terhadap
negara-negara yang mensponsori terorisme dan merusak perdamaian dan
keamanan internasional.
Gerakan perlawanan Hizbullah Lebanon
juga mengutuk pemboman mematikan dalam sebuah pernyataan, dan menegaskan
dengan menyebut Hizbullah memiliki sikap yang jelas dan tegas terhadap
kekuatan regional dan global pendukung terorisme.
“Genosida sedang berlangsung, dilakukan oleh kelompok teroris dengan dukungan dinas rahasia internasional CIA, Mossad, Arab Saudi, Qatar dan Turki,
adalah hasil dari ideologi gelap yang bertujuan untuk menyebarkan
ketakutan dan kekacauan di Timur Tengah dan masyarakat umat Islam”.
Trio Bandit “AS, Israel, Saudi” Tak Ingin Ada Perdamaian di Suriah dan Yaman
Dalam sekala lebih luas, rakyat
Suriah dan Yaman menginginkan yang lebih baik daripada perdamaian.
Tetapi kekuatan asing masih terus bertekad untuk melanjutkan kekacauan
meskipun harus menghilangkan lebih banyak lagi nyawa warga sipil.
AS, Zionis dan Arab Saudi
serta beberapa pemain lainnya tidak menginginkan perdamaian di Suriah
dan Yaman. Hal ini meskipun ancaman kematian mencengkeram rakyat Yaman
dan Suriah. Mereka yang akrab dengan realitas di kedua negara tersebut,
tidak akan mengabaikan fakta ini keluar begitu saja dari tangan tanpa
alasan yang jelas. Orang-orang di kedua negara itu menginginkan
perdamaian, tapi sayangnya mereka bukan tuan rumah bagi negara dan
sehingga lemah menentukan nasib mereka sendiri. Nasib mereka ditentukan
oleh kekuatan asing yang bersikeras memaksakan agenda mereka pada
orang-orang malang ini.
Pembicaraan damai Suriah yang ditengahi
PBB di Jenewa, dan Yaman di Kuwait, telah menempatkan teroris sebagai
kelompok oposisi dan moderat, di bawah instruksi dari tuan asing
mereka, membuat tuntutan menggelikan yang hanya bisa menyabotase prospek
penyelesaian yang dinegosiasikan.
Pertumpahan darah di Suriah dimulai
lebih dari lima tahun lalu, melalui konspirasi bersama oleh para pejabat
Saudi, Amerika, Israel di Paris. Trio poros kejahatan menghasut
oportunis Suriah, sebagian besar dari mereka tinggal di pengasingan di
London, Paris atau Washington dan mereka menjanjikan kemenangan cepat
dengan kepala Bashar al Assad yang akan disajikan di piring. Konspirator
mengklaim rezim Suriah akan digulingkan seperti Muammar al-Qaddafi di
Libya digulingkan dalam hitungan bulan. Turki, Yordania dan Qatar juga bergabung dalam plot kejahatan ini.
Mantan perdana menteri Qatar, Sheikh Hamad bin Jassim Al Thani
dalam sebuah wawancara dengan harian Inggris, Financial Times pada 15
April mengatakan bahwa Doha seharusnya menjadi pemain utama dalam
pemberontakan Suriah. Krisis Suriah tidak ada kaitannya dengan politik
dalam negeri. Ia juga mengungkapkan bahwa Arab Saudi awalnya enggan
untuk terlibat tetapi kemudian mengambil alih peran utama dari Qatar. Ia
juga tidak menampik keterlibatan mendalam mantan kepala intelijen
Saudi, Bandar bin Sultan dalam menghasut agar muncul kekacauan besar.
Haytham Manna, salah satu pemimpin
oposisi Suriah menentang pemberontakan bersenjata untuk menggulingkan
pemerintah, dan mengungkapkan ini segera setelah pertemuan pada Februari
2011 dalam konspirasi di Paris, yang ia ikut hadir dalam pertemuan itu.
Kekacauan di Suriah telah mengakibatkan
hampir 400.000 kematian manusia, hampir setengah dari populasi warga
Suriah mengungsi dan infrastruktur negara hancur total. Apa yang didapat
dari kekacauan besar yang telah mereka buat?
Bashar al-Assad masih berkuasa dan
tampaknya ada sedikit prospek bahwa ia akan digulingkan dalam waktu
dekat. Tentara Suriah di sisi lain tidak dapat memberikan pukulan KO
untuk melenyapkan teroris atau pemberontak moderat, dan sekarang AS
mengirim pasukan khusus tambahan ke Suriah tanpa izin dari Damaskus.
Mereka selain menambah kekuatan pemberontak, juga dapat memberikan lebih
banyak senjata mematikan bagi para pemberontak.
Di sisi lain, pengurangan serangan udara
Rusia, ketidak mampuan tentara Suriah dalam menutup perbatasan dengan
Turki yang berfungsi sebagai pintu masuk bantuan senjata dan aliran
teroris sehingga kekacauan masih berlanjut hingga sekarang atau beberapa
tahun ke depan.
Dari semua ini, apa yang dapat anda
simpulkan? Tampaknya jelas bahwa kekuatan luar ingin pertempuran dan
kekacauan berlanjut. Tujuan yang telah ditetapkan adalah untuk
melemahkan negara Suriah sedemikian rupa, sehingga tidak lagi mampu
menyediakan banyak membantu perlawanan terhadap Israel. Dalam hal ini
mungkin tujuan itu sudah tercapai.
Penghancuran Suriah dimaksudkan untuk
mengamankan pendudukan rezim Zionis di Palestina. Tujuan yang juga
tampaknya telah dicapai seperti yang dapat disaksikan dengan banyaknya
aneksasi merayap Zionis dari Masjid al Aqsa di Yerusalem dan deklarasi
Dataran Tinggi Golan adalah milik mereka selamanya! Bersamaan dengan
itu, penguasa Arab bergegas merangkul rakasa Zionis untuk melawan
Republik Islam Iran.
Di Yaman, situasinya terbalik. Rakyat
Yaman menghadapi invasi penuh dari luar negeri, yang dipimpin oleh
bandit Saudi Arabia yang secara ilegal telah menduduki Semenanjung Arab.
Kerajaan barbar Saudi Arabia telah menewaskan ribuan orang tak bersalah
di Yaman dan telah memberlakukan blokade total pada negara miskin yang
mengakibatkan 22 juta dari 24 juta orang menjadi kekurangan makanan.
Kerajaan barbar Saudi Arabia juga telah
menggunakan bom cluster untuk menyerang sekolah, rumah sakit,
pabrik-pabrik dan infrastruktur umum lainnya. Ini merupakan kejahatan
perang, tetapi mengingat bahwa kaum imperialis dan Zionis memberikan
perlindungan kepada bandit Najd, mereka bisa lolos dari kejahatan
seperti ini, setidaknya untuk saat ini.
Seperti di Suriah, pembicaraan damai
Yaman juga tidak mendapatkan tempat. Houthi dan sekutu mereka bergabung
dengan pembicaraan damai yang ditengahi PBB di Kuwait hanya setelah
menerima jaminan dari lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB bahwa Saudi
Arabia akan menghentikan pemboman negara mereka dan gencatan senjata
yang seharusnya mulai berlaku pada tanggal 11 April. Houthi bergabung
dalam pembicaraan itu pada tanggal 21 April 2016 tapi tidak ada sedikit
pun kemajuan, mengapa?
Mantan presiden buronan Yaman, Abd
Rabbuh Mansour Hadi bersembunyi di Arab Saudi. Ia mengajukan tuntutan
yang akan mengkebiri perlawanan rakyat Yaman. Misalnya, ia menegaskan
gerakan perlawanan Yaman yang dipimpin Houthi Ansarallah harus
meletakkan senjata dan menarik diri dari ibu kota Sana’a. Ansarallah
tidak mengontrol Aden atau Ta’iz. Pasukan loyalis Hadi mengendalikan dua
kota ini, al Qaeda dan kelompok teroris ISIS terus membuat kekacauan,
pembunuhan dan kehancuran di dua kota tersebut.
Para pejuang Ansarallah tidak akan
membiarkan Sana’a menderita seperti nasib dua kota tersebut. Menyerahkan
senjata kepada mereka telah berkhianat terhadap bangsa Yaman, atau
tidak lagi memiliki legitimasi. Hanya orang-orang Yaman bisa memutuskan
masa depan mereka, bukan bandit Najd Saudi antek Yahudi. Milisi
premanisme Hadi tidak bisa mengambil alih Yaman dengan paksa, mereka
menuntut melalui negosiasi. Ini yang terjadi sama persis dengan yang
terjadi di Suriah. Teroris dan sponsor mereka tidak dapat menggulingkan
pemerintah Bashar al-Asad dengan paksa, namun mereka memaksa menyerahkan
kekuasaan di meja perundingan.
Melihat realitas yang terjadi, rakyat di
Suriah dan Yaman akan terus menderita karena perang telah dipaksakan
oleh kekuatan Barat dan sekutunya di Timur Tengah untuk memaksa
pemerintah di dua negara itu melucuti kekuasannya. (al/arn)
Sumber; Why peace eludes Syria and Yemen by Zafar Bangash.
Klik SHARE jika info ini bermanfaat ya..
BERITA TAHUN 2012.. SAAT AWAL YAMAN DI KACAUKAN OLEH JARINGAN SAUDI MELALUI ISIS ..MODEL AFRIKA...??
SANA’A (Panjimas.com) – 3 milisi Syiah Iran tewas ketika pasukan Saudi menghancurkan 7 kendaraan pemberontak Houthi selama serangan di wilayah Asir selatan yang terletak dekat perbatasan Yaman, demikian laporan televisi Al Ekhbariya.
Hingga kini, belum ada rincian lebih lanjut mengenai identitas 3 milisi Syiah Iran itu
Arab Saudi menyebut Iran memasok pemberontak Syiah Houthi Yaman dengan persenjataan, uang dan sejumlah besar milisi. Kelompok Houthi telah menguasai ibukota Yaman, Sanaa pada akhir tahun 2014.
Pada bulan Maret 2015, Koalisi militer Arab yang dipimpin oleh Saudi, [terdiri dari Koalisi 10 negara yakni Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar, Bahrain, Yordania, Mesir, Maroko, Sudan, dan Pakistan] memulai kampanye serangan udara yang bertujuan untuk membalikkan situasi di Yaman, dengan upaya menumpas pasukan Syiah Houthi kemudian memulihkan pemerintahan Presiden Abd Rabbuh Mansour Hadi.
Presiden Abd Rabbuh Mansour Hadi menuduh Iran telah mencampuri urusan dalam negeri negaranya selama pertemuan pada hari Senin (15/02./2016) di Riyadh dengan perwakilan anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Hadi mengatakan bahwa campur tangan Iran di negaranya itu bukanlah hal baru, tapi pihaknya telah mendokumentasikan gerak-gerik mereka, setelah sejumlah persenjataan disita di kapal
“Kami adalah pendukung perdamaian dan bertanggung jawab untuk semua orang Yaman, namun sayangnya kami dihadapkan dengan mentalitas yang kompleks yang ingin menghancurkan Negara ini, dalam rangka untuk kembali berkuasa, dan mendukung kelompok teroris (Houthi) untuk mengacaukan situasi dan mengepung kota Taiz tanpa tanggung jawab manusiawi atau etika sedikit pun, “katanya
Arab Saudi dan para sekutunya melihat pemberontak Houthi sebagai proxy untuk kekuatan Iran di dunia Arab.
PBB mengatakan bahwa setidaknya 5.700 orang, hampir 1/2 dari mereka adalah warga sipil, telah tewas sejak aliansi militer yang dipimpin Saudi melancarkan serangan udara sejak Maret lalu melawan Syiah Houthi dan sekutu-sekutu mereka.
Pendukung Presiden Hadi, yang disokong oleh pasukan darat dari koalisi militer yang dipimpin Saudi, telah mengusir pemberontak Houthi dari selatan kota pelabuhan Aden dan daerah-daerah lain di Yaman Selatan, serta Marib di timur ibukota Sana’a.
Tetapi kelompok Houthi tetap masih mengendalikan ibukota dan banyak bagian utara wilayah Yaman. [IZ]
Kairo, LiputanIslam.com – Isu mengenai kemungkinan terjadinya serangan darat pasukan koalisi Arab pimpinan Arab Saudi ke Yaman tampaknya terus menguat. Beberapa sumber militer di Mesir menyatakan sedikitnya 43,000 pasukan akan terlibat dalam serangan darat ke Yaman.
Menurut laporan AFP Selasa (14/4), sumber-sumber itu secara lebih rinci menyebutkan pasukan kolektif Arab yang melibatkan Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Jordania, Mesir, Sudan dan beberapa negara Arab lain akan dibentuk dengan kekuatan yang terdiri atas 500-1000 angkatan udara, 3000-5000 angkatan laut, dan 35,000 angkatan darat.
Koran al-Arab terbitan Saudi tentang ini melaporkan, komando angkatan darat pasukan koalisi Arab itu akan diserahkan kepada Saudi, dan pasukan itu akan dibagi menjadi tiga bagian; pasukan operasi khusus, pasukan gerak cepat, dan pasukan penyalur bantuan dan pertolongan.
Di pihak lain, gerakan Ansarullah (Houthi) menyatakan rakyat Yaman siap menyongsong segala bentuk serangan pasukan asing.
“Rakyat Yaman tidak ingin terbunuh di dalam rumah, gang dan jalanan. Karena itu mereka tidak akan menunggu para penjajah datang dan melanggar kedaulatan Yaman. Sebaliknya, sekarang rakyat Yaman bangkit di semua penjuru dan akan mengendalikan segala inisiatif, serta melawan segala bentuk agresi dan campur tangan negara-negara penindas itu,” tegas Ali al-Qahum, salah satu petinggi Ansarullah dalam wawancara dengan Alalam, Selasa.
Dia menambahkan, “25 juta rakyat bersenjata Yaman siap menyongsong agresi kejam dan ilegal ini.” (mm)
Yaman minta campur tangan PBB
Yaman mendesak PBB
untuk memberi kewenangan bagi penggunaan pasukan darat asing untuk
memukul mundur pasukan pemberontak Houthi, khususnya di kota Taiz dan
Aden.
Koalisi melancarkan berbagai serangan udara menyusul surat Yaman kepada PBB Maret lalu, meminta bantuan militer dari negara-negara Teluk.
Surat permintaan kali ini juga mendesak lembaga-lembaga pemantau HAM agar mencatat "pelanggaran-pelangaran barbar" yang dilakukan kaum Houthi.
Disebutkan dalam surat yang ditanda-tangani duta besar Yaman di PBB Khaled Alyemany, dalam sebuah peristiwa di hari Rabu (06/05), setidaknya 32 orang terbunuh saat berusaha mengungsi dari Aden dengan perahu.
Menurutnya, pemberontak Houthi "membidik apapun yang bergerak" di Aden.
"Kami mendesak masyarakat internasional untuk secepatnya turun tangan dengan kekuatan darat untuk menyelamatkan Yaman, khususnya Aden dan Taiz," tulisnya.
Warga biasa terjebak
Pertempuran berlangsung sengit khususnya di distrik al-Tawahi, Aden. Di sini para pemberontak melakukan gempuran untuk mengambil alih kawasan yang dikuasai para pendukung pemerintah.Masyarakat internasional sudah mengungkapkan kecemasan terkait banyak warga biasa yang terjebak dalam pertempuran.
Lebih dari 20 lembaga bantuan internasional memperingatkan bahwa kelangkaan bahan bakar bisa menghambat langkah-langkah mereka.
Koalisi militer pimpinan Saudi berusaha memulihkan pemerintahan Presiden Abdrabbuh Mansour Hadi yang sekarang berada di pengasingan, namun sejauh ini belum berhasil menghentikan gempuran Houthi ke Aden.
Presiden Mansour Hadi meloloskan diri dari Sanaa Februari lalu dan berlindung di Aden, Namun tatkala pasukan pemberontak memasuki pinggiran Aden, Maret lalu, ia mengungsi ke Saudi Arabia.
Sejak itu, menurut catatan PBB, lebih dari 640 warga biasa terbunuh.
Menteri Luar Negeri AS John Kerry yang tiba di ibukota Saudi, Riyadh hari Rabu (6/5) menyerukan dilakukannya jeda perang.
Komandan Senior al-Nushra Akui AS Ada di Pihaknya
Selasa, 27 September 2016
http://www.voa-islamnews.com/komandan-senior-al-nushra-akui-as-ada-di-pihaknya.html
VOA-ISLAMNEWS.COM, BERLIN –
Majalah berita mingguan Jerman Focus melaporkan bahwa seorang komandan
senior front al-Nusra yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada
wartawan Jürgen Todenhöfer, bahwa kelompok yang dianggap teroris oleh
Rusia, serta PBB bahkan Amerika Serikat, memiliki persenjataan terutama
rudal TOW anti-tank BGM-71, yang diterima langsung dari AS.
“Rudal-rudal itu diserahkan langsung kepada kami. Amerika ada di pihak kami,” lapor outlet media itu mengutip pernyataan komandan militan tersebut. Pernyataan itu diungkap menanggapi pertanyaan Jürgen Todenhöfer apakah ada perantara dalam transfer senjata ini, misalkan Tentara Pembebasan Suriah (FSA) yang didukung AS. (Baca juga:Teroris Dukungan AS Sengaja Matikan Aliran Air untuk 1,5 Juta Warga Aleppo)
Front Al-Nusra telah menjadi salah satu
lawan sengit Damaskus. Kelompok teroris itu telah berusaha untuk
menggulingkan Presiden Bashar al-Assad dan mendirikan sebuah
kekhalifahan di Suriah. Komandan itu juga mengkonfirmasi hal ini:
“Kami akan berjuang sampai rezim digulingkan,” katanya, mengacu pada pemerintah Assad. Kami tidak mengakui negara sekuler.” (Baca juga:Jabhat Nusra Siapkan Rencana Licik Serangan Kimia Untuk Salahkan Pemerintah Suriah)
Front Al-Nusra didirikan sebagai cabang
al-Qaeda di Suriah, namun baru-baru ini memutuskan hubungan dengan
jaringan teroris global itu, dan mengubah nama menjadi Jabhat Fateh
al-Sham. Para ahli mengatakan bahwa rebranding tersebut tidak
mempengaruhi tujuan kelompok atau sarana untuk mencapaitujuan itu.
(VOAI)
Pasukan Yaman Hajar Pasukan Saudi dengan Rudal Tosca, Ratusan Tewas
Senin, 18 Juli 2016,
http://www.voa-islamnews.com/pasukan-yaman-hajar-pasukan-saudi-dengan-rudal-tosca-ratusan-tewas.html
VOA-ISLAMNEWS.COM, TA’IZ – Setelah
beberapa kemenangan berturut-turut yang diraih oleh pasukan Houthi,
serta sekutunya yaitu pasukan suku dan Pasukan Garda Republik Yaman
dalam melawan agresi koalisi Saudi dan front-front mereka, kemenangan
lebih besar lagi diperoleh pasukan Yaman setelah ledakan besar yang
terjadi akibat Rudal pasukan Yaman menghantam sebuah Camp Saudi. Berikut
videonya: (Baca juga: Intelijen Ungkap Kerugian Saudi Dalam Serangan Rudal Toska)
Rudal tersebut menargetkan Camp Jahf di sebelah selatan dari Ta’iz yang saat ini diduduki oleh Angkatan Bersenjata Saudi. Kamp ini telah sangat berperan baik sebagai titik peluncuran untuk pasukan loyalis Hadi di front Ta’iz dan sebagai basis operasional untuk menghentikan kemenangan Houthi di sebelah selatan dari Ta’iz ke Lahj dan Aden. (Baca juga: Demo Rakyat Yaman: Kami Bangkit Bersama Houthi Tolak Invasi AS dan Saudi)
Rudal yang diluncurkan adalah rudal
strategis Tochka OTR-21. Pasukan anti-Saudi mengklaim bahwa serangan ini
menewaskan 179 tentara. Jumlah tersebut masih belum dapat dipastikan
karena serangan rudal sebelumnya yang diluncurkan ke pangkalan Saudi
juga telah menghancurkan dalam proporsi yang sama. (VOAI)
Bukti Kuat, Suriah Dapatkan Rekaman Percakapan AS dan ISIS Pra Penyerangan Deir Ezzor
Selasa, 27 September 2016
http://www.voa-islamnews.com/bukti-kuat-suriah-dapatkan-rekaman-percakapan-as-dan-isis-pra-penyerangan-deir-ezzor.html
VOA-ISLAMNEWS.COM, DEIR EZZUR –
Seorang pejabat tinggi Suriah mengatakan bahwa unit intelijen negara
itu memiliki rekaman audio percakapan antara teroris ISIS dan militer AS
sebelum serangan udara yang dilakukan pasukan koalisi pimpinan AS pada
pasukan tentara Suriah di dekat Deir Ezzur pada 17 September.
Pembicara dari Dewan Rakyat Suriah, Hadiya Khalaf Abbas, seperti dikutip oleh Sputnik pada hari Senin (26/09) kemarin, mengatakan bahwa setelah serangan udara koalisi AS pada pasukan Suriah, militer AS kemudian mengarahkan ISIS untuk melakukan serangan teroris pada tentara Suriah.
Pesawat-pesawat tempur AS mnyerang
pasukan pemerintah Suriah di dekat kota Timur Deir Ezzur pada 17
September, meninggalkan lebih dari 90 personil militer tewas dan seratus
lainnya terluka.
Tindakan koalisi “jelas membuka jalan bagi teroris ISIS untuk menyerang posisi tersebut dan mengambil kendali dari daerah itu.”
Komando Umum Suriah menyebut pemboman
itu menunjukkan agresi “serius dan terang-terangan” terhadap pasukan
Suriah, dan mengatakan bahwa itu adalah “bukti” bahwa AS dan sekutunya
mendukung kelompok teroris ISIS.
Sehari kemudian, di hari Minggu, sumber
militer mengungkap bahwa ISIS melancarkan serangan pada posisi tentara
Suriah di Deir Ezzur hanya 7 menit setelah serangan udara koalisi
pimpinan AS. (VOAI)
Pengerahan Pasukan AS di Yaman Untuk Merebut Kendali Atas Selat El-Mandeb
Selasa, 17 Mei 2016
http://www.voa-islamnews.com/pengerahan-pasukan-as-di-yaman-untuk-merebut-kendali-atas-selat-el-mandeb.html
ADEN, Voa-Islamnews.com –
Seorang analis politik Yaman terkemuka memperingatkan plot kekuatan
hegemonik ingin menghancurkan Yaman, dan mengatakan bahwa penumpukan
militer AS baru-baru ini dan bentrokan di bagian selatan Yaman bertujuan
untuk memenangkan kontrol atas wilayah selat strategis Bab al-Mandab.
“Bentrokan baru-baru ini di selatan
Yaman, dan meningkatnya kehadiran pasukan AS di wilayah ini ditujukan
untuk mengendalikan wilayah strategis selat Bab al-Mandab”, kata Qanim
al-Shokor kepada FNA pada hari Senin.
Arab Saudi dan negara-negara lain yang
mendukung aliran teroris berusaha untuk mengontrol wilayah kaya minyak
yang paling besar di dunia, katanya dan menambahkan bahwa pulau Yaman
juga telah menarik perhatian Barat dan Israel.
“Dua pulau indah Perim dan Socotra
adalah salah satu pulau strategis yang diincar oleh Israel dan Barat
untuk digunakan pengendalian lalu-lintas kapal-kapal mereka”, Shokor
memperingatkan.
Komandan Angkatan Populer Yaman juga
memperingatkan pada hari Sabtu bahwa Washington telah menimbulkan
ancaman keamanan di selatan Yaman untuk menemukan alasan atas kehadiran
pasukan AS di sana.
“Gejolak keamanan di selatan Yaman
adalah plot AS untuk menduduki negara ini”, kata komandan Ansarullah
Abdullah al-Nassiri kepada FNA pada hari Sabtu.
Al-Nassiri menegaskan bahwa AS, UEA dan Arab Saudi bekerja sama untuk melanjutkan pekerjaan mereka di Yaman.
Minggu lalu, Juru Bicara gerakan
Ansarullah Mohammad Abdulsalam mengutuk AS atas pengiriman pasukan
khusus ke sebuah pangkalan militer di provinsi Lahij, selatan Yaman.
“Kehadiran tentara AS di Yaman adalah
pelanggaran terang-terangan atas kedaulatan nasional Yaman,” tulis juru
bicara gerakan Ansarullah Mohammad Abdulsalam di akun Twitter-nya yang
mereaksi penyebaran pasukan AS di selatan Yaman.
Abdulsalam menggarisbawahi bahwa pasukan pendudukan harus meninggalkan Yaman dan mengambil peralatan militer mereka.
“Tindakan ini sejalan dengan tujuan kolonial Washington dan agresi terang-terangan terhadap Yaman,” bagian dari pernyataan itu.
Pernyataan itu menegaskan bahwa
orang-orang Yaman, terlepas dari kecenderungan politik mereka menentang
pengerahan pasukan AS di negara mereka.
“Negara-negara anggota PBB dan dunia seharusnya tidak tinggal diam atas intervensi militer AS di Yaman,” tambahnya.
“Kehadiran Al-Qaeda dan ISIS di bagian
selatan Yaman adalah tanggung jawab tentara Yaman untuk menghadapi
mereka, bukan Riyadh dan AS”, kata juru bicara Ansarullah.
Upaya yang dilakukan AS dengan mengirim
pasukan khusus di selatan Yaman adalah langkah berbahaya yang akan
mencederai upaya politik dan pembicaraan damai yang sedang berlangsung
di Kuwait untuk mengakhiri perang dan penderitaan rakyat Yaman. [ARN]
KONYOL! Jet Tempur Saudi Bombardir Tentara Sekutunya Sendiri
Selasa, 27 September 2016,
VOA-ISLAMNEWS.COM, SANA’A –
Jet-jet tempur Saudi menghantam posisi pasukan sekutu mereka sendiri di
Yaman Tengah, dan menewaskan sejumlah besar militan yang setia kepada
buronan mantan Presiden Mansour Hadi. Kesalahan yang lagi-lagi terjadi
ini dikenal sebagai penembakan dan pemboman “rutin” angkatan udara Saudi
terhadap pasukan sekutunya sendiri. (Baca juga: Saudi Kembali Bombardir Tentara Bayarannya, Konflik Internal Makin Meluas)
“Puluhan milisi pro-Hadi tewas dalam serangan udara jet tempur Saudi ‘pada posisi mereka di provinsi Ma’rib di Yaman Tengah,” demikian dilaporkan FNA, Senin (26/09).
Dalam insiden serupa pada 6 Agustus,
puluhan milisi yang setia kepada Mansour Hadi tewas dalam serangan udara
Saudi di provinsi al-Jawf.
Juga pada tanggal 24 Juni, puluhan
milisi yang setia kepada Mansour Hadi tewas dalam serangan udara Saudi
di provinsi al-Jawf. (Baca juga: SALAH SERANG LAGI! Saudi Tewaskan Puluhan Milisi Pro-Hadi dalam Serangan Terbaru)
Pada tanggal 30 Desember, sejumlah
milisi yang setia kepada Mansour Hadi tewas dalam serangan udara Saudi
di provinsi Ta’iz di Selatan Yaman.
Pada 17 November, pesawat tempur Saudi menewaskan puluhan milisi yang setia kepada Mansour Hadi.
Pada 18 Oktober, jet tempur Saudi menewaskan 30 militan pro-Hadi di provinsi Ta’iz.
Pada tanggal 10 Agustus, jet tempur
Saudi menewaskan 20 milisi sekutu lainnya dari kelompok-kelompok militan
pro-Hadi. (Baca juga: Lagi-Lagi Salah Sasaran, Jet Tempur Saudi Tewaskan Puluhan Milisi Pro-Hadi)
Dalam insiden serupa pada tanggal 28
Juli, Arab Saudi juga menewaskan 15 militan pro-Hadi. Jet-jet tempur
Saudi melakukan serangan udara di bukit-bukit yang menghadap ke
pangkalan udara al-Anad dekat kota al-Houta, terletak sekitar 30
kilometer (20 mil) dari kota pelabuhan selatan strategis Aden,
meninggalkan 15 militan tewas dan sedikitnya 40 lainnya luka-luka.
(VOAI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar