Kamis, 21 Sya'ban 1441 H / 19 Maret 2020 20:15 wib
50.352 views
Inilah Dalil Boleh Ditiadakan Jum’atan
Karena Wabah Corona
Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dna para sahabatnya.
Virus Corona menyebar di lebih 115 negara. Sudah dinyatakan sebagai pandemi global. Seluruh dunia panik dengan penyebarannya. Mudah menyebar dan menular. Sulit terdeteksi. Korban yang terkontaminasi tidak menyadari dan tidak nampak tanda-tandanya.
Di Indonesia, sudah ada 227 positif Corona dan 19 nya meninggal dunia. Diperkirakan akan terus bertambah jumlahnya. Dari sini, ahli kesehatan menyepakati bahwa wabah ini benar-benar sangat membahayakan.
Penyebaran virus ini akan semakin cepat jika penderita covid 19 atau pengidap (pembawa virus) ada di tengah kerumunan orang banyak, seperti dalam shalat Jamaah dan Jum’at. Biasanya, orang yang tertular dan menderita covid 19 akan semakin bertambah.
Di antara tujuan utama syariat Islam adalah untuk menjaga jiwa. Yaitu melindungi dan menjaga jiwa (fisik) seseorang dari bahaya. Maka berdasarkan pertimbangan ini –salah satu dalil- Hai’ah Kibar Ulama (lembaga perkumpulan ulama besar) Al Azhar membolehkan untuk meniadakan shalat Jum’at dan Jamaah lima waktu; khawatir penyebaran masif virus Corona yang akan membahayakan rakyat dan negara.
Dalil sunnah yang dijadikan landasan adalah sebuah hadits di Shahihain, “bahwasanya Abdullah bin Abbas berkata kepada muadzinnya pada saat hujan deras:
إِذَا قُلْتَ: أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، فَلاَ تَقُلْ حَيّ عَلَى الصَّلاَةِ، قُلْ: صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ
“Apabila kamu mengumandangkan: Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullah, jangan engkau berkumandang Hayya ‘Alash Shalah (mari mengerjakan shalat). Kumandangkan: Shalluu fi Buyuutikum (shalatlah kalian di rumah-rumah kalian).”
“Orang-orang saat itu terlihat mengingkarinya. Ibnu Abbas berkata: orang yang lebih baik dari aku pernah melakukan itu. Shalat Jum’at adalah sebuah keharusan. Dan sungguh aku tidak suka mengeluarkan kalian (dari rumah0rumah kalian) lalu kalian berjalan di lumpur dan licin.”
Hadits tersebut menjelaskan tentang bolehnya seorang tidak melaksanakan shalat berjamaah di masjid disebabkan oleh hujan deras. Maka tidak diragukan lagi bahwa bahaya virus (memastikan) lebih besar dari sebab kesulitan melaksanakan shalat di masjid dikarenakan hujan. Oleh karena itu keringanan tidak melaksanakan shalat Jumat di masjid ketika ada bahaya virus dan penularannya adalah hal yang dibenarkan oleh agama. Lalu sebagai gantinya setiap Muslim bisa melaksanakan shalat empat rekaat di rumah atau di tempat yang tidak ada kerumunan orang.
Sebagaimana ulama telah bersepakat bahwa jika ada rasa takut atas jiwa, harta atau keluarga maka dibolehkan tidak melaksanakan shalat Jumat dan shalat jamaah di masjid. Sebagaimana diriwayatkan dalam Hadits, dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah bersabda:
مَنْ سَمِعَ الْمُنَادِيَ فَلَمْ يَمْنَعْهُ مِنْ اتِّبَاعِهِ عُذْرٌ قَالُوا وَمَا الْعُذْرُ قَالَ خَوْفٌ أَوْمَرَضٌ لَمْ
تُقْبَلْ مِنْهُ الصَّلَاةُ الَّتِي صَلَّى
“Barangsiapa yang mendengar azan dan tidak punya alasan sehingga tidak menjawabnya (mendatanginya)”. Para Sahabat bertanya: “Apakah alasan (udzhur) itu?” Beliau menjawab:” Takut atau sakit-, maka tidak diterima shalat yang dia kerjakan.” (HR. Abu Dawud)
Alasan lainnya, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah melarang orang yang mempunyai bau tidak sedap mendatangi masjid. Alasannya, baunya itu bisa mengganggu orang lain.
Jabir bin Abdillah Radhiyallahu 'Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ أَكَلَ ثُومًا أَوْ بَصَلًا فَلْيَعْتَزِلْنَا أَوْ لِيَعْتَزِلْ مَسْجِدَنَا وَلْيَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ
"Barangsiapa makan bawang putih atau bawang merah, maka hendaklah ia menjauhi kami atau menjauhi masjid kami; dan silahkan dia berada di rumahnya saja." (HR. Al-Bukhari
Gangguan sebagaimana tertera di Hadits yang disebabkan memakan bawang adalah sifatnya sementara dan akan hilang dengan selesainya shalat tetapi Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam meminta untuk menjauhinya. Lalu bagaimana dengan gangguan atau bahaya penyakit yang sangat mudah menyebar dan menyebabkan malapetaka.
Ketakutan sebagai dampak penyebaran virus Corona yang mematikan dan belum diketahui cara penanganannya yang cepat sampai sekarang menjadikan sebab bagi seorang Muslim mendapatkan keringanan untuk tidak melaksanakan shalat Jumat dan jamaah di masjid.
Dasar pertimbangan lainnya, hadits dari Abdurrahman bin ‘Auf, ia mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْض فَلاَ تَقْدَمُوا عَلَيْهِ، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا فِرَارًا
مِنْهُ
“Apabila kalian mendengar terjadi wabah penyakit (tha’un) di satu negeri janganlah kalian mendatanginya, dan jika terjadi di satu negeri yang kamu ada di dalamnya janganlah kamu keluar dari negeri itu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Inilah dalil-dali yang diutarakan Kibar Ulama al-Azhar perihal bolehnya negara meniadakan sementara shalat Jum’at dan jamaah lima waktu; apabila ia menilai bahwa perkumpulan massa di aktifitas ibadah berjamaah itu akan menyebabkan penyebaran dan menularan virus corona lebih luas lagi. Padahal Covid-19 itu disepakati sebagai wabah sangat berbahaya.
Beberapa catatan yang perlu diperhatikan:
Saat dihentikannya kegiatan shalat jamaah dan Jum’at di masjid, bagi pengurus masjid hendaknya tetap mengumandangkan adzan lima waktu di masjid. Bagi muadzin boleh mengganti panggilan shalat dengan Shallau fi Buyutikum (shalatlah kalian di rumah-rumah kalian).
Bagi anggota keluarga yang tinggal di satu rumah hendaknya tetap menegakkan shalat fardhu dengan berjamaah di rumah. Tidak harus mengerjakan shalat jamaah di masjid sehingga ada pengumuman resmi telah hilang bahaya virus itu dengan izin Allah. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!
Hukum Shalat Jumat di Rumah, Jama’ah Kurang dari 40 Orang
Hukum Shalat Jumat di Rumah, Jama’ah Kurang dari 40 Orang
Assalamualaikum wr.wb. mohon bantuan dan penjelasannya, karena saya orang yang takut salah dalam melakukan ibadah saya. Apakah boleh melakukan sholat Jum’at di rumah, dan hanya dilakukan oleh 9 orang saja? Karena saya baru pertama kali diajak sholat Jum’at seperti itu. Dan apakah hukumnya melakukan sholat Jum’at seperti yang saya lakukan ini? Terima kasih.
Jawaban:
Alhamdulillahi wahdah, washsholaatu wassalaamu alaa man laa nabiyya ba’dah, wa ba’d…
Saudaraku penanya, semoga Allah merahmati kita semua.
Hukum asal bagi seorang lelaki dewasa –sesuai pendapat yang kami pandang kuat- adalah wajib melaksanakan shalat-shalat fardhu (termasuk di antaranya adalah Jum’at bagi laki-laki dewasa yang berakal, merdeka dan sedang mukim) secara berjama’ah di masjid. Jika ia meninggalkan shalat fardhu berjama’ah di masjid, maka shalatnya tetap sah, namun ia berdosa karena telah meninggalkan suatu yang wajib atasnya.
Rasulullah –shallallaahu alaihi wa sallam– bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas –radhiyallahu anhuma-:
من سمع النداء فلم يأته فلا صلاة له إلا من عذر
“Barang siapa yang mendengar seruan azan, namun ia tidak menyambutnya (dengan pergi ke masjid), maka tidak (sempurna) salatnya, kecuali (jika ia tidak berjama’ah di masjid) karena suatu uzur.” [HR. Ibnu Majah, dan disahihkan oleh Al-Albani.]
Dan dikisahkan dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim bahwa pernah Nabi –shallallaahu alaihi wa sallam- ingin sekali membakar rumah-rumah mereka yang bermalas-malasan untuk salat berjama’ah ke masjid.
Adapun salat Jum’at, maka para ulama –rahimahumullah– telah menyebutkan hukum khusus baginya, yaitu ia tidak sah dilaksanakan pada banyak tempat (baik masjid, mushala, terlebih lagi rumah) dalam satu daerah, kecuali jika ada hajat yang mengharuskan hal tersebut.
Musa Al-Hajjawi (968H) mengatakan:
وتحرم إقامتها في أكثر من موضع من البلد إلا لحاجة، فإن فعلوا فالصحيحة ما
باشرها الإمام أو أذن فيها…
“Haram (hukumnya) mendirikannya (shalat Jum’at) pada banyak tempat dalam satu daerah kecuali jika ada hajat (yang mengharuskannya). Jika ada yang melaksanakannya (pada tempat lain selain tempat utama tanpa hajat), maka yang dianggap sah adalah yang dihadiri oleh pemimpin atau yang diizinkan olehnya…” (Zaad al-Mustaqni’)
Syaikh Al-Utsaimin (1421 H) menerangkan bahwa perbuatan tersebut dilarang karena dapat menyebabkan terpecahnya jama’ah kaum muslimin, serta hilangnya salah satu tujuan utama Jum’atan, yaitu perkumpulan umat sebagai umat yang satu sehingga mereka bersatu dan dapat saling kenal. Karena itulah tidak pernah dikenal ada 2 Jum’at yang diselenggarakan pada satu daerah, baik di zaman Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali, dan sahabat seluruhnya, bahkan para tabi’in, semoga Allah meridhai mereka semua. Lebih dari itu, Nabi –shallallaahu alaihi wa sallam– pun hanya menegakkan satu Jum’at di satu masjid sepanjang hayat Beliau, padahal pemukiman-pemukiman para sahabat saat itu tidak seluruhnya berada di sekitar Masjid Nabawi, bahkan banyak di antaranya yang sangat jauh di pinggiran Kota Madinah. Rasulullah –shallallaahu alaihi wa sallam– telah bersabda:
صلوا كما رأيتموني أصلي
“Shalatlah kalian sebagaimana aku shalat…” [Lihat : Asy-Syarh Al-Mumti`]
Ibnu Qudamah (620H) mengatakan:
وجملته أن البلد إذا كان كبيرا يشق على أهله الاجتماع في مسجد واحد، ويتعذر ذلك لتباعد أقطاره، أو ضيق مسجده عن أهله –كبغداد وأصبهان ونحوهما من الأمصار الكبار– جازت إقامة الجمعة فيما يحتاج إليه من جوامعها … فأما مع عدم الحاجة فلا يجوز أكثر من واحدة، وإن حصل الغنى باثنتين لم تجز الثالثة، وكذلك ما زاد…
“Ringkasnya, jika suatu daerah itu besar (dan padat), dimana penduduknya sulit untuk berkumpul hanya pada satu masjid, baik karena wilayah-wilayahnya yang berjauhan, masjidnya sempit dan tidak sebanding dengan jumlah penduduknya –seperti Kota Baghdad, Asbahan, dan kota-kota besar lainnya-, maka Jum’at boleh diselenggarakan pada sejumlah masjid sesuai kebutuhan penduduknya…adapun jika tidak ada hajat yang mengharuskan, maka tidak boleh Jum’at ditegakkan pada lebih dari satu masjid. Jika 2 sudah cukup, maka yang ketiga tidak boleh (tidak sah), dan seterusnya …” (Al-Mughni : 3/213)
Namun apabila seseorang berada di daerah yang tidak ada masjid, atau masjidnya sangat jauh, atau kondisi kemanan yang tidak memungkinkan, maka diperbolehkan untuk mendirikan shalat Jum’at secara berjama’ah di rumah atau di tempat mana pun. [binbaz.org.sa]
Kemudian, mazhab yang empat sepakat mengatakan bahwa jama’ah adalah syarat sah salat Jum’at. Siapa pun yang tidak menemukan jama’ah, maka ia cukup melaksanakan salat Zuhur 4 raka’at.
Hanya saja, mereka berselisih pendapat perihal jumlah orang dalam jama’ah tersebut. Dan pendapat terkuat –wal ‘ilmu ‘indallaah– adalah bahwa jumlah minimal jama’ah salat Jum’at adalah 3 orang (laki-laki dewasa yang berakal, merdeka dan sedang mukim), satu orang sebagai imam, dan dua orang sebagai makmum. Pendapat inilah yang dipilih oleh Abu Yusuf (salah satu murid senior Imam Abu Hanifah), Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, dan dikuatkan oleh Syaikh Ibn Baaz dan Syaikh Ibn Utsaimin. [Lihat: Al-Mabsuuth karya As-Sarkhasi, Al-Ikhtiyaaraat Al-Fiqhiyyah, dan binbaz.org.sa]
Jadi, 9 orang adalah jumlah yang cukup untuk melaksanakan salat Jum’at, sesuai pendapat terkuat.
Saudaraku penanya, selama masih ada masjid-masjid yang mendirikan salat Jum’at, baik dihadiri langsung oleh penguasa, atau diizinkan olehnya, maka hukum salat Jum’at di rumah adalah tidak sah, berapa pun jumlah orangnya. Karena ia tidak sah, maka harus diulang dengan salat Zuhur 4 raka’at.
Adapun jika kondisi tidak memungkinkan, baik karena keamanan atau jarak yang sangat jauh sehingga menyulitkan, maka tidak mengapa melaksanakan shalat Jum’at di rumah jika terkumpul minimal 3 orang yang berkewajiban untuk shalat Jum’at, yaitu laki-laki dewasa, berakal, merdeka, dan mukim tidak musafir.
Wallaahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ustadz Muhammad Afif Naufaldi (Mahasiswa Fakultas Hadits Universitas Islam Madinah)
Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android.
6 Kondisi yang Membolehkan Muslim
Tidak Salat Jumat
https://www.ayobandung.com/read/2020/04/03/84793/6-kondisi-yang-membolehkan-muslim-tidak-salat-jumat
Jumat, 03 April 2020 Ilustrasi (pixabay) LENGKONG, AYOBANDUNG.COM --
Semua fuqaha sepakat hukum salat Jumat adalah fardhu 'ain. Namun beberapa keadaan yang menyebabkan orang yang wajib salat Jumat, tetapi diperbolehkan tidak menghadiri Jumatan, sebagaimana dikutip dari Fiqih Kontemporer karya KH Ahmad Zahro, antara lain.
1. Sedang dalam perjalanan musafir. Sebagaimana Nabi ketika menunaikan ibadah haji pada saat wukuf di Arafah bertepatan dengan hari Jumat beliau tidak melaksanakan sholat Jumat, namun melakukan sholat zhuhur (HR Muslim dari Jabir). Beliau juga tidak pernah memerintahkan para sahabat yang sedang bepergian untuk melakukan salat Jumat.
2. Sakit yang memberatkan untuk pergi ke masjid. Sebagaimana Nabi ketika sakit, beliau tidak sholat di masjid padahal rumah beliau berdampingan dengan masjid. Justru beliau memerintahkan Abu Bakar yang menjadi imam salat menggantikan beliau (HR Bukhari dan Muslim dari Aisyah).
AYO BACA : Salat di Rumah Saat Penyakit Mewabah, Bagaimana Pahalanya?
3. Menahan keluarnya sesuatu dari dua jalan qubul dan dubur. Seperti seseorang yang menahan kencing, buang air besar atau buang angin.
4. Hujan yang lebat angin kencang dan banjir yang menyebabkan orang sulit keluar rumah menuju masjid. Banjir, angin kencang, dan segala sesuatu yang menyebabkan sulitnya seseorang mendatangi masjid, termasuk udzur yang diqiyaskan dengan hujan. Hujan yang tidak begitu deras saja dapat menjadi uzur, apalagi banjir dan angin kencang.
5. Mengkhawatirkan keselamatan dirinya atau ketakutan yang mencekam, misalnya berlindung dari kejaran penguasa yang zalim yang akan membunuhnya bukan secara hak , atau panik menyelamatkan diri karena ada bencana alam. Allah berfirman yang maknanya: "Dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri pada kebinasaan" (Al Baqarah 195). AYO BACA : Wawalkot Bogor Berharap Corona Berakhir Agar Bisa Salat Idulfitri
6. Sedang ditugasi menjaga pengoperasian alat-alat berharga milik perusahaan yang jika ditinggal untuk mendatangi masjid pada saat itu bisa menyebabkan hilang atau rusaknya barang yang diamanahkan padanya. Begitu pula seseorang yang jam kerjanya bertepatan dengan salat Jumat, sedangkan pekerjaan tersebut adalah pekerjaan penting yang memberikan maslahat bagi kaum Muslimin atau suatu pekerjaan tak tergantikan yang jika ditinggal saat itu bisa menimbulkan kerugian besar hilang atau rusaknya barang berharga milik perusahaan yang mempekerjakannya. Termasuk kategori ini adalah menjaga dan merawat orang yang sakit parah dan khawatirkan bisa meninggal atau semakin parah Sakitnya jika ditinggal pergi jumatan.
Nabi Muhammad bersabda: "Sungguh agama ini mudah dan tidaklah seseorang memberat beratkan dalam beragama kecuali akan terkalahkan" (HR al-Bukhari dari Abu Hurairah).
Namun, mereka yang ada udzur sehingga diperbolehkan tidak menghadiri Jumatan sebagaimana disebutkan di atas, tetap wajib melaksanakan salat zhuhur karena udzur yang dimaksud adalah unsur yang membolehkan mereka tidak harus datang ke masjid untuk Jumatan.
Tetapi udzur itu bukanlah membatalkan kewajiban salat zhuhur yang bisa dikerjakan di rumah atau di tempat kerjanya. Sedangkan terkait pandemi corona,
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa beribadah di masjid. Setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal yang diyakini dapat menyebabkan terpapar penyakit. Karena hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams). AYO BACA : Seluruh Masjid di Kota Cirebon Tiadakan Salat Jumat Sementara
---------
Artikel ini sudah Terbit di AyoBandung.com, dengan Judul 6 Kondisi yang Membolehkan Muslim Tidak Salat Jumat, pada URL https://www.ayobandung.com/read/2020/04/03/84793/6-kondisi-yang-membolehkan-muslim-tidak-salat-jumat
Editor : Rizma Riyandi
AJO_QQ poker
BalasHapuskami dari agen poker terpercaya dan terbaik di tahun ini
Deposit dan Withdraw hanya 15.000 anda sudah dapat bermain
di sini kami menyediakan 9 permainan dalam 1 aplikasi
- play aduQ
- bandar poker
- play bandarQ
- capsa sunsun
- play domino
- play poker
- sakong
-bandar 66
-perang baccarat (new game )
Dapatkan Berbagai Bonus Menarik..!!
PROMO MENARIK
di sini tempat nya Player Vs Player ( 100% No Robot) Anda Menang berapapun Kami
Bayar tanpa Maksimal Withdraw dan Tidak ada batas maksimal
withdraw dalam 1 hari.Bisa bermain di Android dan IOS,Sistem pembagian Kartu
menggunakan teknologi yang mutakhir dengan sistem Random
Permanent (acak) |
Whatshapp : +855969190856