Search...
by wayang in Tokoh Mahabharata
Secara resmi memang Puntadewa adalah putra Prabu Pandu dan Dewi Kunti namun sesungguhnya ia adalah putra Dewi Kunti dan Batara Darma, dewa keadilan. Hal tersebut diakibatkan oleh kutukan yang diucapkan oleh Resi Kimindama yang dibunuh Pandu saat bercinta dalam wujud kijang. Tapi akibat dari ajian Adityaredhaya, Dewi Kunti dan Prabu Pandu masih dapat memiliki keturunan untuk menghasilkan penerus takhta kerajaan. Puntadewa bersaudarakan empat orang, dua saudara seibu dan 2 saudara berlainan ibu. Mereka adalah Bima atau Werkudara, Arjuna atau Janaka, Nakula atau Pinten, dan Sadewa atau Tangsen.
Puntadewa
memiliki dasanama (nama-nama lain) yaitu Raden Dwijakangka sebagai nama samaran
saat menjadi buangan selama 13 tahung di kerajaan Wirata, Raden Darmaputra
karena merupakan putra dari Batara Darma, Darmakusuma, Darmawangsa, Darmaraja,
Gunatalikrama, Sang Ajatasatru, Kantakapura, Yudistira, dan Sami Aji, julukan
dari Prabu Kresna.
Raden Puntadewa memiliki watak sadu (suci, ambeg
brahmana), suka mengalah, tenang, sabar, cinta perdamaian, tidak suka marah
meskipun hargadirinya diinjak-injak dan disakiti hatinya. Oleh para dalang ia
digolongkan dalam tokoh berdarah putih dalam pewayangan bersama Begawan
Bagaspati, Antasena dan Resi Subali sebagai perlambang kesucian hati dan dapat
membunuh nafsu-nafsu buruknya.
Konon,
Puntadewa dilahirkan melelui ubun-ubun Dewi Kunti. Sejak kecil para putra putra
Pandu selalu ada dalam kesulitan. Mereka selalu bermusuhan dengan saudara
sepupu mereka, Kurawa, yang didalangi oleh paman dari para Kurawa yang juga
merupakan patih dari Kerajaan Astinapura, Patih Harya Sengkuni. Meskipun
Pandawa memiliki hak atas kerajaan Astinapura, namun karena saat Prabu Pandu
meninggal usia pandawa masih sangat muda maka kerajaan dititipkan pada
kakaknya, Adipati Destarastra dengan disaksikan oleh tetua-tetua kerajaan
seperti, Dang Hyang Dorna, Patih Sengkuni, Resi Bisma, Begawan Abiyasa, dan
Yamawidura dengan perjanjian tertulis agar kerajaan Astina diserahkan kepada
Pandawa setelah dewasa, dan Destarastra mendapatkan separuh dari wilayah
Astina. Namun atas hasutan Patih Sengkuni maka kemudian Kurawalah yang
menduduki takhta kerajaan. Segala cara dihalalkan untuk menyingkirkan pandawa,
dimulai dengan Pandawa Timbang (lih. Bima), Bale Sigala-gala, Pandawa Dadu sampai
pada perang besar Baratayuda Jayabinangun. Meskipun Puntadewa adalah manusia
berbudi luhur namun ia memiliki kebiasaan buruk yaitu suka berjudi.
Kelak kebiasaan buruk dari Puntadewa ini
menyebabkan para Pandawa berada dalam kesulitan besar. Hal tersebut dikisahkan
sebagai berikut: Saat terjadi konflik antara Pandawa dan Kurawa tentang
perebutan kekuasaan Kerajaan Astinapura, Kurawa yang didalangi oleh Sengkuni
menantang Pandawa untuk main judi dadu. Pada permainan tersebut, para Pandawa
mulanya hanya bertaruh uang, namun lama kelamaan, Puntadewa mempertaruhkan
kerajaan, istri, dan pada akhirnya pandawa sendiri sudah menjadi hak milik
kurawa (Sebelumnya Puntadewa bersama adik-adiknya berhasil mendirikan kerajaan
yang berasal dari Hutan Mertani, sebuah hutan angker yang ditempati oleh raja
jin yang bernama Prabu Yudistira dan adik-adiknya).
Saat
Pandawa beranjak dewasa, mereka selalu dimusuhi oleh para Kurawa, akibatnya
para tetua Astinapura turun tangan dan memberi solusi dengan menghadiahi
Pandawa sebuah hutan angker bernama Wanamarta untuk mengindari perang saudara
memperebutkan takhta Astinapura. Setelah itu, hutan yang tadinya terkenal
angker, berubah menjadi kerajaan yang megah, dan Prabu Yudistira serta
putrinya, Dewi Ratri atau para dalang juga sering menyebutnya Dewi
Kuntulwilanten menyatu di dalam tubuh Puntadewa yang berdarah putih. Sejak saat
itu pulalah Puntadewa bernama Yudistira.
Sebelumnya, setelah Pandawa berhasil lolos dari
peristiwa Bale Sigala-gala, dimana mereka dijebak disuatu purocana (semacam
istana dari kayu) dengan alasan Kurawa akan menyerahkan setengah dari Astina,
namun ternyata hal tersebut hanyalah tipu muslihat kurawa yang membuat para
Pandawa mabuk dan tertidur, sehingga pada malamnya mereka dapat leluasa
membakar pesanggrahan Pandawa. Bima yang menyadari hal itu dengan cepat membawa
saudara-saudara dan ibunya lari menuju terowngan yang diiringi oleh garangan
putih sampai pada Kayangan Saptapertala, tempat Sang Hyang Antaboga, dari sana
Pandawa lalu melanjutkan perjalanan ke Pancala, dimana sedang diadakan
sayembara adu jago memperebutkan Dewi Drupadi. Barang siapa berhasil
mengalahkan Gandamana, akan berhak atas Dewi Drupadi, dan yang berhasil dalam
sayembara tersebut adalah Bima. Bima lalu menyerahkan Dewi Drupadi untuk diperisri
kakaknya. Sumber yang lain menyebutkan bahwa setelah mengalahkan Gandamana
Pandawa masih harus membunuh naga yang tinggal di bawah pohon beringin.
Kemudian Arjunalah yang dengan panahnya berhasil membunuh naga tersebut. Dari
Dewi Drupadi Puntadewa memilki seorang putra yang diberi nama Pancawala.
Dalam masa buangan tersebut ada sebuah kisah yang
menggambarkan kebijaksanaan dari Raden Puntadewa. Pada suatu hari Puntadewa
memerintahkan Sadewa untuk mengambil air di sungai. Setelah menunggu lama, Sadewa
tidak kunjung datang, lalu diutuslah Nakula, hal yang sama kembali terjadi,
Nakula pun tak kembali. Lalu Arjuna dan akhirnya Bima. Semuanya tak ada yang
kembali. Akhirnya menyusulah Puntadewa. Sesampainya di telaga ia melihat ada
raksasa besar dan juga adik-adiknya yang mati di tepi telaga. Sang Raksasa
kemudian berkata pada Puntadewa bahwa barang siapa mau meminum air dari telaga
tersebut harus sanggup menjawab teka-tekinya. Pertanyaannya adalah apakah yang
saat kecil berkaki empat dewasa berkaki dua dan setelah tua berkaki tiga? Punta
dewa menjawab, itu adalah manusia, saat kecil manusia belum sanggup berjalan,
maka merangkaklah manusia (bayi), setelah dewasa manusia sanggup berjalan
dengan kedua kakinya dan setelah tua manusia yang mulai bungkuk membutuhkan
tongkat untuk penyangga tubuhnya.
Sang raksasa lalu menanyakan pada Puntadewa, jika
ia dapat menghidupkan satu dari keempat saudaranya yang manakah yang akan di
minta untuk dihidupkan? Puntadewa menjawab, Nakula lah yang ia minta untuk
dihidupkan karena jika keempatnya meninggal maka yang tersisa adalah seorang
putra dari Dewi Kunti, maka sebagai putra sulung dari Dewi Kunti ia meminta
Nakula, putra sulung dari Dewi Madrim. Dengan demikian keturuanan Pandu dari
Dewi Madrim dan Dewi Kunti tetap ada. Sang Raksasa sangat puas dengan jawaban
tersebut lalu menghidupkan keempat pandawa dan lalu berubah menjadi Batara
Darma. Puntadewa bisa saja meminta Arjuna atau Bima untuk dihidupkan sebagai
saudara kandung namun secara bijaksana ia memilih Nakula. Suatu ajaran yang
baik diterapkan dalam kehidupan yaitu keadilan dan tidak pilih kasih.
Akibat kalah bermain dadu, Pandawa harus menerima
hukuman menjadi buangan selama 13 tahun. Dan sebelumnya Drupadi pun sempat
dilecehkan oleh Dursasana yang berusaha menelanjanginya sampai sampai
terucaplah sumpah Dewi Drupadi yang tidak akan mengeramas rambutnya sebelum
dicuci oleh darah Dursasana, untunglah Batara Darma menolong Drupadi sehingga
ia tidak dapat ditelanjangi. Pada tahun terakhir sebagai buangan, Pandawa menyamar
sebagai rakyat biasa di suatu kerajaan bernama Wirata. Disana Puntadewa lalu
menjadi ahli politik dan bekerja sebagai penasehat tak resmi raja yang bernama
Lurah Dwijakangka.
Puntadewa
memiliki jimat peninggalan dari Prabu Pandu berupa Payung Kyai Tunggulnaga dan Tombak
Kyai Karawelang, Keris Kyai Kopek, dari Prabu Yudistira berupa Sumping
prabangayun, dan Sangsangan robyong yang berupa kalung. Jika puntadewa marah
dan tangannya menyentuh kalung ini makan seketika itu pulalah, ia dapat berubah
menjadi raksasa bernama Brahala atau Dewa Mambang sebesar gunung anakan dan
yang dapat meredakannya hanyalah titisan Batara Wisnu yang juga dapat merubah
diri menjadi Dewa Amral. Selain itu Puntadewa juga memiliki pusaka bernama
Serat Jamus Kalimasada.
Kemudian atas bantuan dari Werkudara, adiknya,
akhirnya Puntadewa menjadi raja besar setelah mengadakan Sesaji Raja Suya yang
dihadiri oleh 100 raja dari mancanegara. Dengan demikian Puntadewa menjadi
seorang raja besar yang akan menjadi anutan bagi raja-raja di dunia.
Pada Perang besar Baratayuda Jayabinangun,
Puntadewa menjadi senapati perang pihak pandawa menghadapi raja dari kerajaan
Mandraka, Prabu Salya. Puntadewa pun akhirnya behasil membunuh Salya meskipun
sebenaranya ia maju kemedan perang dengan berat hati. Saat perang Baratayuda
terjadi pun, Puntadewa pernah melakukan tindakan tercela yang mengakibatkan
senapati perang Kurawa yang juga gurunya, Dang Hyang Dorna terbunuh. Dikisahkan
sebagai berikut, saat para pandawa berhasil membunuh gajah Estitama, seekor
gajah milik Astina. Drona yang samar-samar mendengar “….tama mati!” menjadi
bigung, mungkin saja Aswatama, putranya telah mati, dan lari menuju
pesanggrahan Pandawa, Drona tahu benar siapa yang harus ditanyai, Puntadewa,
seorang raja yang selama hidupnya tak pernah berbohong. Saat itu Puntadewa atas
anjuran Kresna menyebutkan bahwa Hesti (dengan nada lemah) dan tama (dikeraskan)
memang telah mati, Drona yang mendengar hal itu menjadi tambah panik karena
menurut pendengarannya yang telah kabur, putra tunggalnya telah tewas. Drona
pun kemudian tewas oleh Drestajumena yang mamanggal lehernya saat Drona dalam
keaadaan ling-lung. Dalam hal ini dapat di petik sebuah pelajaran bahwa dalam
hidup ini sebuah kejujuran pun tidak dapat dilakukan secara setengah-setengah,
memang Puntadewa tidak pernah berbohong, namun sikap setengah-setengah tersebut
pulalah yang mangakibatkan kematian guru besar Astina tersebut.
Setelah
selesai Baratayuda, Puntadewa menjadi raja di Astina sebentar dengan gelar
Prabu Kalimataya. Lalu di gantikan oleh cucu dari Arjuna yang bernama Parikesit
dengan gelar Prabu Kresnadwipayana. Setelah tua, Puntadewa lalu memimpin
adik-adiknya untuk naik ke Puncak Himalaya untuk mencapai nirwana. Disana satu
persatu istri dan adik-adiknya meninggal, lalu hanya ia dan anjingnya lah yang
sampai di pintu nirwana, di sana Batara Indra menolak membawa masuk anjing
tersebut, namun puntadewa bersikeras membawanya masuk. Lalu setelah perdebatan
panjang anjing tersebut berubah menjadi Batara Darma dan ikut ke nirwana
bersama Puntadewa.
Kisah Pandawa
Mencapai Moksa
Perjalanan suci yang dilakukan oleh para Pandawa diceritakan dalam kitab
Prasthanikaparwa atau Mahaprasthanikaparwa
Dikisahkan Setelah perang Bharatayuddha berakhir, Yudistira melaksanakan
upacara Tarpana untukmemuliakan mereka yang telah tewas. Ia kemudian diangkat
sebagai raja Hastinapura sekaligus rajaIndraprastha. Yudistira dengan sabar
menerima Dretarastra sebagai raja sepuh di kota Hastinapura.
Yudistira kemudian menyelenggarakan Aswamedha Yadnya, yaitu suatu upacara
pengorbananuntuk menegakkan kembali aturan dharma di seluruh dunia.
Setelah permulaan zaman Kaliyuga dan wafatnya Kresna, , Yudhistira
meletakan jabatannya dan memberinya kepada Parikesit cucu Arjuna, satu2nya
pewaris tahta yang tersisa . Yudistira memutuskan meninggalkan tahta kerajaan,
harta, dan sifatketerikatan untuk melakukan perjalanan terakhir, mengelilingi
Bharatawarsha lalu menuju puncakHimalaya.Keempat adiknya Bima, Arjuna , Nakula
dan Sahadewa memutuskan ikut bertapa dengannya.Drupadi juga memutuskan untuk
ikut bertapa.Akhirnya Panca Pandawa bersama Drupadi bersama sama mendaki
Gunung Himalaya.
Dalam Perjalanan sucinya , Dikaki gunung, seekor anjing mengikuti
Yudhistira. Kemana Yudhistira berjalan si anjing mengikuti. Awalnya anjing itu
hendak diusir oleh adik – adik Yudhistira, tetapi karena melihat anjing hitam
itu, kurus tetapi kuat Yudhistira mencegahnya dan membiarkan anjing itu ikut
bersama mereka mendaki gunung.Kemudian para Pandawa dihadang oleh api yang
sangat besar, yaitu Agni.
Ia meminta Arjuna agar senjata Gandiwa beserta tabung anak panahnya yang
tak pernah habisdikembalikan kepada Baruna, sebab tugas Nara sebagai Arjuna
sudah berakhir di zaman Dwaparayugatersebut. Dengan berat hati, Arjuna
melemparkan senjata saktinya ke lautan, ke kediaman Baruna.Setelah itu, Agni
lenyap dari hadapannya dan para Pandawa melanjutkan perjalanannya.
Dalam Perjalanan Tak berapa lama Drupadi terjatuh, badannya lemah sekali. Hawa gunung himalaya yang dingin dan sulitnya jalur pendakian membuat Drupadi kehabisan tenaga. Drupadi meninggal dipangkuan Yudhistira. Yudhistira menahan rasa sedihnya dan meninggalkan jenasah istri tercintanya melanjutkan perjalanan.
Dalam Perjalanan Tak berapa lama Drupadi terjatuh, badannya lemah sekali. Hawa gunung himalaya yang dingin dan sulitnya jalur pendakian membuat Drupadi kehabisan tenaga. Drupadi meninggal dipangkuan Yudhistira. Yudhistira menahan rasa sedihnya dan meninggalkan jenasah istri tercintanya melanjutkan perjalanan.
Kemudian Setelah Drupadi meninggal kini Sahadewa jatuh tersungkur
kelelahan. Yudhistira hanya menghela napas melihat adiknya meninggal. Ketika
Sadewa meninggal, Bima bertanya kepada Yudistira, “Kakakku, adik kita ini
sangat rajin dan penurut. Ia juga sangat rendah hati.Mengapa ia meninggal
sampai di sini?”. Yudistira yang bijaksana menjawab, “Memang benar bahwa ia
sangat rajin dan senang menjalankan perintah kita. Namun ketahuilah, bahwa
Sahadewa sangat membanggakan kepintarannya yang dimilikinya, dan tidak mau
mengalah. . Setelah Sadewa meninggal kemudian disusul oleh Nakula. Lalu Bima
bertanya kepada Yudistira, Ini saudara kami yang diperlengkapi dengan
kebenaran dan yang selalu taat, Nakula yang takt ertandingi untuk
ketampanan, telah wafat.” Lalu Yudistira berkata dengan Ia adalah seorang
degnan jiwa yang penuh kebenaran dan kepintaran. Namun dengan ketampanannya ia
beranggapan tak satupu yang bisa menandingi ketampanannnya karena ketamakannya
itu dia meninggal.
Masih dalam kesedihan yang mendalam Arjuna berjalan sempoyongan dan berkata kepada kakak2nya untuk melanjutkan perjalanan tanpanya. Arjuna Kemudian meninggal. Dan Bimabertanya pada Yudistira, “Aku tidak ingat apapun ketidakbenaran yang diucapkan oleh Arjuna. Bahkandalam bercanda dia mengatakan semua tanpa kepalsuan. Apa kemudian yang menyebabkan ia sampaidisini? Yudhistira berkata, “Arjuna telah mengatakan bahwa ia akan mengalahkan semua musuh kami dalam satu hari. Ia terlalu bangga akan kepahlawanan itu. Oleh karena itulah ia wafat.
Kini Tinggal Yudhistira, Bhima dan anjing yang melanjutkan perjalanan.
Dan Bima pun mencapai ajalnya. Sebelum ia meninggal ia bertanya padaYudistira,
Wahai kakakku, jika kau tau kenapa aku berakhir disini, katakanlah yang kau
ketahui.LaluYudistira berkata,Engkau pemakan besar, dan kamu pernah
membanggakan kekuatanmu itu.” Bagaimana dengan Yudhistira? orang yang selama
ini dianggap lemah dan bodoh masih mendaki gunung himalaya dengan tekad kuat.
Yudhistira kini hanya dengan anjingnya melihat jenasah adik2nya di lereng
gunung. Kemudian dia melihat keatas, tampak puncak himalaya yang disinari matahari.
Segera ia mempercepat langkahnya, dan tak terasa sampailah Yudhistira dipuncak
gunung Himalaya.
Seketika itu, langit terbelah dan Dewa Indra turun dari langit menaiki
kereta kencana, dia mengajak Yudhistira menuju Surga. Yudhistira ingin
anjingnya ikut ke surga . namun Anjing tidak diperbolehkan masuk surga kata
Indra. Maka aku tidak akan pergi. Istri dan adik2ku telah pergi meninggalkan
aku sendirian, tetapi anjing ini dengan setia mengikutiku kemana aku pergi kata
Yudhistira . Apabila aku pergi kesurga meninggalkan anjing ini sendirian,
manusia macam apa aku ini? Indra yang takjub mendengar kata2 Yudhistira
beranjak menghormat kepada Yudhistira. Tiba2 si anjing telah berubah menjadi
Yama, sang dewa Dharma, avatar Yudhistira. Dia memuji Yudhistira dan
mengajaknya naik kesurga.
Sesampainya disurga, Yudhistira melihat para Kurawa dan Sengkuni sedang
berpesta pora. Indra berkata bahwa para Kurawa masuk surga karena mereka
membela tanah air mereka, sehingga mendapat karma untuk tinggal disurga.
Kemudian Yudhistira bertanya, kemana istri dan adik2nya? oleh Indra Yudhistira
diajak keneraka dimana Drupadi, adik2nya dan Karna disiksa dineraka karena
dosa2 mereka. Yudhistira berkata kepada Indra, biarlah aku tinggal disini
bersama istri, kakak dan adik2ku. Apalah arti sebuah surga apabila saudara2mu
dan orang2 yang kamu cintai tidak bersamamu?
Indra yang melihat ketulusan hati Yudhistira sekali lagi menghormat
kepada Yudhistira. Seketika itu juga suasana berubah total semua menjadi
berbalik keadaan Neraka berubah menjadi surga dan surga menjadi neraka. Para
kurawa dan Sangkuni kini tersiksa dineraka. Yudhistira, Drupadi, Bhima, Arjuna,
Nakula, Sadewa dan karna telah menebus dosa mereka, kini mereka telah moksa
tinggal disurga.
Hubungannya dengan
moksa yang kita pelajari adalah
Moksa adalah salah satu Srada dalam ajaran Agama Hindu, yang merupakan
tujuan tertinggi dari Umat Hindu. Kebahagiaan yang sejati akan tercapai oleh
seseorang apabila ia telah dapat menyatukan jiwanya dengan Tuhan. Di dalam
usaha untuk mencapai moksa sudah tentu ada hal-hal yang menghambat untuk
mencapai tujuan tersebut. Seperti ujian-ujian yang dihadapi oleh para Panca
Pandawa khususnya yang dialami oleh Yudhistira. Selain itu unsure awidya atau
kegelapan jiwa akan memuncculkan perilaku yang bertentangan denagn ajaran
dharma. Untuk menghindari diri dari jurang kesengsaraan atau kegelapan kita
hendaknya selalu dapat introspeksi diri dengan menjalankan /melaksanakan ajaran
Astangga Yoga. Sama halnya dengan perjalanan Panca Pandawa untuk mencapai Surga
yang penuh dengan ujian, mereka lewati satu demi satu sampai akhirnya meninggal
di dalam perjalanan, disebabkan oleh karma tidak baik yang mereka perbuatan
semasa hidupnya. Hanya Yudhistira yang dapat melanjutkan perjalanan untuk
mencapai Surga karena semasa hidupnya selalu mengamalkan ajaran Dharma. Namun
karena karma baik mereka akhirnya dapat mencapai Surga. Jadi hanya dengan karma
baik dan dengan melaksanakan ajaran Dharmalah seseorang dapat mencapai
kebahagiaan yang abadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar