BUKTI KEOTENTIKAN AL QUR'AN
Assalaamu'alaikum wa rahmatullaahi wa barkaatuh...
"Tantangan" dari ALLAH Subhanahu wa ta’aala Kepada yang Tidak Mempercayai Keontentikan dan Isi Al Qur'an
Al Qur'an adalah Kitab petunjuk kehidupan, sabda, firman dari Tuhan. Namun sebagian manusia tak mempercayainya. Maka setidaknya, untuk membuktikan kebenaran atau ketidakbenaran Al Quran, Alloh subhanahu wa ta’aala azza wa jalla tak segan menyindiri, menantang dengan jelas semua makhluk, untuk melakukan beberapa hal di bawah ini:
1. Menyusun yang semacam Al Quran secara keseluruhan:
Al Quran Surat Ath Thuur ayat 34 (52:34):
"Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Quran itu jika mereka orang-orang yang benar."
2. Menyusun sepuluh surat saja semacam Al Quran:
Al Quran Surat Huud ayat 13 (11:13):
"Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Al Quran itu". Katakanlah: "(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Alloh, jika kamu memang orang-orang yang benar"
3. Menyusun satu surat saja semacam Al Quran:
Al Quran Surat Yunuus ayat 38 (10:38):
"Atau (patutkah) mereka mengatakan "Muhammad membuat-buatnya." Katakanlah: "(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Alloh, jika kamu orang yang benar."
4. Menyusun sesuatu seperti atau lebih kurang sama dengan salah satu surat dari Al Quran:
Al Quran Surat Al Baqarah ayat 23 (2:23):
"Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah [*] satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Alloh, jika kamu orang-orang yang benar."
[*] Ayat ini merupakan tantangan bagi mereka yang meragukan tentang kebenaran Al Quran itu tidak dapat ditiru walaupun dengan mengerahkan semua ahli sastera dan bahasa karena ia merupakan mukjizat Nabi Muhammad sholollohu‘alaihi wasallam.
Di dalam Al Quran, sebagaimana berbagai ciptaan Alloh subhanahu wa ta’aala dalam khazanah pembagian yang Kauniyah (tersirat) dan yang Qauliyah (tersurat), maka sungguh terkandunglah berbagai rahasia, makna, aturan, ilmu-pengetahuan, perjanjian, hukum, bahkan insya Alloh kekuatan rahasia, dan sebagainya yang kiranya tak diketahui manusia; yang juga tersirat (dan bahkan tidak terlihat, ghaib, atau belumlah lagi atau tidaklah diketahui) maupun yang tersurat (yang dapat terlihat jelas).
Berbagai hal itu, bahkan baru dapat diungkapkan jauh berabad-abad setelah turunnya Al Quran , dan bahkan hingga kini, masih banyak hal yang belum dapat ditafsirkan oleh manusia dan jin dengan segala ilmu pengetahuan yang telah didapatkannya. Jelas diterangkan bahwa ada ayat-ayat yang mutasyabihaat (memerlukan penafsiran dan penjelasan lebih lanjut) dan muhkamaat (sudah jelas):
Al Quran Surat Aali Imraan ayat 7 (3:17):
"Beliau-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yangmuhkamaat [1], itulah pokok-pokok isi Al Quran dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat [2]. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Alloh. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal."
[1] Ayat yang muhkamaat ialah ayat-ayat yang terang dan tegas maksudnya, dapat dipahami dengan mudah.
[2] Termasuk dalam pengertian ayat-ayat mutasyaabihaat: ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian dan tidak dapat ditentukan arti mana yang dimaksud kecuali sesudah diselidiki secara mendalam atau ayat-ayat yang pengertiannya hanya Alloh yang mengetahui seperti ayat-ayat yang berhubungan dengan yang ghaib-ghaib misalnya ayat-ayat yang mengenai hari Kiamat, surga, neraka dan lain-lain.
Barangsiapa mengulas Al Quran tanpa ilmu pengetahuan maka bersiaplah menduduki neraka. (HR. Abu Dawud)
Abu Tsa'labah Al-khusyani Jurtsum bin Nasyir rodhiyallahu ‘anhu.. meriwayatkan dari Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam, beliau bersabda, "Sesungguhnya Alloh subhanahu wa ta’aala telahmenetapkan beberapa kewajiban, janganlah engkau menyepelekannya (meremehkannya), telah menentukan sanksi-sanksi hukum, janganlah engkau melanggar, telah pula mengharamkan beberapa hal, maka janganlah engkau jatuh kedalamnya. Beliau juga mendiamkan beberapa hal karena kasih sayangNya kepada kalian bukannya lupa, maka janganlah engkau mencari-carinya." (Hadits Hasan diriwayatkan oleh Ad-daruquthni, dll)
An-Nu'man bin Basyir berkata, "Saya mendengar Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam bersabda, 'Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya terdapat hal-hal musyabbihat(syubhat atau samar, tidak jelas halal-haramnya), yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Barangsiapa yang menjaga hal-hal musyabbihat, maka ia telah membersihkan kehormatan dan agamanya. Dan, barangsiapa yang terjerumus dalam syubhat, maka ia seperti penggembala di sekitar tanah larangan, hampir-hampir ia terjerumus ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai tanah larangan, dan ketahuilah sesungguhnya tanah larangan Alloh adalah hal-hal yang diharamkan-Nya. Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada sekerat daging. Apabila daging itu baik, maka seluruh tubuh itu baik; dan apabila sekerat daging itu rusak, maka seluruh tubuh itu pun rusak. Ketahuilah, dia itu adalah hati.'" (HR. Bukhori)
Adalah mungkin saja, seseorang atau bahkan segolongan Manusia dan Jin, membuat rangkaian syair berbahasa Arab, seindah yang dapat dibuatnya dan kemudian dikatakannya pula sebagai ayat kitab suci, bahkan dikatakannya adalah sebagai tandingan Al Quran.
Namun semua ini, tentulah adalah hanya kata-kata, bahkan kalaupun ada keindahan, hikmah, kebajikan, di dalamnya.
Apakah ia atau mereka dapat kiranya menjamin bahwa apa yang mereka buat itu, mengandung berbagai rahasia dunia-akhirat? Masa lalu dan masa depan? Dan lain-lain rahasia dan kekuatan?
Maka mengenai ini, bahkan kepada para makhlukNya ini, Alloh subhanahu wa ta’aala tetap menantangnya untuk membuat yang serupa, yang antara lain seperti jelas tertera di ayat-ayat tersebut di atas.
Marilah kita telaah lebih dalam;
Salah satu fenomena yang menarik, dalam berbagai penurunannya atau pewahyuan Al Quran, seringkali pula berbagai ayat atau surat dari Kitab Suci Al Quran diturunkan atau diwahyukan secara’spontan’, secara ”sekonyong-konyong”, ”tiba-tiba” (yang dalam hal ini sesungguhnya adalah dalam ukuran manusia, namun tidaklah demikian bagi Alloh subhanahu wa ta’aala sebenarnya), misalnya untuk menjawab berbagai pertanyaan, berbagai serangan dari musuh-musuh Islam saat itu, atau untuk mengomentari berbagai peristiwa, dan sebagainya. Hal ini dapat ditelaah dengan jelas dalam berbagai kumpulan kisah azbabun nuzul (sebab turunnya ayat) berbagai ayat dan surat Al Quran, setidaknya saja.
Juga turunnya ayat langsung dalam menjawab doa-pertanyaan Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam dan sahabat Umar bin Khottob rodhiyallahu ‘anhu, akan keharaman minuman keras atau khamr (yang saat itu adalah kegemaran bangsa Arab, bahkan bangsa Arab yang telah menjadi muslim termasuk sahabat Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam, Umar bin Khoththob rodhiyallahu ‘anhu) dalam Al Quran Surat Al Baqarah ayat 219 (2:219) dan Al Quran Surat An Nisaa’ ayat 42 (4:42) serta Al Quran Surat Al Maaidah ayat 90-91 (5:90-91).
Walaupun berbagai ayat ini turun dengan 'tiba-tiba', yang sungguh menakjubkan adalah bahwa setelah keseluruhan ayat Al Quran selesai diturunkan dan kemudian dilakukan penelitian terhadap berbagai hal berkaitan dengan atau tentang Al Quran ini, sungguh ditemukanlah sejumlah kenyataan yang menakjubkan, yang tak mungkin dipikirkan, dirancang, dilakukan, diutarakan, dibuat oleh seorang manusia (Rosululloh Muhammad bin ‘Abdullah bin Abdul Muthalib sholollohu‘alaihi wasallam) bahkan bila dibantu oleh masyarakatnya ataupun dilanjutkan bergenerasi sesudahnya yang sudah lebih maju pengetahuannya.
Misalnya, tentang adanya berbagai rahasia atau isyarat ilmu pengetahuan yang baru dapat dibuktikan berabad-abad kemudian, tentang kisah-kisah sejarah, tentang berita-berita ghaib (termasuk ramalan akan masa depan), tentang keseimbangan-keteraturan susunan redaksional Al Quran atau keseimbangan-keteraturan susunan kata-katanya, dan sebagainya.
Semakin pula lebih menakjubkan, mendukung ini semua, bila disadari kenyataan bahwa Rosululloh Muhammad bin ‘Abdullah bin Abdul Muththalib sholollohu‘alaihi wasallam adalah seorang manusia yang ummiy atau tidak dapat membaca dan menulis (atau dalam bahasa Inggris: an illiterate person).
Dari siapakah kiranya Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam mendapatkan semuanya itu?
Tidakkah ini didapatkannya dari (dalam Bahasa Sekuler) sebuah ’Sumber Kecerdasan Yang Lebih Tinggi’?
Lebih mudahnya, kita sebut saja ’Sumber Kecerdasan Yang Lebih Tinggi’ itu sebagai, Tuhan?
Al Quran Surat An Nisaa’ ayat 82 (4:82):
"Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Alloh, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya."
Al Quran Surat Al An’aam ayat 115 (6:115):
"Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merobah robah kalimat-kalimat-Nya dan Beliau lah yang Maha Mendenyar lagi Maha mengetahui."
Al Quran Surat Al Hijr ayat 9 (15:9):
"Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya [*]."
[*] Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al Quran selama-lamanya.
Al Quran Surat Al Mulk ayat 3-4 (67:3-4)
(3). "Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu Lihat sesuatu yang tidak seimbang?"
(4) "Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah."
ASPEK PENDUKUNG KEOTENTIKAN AL QUR'AN
Dalam hal ini, ada banyak sekali aspek kuat yang mendukung keotentikan Al Quran al Karim, dan berikut ini adalah sekelumit paparan bukti dari berbagai aspek itu, yaitu:
I. Aspek Keseimbangan yang Sangat Serasi Antara Kata-kata yang di Gunakannya
Abdurrazaq Nafwal dalam buku atau kitab ”Al-I’jaz Al-Adabiy li Al Quran Al Karim” yang terdiri dari 3 jilid (terlepas dari berbagai pendapat pro dan kontra atau skeptis tentang isinya dan kemungkinan ketidaksempurnaan manusia penulisnya) mengemukakan berbagai contoh tentang keseimbangan ini. Ringkasannya adalah:
1. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya (lawan katanya):
”Al Hayah” (hidup) dan ”Al Mawt” (mati), masing-masing sebanyak 145 kali
”Al Naf’” (manfaat) dan ”Al Madharrah” (mudarat), masing-masing sebanyak 50 kali
”Al Har” (panas) dan ”Al Bard” (dingin) masing-masing sebanyak 4 kali
”Al Shalihat” (kebajikan) dan ”Al Sayyi’at” (keburukan) masing-masing sebanyak 167 kali
”Al Thuma’ninah” (kelapangan atau ketenangan) dan ”Al Dhiq” (kesempitan atau kekesalan) masing-masing sebanyak 13 kali
”Al Rahbah” (cemas atau takut) dan ”Al Raghbah” (harap atau ingin) masing-masing sebanyak 8 kali
”Al Kufr” (kekufuran) dan ”Al Iman” (iman) masing-masing sebanyak 17 kali dalam bentuk definite
”Kufr” (kekufuran) dan ”Iman” (iman) masing-masing sebanyak 8 kali dalam bentuk indefinite
”Al Shayf” (musim panas) dan ”Al Syita’” (musim dingin) masing-masing sebanyak 1 kali.
2. Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonimnya atau kesamaan makna yang dikandungnya:
”Al Harts” dan ”Al Zira’ah” (membajak atau bertani) masing-masing sebanyak 14 kali
”Al ’Ushb” dan ”Al Dhurur” (membanggakan diri atau angkuh) masing-masing sebanyak 27 kali
”Al Dhallun” dan ”Al Mawta” (orang sesat atau mati jiwanya) masing-masing sebanyak 17 kali
”Al Quran ”, ”Al Wahyu”, dan ”Al Islam” (Al Quran , wahyu, dan Islam) masing-masing sebanyak 70 kali
”Al ’Aql” dan ”Al Nur” (akal dan cahaya) masing-masing sebanyak 49 kali
”Al Jahr” dan ”Al ’Alaniyah” (nyata) masing-masing sebanyak 16 kali
3. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjuk kepada akibatnya:
”Al Infaq” (infak) dan ”Al Ridha” (kerelaan) masing-masing sebanyak 73 kali
”Al Bukhl” (kekikiran) dan ”Al Hasarah” (penyesalan) masing-masing sebanyak 12 kali
”Al Kafiruun” (orang-orang kafir) dan ”Al Naar atau Al Ahraq” (neraka atau pembakaran) masing-masing sebanyak 154 kali
”Al Zakah” (zakat atau penyucian) dan ”Al Barakat” (kebajikan yang banyak) masing-masing sebanyak 32 kali
”Al Fahisyah” (kekejian) dengan ”Al Ghadhb” (murka) masing-masing sebanyak 26 kali
4. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya:
”Al Israf” (pemborosan) dan ”Al Sur’ah” (ketergesa-gesaan) masing-masing sebanyak 23 kali
”Al Maw’izhah” (nasihat atau petuah) dan ”Al Lisan” (lidah) masing-masing sebanyak 25 kali
”Al Asra” (tawanan) dan ”Al Harb” (perang) masing-masing sebanyak 6 kali
”Al Salam” (kedamaian) dan ”Al Thayyibat” (kebajikan) masing-masing sebanyak 60 kali
5. Berbagai keseimbangan khusus:
Kata ”Yawm” (hari) dalam bentuk tunggal, adalah sejumlah 365 kali (atau adalah sama dengan jumlah hari-hari dalam satu tahun) di dalam Al Quran .
Sedangkan kata ”hari” yang menunjuk kepada betuk plural (”Ayyam”) atau dua (”Yawmayni”), jumlah keseluruhannya dalam Al Quran adalah hanyalah 30 kali penyebutan, atau dalam hal ini adalah juga sama dengan jumlah hari dalam satu Bulan dengan mengikuti kaidah Kalender Qamariyah atau penanggalan sistem Bulan, sistem Islam atau Arab.
Lalu, kata yang berarti ”Bulan” (”Syahr”) hanya terdapat 12 kali, atau sama dengan jumlah bilangan Bulan dalam satu tahun (12 Bulan) rotasi.
Ada 7 kali penjelasan tentang adanya 7 langit, yaitu antara lain dalam Al Quran Surat (Qur’an Surat) Al Baqarah ayat 29, Al Quran Surat Al Isra’ ayat 44, Al Quran Surat Al Mu’minuun ayat 86, Al Quran Surat Al Fushshilat ayat 12, Al Quran Surat At Thalaq ayat 12, Al Quran Surat Al Mulk ayat 3, Al Quran Surat Nuh ayat 15.
Selain itu, penjelasan tentang penciptaan langit dan bumi dalam enam (6) hari atau masa atau tahapan, disebutkan di dalam 7 ayat pula (dan tahapan terbentuknya sebuah galaksi-planet dalam enam (6) tahapan yang memakan waktu ratusan bahkan ribuan tahun ini, telah pula dibuktikan oleh ilmu-pengetahuan saat ini, bahwa memanglah secara umum pembentukan Galaksi adalah dalam enam (6) tahapan, bahkan saat inipun masih terbentuk Galaksi-galaksi baru, yang masing-masing dalam (melalui) enam (6) tahapan, dalam ruang angkasa yang bahkan memuai atau meluas ini.
Sebagai catatan, angka 7 sendiri banyak sekali ditemukan di alam semesta, di Al Quran & di Hadits Nabi Muhammad bin ‘Abdullah sholollohu‘alaihi wasallam. Bahkan pengulangan dari angka ini dalam Al Quran juga memunculkan sebuah sistem yang koheren. Beberapa fenomena angka 7 tersebut adalah, antara lain:
Merupakan jumlah dari tingkatan langit & bumi (Al Quran Surat 65:12).
Atom tersusun dari 7 tingkatan elektron.
Jumlah hari dalam satu minggu.
Jenis atau jumlah tanda (not dasar) musik.
Jenis atau jumlah warna-warni pelangi.
Jenis dosa besar (HR Al-Bukhori & Muslim).
Tanda bagi siksaan pada Hari Kiamat.
Jumlah ayat dalam Surah Al Fatihah ("Tujuh ayat yang diulang-ulang").
Muslim bersujud dengan menggunakan 7 anggota badan dalam Shalat.
Muslim melakukan Thawaf sebanyak 7 kali dalam ritual Haji.
Muslim melakukan Sa'i antara Shafa & Marwah sebanyak 7 kali dalam ritual Haji.
Melempar jumrah sebanyak 7 kali dalam ritual Haji.
Dalam kisah Nabi Yusuf (Josef) ‘alaihis salaam banyak menyebut angka 7 (Al Quran Surat 12: 46-48).
Kisah siksaan kaum Nabi Hud (Hood) ‘alaihis salaam ditimpa angin topan selama 7 malam (Al Quran Surat 69:6-7).
Kisah Nabi Musa (Moses) ‘alaihis salaam memilih 70 orang dari kaumnya untuk bertobat (Al Quran Surat:17;155).
Kata Kiamat disebut dalam Al Quran sebanyak 70 kali.
Kata "Jahannam" (Neraka) disebut dalam Al Quran sebanyak 77 kali.
Jumlah pintu-pintu "Jahanam" adalah 7 (Al Quran Surat 15:44).
Terdapat 7 surah yang diawali dengan kalimat tasbih.
Sebagai catatan pula, angka ”tujuh” (7) dalam budaya Arab Kuno juga dapat berarti ”banyak”, karena khazanah berpikir dan kebiasaan orang Arab lama atau kuno (misalnya, orang-orang Arab di masa-masa itu saat diturunkannya Al Quran) yang menghitung jumlah tujuh (7) atau selebihnya, sebagai angka perlambang yang menunjukkan jumlah banyak atau bahkan tak terhitung (tak dapat dihitung) lagi (oleh mereka).
Maka, sejumlah mufassir atau penafsir Al Quran dan atau atau ahli ilmu pengetahuan pun berspekulasi tentang telah disebutkannya tentang berbagai kenyataan akan adanya tak terhitung planet dan galaksi di luar bumi dalam Al Quran, dan bahkan kemungkinan adanya makhluk-makluk lain di alam semesta di luar Bumi dan sistem Solar (matahari) kita ini.
Selain ini, berkaitan dengan dunia angka dan huruf (atau kata), juga ditemui beragam distribusi Matematika di Al Quran, khususnya mengenai bilangan-bilangan prima dan beragam hubungan luasnya, dan banyak sekali misteri dan fenomena angka juga kata di Al Quran lainnya, di balik susunan, makna,dan kemungkinan-kemungkinannya dan tata bahasa Arab sendiri (dan Bahasa Sastra Arab yang digunakan di Al Quran ) yang memang sudah luar-biasa itu.
II. Aspek Bukti dari Berbagai Isyarat Maupun Pemberitaan Ghaibnya
Ada banyak sekali, namun dalam kesempata yang singkat ini, dipilihkan satu saja yang cukup fenomenal. Misalnya adalah tentang berita tentang Fir’aun dan Nabi Musa ‘alaihis salaam, dan ditemukannya jenazah Fir'aun ini. Disebutkanlah di Al Quran bahwa Fir’aun yang mengejar-mengejar Nabi Musa ‘alaihis salaam dan Bani Israil dalam perjalanan eksodus mereka keluar dari penindasan kerja-paksa Mesir berabad-abad, akan diselamatkan tubuhnya oleh Alloh subhanahu wa ta’aala, dan akan menjadi pelajaran bagi berbagai generasi berikutnya:
Al Quran Surat Yunuus ayat 92 (10:92):
"Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu [*] supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami."
[*] Yang diselamatkan Alloh ialah tubuh kasarnya, menurut sejarah, setelah Fir'aun itu tenggelam mayatnya terdampar di pantai diketemukan oleh orang-orang Mesir lalu dibalsem menjadi Mumi, sehingga utuh sampai sekarang dan dapat dilihat di Museum Mesir.
Maka, menurut berbagai kesesuaian sejarah, Raja Mesir atau Fir’aun yang dimaksud di sini adalah Fir’aun Maniptah(Maneptah atau Merneptah), anak dari Fir’aun Ramses II (Fir’aun yang mengangkat Nabi Musa ‘alaihis salaam sebagai anaknya dan juga menyiksa kaum Bani Israil), dan muminya ditemukan oleh Loret pada sekitar awal abad XIX (tahun 1896) di Thebes atau Luxor, Lembah Kuburan Raja-raja Mesir (Wadi al Muluk).
Setidaknya dua ahli telah meneliti muminya, yaitu Elliot Smith dan DR. Maurice Bucaille (yang disebut terakhir ini kemudian menyatakan diri masuk Islam pada akhir penelitiannya, dan menulis sebuah buku yang cukup menggemparkan, berjudul ”Bibel, Quran & Sains Modern", dan telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia pula), dan penelitian keduanya beserta keterangan dari Maspero (seorang Perancis ahli ilmu Sejarah Mesir) sungguh menguatkan hal ini.
Injil sendiri, di bagian Keluaran pasal 13, 14, 28 dan di Nyanyian (Psalm) 136 dari Daud, menguatkan pula bahwa Fir’aun tersebut disebutkan mati tenggelam dalam pengejarannya kepada kaum Bani Israil yang sedang melakukan eksodus dari Mesir ke ‘Tanah Yang Dijanjikan’. Bahkan di Mazmur Daud no 136 dalam ayat 15 dari orang Yahudi, jelas menyebutkan pujian kepada "Tuhan yang telah membinasakan Fir’aun dan tentaranya dalam laut yang penuh dengan tumbuh-tumbuhan", sebagaimana kesesuaiannya pula dengan Kitab Keluaran (14, 28):
"Air kembali pasang dan menenggelamkan kereta-kereta serta para penunggang kuda dari tentara Fir’aun yang telah masuk ke laut di belakang mereka (kelompok Yahudi). Tak ada seorang pun yang tetap hidup".
Namun perihal diselamatkannya jasad Fir’aun itu, tidak disebutkan di Injil, hanya disebutkan di Al Quran. Hanya di Al Quran jelas dinyatakan bahwa jenazah Fir’aun yang mengejar Nabi Musa ’alaihis salaam itu akan ditemukan manusia dan menjadi pelajaran besar.
Janji Alloh ini, serta diketemukannya jasad Fir'aun itu, dikuatkan oleh ilmu-pengetahuan modern. Dan sekarang, jenazah Fir’aun Maneptah akhirnya disimpan di Museum Mesir di Kairo di ruang Muminya, serta dapat dilihat oleh siapapun.
III. Aspek Adanya Berita-berita atau Isyarat-isyarat Ilmiah dari Al Quran
Ada banyak sekali contoh tentang ini. Berikut adalah beberapa di antaranya, misalnya bahwa:
Segalanya yang hidup diciptakan dari air:
Pada waktu ayat ini diturunkan, tidak ada yang berpikir kalau segala yang hidup itu tercipta dari air. Sekarang, tidak ada seorang pakar pun yang membantah bahwa segala yang hidup itu tercipta dari air, yang adalah materi pokok bagi kehidupan setiap makhluk hidup.
Sementara itu, urut-urutan penciptaan benda langit menurut Injil adalah bahwa Bumi diciptakan terlebih dulu (Kejadian 1:1), kemudian tetumbuhan (Kejadian 1:11-12), baru kemudian Matahari (Kejadian 1:14-16). Yang menarik di sini kiranya, jika menurut logika Injil, adalah bagaimana mungkin tetumbuhan dapat hidup tanpa berfotosinteis di saat itu, karena Matahari sebagai sumber energi untuk berfotosintesi diciptakan belakangan setelah tetumbuhan?
Al Quran Surat Al Anbiyaa ayat 30 (21:30):
"Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?"
Adanya aturan berpasang-pasangan atas segala sesuatu
Al Quran yang berulang-ulang menyebut adanya pasangan dalam alam tumbuh-tumbuhan, juga menyebut adanya pasangan dalam rangka yang lebih umum, dan dengan batas-batas yang tidak ditentukan. Yang menarik pula, ayat ini dinyatakan di sebuah ayat dengan penomoran yang juga berpasangan (Quran Surat 36 ayat 36). Perhatikanlah bahwa bahkan Nomor Surat (36) dan Ayatnya pun (36), sama, seakan berpasangan. Entah apa artinya, wallahu a’lam bis shawab:
Al Quran Surat Yaa Siin ayat 36 (36:36):
"Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa-apa yang mereka tidak ketahui."
Kita dapat mengadakan hipotesa sebanyak-banyaknya mengenai arti hal-hal yang manusia tidak mengetahui pada zaman Nabi Muhammad sholollohu‘alaihi wasallam. Apalagi Rosululloh Muhammad bin ‘Abdullah sholollohu‘alaihi wasallam, adalah sesorang yang buta huruf (ummy) dan tak mungkin telah mempelajari ilmu Astronomi.
Hal-hal yang manusia tidak mengetahui itu termasuk di dalamnya susunan atau fungsi yang berpasangan baik dalam benda yang paling kecil atau benda yang paling besar, baik dalam benda mati atau dalam benda hidup. Yang penting adalah untuk mengingat pemikiran yang dijelaskan dalam ayat itu secara gamblang dan untuk mengetahui bahwa kita tidak menemukan pertentangan dengan Sains masa ini.
Meskipun gagasan tentang "pasangan" umumnya bermakna laki-laki dan perempuan, atau jantan dan betina, ungkapan "maupun dari apa yang tidak mereka ketahui" dalam ayat di atas memiliki cakupan yang lebih luas. Kini, cakupan makna lain dari ayat tersebut telah terungkap. Ilmuwan Inggris, Paul Dirac, yang menyatakan bahwa materi diciptakan secara berpasangan, dianugerahi Hadiah Nobel di bidang Fisika pada tahun 1933.
Penemuan ini, yang disebut "parité", menyatakan bahwa materi berpasangan dengan lawan jenisnya: anti-materi. Anti-materi memiliki sifat-sifat yang berlawanan dengan materi. Misalnya, berbeda dengan materi, elektron anti-materi bermuatan positif, dan protonnya bermuatan negatif.
Fakta ini dinyatakan dalam sebuah sumber ilmiah sebagai berikut: "...setiap partikel memiliki anti-partikel dengan muatan yang berlawanan ... dan hubungan ketidakpastian mengatakan kepada kita bahwa penciptaan berpasangan dan pemusnahan berpasangan terjadi di dalam vakum di setiap saat, di setiap tempat."
Alam semesta ini mengembang (memuai, meluas)
Di dalam Al Quran yang diturunkan 14 abad silam di saat ilmu astronomi masih terbelakang, mengembangnya alam semesta digambarkan sebagaimana di ayat berikut ini:
Al Quran Surat Adz Dzaariyat ayat 47 (51:47):
"Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya "
Kata "langit", sebagaimana dinyatakan dalam ayat ini, digunakan di banyak tempat dalam Al Quran dengan makna luar angkasa dan alam semesta. Di sini sekali lagi, kata tersebut digunakan dengan arti ini. Dengan kata lain, dalam Al Quran dikatakan bahwa alam semesta "mengalami perluasan atau mengembang". Dan inilah yang kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan masa kini.
Hingga awal abad XX Masehi, satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini di dunia ilmu pengetahuan adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan telah ada sejak dahulu kala tanpa permulaan. Namun, penelitian, pengamatan, dan perhitungan yang dilakukan dengan teknologi modern, mengungkapkan bahwa alam semesta sesungguhnya memiliki permulaan, dan ia terus-menerus "mengembang".
Pada awal abad XX Masehi, ilmuwan Albert Einstein mengatakan bahwa alam semesta ini tidak berawal dan tidak berakhir dan sudah ada sejak dulu, dan ini dikemukakannya pada tahun 1917.
Ketika mengamati langit dengan teleskop, di tahun 1927, Erwin Hubble - seorang astronom Amerika - menemukan bahwa bintang-bintang dan galaksi terus bergerak saling menjauhi. Sebuah alam semesta, di mana segala sesuatunya terus bergerak menjauhi satu sama lain, berarti bahwa alam semesta tersebut terus-menerus "mengembang". Pengamatan yang dilakukan di tahun-tahun berikutnya memperkokoh fakta bahwa alam semesta terus mengembang.
Lalu Fisikawan Rusia, Alexander Friedmann, dan ahli Kosmologi Belgia, George Lemaitre, secara teoritis menghitung dan menemukan bahwa alam semesta senantiasa bergerak dan mengembang. Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada tahun 1929. Dan Einstein pun merevisi pendapatnya.
Ilmuwan Penzias dan Wilson kemudian membuat Teori Big Bang bahwa sesungguhnya langit dan bumi dulu menyatu, bahkan hanya sebesar kira-kira bola tenis, dan kemudian terjadi ledakan besar dan menjadi terpisah, menyebar ke seluruh alam semesa, termasuk menjadi aneka planet, matahari, komet, Galaksi, Nebula, dan lain-lain. Dan terciptalah kemudian air, yang menjadi dasar kehidupan. Dan ini memakan waktu milyaran tahun, termasuk penciptaan Bumi dan tata surya Bima Sakti (Milky Way) tempat kita sendiri ini.
Kenyataan ini diterangkan dalam Al Quran pada saat tak seorang pun mengetahuinya. Apalagi Rosululloh Muhammad bin ‘Abdullah sholollohu‘alaihi wasallam, adalah sesorang yang buta huruf (ummy) dan tak mungkin telah mempelajari ilmu Astronomi. Ini dikarenakan Al Quran adalah firman Alloh, Sang Pencipta, dan Pengatur keseluruhan alam semesta.
Sebagai catatan, dalam ayat ini ada kata dasar ”muhsiana”, yang bermakna ”pengembangan” atau ”berkembang”. Secara tradisional, para mufassir memilih kalimat ”Kami benar-benar berkuasa” daripada alternatif ”Kami benar-benar mengembangkannya”, yang menggambarkan ruang angkasa yang memuai. Kesalahan atau ketidakuratan penafsiran ini, adalah sama seperti penafsiran kata ”Al ’Alaq” dalam berbagai ayat Al Quran , yang secara tradisional diartikan sebagai ”segumpal darah” daripada ”sesuatu yang melekat”. Pembahasan lebih dalam mengenai ketidakakuratan ini, ada di bagian lain dari tulisan ini.
Matahari adalah (sumber) Cahaya (diya’) dan Bulan adalah sebagai Pelita (nuur)
Al Quran Surat Nuh ayat 15-16 (71:15-16):
(15) "Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Alloh telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat?"
(16)" Dan Alloh menciptakan padanya Bulan sebagai cahaya dan menjadikan Matahari sebagai pelita?"
Dengan ilmu pengetahuan, kini kita mengetahui bahwa Matahari adalah sumber energi yang memancarkan cahaya dan Bulan hanyalah memantulkan cahaya yang diterimanya dari Matahari itu. Dulu, manusia dengan tingkat pengetahuan sederhana pada jaman Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam, dapat dengan mudah menerima kalimat-kalimat sederhana dan masuk akal ini (perbandingan sederhana antara Matahari sebagai pelita dan Bulan sebagai cahaya itu).
Namun kalimat-kalimat sederhana inipun ternyata dapat berarti dalam, serta dapat diterima oleh bahkan para ahli ilmu-pengetahuan bahkan di luar komunitas Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam, dan yang hidup berabad-abad kemudian, yang sangat senang mengunakan ilmu-pengetahuan sains modern atau pos-modern untuk memahami segala sesuatu. Ini memuaskan semua kalangan pencari kebenaran. Dan ini adalah salah satu hikmah dari Al Quran.
Benda Langit Bergerak dalam Jalurnya (garis edarnya) Masing-masing
Tatkala merujuk kepada matahari dan bulan di dalam Al Quran, ditegaskan bahwa masing-masing bergerak dalam orbit atau garis edar tertentu, bahkan keseluruhan alam semesta yang dipenuhi oleh lintasan dan garis edar seperti ini, dinyatakan dalam Al Quran sebagai berikut:
Al Quran Surat Al Anbiyaa ayat 33 (21:33):
"Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya."
Juga Al Quran Surat Yaa Siin ayat 38 (36:38),
38. "dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui."
Surat Ar Rahmaan ayat 5 (55:5),
5." Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan."
Surat Adz Dzaariyaat ayat 7 (51 :7).
7. "Demi langit yang mempunyai jalan-jalan "[1416],
[1416] Yang dimaksud adalah orbit bintang-bintang dan planet-planet.
Kata ”Yasbahuun” dalam ayat Al Quran Surat Al Anbiyaa ayat 33 ini, berasal dari kata ”sabaha” yang makna kata secara tradisionalnya adalah ”gerakan dari sesuatu yang bergerak”, yang dalam hal ini, dalam kaitannya dalam kaidah ilmu ruang angkasa ini, adalah tentang penggambaran pergerakan atau rotasi dirinya (planet Bulan dan Matahari itu) dalam aksisnya sendiri.
Sebagai informasi-informasi tambahan dari disiplin ilmu Astronomi dan Sejarah serta Kekristenan, saat ini manusia sudah jamak mengetahui bahwa Matahari membutuhkan 25 hari untuk menuntaskan rotasinya dan Bumi mengelilingi Matahari. Namun baru pada tahun 1512 Masehi, Nicolaus Copernicus mengemukakan Teori Heliosentrisnya tentang letak Matahari yang dikelilingi planet yang bergerak dalam jalurnya masing-masing.
Ini juga didukung penelitian Galileo Galillei, dan saat itu pengumuman temuan ini ditentang habis-habisan oleh Gereja, juga menjadikan Copernicus dikucilkan, bahkan sebagian kalangan menyebutkan bahwa ia dikafirkan mereka.
Barulah pada abad-abad modern ini, sekitar 500 tahun kemudian, Vatikan kemudian bersedia mengakui kebenaran teori Copernicus dan kesalahan klaim Gereja berdasarkan Injil itu, yang memaknakan bahwa Mataharilah yang bergerak mengelilingi Bumi (antara lain di Joshua 10:12-13), bukan sebaliknya, yang jelas sangat bertentangan dengan ilmu-pengetahuan.
Fakta-fakta yang disampaikan dalam Al Quran ini telah ditemukan melalui pengamatan astronomis di zaman kita. Menurut perhitungan para ahli astronomi, matahari bergerak dengan kecepatan luar biasa yang mencapai 720 ribu km per jam ke arah bintang Vega dalam sebuah garis edar yang disebut Solar Apex. Ini berarti matahari bergerak sejauh kurang lebih 17.280.000 kilometer dalam sehari. Bersama matahari, semua planet dan satelit dalam sistem gravitasi matahari juga berjalan menempuh jarak ini. Selanjutnya, semua bintang di alam semesta berada dalam suatu gerakan serupa yang terencana.
Menurut para Ahli Astronomi-Fisika, terdapat sekitar 200 milyar galaksi di alam semesta yang masing-masing terdiri dari hampir 200 bintang. Sebagian besar bintang-bintang ini mempunyai planet, dan sebagian besar planet-planet ini mempunyai bulan. Semua benda langit tersebut bergerak dalam garis peredaran yang diperhitungkan dengan sangat teliti. Selama jutaan tahun, masing-masing seolah "berenang" sepanjang garis edarnya dalam keserasian dan keteraturan yang sempurna bersama dengan yang lain. Selain itu, sejumlah komet juga bergerak bersama sepanjang garis edar yang ditetapkan baginya.
Dan garis edar ini tidak hanya dimiliki oleh benda-benda angkasa, galaksi-galaksi pun berjalan pada kecepatan luar biasa dalam suatu garis peredaran yang terhitung dan terencana. Selama pergerakan ini, tak satupun dari benda-benda angkasa ini memotong lintasan yang lain, atau bertabrakan dengan lainnya. Bahkan, telah teramati bahwa sejumlah galaksi berpapasan satu sama lain tanpa satu pun dari bagian-bagiannya saling bersentuhan.
Sebagai pendukung materi pembahasannya, berikut adalah sebuah kutipan dari Injil versi internasional (King James Version) dan komentar tentang kesalahannnya yang dikutip dari sebuah situs tentangnya, yang bernama ”The Dark Bible” (dengan alamat http: atau atau www.nobeliefs.com atau darkbible atau darkbible atau ), sebuah situs yang mengupas tentang berbagai kesalahan dan ketidakmasukakalan Injil. Pembuat situs ini adalah Jim Walker, orang Barat yang Atheis (tidak mempercayai adanya Tuhan) yang dulunya beragama Kristen.
Heliocentric Vs Geocentric? The Sun Stands Still: "Then spake Joshua to the LORD in the day when the LORD delivered up the Amorites before the children of Israel, and he said in the sight of Israel, Sun, stand thou still upon Gibeon; and thou, Moon, in the valley of Ajalon. And the sun stood still, and the moon stayed, until the people had avenged themselves upon their enemies. Is not this written in the book of Jasher? So the sun stood still in the midst of heaven, and hasted not to go down about a whole day." (Joshua 10:12-13) Comment: These verses imply that the sun moves around the earth. If the Bible actually represents the words or inspired words of God, then why didn't the Great Creator inspire them to tell the truth about the universe and our solar system? Also, the Bible asks us to believe that a supposedly loving God made the sun stand still for the sole purpose of helping the Israelites slaughter the Amorites. How can one not see that these verses would insult the intelligence of any person who believes God possess wisdom, knowledge and love?
Maka, beberapa hal dalam Injil ini, sangat bertentangan dengan ilmu-pengetahuan, dan dengan Akal.
Dapat dipastikan bahwa pada saat Al Quran diturunkan, manusia tidak memiliki teleskop masa kini ataupun teknologi canggih untuk mengamati ruang angkasa berjarak jutaan kilometer, tidak pula pengetahuan fisika ataupun astronomi modern. Karenanya, saat itu tidaklah mungkin untuk mengatakan secara ilmiah bahwa ruang angkasa "dipenuhi lintasan dan garis edar" sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut.
Apalagi Rosululloh Muhammad bin ‘Abdullah sholollohu‘alaihi wasallam, adalah sesorang yang buta huruf (ummy) dan tak mungkin telah mempelajari ilmu Astronomi.
Akan tetapi, hal ini dinyatakan secara terbuka kepada kita dalam Al Quran yang diturunkan pada saat itu, dab benar, karena Al Quran adalah firman Tuhan, Alloh.
Adanya lautan yang tidak bercampur satu sama lain
Salah satu di antara sekian sifat lautan yang baru-baru ini ditemukan adalah berkaitan dengan ayat Al Quran sebagai berikut:
Al Quran Surat Ar Rahman ayat 19-20 dan 22 (55:19-20, 22):
"Beliau membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tak dapat dilampaui oleh masing-masing ... Dari keduanya keluar mutiara dan marjan. "
Sifat lautan yang saling bertemu, akan tetapi tidak bercampur satu sama lain ini telah ditemukan oleh para ahli kelautan baru-baru ini. Dikarenakan gaya fisika yang dinamakan "tegangan permukaan", air dari laut-laut yang saling bersebelahan tidak menyatu. Akibat adanya perbedaan masa jenis, tegangan permukaan mencegah lautan dari bercampur satu sama lain, seolah terdapat dinding tipis yang memisahkan mereka. (Davis, Richard A., Jr. 1972, Principles of Oceanography, Don Mills, Ontario, Addison-Wesley Publishing, s. 92-93). Dari keduanya, dapat digali berbagai kekayaan alam khususnya mutiara dan marjan.
Sisi menarik dari hal ini adalah bahwa pada masa ketika manusia tidak memiliki pengetahuan apapun mengenai fisika, tegangan permukaan, ataupun ilmu kelautan, hal ini dinyatakan dalam Al Quran. Suatu fenomena lain yang sering kita dapatkan adalah bahwa air lautan yang asin, dengan air sungai-sungai besar yang tawar tidak bercampur seketika.
Orang dapat mengira bahwa Al Quran membicarakan sungai Euphrat dan Tigris yang setelah bertemu dalam muara, kedua sungai itu membentuk semacam lautan yang panjangnya lebih dari 150 km, dan dinamakan Syath al Arab.
Di dalam teluk, pengaruh pasang-urutnya air menimbulkan suatu fenomena yang bermanfaat, yaitu masuknya air tawar ke dalam tanah sehingga menjamin irigasi yang memuaskan. Untuk memahami teks ayat ini, kita harus ingat bahwa lautan adalah terjemahan kata bahasa Arab "Bahr" yang berarti sekelompok air yang besar, sehingga kata itu dapat dipakai untuk menunjukkan lautan atau sungai yang besar seperti Sungai Nil, Tigris dan Euphrat.
Dan ayat yang memuat fenomena tersebut adalah sebagai berikut:
Al Quran Surat Al Furqan ayat 53 (25:53):
"Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit, Beliau jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi."
Juga Al Quran Surat Faathir ayat 12 (35:12).
12." Dan tiada sama (antara) dua laut; yang ini tawar, segar, sedap diminum dan yang lain asin lagi pahit. Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu memakainya, dan pada masing-masingnya kamu lihat kapal-kapal berlayar membelah laut supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan supaya kamu bersyukur."
Selain menunjukkan fakta yang pokok, ayat-ayat tersebut menyebutkan kekayaan-kekayaan yang dikeluarkan dari air tawar dan air asin yaitu ikan-ikan dan hiasan badan: batu-batu perhiasan dan mutiara.
Mengenai fenomena tidak campurnya air sungai dengan air laut di muara-muara hal tersebut tidak khusus untuk Tigris dan Euphrat yang memang tidak disebutkan namanya dalam ayat walaupun ahli-ahli tafsir mengira bahwa dua sungai besar itulah yang dimaksudkan.
Sungai-sungai besar yang menuang ke laut seperti Missisippi dan Yang Tse menunjukkan keistimewaan yang sama; campurnya kedua macam air itu tidak terlaksana seketika tetapi memerlukan waktu.
Rahasia proses reproduksi manusia
Al Quran Surat Al Hajj ayat 5 (22:5):
"Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka (ketahuilah) Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari ’segumpal darah’ atau ’sesuatu yang melekat’, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah."
Lalu, setidaknya, kata ”Al ’Alaq” seperti di ayat ini disebutkan dalam 4 ayat lain yang membicarakan transformasi urut-urutan reproduksi manusia sejak tahap setetes sperma:
Juga Al Quran:
Surat Al Mu’minuun ayat 14 (23:14),
14. "Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik."
Surat Al Mu’miin ayat 67 (40:67),
67." Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya)."
Surat Al Qiyaamah ayat 37-38 (75:37-38),
37." Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim),"
38." kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya,"
Surat Al ‘Alaq ayat 1 (96:1).
1." Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,"
Maka, khusus perihal kata ”Al ’Alaq” ini, secara tradisional, penerjemahan Al Quran kuno atau tradisional, seringkali kata ini ditafsirkan atau diartikan saja sebagai ”segumpal darah” atau ”darah beku (tidak mengalir)” oleh berbagai penerjemah dan mufassir atau penafsir. Dan ini jamak dijumpai di berbagai terjemahan bahkan tafsir Al Quran di seluruh dunia.
Jika kata itu mutlak diartikan "segumpal darah”, hal ini dapat tidak masuk akal, karena tidak pula sesuai dengan ilmu pengetahuan tentang proses reproduksi manusia, karena sesunguhnya ilmu pengetahuan reproduksi manusia mengkonfirmasikan bahwa tidak pernahlah manusia tercipta melalui tahapan ’gumpalan darah’, dalam rangkaian tahap reproduksinya.
Dengan demikian, derajat keotentikan Al Quran dalam hal ini pun (jika tetap memakai terjemahan kata ”segumpal darah”) dapat saja menjadi dianggap gugur (setidaknya bagi sebagian kalangan), dan segolongan manusia serta makhluk lain yang membaca Al Quran dapat menjadi kafir bahkan murtad karenanya, karena dapat menganggap paparan penciptaan manusia yang demikian tidak sesuai dengan ilmu-pengetahuan. Ini dapat menjadi berbahaya, dan tentu saja dapat menjadi tidak sepatutnya, karena Al Quran adalah dari Tuhan Pencipta Semesta Alam.
Namun, Tuhan Semesta Alamlah yang memang menjaga keotentikannya, dan Al Quran tentu saja tetap benar sebagai petunjuk sepanjang jaman. Penjelasannya, jika kita menilik kepada ilmu reproduksi ini sendiri, ternyata menetapnya telur dalam rahim terjadi karena tumbuhnya jonjot (villosities) atau perpanjangan telur yang akan mengisap dari dinding rahim, zat yang diperlukan untuk membesarnya telur, seperti layaknya akar tumbuhan yang masuk ke tanah, melekat kepada dinding rahim. Pertumbuhan semacam ini mengokohkan telur dalam rahim.
Inilah yang layak disebut, diterjemahkan korelatif sebagai ”sesuatu yang melekat (atau Al ’Alaq)”, secara spekulatif ilmiah.
Makna yang lebih tepat dari kata ”Al Alaq” karenanya adalah, ”sesuatu yang melekat”, bukan ”segumpal darah (beku)”, yang, saat manusia belum dapat mengetahui jalannya proses reproduksi (manusia) ini, pemakaian kata ”sesuatu yang melekat” daripada kata ”segumpal darah (beku)”, terlihat lebih tidak masuk akal bagi para mufassir tradisional; padahal sesungguhnya justru sebaliknya.
Dan sekali lagi, pengetahuan manusia tentang ini baru didapatkan manusia pada jaman yang kemudian disebut sebagai jaman Modern, berabad-abad sesudah Al Quran diturunkan, tak lama sebelum jaman kita ini.
Tidaklah mengherankan kiranya, betapa berabad-abad lalu, banyak para penerjemah dan mufassir (penafsir) tradisional yang sewajarnya tidak (banyak) mengetahui kaidah ilmu kedokteran, secara mudahnya menerjemahkan kata ”Al ’Alaq” ini sebagai ”segumpal darah” saja, dalam ayat-ayat itu.
Penerjemahan seperti itu, terlihat cukup masuk akal di saat itu, mereka sungguh telah berusaha sebaik-baiknya dengan segala pengetahuan yang mereka miliki, tentulah kesalahan manusiawi ini dapat dimaafkan, tinggal bagaimana baiknya ke depan.
Dan Bagaimanapun Juga Tafsirnya, Al Quran Tetaplah Tuntunan Kehidupan Terbaik dari Sang Pencipta Alam.
Dan di antara faktor rumitnya memahami maksud sesungguhnya dari Al Quran, adalah bahwa setidaknya saja para penerjemah atau mufassir (penafsir), memiliki pengetahuan di bawah ini dalam menafsirkannya:
1. Ilmu Lugath (filologi), yaitu ilmu untuk mengetahui arti setiap kata
2. Ilmu Nahwu (tata bahasa), yaitu ilmu tata bahasa, misalnya ilmu untuk mengetahui alternatif i’rab (bacaan akhir kata) dari setiap kata atau kalimat,,karena i’rab yang berbeda akan mempengaruhi artinya.
3. Ilmu Sharf (perubahan bentuk kata). Sangat pentinglah mengetahui ini, karena perubahan sedikit bentuk kata, dalam Tata Bahasa Arab, akan mengubah arti kata tersebut, tentu saja.
4. Ketiga ilmu di bawah ini digolongkan cabang ilmu Balaghah yang sangat penting diketahui para ahli tafsir:
i. Ilmu Ma’ani (hakikat makna dari suatu kata). Dengan mengetahui hakikat maknanya, maksud dari suatu ayat dapat diketahui.
ii. Ilmu Bayaan. Ilmu yang mempelajari kelugasan dalam untaian kata atau kalimat.
iii. Ilmu Badi’. Ilmu yang mempelajari keindahan bahasa.
5. Ilmu Qira’at. Sebagaimana umum diketahui kaum terpelajar muslim, Al Quran diturunkan oleh Alloh dalam tujuh huruf (Sab’ati Ahruf), tujuh cara membaca. Maka para ’Ulama pun telah menguraikan, bahwa hal ini adalah keanekaragaman cara membaca Al Quran, dengan tetap mengikuti Tata Bahasa Arab, yang semuanya bersumber dari Nabi Muhammad sholollohu‘alaihi wasallam, dan sungguh dibenarkan. Bahkan setiap cara membaca ini, satu dan lainnya sungguh saling melengkapi, sebagai satu rangkaian. Dan ini merupakan mukjizat tersendiri dari Al Quran.
6. Ilmu Aqa’id. Ilmu yang mempelajari dasar-dasar keimanan.
7. Ilmu Ushul Fiqih. Dengan ilmu ini insya Alloh dapat diambil dalil serta penggalian hukum agama dari suatu ayat.
8. Ilmu Asbabun-Nuzul. Ilmu untuk menguraikan tentang sebab turunnya suatu ayat. Tentu saja engetahuan tentang situasi dan kondis yang bersamaan dengan atau menyebabkan asbabun-nuzul (sebab turunnya) suatu ayat akan sangat membantu dalam memahami kandungan dan maksud sebenarnya dari ayat tersebut.
9. Ilmu Nasikh-Mansukh. Dengan ilmu ini dapat dipelajari suatu hukum yang sudah dihapus dan hukum yang masih berlaku.
10. Ilmu Fiqih. Dengan mengetahui hukum-hukum yang rinci tentu insya Alloh akan mudah diketahui hukum globalnya.
11. Ilmu Hadits. Ilmu untuk mengetahui Hadits-hadits yang menafsirkan ayat-ayat Al Quran.
Termasuk tentu saja, syarat fakta dan urutan Sejarah yang sangat ketat akan semua ini.
Syarat verifikasi seketat berbagai hal yang disebutkan di atas ini, tidak dijumpai dalam penerjemahan di kalangan non-muslim.
*Sedikit mengenai buku ”Bible, Quran, dan Sains Modern” (ditulis oleh DR Maurice Bucaille dan adalah sebuah best-seller, serta sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia), di dalam buku ini juga dimuat kritik terhadap cara dan hasil penerjemahan Al Quran sendiri yang dapat menjadikannya bermakna sempit dan kehilangan banyak keagungan, kebenaran dan keindahannya (dan juga sebagai akibat dari penyebaran kaidah-kaidah Islam yang tidak dilakukan dengan baik).
Hal ini menurutnya dapat terjadi karena kurangnya pemahaman etimologi bahasa dan ilmu pengetahuan ilmu serta teknologi dari para penerjemahnya; dan kemudian menyebabkan ‘reaksi berantai’ penyampaian isinya yang juga ‘terdistorsi’, menjadi terganggu.
Contoh lebih jelasnya adalah, seseorang insya Alloh subhanahu wa ta’aala akan dapat dengan tepat mengungkapkan kandungan kebenaran ilmu kedokteran dan manusia di dalam Al Quran bila ia mengetahui dengan baik makna dan aturan etimologi bahasa Arab tersebut, sekaligus kaidah-kaidah ilmu kedokteran.
Hal yang sama juga berlaku terhadap pengajian (interpretasi) ayat-ayat Al Quran yang berkenaan dengan berbagai macam ilmu-pengetahuan atau sains lain, seperti astronomi, fisika, biologi, kimia, ekonomi, hukum, dan sebagainya.
Maka, dasar-dasar pengetahuan itu tentu sebaiknya juga harus dimiliki bila hendak mengetahui dan menerangkan kaidah ilmu-ilmu yang terkandung dalam Al Furqan.
Hal-hal ini semua tak mungkin kiranya dimiliki banyak penerjemah Al Quran secara perseorangan, yang setiap orang dituntut harus menguasai sedemikian banyak ilmu pengetahuan yang terkandung dalam Al Quran agar dapat benar-benar menerjemahkannya sesuai maksud aslinya, selain pengetahuan bahasa Arab sendiri yang sudah cukup rumit tata bahasanya.
Akhirnya, antara lain dengan menyadari hal-hal ini berdasarkan hidayah (pencerahan atau wahyu dari) Alloh subhanahu wa ta’aala, DR. Maurice Bucaille pengarang buku tersebut, kemudian menjadi muslim atau mualaf dengan suka rela, dan lalu aktif menjadi da’i (pendakwah) internasional. Bahkan pada beberapa tahun silam, seri rekaman acara dakwah yang menghadirkan dirinya hampir tiap malam ditayangkan di Indonesia melalui stasiun TV Indonesia, TPI, di larut-larut malam.
Maka di sini pulalah perlunya untuk berjama’ah, berorganisasi, dan dengan sendirinya melakukan manajemen yang baik dalam melakukan kebaikan (dan dalam hal ini adalah dalam melakukan penerjemahan dan penafsiran ini agar dapat benar-benar mengetahui dan mendapatkan nikmat Alloh subhanahu wa ta’aala di tahap-tahap berikutnya).
Berjama’ah dalam kebaikan itu, tentu saja adalah baik. Sahabat, ipar, dan menantu Rasululullah sholollohu‘alaihi wasallam, sang Kholifah Keempat, Kholifah Ali bin Abi Tholib rodhiyallahu ‘anhu, berkata dalam Atsar (jejak kebijaksanaan) beliau, ”Kejahatan yang diorganisasikan dengan baik, akan dapat mengalahkan kebaikan yang tidak diorganisasikan dengan baik”.
Pantas pulalah kiranya bila para penerjemah-penafsir yang mengerti ilmu Kedokteran harus menafsirkan ayat-ayat yang berhubungan dengan ilmu Kedokteran dengan mengkorelasikannya dengan segala kaidah ilmu kedokteran sesuai keahliannya, para penerjemah-penafsir yang mengerti ilmu Fisika harus menafsirkan ayat-ayat yang berhubungan dengan ilmu kedokteran dengan mengkorelasikannya dengan segala kaidah ilmu Fisika sesuai keahliannya; demikianlah seterusnya berkenaan dengan berbagai ilmu-pengetahuan sains dan teknologi lain yang ada di dalam kandungan Al Quran, sehingga dapatlah didapatkan suatu gambaran yang menyeluruh, tentang apapun yang dimaksudkan oleh Kitab Suci ini.
Dan bahkan di masa lalu, tak jarang para ahli ilmu-pengetahuan justru mendapatkan inspirasi untuk suatu titik kemajuan ilmu-pengetahuan baru, bahkan titik berhenti etisnya, setelah menelaah Al Quran dan berbagai hal berkaitan.
Penafsiran itu sendiri, seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan ilmu-pengetahuan manusia, tentu saja juga harus diperbarui setiap kali atau secara berkala, dicocokkan, dikorelasikan dengan segala perkembangan ilmu-pengetahuan; setidaknya karena ayat-ayat Alloh tidaklah hanya yang Qauliyah (tertulis, tersurat) namun juga yangKauniyah (tidak tertulis, tersirat, terhampar luas di alam semesta dalam berbagai ilmu pengetahuan).
Keduanya, tentu saja, seharusnya, sewajarnya, adalah saling menguatkan, karena berasal dari Tuhan yang sama, Tuhan Semesta Alam, dalam sistem Manajemen Fitrahi Beliau. Jika tidak, maka keduanya, tentu saja, seharusnya, sewajarnya, salah satu darinya adalah palsu.
Kemudian Bahasa Arab yang mempunyai kekayaan makna yang banyak untuk satu kata, sehubungan dengan ini semua, selain dapat menjadi sebab kesalahan pengartian, justru juga dapat menjadi kunci kekayaan pesan ilmu pengetahuan dan berbagai kemungkinan penafsirannya, yang satu sama lain dapat mempunyai keistimewaan sendiri, fleksibel bahkan seiring dengan perkembangan kemampuan berpikir atau ilmu-pengetahuan manusia dan jin, serta saling mendukung; dalam sistem besar Alloh subhanahu wa ta’aala dalam Manajemen Fitrahinya ini.
Sementara sebagaimana telah pula diperintahkan dalam Al Quran tentang pernyataan Alloh subhanahu wa ta’aala bahwa manusia tak mungkin dapat menembus dan menggunakan rahasia langit dan bumi kecuali dengan ilmu pengetahuan (sulthan, dalam Al Quran Surat Ar Rahmaan ayat 33 atau Al Quran Surat 55:33), penyelarasan hubungan antara agama dan ilmu-pengetahuan kemudian membentuk suatu hubungan yang istimewa dan saling menguatkan serta bersintesa sehingga penafsiran kata-kata Al Quran pun menjadi sedemikian lebih kaya arti. Wallahu ’alam bis shawaab.
Contohnya, ”langit yang tujuh (7)” bahkan ”bumi yang tujuh (7)” dalam berbagai ayat Al Quran yang diulang berkali-kali (setidaknya tentang tujuh langit ini, diulangi sebanyak tujuh kali pula di tujuh ayat Al Quran ), juga dapatlah dibaca-dipahami sebagai ”langit yang banyak” dan ”bumi yang banyak” dengan juga mengingat bahwa kata ”tujuh” dalam khazanah Bahasa Arab, adalah juga berarti ”banyak” (kaum Arab tradisional di masa Al Quran diturunkan menganggap jumlah tujuh dan di atas tujuh, sebagai jumlah yang banyak, tak terhitung lagi). Apakah tidak mungkin jika saat ini dengan segala pengetahuan astronomi terkini, kalimat-kalimat itu juga dipahami sebagai sebagai ”galaksi-nebula yang banyak” dan ”planet yang banyak”?
Menurut kami, ini pulalah kiranya salah satu hikmah maksud penyampaian Islam dan Al Quran dalam bahasa Arab, selain memang disampaikan melalui umat Bani Arab (yang tentu saja pada dasarnya berbahasa Arab) yang juga merupakan keturunan Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam selain Bani Israil yang melalui mereka telah diutuskan banyak Nabi dan Rosul, dengan alasan-alasan yang hanya Alloh subhanahu wa ta’aala yang lebih mengetahuinya.
Dan sungguh berbahagialah kiranya Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam dan istri-istrinya yang telah menurunkan dua rumpun ras besar, bani Israil dan bani Arabia melalui dua anaknya, Nabi Ismail ‘alaihis salaam dan Nabi Ishak ‘alaihis salaam; dengan sekian banyak Nabi yang diturunkan dalam garis keturunan mereka. Semoga keterhubungan ini dapatlah dijadikan dasar perdamaian dunia, terutama bila kita semua bersedia lebih dalam mempelajarinya, termasuk tentunya juga mempelajari sejarah yang benar.
Manusia dengan tingkat pengetahuan sederhana pada jaman Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam, dapat dengan mudah menerima kalimat-kalimat sederhana (misalnyaperbandingan sederhana antara Matahari dan Bulan di Al Quran Surat Nuh 15-16 itu), dengan kalimat-kalimat sederhana ini.
Namun kalimat-kalimat sederhana inipun dapat berarti dalam, serta dapat diterima oleh bahkan para ahli ilmu-pengetahuan di luar komunitas Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam, dan yang hidup berabad-abad kemudian, termasuk mereka yang sangat senang mengunakan logika dan ilmu-pengetahuan sains modern atau posmodern untuk memahami segala sesuatu. Ini memuaskan semua kalangan pencari kebenaran. Dan ini adalah salah satu hikmah dari Al Quran .
Inilah yang sangat menarik dan perlu dicatat di sini, yaitu tentang adanya suatu keagungan perbandingan, dan tidak adanya dalam Al Quran perbedaan makna perbandingan berkaitan dengan adanya perubahan jaman yang mungkin menunjukkan keagungannya pada waktu Al Quran turun, namun yang pada saat ini menjadi hanyalah dapat dipandang sebagai sisa mitos atau khayalan tidak ilmiah belaka, sebagaimana dapat dan telah terjadi pada kitab(-kitab) yang telah salah-kaprah dianggap ‘kitab suci’ lain.
Pendeknya, makna dari teks-teks Al Quran ini, ternyata konsisten dalam berbagai jaman, merupakan pesan sepanjang jaman, bahkan bila ditelaah dari berbagai sisi dan disiplin ilmu serta peradaban, setidaknya saja.
Dan masih banyak ayat lain yang memuat isyarat ilmu pengetahuan di berbagai bidang. Maka, wajarlah pula kiranya jika seorang manusia berpengetahuan yang jujur dan sehat akalnya, berkesimpulan bahwa amat tak mungkinlah kiranya bahwa seorang pedagang (businessman) Arab bernama Muhammad bin ‘Abdullah bin Abdul Muthalib sholollohu‘alaihi wasallam yang ternyata tak dapat membaca dan menulis (ummiy atau buta huruf) serta hidup di tengah gurun pasir Arab terpencil di abad VI Masehi, dapat dengan tepat mengungkapkan bahkan menyebutkan dengan jelas berbagai kaidah ilmu pengetahuan yang tersirat maupun tersurat di berbagai surat Al Quran.
Kebenaran hal-hal itu sendiri bahkan baru dapat dibuktikan berabad-abad setelah ia wafat, oleh berbagai cabang ilmu pengetahuan modern.
Jelas, Rosululloh Muhammad bin ‘Abdullah sholollohu‘alaihi wasallam tak mungkin mengarang itu semua sendirian atau bahkan bila telah menuliskan itu semua dengan dibantu makhluk lain (misalnya para sahabatnya yang mengelilinginya bahkan juga bila ternyata dibantu oleh banyak orang lain dan makhluk lain pada masa itu).
Apalagi setidaknya kemudian di dalam kitab itu juga ditemukan adanya dukungan, pembenaran, dan perbaikan terhadap perkembangan ajaran-ajaran para Nabi dan Rosul terdahulu. Itupun, masih ditambah pula dengan adanya kenyataan bahwa “Al Furqan” (nama lain Al Quran yang berarti “pembeda”) ini juga disusun berdasarkan kaidah sastra Arab yang tinggi dan indah; satu hal yang lebih mengherankan lagi, mengingat Muhammad sholollohu‘alaihi wasallam sendiri sekali lagi, dikenal sebagai orang buta huruf (ummy).
Pantaslah pulalah kiranya kita berkesimpulan bahwa Muhammad sholollohu‘alaihi wasallam adalah benar-benar seorang utusan dari Tuhan Yang Benar, yaitu Alloh subhanahu wa ta’aala, Tuhan para Nabi yang membawa risalah agama yang sama, dan bahwa Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam benar-benar membawa pesan yang benar-benar berasal dari Alloh subhanahu wa ta’aala, Beliau, Tuhan Yang maha Tinggi, berupa rangkaian pesan yang dikumpulkan dalam Kitab Suci Al Quran.
Ini adalah baru beberapa hal saja yang baru dapat diungkap dari keajaiban Al Quran.
Maka, karenanya, tentulah sangat penting mentaati Alloh subhanahu wa ta’aala dan Rasulnya, melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya, termasuk karena yang diturunkan Alloh subhanahu wa ta’aala kepada manusia dan jin, seluruh makhluk, seluruh alam semesta, adalah rangkaian dari pesan yang satu sejak para nabi dan rasul sebelum Rosul Terakhir Rosululloh Muhammad sholollohu‘alaihi wasallam.
Wallohua'lam. Wastaghfirulloh. Walhamdulillah.
---------------------------------------------------------"Tantangan" dari ALLAH Subhanahu wa ta’aala Kepada yang Tidak Mempercayai Keontentikan dan Isi Al Qur'an
Al Qur'an adalah Kitab petunjuk kehidupan, sabda, firman dari Tuhan. Namun sebagian manusia tak mempercayainya. Maka setidaknya, untuk membuktikan kebenaran atau ketidakbenaran Al Quran, Alloh subhanahu wa ta’aala azza wa jalla tak segan menyindiri, menantang dengan jelas semua makhluk, untuk melakukan beberapa hal di bawah ini:
1. Menyusun yang semacam Al Quran secara keseluruhan:
Al Quran Surat Ath Thuur ayat 34 (52:34):
"Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Quran itu jika mereka orang-orang yang benar."
2. Menyusun sepuluh surat saja semacam Al Quran:
Al Quran Surat Huud ayat 13 (11:13):
"Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Al Quran itu". Katakanlah: "(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Alloh, jika kamu memang orang-orang yang benar"
3. Menyusun satu surat saja semacam Al Quran:
Al Quran Surat Yunuus ayat 38 (10:38):
"Atau (patutkah) mereka mengatakan "Muhammad membuat-buatnya." Katakanlah: "(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Alloh, jika kamu orang yang benar."
4. Menyusun sesuatu seperti atau lebih kurang sama dengan salah satu surat dari Al Quran:
Al Quran Surat Al Baqarah ayat 23 (2:23):
"Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah [*] satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Alloh, jika kamu orang-orang yang benar."
[*] Ayat ini merupakan tantangan bagi mereka yang meragukan tentang kebenaran Al Quran itu tidak dapat ditiru walaupun dengan mengerahkan semua ahli sastera dan bahasa karena ia merupakan mukjizat Nabi Muhammad sholollohu‘alaihi wasallam.
Di dalam Al Quran, sebagaimana berbagai ciptaan Alloh subhanahu wa ta’aala dalam khazanah pembagian yang Kauniyah (tersirat) dan yang Qauliyah (tersurat), maka sungguh terkandunglah berbagai rahasia, makna, aturan, ilmu-pengetahuan, perjanjian, hukum, bahkan insya Alloh kekuatan rahasia, dan sebagainya yang kiranya tak diketahui manusia; yang juga tersirat (dan bahkan tidak terlihat, ghaib, atau belumlah lagi atau tidaklah diketahui) maupun yang tersurat (yang dapat terlihat jelas).
Berbagai hal itu, bahkan baru dapat diungkapkan jauh berabad-abad setelah turunnya Al Quran , dan bahkan hingga kini, masih banyak hal yang belum dapat ditafsirkan oleh manusia dan jin dengan segala ilmu pengetahuan yang telah didapatkannya. Jelas diterangkan bahwa ada ayat-ayat yang mutasyabihaat (memerlukan penafsiran dan penjelasan lebih lanjut) dan muhkamaat (sudah jelas):
Al Quran Surat Aali Imraan ayat 7 (3:17):
"Beliau-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yangmuhkamaat [1], itulah pokok-pokok isi Al Quran dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat [2]. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Alloh. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal."
[1] Ayat yang muhkamaat ialah ayat-ayat yang terang dan tegas maksudnya, dapat dipahami dengan mudah.
[2] Termasuk dalam pengertian ayat-ayat mutasyaabihaat: ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian dan tidak dapat ditentukan arti mana yang dimaksud kecuali sesudah diselidiki secara mendalam atau ayat-ayat yang pengertiannya hanya Alloh yang mengetahui seperti ayat-ayat yang berhubungan dengan yang ghaib-ghaib misalnya ayat-ayat yang mengenai hari Kiamat, surga, neraka dan lain-lain.
Barangsiapa mengulas Al Quran tanpa ilmu pengetahuan maka bersiaplah menduduki neraka. (HR. Abu Dawud)
Abu Tsa'labah Al-khusyani Jurtsum bin Nasyir rodhiyallahu ‘anhu.. meriwayatkan dari Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam, beliau bersabda, "Sesungguhnya Alloh subhanahu wa ta’aala telahmenetapkan beberapa kewajiban, janganlah engkau menyepelekannya (meremehkannya), telah menentukan sanksi-sanksi hukum, janganlah engkau melanggar, telah pula mengharamkan beberapa hal, maka janganlah engkau jatuh kedalamnya. Beliau juga mendiamkan beberapa hal karena kasih sayangNya kepada kalian bukannya lupa, maka janganlah engkau mencari-carinya." (Hadits Hasan diriwayatkan oleh Ad-daruquthni, dll)
An-Nu'man bin Basyir berkata, "Saya mendengar Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam bersabda, 'Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya terdapat hal-hal musyabbihat(syubhat atau samar, tidak jelas halal-haramnya), yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Barangsiapa yang menjaga hal-hal musyabbihat, maka ia telah membersihkan kehormatan dan agamanya. Dan, barangsiapa yang terjerumus dalam syubhat, maka ia seperti penggembala di sekitar tanah larangan, hampir-hampir ia terjerumus ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai tanah larangan, dan ketahuilah sesungguhnya tanah larangan Alloh adalah hal-hal yang diharamkan-Nya. Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada sekerat daging. Apabila daging itu baik, maka seluruh tubuh itu baik; dan apabila sekerat daging itu rusak, maka seluruh tubuh itu pun rusak. Ketahuilah, dia itu adalah hati.'" (HR. Bukhori)
Adalah mungkin saja, seseorang atau bahkan segolongan Manusia dan Jin, membuat rangkaian syair berbahasa Arab, seindah yang dapat dibuatnya dan kemudian dikatakannya pula sebagai ayat kitab suci, bahkan dikatakannya adalah sebagai tandingan Al Quran.
Namun semua ini, tentulah adalah hanya kata-kata, bahkan kalaupun ada keindahan, hikmah, kebajikan, di dalamnya.
Apakah ia atau mereka dapat kiranya menjamin bahwa apa yang mereka buat itu, mengandung berbagai rahasia dunia-akhirat? Masa lalu dan masa depan? Dan lain-lain rahasia dan kekuatan?
Maka mengenai ini, bahkan kepada para makhlukNya ini, Alloh subhanahu wa ta’aala tetap menantangnya untuk membuat yang serupa, yang antara lain seperti jelas tertera di ayat-ayat tersebut di atas.
Marilah kita telaah lebih dalam;
Salah satu fenomena yang menarik, dalam berbagai penurunannya atau pewahyuan Al Quran, seringkali pula berbagai ayat atau surat dari Kitab Suci Al Quran diturunkan atau diwahyukan secara’spontan’, secara ”sekonyong-konyong”, ”tiba-tiba” (yang dalam hal ini sesungguhnya adalah dalam ukuran manusia, namun tidaklah demikian bagi Alloh subhanahu wa ta’aala sebenarnya), misalnya untuk menjawab berbagai pertanyaan, berbagai serangan dari musuh-musuh Islam saat itu, atau untuk mengomentari berbagai peristiwa, dan sebagainya. Hal ini dapat ditelaah dengan jelas dalam berbagai kumpulan kisah azbabun nuzul (sebab turunnya ayat) berbagai ayat dan surat Al Quran, setidaknya saja.
Juga turunnya ayat langsung dalam menjawab doa-pertanyaan Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam dan sahabat Umar bin Khottob rodhiyallahu ‘anhu, akan keharaman minuman keras atau khamr (yang saat itu adalah kegemaran bangsa Arab, bahkan bangsa Arab yang telah menjadi muslim termasuk sahabat Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam, Umar bin Khoththob rodhiyallahu ‘anhu) dalam Al Quran Surat Al Baqarah ayat 219 (2:219) dan Al Quran Surat An Nisaa’ ayat 42 (4:42) serta Al Quran Surat Al Maaidah ayat 90-91 (5:90-91).
Walaupun berbagai ayat ini turun dengan 'tiba-tiba', yang sungguh menakjubkan adalah bahwa setelah keseluruhan ayat Al Quran selesai diturunkan dan kemudian dilakukan penelitian terhadap berbagai hal berkaitan dengan atau tentang Al Quran ini, sungguh ditemukanlah sejumlah kenyataan yang menakjubkan, yang tak mungkin dipikirkan, dirancang, dilakukan, diutarakan, dibuat oleh seorang manusia (Rosululloh Muhammad bin ‘Abdullah bin Abdul Muthalib sholollohu‘alaihi wasallam) bahkan bila dibantu oleh masyarakatnya ataupun dilanjutkan bergenerasi sesudahnya yang sudah lebih maju pengetahuannya.
Misalnya, tentang adanya berbagai rahasia atau isyarat ilmu pengetahuan yang baru dapat dibuktikan berabad-abad kemudian, tentang kisah-kisah sejarah, tentang berita-berita ghaib (termasuk ramalan akan masa depan), tentang keseimbangan-keteraturan susunan redaksional Al Quran atau keseimbangan-keteraturan susunan kata-katanya, dan sebagainya.
Semakin pula lebih menakjubkan, mendukung ini semua, bila disadari kenyataan bahwa Rosululloh Muhammad bin ‘Abdullah bin Abdul Muththalib sholollohu‘alaihi wasallam adalah seorang manusia yang ummiy atau tidak dapat membaca dan menulis (atau dalam bahasa Inggris: an illiterate person).
Dari siapakah kiranya Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam mendapatkan semuanya itu?
Tidakkah ini didapatkannya dari (dalam Bahasa Sekuler) sebuah ’Sumber Kecerdasan Yang Lebih Tinggi’?
Lebih mudahnya, kita sebut saja ’Sumber Kecerdasan Yang Lebih Tinggi’ itu sebagai, Tuhan?
Al Quran Surat An Nisaa’ ayat 82 (4:82):
"Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Alloh, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya."
Al Quran Surat Al An’aam ayat 115 (6:115):
"Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merobah robah kalimat-kalimat-Nya dan Beliau lah yang Maha Mendenyar lagi Maha mengetahui."
Al Quran Surat Al Hijr ayat 9 (15:9):
"Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya [*]."
[*] Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al Quran selama-lamanya.
Al Quran Surat Al Mulk ayat 3-4 (67:3-4)
(3). "Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu Lihat sesuatu yang tidak seimbang?"
(4) "Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah."
ASPEK PENDUKUNG KEOTENTIKAN AL QUR'AN
Dalam hal ini, ada banyak sekali aspek kuat yang mendukung keotentikan Al Quran al Karim, dan berikut ini adalah sekelumit paparan bukti dari berbagai aspek itu, yaitu:
I. Aspek Keseimbangan yang Sangat Serasi Antara Kata-kata yang di Gunakannya
Abdurrazaq Nafwal dalam buku atau kitab ”Al-I’jaz Al-Adabiy li Al Quran Al Karim” yang terdiri dari 3 jilid (terlepas dari berbagai pendapat pro dan kontra atau skeptis tentang isinya dan kemungkinan ketidaksempurnaan manusia penulisnya) mengemukakan berbagai contoh tentang keseimbangan ini. Ringkasannya adalah:
1. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya (lawan katanya):
”Al Hayah” (hidup) dan ”Al Mawt” (mati), masing-masing sebanyak 145 kali
”Al Naf’” (manfaat) dan ”Al Madharrah” (mudarat), masing-masing sebanyak 50 kali
”Al Har” (panas) dan ”Al Bard” (dingin) masing-masing sebanyak 4 kali
”Al Shalihat” (kebajikan) dan ”Al Sayyi’at” (keburukan) masing-masing sebanyak 167 kali
”Al Thuma’ninah” (kelapangan atau ketenangan) dan ”Al Dhiq” (kesempitan atau kekesalan) masing-masing sebanyak 13 kali
”Al Rahbah” (cemas atau takut) dan ”Al Raghbah” (harap atau ingin) masing-masing sebanyak 8 kali
”Al Kufr” (kekufuran) dan ”Al Iman” (iman) masing-masing sebanyak 17 kali dalam bentuk definite
”Kufr” (kekufuran) dan ”Iman” (iman) masing-masing sebanyak 8 kali dalam bentuk indefinite
”Al Shayf” (musim panas) dan ”Al Syita’” (musim dingin) masing-masing sebanyak 1 kali.
2. Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonimnya atau kesamaan makna yang dikandungnya:
”Al Harts” dan ”Al Zira’ah” (membajak atau bertani) masing-masing sebanyak 14 kali
”Al ’Ushb” dan ”Al Dhurur” (membanggakan diri atau angkuh) masing-masing sebanyak 27 kali
”Al Dhallun” dan ”Al Mawta” (orang sesat atau mati jiwanya) masing-masing sebanyak 17 kali
”Al Quran ”, ”Al Wahyu”, dan ”Al Islam” (Al Quran , wahyu, dan Islam) masing-masing sebanyak 70 kali
”Al ’Aql” dan ”Al Nur” (akal dan cahaya) masing-masing sebanyak 49 kali
”Al Jahr” dan ”Al ’Alaniyah” (nyata) masing-masing sebanyak 16 kali
3. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjuk kepada akibatnya:
”Al Infaq” (infak) dan ”Al Ridha” (kerelaan) masing-masing sebanyak 73 kali
”Al Bukhl” (kekikiran) dan ”Al Hasarah” (penyesalan) masing-masing sebanyak 12 kali
”Al Kafiruun” (orang-orang kafir) dan ”Al Naar atau Al Ahraq” (neraka atau pembakaran) masing-masing sebanyak 154 kali
”Al Zakah” (zakat atau penyucian) dan ”Al Barakat” (kebajikan yang banyak) masing-masing sebanyak 32 kali
”Al Fahisyah” (kekejian) dengan ”Al Ghadhb” (murka) masing-masing sebanyak 26 kali
4. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya:
”Al Israf” (pemborosan) dan ”Al Sur’ah” (ketergesa-gesaan) masing-masing sebanyak 23 kali
”Al Maw’izhah” (nasihat atau petuah) dan ”Al Lisan” (lidah) masing-masing sebanyak 25 kali
”Al Asra” (tawanan) dan ”Al Harb” (perang) masing-masing sebanyak 6 kali
”Al Salam” (kedamaian) dan ”Al Thayyibat” (kebajikan) masing-masing sebanyak 60 kali
5. Berbagai keseimbangan khusus:
Kata ”Yawm” (hari) dalam bentuk tunggal, adalah sejumlah 365 kali (atau adalah sama dengan jumlah hari-hari dalam satu tahun) di dalam Al Quran .
Sedangkan kata ”hari” yang menunjuk kepada betuk plural (”Ayyam”) atau dua (”Yawmayni”), jumlah keseluruhannya dalam Al Quran adalah hanyalah 30 kali penyebutan, atau dalam hal ini adalah juga sama dengan jumlah hari dalam satu Bulan dengan mengikuti kaidah Kalender Qamariyah atau penanggalan sistem Bulan, sistem Islam atau Arab.
Lalu, kata yang berarti ”Bulan” (”Syahr”) hanya terdapat 12 kali, atau sama dengan jumlah bilangan Bulan dalam satu tahun (12 Bulan) rotasi.
Ada 7 kali penjelasan tentang adanya 7 langit, yaitu antara lain dalam Al Quran Surat (Qur’an Surat) Al Baqarah ayat 29, Al Quran Surat Al Isra’ ayat 44, Al Quran Surat Al Mu’minuun ayat 86, Al Quran Surat Al Fushshilat ayat 12, Al Quran Surat At Thalaq ayat 12, Al Quran Surat Al Mulk ayat 3, Al Quran Surat Nuh ayat 15.
Selain itu, penjelasan tentang penciptaan langit dan bumi dalam enam (6) hari atau masa atau tahapan, disebutkan di dalam 7 ayat pula (dan tahapan terbentuknya sebuah galaksi-planet dalam enam (6) tahapan yang memakan waktu ratusan bahkan ribuan tahun ini, telah pula dibuktikan oleh ilmu-pengetahuan saat ini, bahwa memanglah secara umum pembentukan Galaksi adalah dalam enam (6) tahapan, bahkan saat inipun masih terbentuk Galaksi-galaksi baru, yang masing-masing dalam (melalui) enam (6) tahapan, dalam ruang angkasa yang bahkan memuai atau meluas ini.
Sebagai catatan, angka 7 sendiri banyak sekali ditemukan di alam semesta, di Al Quran & di Hadits Nabi Muhammad bin ‘Abdullah sholollohu‘alaihi wasallam. Bahkan pengulangan dari angka ini dalam Al Quran juga memunculkan sebuah sistem yang koheren. Beberapa fenomena angka 7 tersebut adalah, antara lain:
Merupakan jumlah dari tingkatan langit & bumi (Al Quran Surat 65:12).
Atom tersusun dari 7 tingkatan elektron.
Jumlah hari dalam satu minggu.
Jenis atau jumlah tanda (not dasar) musik.
Jenis atau jumlah warna-warni pelangi.
Jenis dosa besar (HR Al-Bukhori & Muslim).
Tanda bagi siksaan pada Hari Kiamat.
Jumlah ayat dalam Surah Al Fatihah ("Tujuh ayat yang diulang-ulang").
Muslim bersujud dengan menggunakan 7 anggota badan dalam Shalat.
Muslim melakukan Thawaf sebanyak 7 kali dalam ritual Haji.
Muslim melakukan Sa'i antara Shafa & Marwah sebanyak 7 kali dalam ritual Haji.
Melempar jumrah sebanyak 7 kali dalam ritual Haji.
Dalam kisah Nabi Yusuf (Josef) ‘alaihis salaam banyak menyebut angka 7 (Al Quran Surat 12: 46-48).
Kisah siksaan kaum Nabi Hud (Hood) ‘alaihis salaam ditimpa angin topan selama 7 malam (Al Quran Surat 69:6-7).
Kisah Nabi Musa (Moses) ‘alaihis salaam memilih 70 orang dari kaumnya untuk bertobat (Al Quran Surat:17;155).
Kata Kiamat disebut dalam Al Quran sebanyak 70 kali.
Kata "Jahannam" (Neraka) disebut dalam Al Quran sebanyak 77 kali.
Jumlah pintu-pintu "Jahanam" adalah 7 (Al Quran Surat 15:44).
Terdapat 7 surah yang diawali dengan kalimat tasbih.
Sebagai catatan pula, angka ”tujuh” (7) dalam budaya Arab Kuno juga dapat berarti ”banyak”, karena khazanah berpikir dan kebiasaan orang Arab lama atau kuno (misalnya, orang-orang Arab di masa-masa itu saat diturunkannya Al Quran) yang menghitung jumlah tujuh (7) atau selebihnya, sebagai angka perlambang yang menunjukkan jumlah banyak atau bahkan tak terhitung (tak dapat dihitung) lagi (oleh mereka).
Maka, sejumlah mufassir atau penafsir Al Quran dan atau atau ahli ilmu pengetahuan pun berspekulasi tentang telah disebutkannya tentang berbagai kenyataan akan adanya tak terhitung planet dan galaksi di luar bumi dalam Al Quran, dan bahkan kemungkinan adanya makhluk-makluk lain di alam semesta di luar Bumi dan sistem Solar (matahari) kita ini.
Selain ini, berkaitan dengan dunia angka dan huruf (atau kata), juga ditemui beragam distribusi Matematika di Al Quran, khususnya mengenai bilangan-bilangan prima dan beragam hubungan luasnya, dan banyak sekali misteri dan fenomena angka juga kata di Al Quran lainnya, di balik susunan, makna,dan kemungkinan-kemungkinannya dan tata bahasa Arab sendiri (dan Bahasa Sastra Arab yang digunakan di Al Quran ) yang memang sudah luar-biasa itu.
II. Aspek Bukti dari Berbagai Isyarat Maupun Pemberitaan Ghaibnya
Ada banyak sekali, namun dalam kesempata yang singkat ini, dipilihkan satu saja yang cukup fenomenal. Misalnya adalah tentang berita tentang Fir’aun dan Nabi Musa ‘alaihis salaam, dan ditemukannya jenazah Fir'aun ini. Disebutkanlah di Al Quran bahwa Fir’aun yang mengejar-mengejar Nabi Musa ‘alaihis salaam dan Bani Israil dalam perjalanan eksodus mereka keluar dari penindasan kerja-paksa Mesir berabad-abad, akan diselamatkan tubuhnya oleh Alloh subhanahu wa ta’aala, dan akan menjadi pelajaran bagi berbagai generasi berikutnya:
Al Quran Surat Yunuus ayat 92 (10:92):
"Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu [*] supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami."
[*] Yang diselamatkan Alloh ialah tubuh kasarnya, menurut sejarah, setelah Fir'aun itu tenggelam mayatnya terdampar di pantai diketemukan oleh orang-orang Mesir lalu dibalsem menjadi Mumi, sehingga utuh sampai sekarang dan dapat dilihat di Museum Mesir.
Maka, menurut berbagai kesesuaian sejarah, Raja Mesir atau Fir’aun yang dimaksud di sini adalah Fir’aun Maniptah(Maneptah atau Merneptah), anak dari Fir’aun Ramses II (Fir’aun yang mengangkat Nabi Musa ‘alaihis salaam sebagai anaknya dan juga menyiksa kaum Bani Israil), dan muminya ditemukan oleh Loret pada sekitar awal abad XIX (tahun 1896) di Thebes atau Luxor, Lembah Kuburan Raja-raja Mesir (Wadi al Muluk).
Setidaknya dua ahli telah meneliti muminya, yaitu Elliot Smith dan DR. Maurice Bucaille (yang disebut terakhir ini kemudian menyatakan diri masuk Islam pada akhir penelitiannya, dan menulis sebuah buku yang cukup menggemparkan, berjudul ”Bibel, Quran & Sains Modern", dan telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia pula), dan penelitian keduanya beserta keterangan dari Maspero (seorang Perancis ahli ilmu Sejarah Mesir) sungguh menguatkan hal ini.
Injil sendiri, di bagian Keluaran pasal 13, 14, 28 dan di Nyanyian (Psalm) 136 dari Daud, menguatkan pula bahwa Fir’aun tersebut disebutkan mati tenggelam dalam pengejarannya kepada kaum Bani Israil yang sedang melakukan eksodus dari Mesir ke ‘Tanah Yang Dijanjikan’. Bahkan di Mazmur Daud no 136 dalam ayat 15 dari orang Yahudi, jelas menyebutkan pujian kepada "Tuhan yang telah membinasakan Fir’aun dan tentaranya dalam laut yang penuh dengan tumbuh-tumbuhan", sebagaimana kesesuaiannya pula dengan Kitab Keluaran (14, 28):
"Air kembali pasang dan menenggelamkan kereta-kereta serta para penunggang kuda dari tentara Fir’aun yang telah masuk ke laut di belakang mereka (kelompok Yahudi). Tak ada seorang pun yang tetap hidup".
Namun perihal diselamatkannya jasad Fir’aun itu, tidak disebutkan di Injil, hanya disebutkan di Al Quran. Hanya di Al Quran jelas dinyatakan bahwa jenazah Fir’aun yang mengejar Nabi Musa ’alaihis salaam itu akan ditemukan manusia dan menjadi pelajaran besar.
Janji Alloh ini, serta diketemukannya jasad Fir'aun itu, dikuatkan oleh ilmu-pengetahuan modern. Dan sekarang, jenazah Fir’aun Maneptah akhirnya disimpan di Museum Mesir di Kairo di ruang Muminya, serta dapat dilihat oleh siapapun.
III. Aspek Adanya Berita-berita atau Isyarat-isyarat Ilmiah dari Al Quran
Ada banyak sekali contoh tentang ini. Berikut adalah beberapa di antaranya, misalnya bahwa:
Segalanya yang hidup diciptakan dari air:
Pada waktu ayat ini diturunkan, tidak ada yang berpikir kalau segala yang hidup itu tercipta dari air. Sekarang, tidak ada seorang pakar pun yang membantah bahwa segala yang hidup itu tercipta dari air, yang adalah materi pokok bagi kehidupan setiap makhluk hidup.
Sementara itu, urut-urutan penciptaan benda langit menurut Injil adalah bahwa Bumi diciptakan terlebih dulu (Kejadian 1:1), kemudian tetumbuhan (Kejadian 1:11-12), baru kemudian Matahari (Kejadian 1:14-16). Yang menarik di sini kiranya, jika menurut logika Injil, adalah bagaimana mungkin tetumbuhan dapat hidup tanpa berfotosinteis di saat itu, karena Matahari sebagai sumber energi untuk berfotosintesi diciptakan belakangan setelah tetumbuhan?
Al Quran Surat Al Anbiyaa ayat 30 (21:30):
"Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?"
Adanya aturan berpasang-pasangan atas segala sesuatu
Al Quran yang berulang-ulang menyebut adanya pasangan dalam alam tumbuh-tumbuhan, juga menyebut adanya pasangan dalam rangka yang lebih umum, dan dengan batas-batas yang tidak ditentukan. Yang menarik pula, ayat ini dinyatakan di sebuah ayat dengan penomoran yang juga berpasangan (Quran Surat 36 ayat 36). Perhatikanlah bahwa bahkan Nomor Surat (36) dan Ayatnya pun (36), sama, seakan berpasangan. Entah apa artinya, wallahu a’lam bis shawab:
Al Quran Surat Yaa Siin ayat 36 (36:36):
"Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa-apa yang mereka tidak ketahui."
Kita dapat mengadakan hipotesa sebanyak-banyaknya mengenai arti hal-hal yang manusia tidak mengetahui pada zaman Nabi Muhammad sholollohu‘alaihi wasallam. Apalagi Rosululloh Muhammad bin ‘Abdullah sholollohu‘alaihi wasallam, adalah sesorang yang buta huruf (ummy) dan tak mungkin telah mempelajari ilmu Astronomi.
Hal-hal yang manusia tidak mengetahui itu termasuk di dalamnya susunan atau fungsi yang berpasangan baik dalam benda yang paling kecil atau benda yang paling besar, baik dalam benda mati atau dalam benda hidup. Yang penting adalah untuk mengingat pemikiran yang dijelaskan dalam ayat itu secara gamblang dan untuk mengetahui bahwa kita tidak menemukan pertentangan dengan Sains masa ini.
Meskipun gagasan tentang "pasangan" umumnya bermakna laki-laki dan perempuan, atau jantan dan betina, ungkapan "maupun dari apa yang tidak mereka ketahui" dalam ayat di atas memiliki cakupan yang lebih luas. Kini, cakupan makna lain dari ayat tersebut telah terungkap. Ilmuwan Inggris, Paul Dirac, yang menyatakan bahwa materi diciptakan secara berpasangan, dianugerahi Hadiah Nobel di bidang Fisika pada tahun 1933.
Penemuan ini, yang disebut "parité", menyatakan bahwa materi berpasangan dengan lawan jenisnya: anti-materi. Anti-materi memiliki sifat-sifat yang berlawanan dengan materi. Misalnya, berbeda dengan materi, elektron anti-materi bermuatan positif, dan protonnya bermuatan negatif.
Fakta ini dinyatakan dalam sebuah sumber ilmiah sebagai berikut: "...setiap partikel memiliki anti-partikel dengan muatan yang berlawanan ... dan hubungan ketidakpastian mengatakan kepada kita bahwa penciptaan berpasangan dan pemusnahan berpasangan terjadi di dalam vakum di setiap saat, di setiap tempat."
Alam semesta ini mengembang (memuai, meluas)
Di dalam Al Quran yang diturunkan 14 abad silam di saat ilmu astronomi masih terbelakang, mengembangnya alam semesta digambarkan sebagaimana di ayat berikut ini:
Al Quran Surat Adz Dzaariyat ayat 47 (51:47):
"Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya "
Kata "langit", sebagaimana dinyatakan dalam ayat ini, digunakan di banyak tempat dalam Al Quran dengan makna luar angkasa dan alam semesta. Di sini sekali lagi, kata tersebut digunakan dengan arti ini. Dengan kata lain, dalam Al Quran dikatakan bahwa alam semesta "mengalami perluasan atau mengembang". Dan inilah yang kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan masa kini.
Hingga awal abad XX Masehi, satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini di dunia ilmu pengetahuan adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan telah ada sejak dahulu kala tanpa permulaan. Namun, penelitian, pengamatan, dan perhitungan yang dilakukan dengan teknologi modern, mengungkapkan bahwa alam semesta sesungguhnya memiliki permulaan, dan ia terus-menerus "mengembang".
Pada awal abad XX Masehi, ilmuwan Albert Einstein mengatakan bahwa alam semesta ini tidak berawal dan tidak berakhir dan sudah ada sejak dulu, dan ini dikemukakannya pada tahun 1917.
Ketika mengamati langit dengan teleskop, di tahun 1927, Erwin Hubble - seorang astronom Amerika - menemukan bahwa bintang-bintang dan galaksi terus bergerak saling menjauhi. Sebuah alam semesta, di mana segala sesuatunya terus bergerak menjauhi satu sama lain, berarti bahwa alam semesta tersebut terus-menerus "mengembang". Pengamatan yang dilakukan di tahun-tahun berikutnya memperkokoh fakta bahwa alam semesta terus mengembang.
Lalu Fisikawan Rusia, Alexander Friedmann, dan ahli Kosmologi Belgia, George Lemaitre, secara teoritis menghitung dan menemukan bahwa alam semesta senantiasa bergerak dan mengembang. Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada tahun 1929. Dan Einstein pun merevisi pendapatnya.
Ilmuwan Penzias dan Wilson kemudian membuat Teori Big Bang bahwa sesungguhnya langit dan bumi dulu menyatu, bahkan hanya sebesar kira-kira bola tenis, dan kemudian terjadi ledakan besar dan menjadi terpisah, menyebar ke seluruh alam semesa, termasuk menjadi aneka planet, matahari, komet, Galaksi, Nebula, dan lain-lain. Dan terciptalah kemudian air, yang menjadi dasar kehidupan. Dan ini memakan waktu milyaran tahun, termasuk penciptaan Bumi dan tata surya Bima Sakti (Milky Way) tempat kita sendiri ini.
Kenyataan ini diterangkan dalam Al Quran pada saat tak seorang pun mengetahuinya. Apalagi Rosululloh Muhammad bin ‘Abdullah sholollohu‘alaihi wasallam, adalah sesorang yang buta huruf (ummy) dan tak mungkin telah mempelajari ilmu Astronomi. Ini dikarenakan Al Quran adalah firman Alloh, Sang Pencipta, dan Pengatur keseluruhan alam semesta.
Sebagai catatan, dalam ayat ini ada kata dasar ”muhsiana”, yang bermakna ”pengembangan” atau ”berkembang”. Secara tradisional, para mufassir memilih kalimat ”Kami benar-benar berkuasa” daripada alternatif ”Kami benar-benar mengembangkannya”, yang menggambarkan ruang angkasa yang memuai. Kesalahan atau ketidakuratan penafsiran ini, adalah sama seperti penafsiran kata ”Al ’Alaq” dalam berbagai ayat Al Quran , yang secara tradisional diartikan sebagai ”segumpal darah” daripada ”sesuatu yang melekat”. Pembahasan lebih dalam mengenai ketidakakuratan ini, ada di bagian lain dari tulisan ini.
Matahari adalah (sumber) Cahaya (diya’) dan Bulan adalah sebagai Pelita (nuur)
Al Quran Surat Nuh ayat 15-16 (71:15-16):
(15) "Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Alloh telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat?"
(16)" Dan Alloh menciptakan padanya Bulan sebagai cahaya dan menjadikan Matahari sebagai pelita?"
Dengan ilmu pengetahuan, kini kita mengetahui bahwa Matahari adalah sumber energi yang memancarkan cahaya dan Bulan hanyalah memantulkan cahaya yang diterimanya dari Matahari itu. Dulu, manusia dengan tingkat pengetahuan sederhana pada jaman Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam, dapat dengan mudah menerima kalimat-kalimat sederhana dan masuk akal ini (perbandingan sederhana antara Matahari sebagai pelita dan Bulan sebagai cahaya itu).
Namun kalimat-kalimat sederhana inipun ternyata dapat berarti dalam, serta dapat diterima oleh bahkan para ahli ilmu-pengetahuan bahkan di luar komunitas Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam, dan yang hidup berabad-abad kemudian, yang sangat senang mengunakan ilmu-pengetahuan sains modern atau pos-modern untuk memahami segala sesuatu. Ini memuaskan semua kalangan pencari kebenaran. Dan ini adalah salah satu hikmah dari Al Quran.
Benda Langit Bergerak dalam Jalurnya (garis edarnya) Masing-masing
Tatkala merujuk kepada matahari dan bulan di dalam Al Quran, ditegaskan bahwa masing-masing bergerak dalam orbit atau garis edar tertentu, bahkan keseluruhan alam semesta yang dipenuhi oleh lintasan dan garis edar seperti ini, dinyatakan dalam Al Quran sebagai berikut:
Al Quran Surat Al Anbiyaa ayat 33 (21:33):
"Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya."
Juga Al Quran Surat Yaa Siin ayat 38 (36:38),
38. "dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui."
Surat Ar Rahmaan ayat 5 (55:5),
5." Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan."
Surat Adz Dzaariyaat ayat 7 (51 :7).
7. "Demi langit yang mempunyai jalan-jalan "[1416],
[1416] Yang dimaksud adalah orbit bintang-bintang dan planet-planet.
Kata ”Yasbahuun” dalam ayat Al Quran Surat Al Anbiyaa ayat 33 ini, berasal dari kata ”sabaha” yang makna kata secara tradisionalnya adalah ”gerakan dari sesuatu yang bergerak”, yang dalam hal ini, dalam kaitannya dalam kaidah ilmu ruang angkasa ini, adalah tentang penggambaran pergerakan atau rotasi dirinya (planet Bulan dan Matahari itu) dalam aksisnya sendiri.
Sebagai informasi-informasi tambahan dari disiplin ilmu Astronomi dan Sejarah serta Kekristenan, saat ini manusia sudah jamak mengetahui bahwa Matahari membutuhkan 25 hari untuk menuntaskan rotasinya dan Bumi mengelilingi Matahari. Namun baru pada tahun 1512 Masehi, Nicolaus Copernicus mengemukakan Teori Heliosentrisnya tentang letak Matahari yang dikelilingi planet yang bergerak dalam jalurnya masing-masing.
Ini juga didukung penelitian Galileo Galillei, dan saat itu pengumuman temuan ini ditentang habis-habisan oleh Gereja, juga menjadikan Copernicus dikucilkan, bahkan sebagian kalangan menyebutkan bahwa ia dikafirkan mereka.
Barulah pada abad-abad modern ini, sekitar 500 tahun kemudian, Vatikan kemudian bersedia mengakui kebenaran teori Copernicus dan kesalahan klaim Gereja berdasarkan Injil itu, yang memaknakan bahwa Mataharilah yang bergerak mengelilingi Bumi (antara lain di Joshua 10:12-13), bukan sebaliknya, yang jelas sangat bertentangan dengan ilmu-pengetahuan.
Fakta-fakta yang disampaikan dalam Al Quran ini telah ditemukan melalui pengamatan astronomis di zaman kita. Menurut perhitungan para ahli astronomi, matahari bergerak dengan kecepatan luar biasa yang mencapai 720 ribu km per jam ke arah bintang Vega dalam sebuah garis edar yang disebut Solar Apex. Ini berarti matahari bergerak sejauh kurang lebih 17.280.000 kilometer dalam sehari. Bersama matahari, semua planet dan satelit dalam sistem gravitasi matahari juga berjalan menempuh jarak ini. Selanjutnya, semua bintang di alam semesta berada dalam suatu gerakan serupa yang terencana.
Menurut para Ahli Astronomi-Fisika, terdapat sekitar 200 milyar galaksi di alam semesta yang masing-masing terdiri dari hampir 200 bintang. Sebagian besar bintang-bintang ini mempunyai planet, dan sebagian besar planet-planet ini mempunyai bulan. Semua benda langit tersebut bergerak dalam garis peredaran yang diperhitungkan dengan sangat teliti. Selama jutaan tahun, masing-masing seolah "berenang" sepanjang garis edarnya dalam keserasian dan keteraturan yang sempurna bersama dengan yang lain. Selain itu, sejumlah komet juga bergerak bersama sepanjang garis edar yang ditetapkan baginya.
Dan garis edar ini tidak hanya dimiliki oleh benda-benda angkasa, galaksi-galaksi pun berjalan pada kecepatan luar biasa dalam suatu garis peredaran yang terhitung dan terencana. Selama pergerakan ini, tak satupun dari benda-benda angkasa ini memotong lintasan yang lain, atau bertabrakan dengan lainnya. Bahkan, telah teramati bahwa sejumlah galaksi berpapasan satu sama lain tanpa satu pun dari bagian-bagiannya saling bersentuhan.
Sebagai pendukung materi pembahasannya, berikut adalah sebuah kutipan dari Injil versi internasional (King James Version) dan komentar tentang kesalahannnya yang dikutip dari sebuah situs tentangnya, yang bernama ”The Dark Bible” (dengan alamat http: atau atau www.nobeliefs.com atau darkbible atau darkbible atau ), sebuah situs yang mengupas tentang berbagai kesalahan dan ketidakmasukakalan Injil. Pembuat situs ini adalah Jim Walker, orang Barat yang Atheis (tidak mempercayai adanya Tuhan) yang dulunya beragama Kristen.
Heliocentric Vs Geocentric? The Sun Stands Still: "Then spake Joshua to the LORD in the day when the LORD delivered up the Amorites before the children of Israel, and he said in the sight of Israel, Sun, stand thou still upon Gibeon; and thou, Moon, in the valley of Ajalon. And the sun stood still, and the moon stayed, until the people had avenged themselves upon their enemies. Is not this written in the book of Jasher? So the sun stood still in the midst of heaven, and hasted not to go down about a whole day." (Joshua 10:12-13) Comment: These verses imply that the sun moves around the earth. If the Bible actually represents the words or inspired words of God, then why didn't the Great Creator inspire them to tell the truth about the universe and our solar system? Also, the Bible asks us to believe that a supposedly loving God made the sun stand still for the sole purpose of helping the Israelites slaughter the Amorites. How can one not see that these verses would insult the intelligence of any person who believes God possess wisdom, knowledge and love?
Maka, beberapa hal dalam Injil ini, sangat bertentangan dengan ilmu-pengetahuan, dan dengan Akal.
Dapat dipastikan bahwa pada saat Al Quran diturunkan, manusia tidak memiliki teleskop masa kini ataupun teknologi canggih untuk mengamati ruang angkasa berjarak jutaan kilometer, tidak pula pengetahuan fisika ataupun astronomi modern. Karenanya, saat itu tidaklah mungkin untuk mengatakan secara ilmiah bahwa ruang angkasa "dipenuhi lintasan dan garis edar" sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut.
Apalagi Rosululloh Muhammad bin ‘Abdullah sholollohu‘alaihi wasallam, adalah sesorang yang buta huruf (ummy) dan tak mungkin telah mempelajari ilmu Astronomi.
Akan tetapi, hal ini dinyatakan secara terbuka kepada kita dalam Al Quran yang diturunkan pada saat itu, dab benar, karena Al Quran adalah firman Tuhan, Alloh.
Adanya lautan yang tidak bercampur satu sama lain
Salah satu di antara sekian sifat lautan yang baru-baru ini ditemukan adalah berkaitan dengan ayat Al Quran sebagai berikut:
Al Quran Surat Ar Rahman ayat 19-20 dan 22 (55:19-20, 22):
"Beliau membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tak dapat dilampaui oleh masing-masing ... Dari keduanya keluar mutiara dan marjan. "
Sifat lautan yang saling bertemu, akan tetapi tidak bercampur satu sama lain ini telah ditemukan oleh para ahli kelautan baru-baru ini. Dikarenakan gaya fisika yang dinamakan "tegangan permukaan", air dari laut-laut yang saling bersebelahan tidak menyatu. Akibat adanya perbedaan masa jenis, tegangan permukaan mencegah lautan dari bercampur satu sama lain, seolah terdapat dinding tipis yang memisahkan mereka. (Davis, Richard A., Jr. 1972, Principles of Oceanography, Don Mills, Ontario, Addison-Wesley Publishing, s. 92-93). Dari keduanya, dapat digali berbagai kekayaan alam khususnya mutiara dan marjan.
Sisi menarik dari hal ini adalah bahwa pada masa ketika manusia tidak memiliki pengetahuan apapun mengenai fisika, tegangan permukaan, ataupun ilmu kelautan, hal ini dinyatakan dalam Al Quran. Suatu fenomena lain yang sering kita dapatkan adalah bahwa air lautan yang asin, dengan air sungai-sungai besar yang tawar tidak bercampur seketika.
Orang dapat mengira bahwa Al Quran membicarakan sungai Euphrat dan Tigris yang setelah bertemu dalam muara, kedua sungai itu membentuk semacam lautan yang panjangnya lebih dari 150 km, dan dinamakan Syath al Arab.
Di dalam teluk, pengaruh pasang-urutnya air menimbulkan suatu fenomena yang bermanfaat, yaitu masuknya air tawar ke dalam tanah sehingga menjamin irigasi yang memuaskan. Untuk memahami teks ayat ini, kita harus ingat bahwa lautan adalah terjemahan kata bahasa Arab "Bahr" yang berarti sekelompok air yang besar, sehingga kata itu dapat dipakai untuk menunjukkan lautan atau sungai yang besar seperti Sungai Nil, Tigris dan Euphrat.
Dan ayat yang memuat fenomena tersebut adalah sebagai berikut:
Al Quran Surat Al Furqan ayat 53 (25:53):
"Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit, Beliau jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi."
Juga Al Quran Surat Faathir ayat 12 (35:12).
12." Dan tiada sama (antara) dua laut; yang ini tawar, segar, sedap diminum dan yang lain asin lagi pahit. Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu memakainya, dan pada masing-masingnya kamu lihat kapal-kapal berlayar membelah laut supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan supaya kamu bersyukur."
Selain menunjukkan fakta yang pokok, ayat-ayat tersebut menyebutkan kekayaan-kekayaan yang dikeluarkan dari air tawar dan air asin yaitu ikan-ikan dan hiasan badan: batu-batu perhiasan dan mutiara.
Mengenai fenomena tidak campurnya air sungai dengan air laut di muara-muara hal tersebut tidak khusus untuk Tigris dan Euphrat yang memang tidak disebutkan namanya dalam ayat walaupun ahli-ahli tafsir mengira bahwa dua sungai besar itulah yang dimaksudkan.
Sungai-sungai besar yang menuang ke laut seperti Missisippi dan Yang Tse menunjukkan keistimewaan yang sama; campurnya kedua macam air itu tidak terlaksana seketika tetapi memerlukan waktu.
Rahasia proses reproduksi manusia
Al Quran Surat Al Hajj ayat 5 (22:5):
"Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka (ketahuilah) Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari ’segumpal darah’ atau ’sesuatu yang melekat’, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah."
Lalu, setidaknya, kata ”Al ’Alaq” seperti di ayat ini disebutkan dalam 4 ayat lain yang membicarakan transformasi urut-urutan reproduksi manusia sejak tahap setetes sperma:
Juga Al Quran:
Surat Al Mu’minuun ayat 14 (23:14),
14. "Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik."
Surat Al Mu’miin ayat 67 (40:67),
67." Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya)."
Surat Al Qiyaamah ayat 37-38 (75:37-38),
37." Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim),"
38." kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya,"
Surat Al ‘Alaq ayat 1 (96:1).
1." Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,"
Maka, khusus perihal kata ”Al ’Alaq” ini, secara tradisional, penerjemahan Al Quran kuno atau tradisional, seringkali kata ini ditafsirkan atau diartikan saja sebagai ”segumpal darah” atau ”darah beku (tidak mengalir)” oleh berbagai penerjemah dan mufassir atau penafsir. Dan ini jamak dijumpai di berbagai terjemahan bahkan tafsir Al Quran di seluruh dunia.
Jika kata itu mutlak diartikan "segumpal darah”, hal ini dapat tidak masuk akal, karena tidak pula sesuai dengan ilmu pengetahuan tentang proses reproduksi manusia, karena sesunguhnya ilmu pengetahuan reproduksi manusia mengkonfirmasikan bahwa tidak pernahlah manusia tercipta melalui tahapan ’gumpalan darah’, dalam rangkaian tahap reproduksinya.
Dengan demikian, derajat keotentikan Al Quran dalam hal ini pun (jika tetap memakai terjemahan kata ”segumpal darah”) dapat saja menjadi dianggap gugur (setidaknya bagi sebagian kalangan), dan segolongan manusia serta makhluk lain yang membaca Al Quran dapat menjadi kafir bahkan murtad karenanya, karena dapat menganggap paparan penciptaan manusia yang demikian tidak sesuai dengan ilmu-pengetahuan. Ini dapat menjadi berbahaya, dan tentu saja dapat menjadi tidak sepatutnya, karena Al Quran adalah dari Tuhan Pencipta Semesta Alam.
Namun, Tuhan Semesta Alamlah yang memang menjaga keotentikannya, dan Al Quran tentu saja tetap benar sebagai petunjuk sepanjang jaman. Penjelasannya, jika kita menilik kepada ilmu reproduksi ini sendiri, ternyata menetapnya telur dalam rahim terjadi karena tumbuhnya jonjot (villosities) atau perpanjangan telur yang akan mengisap dari dinding rahim, zat yang diperlukan untuk membesarnya telur, seperti layaknya akar tumbuhan yang masuk ke tanah, melekat kepada dinding rahim. Pertumbuhan semacam ini mengokohkan telur dalam rahim.
Inilah yang layak disebut, diterjemahkan korelatif sebagai ”sesuatu yang melekat (atau Al ’Alaq)”, secara spekulatif ilmiah.
Makna yang lebih tepat dari kata ”Al Alaq” karenanya adalah, ”sesuatu yang melekat”, bukan ”segumpal darah (beku)”, yang, saat manusia belum dapat mengetahui jalannya proses reproduksi (manusia) ini, pemakaian kata ”sesuatu yang melekat” daripada kata ”segumpal darah (beku)”, terlihat lebih tidak masuk akal bagi para mufassir tradisional; padahal sesungguhnya justru sebaliknya.
Dan sekali lagi, pengetahuan manusia tentang ini baru didapatkan manusia pada jaman yang kemudian disebut sebagai jaman Modern, berabad-abad sesudah Al Quran diturunkan, tak lama sebelum jaman kita ini.
Tidaklah mengherankan kiranya, betapa berabad-abad lalu, banyak para penerjemah dan mufassir (penafsir) tradisional yang sewajarnya tidak (banyak) mengetahui kaidah ilmu kedokteran, secara mudahnya menerjemahkan kata ”Al ’Alaq” ini sebagai ”segumpal darah” saja, dalam ayat-ayat itu.
Penerjemahan seperti itu, terlihat cukup masuk akal di saat itu, mereka sungguh telah berusaha sebaik-baiknya dengan segala pengetahuan yang mereka miliki, tentulah kesalahan manusiawi ini dapat dimaafkan, tinggal bagaimana baiknya ke depan.
Dan Bagaimanapun Juga Tafsirnya, Al Quran Tetaplah Tuntunan Kehidupan Terbaik dari Sang Pencipta Alam.
Dan di antara faktor rumitnya memahami maksud sesungguhnya dari Al Quran, adalah bahwa setidaknya saja para penerjemah atau mufassir (penafsir), memiliki pengetahuan di bawah ini dalam menafsirkannya:
1. Ilmu Lugath (filologi), yaitu ilmu untuk mengetahui arti setiap kata
2. Ilmu Nahwu (tata bahasa), yaitu ilmu tata bahasa, misalnya ilmu untuk mengetahui alternatif i’rab (bacaan akhir kata) dari setiap kata atau kalimat,,karena i’rab yang berbeda akan mempengaruhi artinya.
3. Ilmu Sharf (perubahan bentuk kata). Sangat pentinglah mengetahui ini, karena perubahan sedikit bentuk kata, dalam Tata Bahasa Arab, akan mengubah arti kata tersebut, tentu saja.
4. Ketiga ilmu di bawah ini digolongkan cabang ilmu Balaghah yang sangat penting diketahui para ahli tafsir:
i. Ilmu Ma’ani (hakikat makna dari suatu kata). Dengan mengetahui hakikat maknanya, maksud dari suatu ayat dapat diketahui.
ii. Ilmu Bayaan. Ilmu yang mempelajari kelugasan dalam untaian kata atau kalimat.
iii. Ilmu Badi’. Ilmu yang mempelajari keindahan bahasa.
5. Ilmu Qira’at. Sebagaimana umum diketahui kaum terpelajar muslim, Al Quran diturunkan oleh Alloh dalam tujuh huruf (Sab’ati Ahruf), tujuh cara membaca. Maka para ’Ulama pun telah menguraikan, bahwa hal ini adalah keanekaragaman cara membaca Al Quran, dengan tetap mengikuti Tata Bahasa Arab, yang semuanya bersumber dari Nabi Muhammad sholollohu‘alaihi wasallam, dan sungguh dibenarkan. Bahkan setiap cara membaca ini, satu dan lainnya sungguh saling melengkapi, sebagai satu rangkaian. Dan ini merupakan mukjizat tersendiri dari Al Quran.
6. Ilmu Aqa’id. Ilmu yang mempelajari dasar-dasar keimanan.
7. Ilmu Ushul Fiqih. Dengan ilmu ini insya Alloh dapat diambil dalil serta penggalian hukum agama dari suatu ayat.
8. Ilmu Asbabun-Nuzul. Ilmu untuk menguraikan tentang sebab turunnya suatu ayat. Tentu saja engetahuan tentang situasi dan kondis yang bersamaan dengan atau menyebabkan asbabun-nuzul (sebab turunnya) suatu ayat akan sangat membantu dalam memahami kandungan dan maksud sebenarnya dari ayat tersebut.
9. Ilmu Nasikh-Mansukh. Dengan ilmu ini dapat dipelajari suatu hukum yang sudah dihapus dan hukum yang masih berlaku.
10. Ilmu Fiqih. Dengan mengetahui hukum-hukum yang rinci tentu insya Alloh akan mudah diketahui hukum globalnya.
11. Ilmu Hadits. Ilmu untuk mengetahui Hadits-hadits yang menafsirkan ayat-ayat Al Quran.
Termasuk tentu saja, syarat fakta dan urutan Sejarah yang sangat ketat akan semua ini.
Syarat verifikasi seketat berbagai hal yang disebutkan di atas ini, tidak dijumpai dalam penerjemahan di kalangan non-muslim.
*Sedikit mengenai buku ”Bible, Quran, dan Sains Modern” (ditulis oleh DR Maurice Bucaille dan adalah sebuah best-seller, serta sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia), di dalam buku ini juga dimuat kritik terhadap cara dan hasil penerjemahan Al Quran sendiri yang dapat menjadikannya bermakna sempit dan kehilangan banyak keagungan, kebenaran dan keindahannya (dan juga sebagai akibat dari penyebaran kaidah-kaidah Islam yang tidak dilakukan dengan baik).
Hal ini menurutnya dapat terjadi karena kurangnya pemahaman etimologi bahasa dan ilmu pengetahuan ilmu serta teknologi dari para penerjemahnya; dan kemudian menyebabkan ‘reaksi berantai’ penyampaian isinya yang juga ‘terdistorsi’, menjadi terganggu.
Contoh lebih jelasnya adalah, seseorang insya Alloh subhanahu wa ta’aala akan dapat dengan tepat mengungkapkan kandungan kebenaran ilmu kedokteran dan manusia di dalam Al Quran bila ia mengetahui dengan baik makna dan aturan etimologi bahasa Arab tersebut, sekaligus kaidah-kaidah ilmu kedokteran.
Hal yang sama juga berlaku terhadap pengajian (interpretasi) ayat-ayat Al Quran yang berkenaan dengan berbagai macam ilmu-pengetahuan atau sains lain, seperti astronomi, fisika, biologi, kimia, ekonomi, hukum, dan sebagainya.
Maka, dasar-dasar pengetahuan itu tentu sebaiknya juga harus dimiliki bila hendak mengetahui dan menerangkan kaidah ilmu-ilmu yang terkandung dalam Al Furqan.
Hal-hal ini semua tak mungkin kiranya dimiliki banyak penerjemah Al Quran secara perseorangan, yang setiap orang dituntut harus menguasai sedemikian banyak ilmu pengetahuan yang terkandung dalam Al Quran agar dapat benar-benar menerjemahkannya sesuai maksud aslinya, selain pengetahuan bahasa Arab sendiri yang sudah cukup rumit tata bahasanya.
Akhirnya, antara lain dengan menyadari hal-hal ini berdasarkan hidayah (pencerahan atau wahyu dari) Alloh subhanahu wa ta’aala, DR. Maurice Bucaille pengarang buku tersebut, kemudian menjadi muslim atau mualaf dengan suka rela, dan lalu aktif menjadi da’i (pendakwah) internasional. Bahkan pada beberapa tahun silam, seri rekaman acara dakwah yang menghadirkan dirinya hampir tiap malam ditayangkan di Indonesia melalui stasiun TV Indonesia, TPI, di larut-larut malam.
Maka di sini pulalah perlunya untuk berjama’ah, berorganisasi, dan dengan sendirinya melakukan manajemen yang baik dalam melakukan kebaikan (dan dalam hal ini adalah dalam melakukan penerjemahan dan penafsiran ini agar dapat benar-benar mengetahui dan mendapatkan nikmat Alloh subhanahu wa ta’aala di tahap-tahap berikutnya).
Berjama’ah dalam kebaikan itu, tentu saja adalah baik. Sahabat, ipar, dan menantu Rasululullah sholollohu‘alaihi wasallam, sang Kholifah Keempat, Kholifah Ali bin Abi Tholib rodhiyallahu ‘anhu, berkata dalam Atsar (jejak kebijaksanaan) beliau, ”Kejahatan yang diorganisasikan dengan baik, akan dapat mengalahkan kebaikan yang tidak diorganisasikan dengan baik”.
Pantas pulalah kiranya bila para penerjemah-penafsir yang mengerti ilmu Kedokteran harus menafsirkan ayat-ayat yang berhubungan dengan ilmu Kedokteran dengan mengkorelasikannya dengan segala kaidah ilmu kedokteran sesuai keahliannya, para penerjemah-penafsir yang mengerti ilmu Fisika harus menafsirkan ayat-ayat yang berhubungan dengan ilmu kedokteran dengan mengkorelasikannya dengan segala kaidah ilmu Fisika sesuai keahliannya; demikianlah seterusnya berkenaan dengan berbagai ilmu-pengetahuan sains dan teknologi lain yang ada di dalam kandungan Al Quran, sehingga dapatlah didapatkan suatu gambaran yang menyeluruh, tentang apapun yang dimaksudkan oleh Kitab Suci ini.
Dan bahkan di masa lalu, tak jarang para ahli ilmu-pengetahuan justru mendapatkan inspirasi untuk suatu titik kemajuan ilmu-pengetahuan baru, bahkan titik berhenti etisnya, setelah menelaah Al Quran dan berbagai hal berkaitan.
Penafsiran itu sendiri, seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan ilmu-pengetahuan manusia, tentu saja juga harus diperbarui setiap kali atau secara berkala, dicocokkan, dikorelasikan dengan segala perkembangan ilmu-pengetahuan; setidaknya karena ayat-ayat Alloh tidaklah hanya yang Qauliyah (tertulis, tersurat) namun juga yangKauniyah (tidak tertulis, tersirat, terhampar luas di alam semesta dalam berbagai ilmu pengetahuan).
Keduanya, tentu saja, seharusnya, sewajarnya, adalah saling menguatkan, karena berasal dari Tuhan yang sama, Tuhan Semesta Alam, dalam sistem Manajemen Fitrahi Beliau. Jika tidak, maka keduanya, tentu saja, seharusnya, sewajarnya, salah satu darinya adalah palsu.
Kemudian Bahasa Arab yang mempunyai kekayaan makna yang banyak untuk satu kata, sehubungan dengan ini semua, selain dapat menjadi sebab kesalahan pengartian, justru juga dapat menjadi kunci kekayaan pesan ilmu pengetahuan dan berbagai kemungkinan penafsirannya, yang satu sama lain dapat mempunyai keistimewaan sendiri, fleksibel bahkan seiring dengan perkembangan kemampuan berpikir atau ilmu-pengetahuan manusia dan jin, serta saling mendukung; dalam sistem besar Alloh subhanahu wa ta’aala dalam Manajemen Fitrahinya ini.
Sementara sebagaimana telah pula diperintahkan dalam Al Quran tentang pernyataan Alloh subhanahu wa ta’aala bahwa manusia tak mungkin dapat menembus dan menggunakan rahasia langit dan bumi kecuali dengan ilmu pengetahuan (sulthan, dalam Al Quran Surat Ar Rahmaan ayat 33 atau Al Quran Surat 55:33), penyelarasan hubungan antara agama dan ilmu-pengetahuan kemudian membentuk suatu hubungan yang istimewa dan saling menguatkan serta bersintesa sehingga penafsiran kata-kata Al Quran pun menjadi sedemikian lebih kaya arti. Wallahu ’alam bis shawaab.
Contohnya, ”langit yang tujuh (7)” bahkan ”bumi yang tujuh (7)” dalam berbagai ayat Al Quran yang diulang berkali-kali (setidaknya tentang tujuh langit ini, diulangi sebanyak tujuh kali pula di tujuh ayat Al Quran ), juga dapatlah dibaca-dipahami sebagai ”langit yang banyak” dan ”bumi yang banyak” dengan juga mengingat bahwa kata ”tujuh” dalam khazanah Bahasa Arab, adalah juga berarti ”banyak” (kaum Arab tradisional di masa Al Quran diturunkan menganggap jumlah tujuh dan di atas tujuh, sebagai jumlah yang banyak, tak terhitung lagi). Apakah tidak mungkin jika saat ini dengan segala pengetahuan astronomi terkini, kalimat-kalimat itu juga dipahami sebagai sebagai ”galaksi-nebula yang banyak” dan ”planet yang banyak”?
Menurut kami, ini pulalah kiranya salah satu hikmah maksud penyampaian Islam dan Al Quran dalam bahasa Arab, selain memang disampaikan melalui umat Bani Arab (yang tentu saja pada dasarnya berbahasa Arab) yang juga merupakan keturunan Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam selain Bani Israil yang melalui mereka telah diutuskan banyak Nabi dan Rosul, dengan alasan-alasan yang hanya Alloh subhanahu wa ta’aala yang lebih mengetahuinya.
Dan sungguh berbahagialah kiranya Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam dan istri-istrinya yang telah menurunkan dua rumpun ras besar, bani Israil dan bani Arabia melalui dua anaknya, Nabi Ismail ‘alaihis salaam dan Nabi Ishak ‘alaihis salaam; dengan sekian banyak Nabi yang diturunkan dalam garis keturunan mereka. Semoga keterhubungan ini dapatlah dijadikan dasar perdamaian dunia, terutama bila kita semua bersedia lebih dalam mempelajarinya, termasuk tentunya juga mempelajari sejarah yang benar.
Manusia dengan tingkat pengetahuan sederhana pada jaman Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam, dapat dengan mudah menerima kalimat-kalimat sederhana (misalnyaperbandingan sederhana antara Matahari dan Bulan di Al Quran Surat Nuh 15-16 itu), dengan kalimat-kalimat sederhana ini.
Namun kalimat-kalimat sederhana inipun dapat berarti dalam, serta dapat diterima oleh bahkan para ahli ilmu-pengetahuan di luar komunitas Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam, dan yang hidup berabad-abad kemudian, termasuk mereka yang sangat senang mengunakan logika dan ilmu-pengetahuan sains modern atau posmodern untuk memahami segala sesuatu. Ini memuaskan semua kalangan pencari kebenaran. Dan ini adalah salah satu hikmah dari Al Quran .
Inilah yang sangat menarik dan perlu dicatat di sini, yaitu tentang adanya suatu keagungan perbandingan, dan tidak adanya dalam Al Quran perbedaan makna perbandingan berkaitan dengan adanya perubahan jaman yang mungkin menunjukkan keagungannya pada waktu Al Quran turun, namun yang pada saat ini menjadi hanyalah dapat dipandang sebagai sisa mitos atau khayalan tidak ilmiah belaka, sebagaimana dapat dan telah terjadi pada kitab(-kitab) yang telah salah-kaprah dianggap ‘kitab suci’ lain.
Pendeknya, makna dari teks-teks Al Quran ini, ternyata konsisten dalam berbagai jaman, merupakan pesan sepanjang jaman, bahkan bila ditelaah dari berbagai sisi dan disiplin ilmu serta peradaban, setidaknya saja.
Dan masih banyak ayat lain yang memuat isyarat ilmu pengetahuan di berbagai bidang. Maka, wajarlah pula kiranya jika seorang manusia berpengetahuan yang jujur dan sehat akalnya, berkesimpulan bahwa amat tak mungkinlah kiranya bahwa seorang pedagang (businessman) Arab bernama Muhammad bin ‘Abdullah bin Abdul Muthalib sholollohu‘alaihi wasallam yang ternyata tak dapat membaca dan menulis (ummiy atau buta huruf) serta hidup di tengah gurun pasir Arab terpencil di abad VI Masehi, dapat dengan tepat mengungkapkan bahkan menyebutkan dengan jelas berbagai kaidah ilmu pengetahuan yang tersirat maupun tersurat di berbagai surat Al Quran.
Kebenaran hal-hal itu sendiri bahkan baru dapat dibuktikan berabad-abad setelah ia wafat, oleh berbagai cabang ilmu pengetahuan modern.
Jelas, Rosululloh Muhammad bin ‘Abdullah sholollohu‘alaihi wasallam tak mungkin mengarang itu semua sendirian atau bahkan bila telah menuliskan itu semua dengan dibantu makhluk lain (misalnya para sahabatnya yang mengelilinginya bahkan juga bila ternyata dibantu oleh banyak orang lain dan makhluk lain pada masa itu).
Apalagi setidaknya kemudian di dalam kitab itu juga ditemukan adanya dukungan, pembenaran, dan perbaikan terhadap perkembangan ajaran-ajaran para Nabi dan Rosul terdahulu. Itupun, masih ditambah pula dengan adanya kenyataan bahwa “Al Furqan” (nama lain Al Quran yang berarti “pembeda”) ini juga disusun berdasarkan kaidah sastra Arab yang tinggi dan indah; satu hal yang lebih mengherankan lagi, mengingat Muhammad sholollohu‘alaihi wasallam sendiri sekali lagi, dikenal sebagai orang buta huruf (ummy).
Pantaslah pulalah kiranya kita berkesimpulan bahwa Muhammad sholollohu‘alaihi wasallam adalah benar-benar seorang utusan dari Tuhan Yang Benar, yaitu Alloh subhanahu wa ta’aala, Tuhan para Nabi yang membawa risalah agama yang sama, dan bahwa Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam benar-benar membawa pesan yang benar-benar berasal dari Alloh subhanahu wa ta’aala, Beliau, Tuhan Yang maha Tinggi, berupa rangkaian pesan yang dikumpulkan dalam Kitab Suci Al Quran.
Ini adalah baru beberapa hal saja yang baru dapat diungkap dari keajaiban Al Quran.
Maka, karenanya, tentulah sangat penting mentaati Alloh subhanahu wa ta’aala dan Rasulnya, melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya, termasuk karena yang diturunkan Alloh subhanahu wa ta’aala kepada manusia dan jin, seluruh makhluk, seluruh alam semesta, adalah rangkaian dari pesan yang satu sejak para nabi dan rasul sebelum Rosul Terakhir Rosululloh Muhammad sholollohu‘alaihi wasallam.
Wallohua'lam. Wastaghfirulloh. Walhamdulillah.
Abu Taqi Machicky Mayestino II / Abdullah Machicky Mayestino
edited by: emy3
"nothing changes, just rearranges, for me..this time"
Baca di halaman penuh:Bukti Keontentikan Al Qur'an
BENARKAH YESUS TIDAK PERNAH MENIKAH
BENARKAH YESUS TIDAK PERNAH MENIKAH
http://slayersalibis9.blogspot.com/2013/12/benarkah-yesus-tidak-pernah-menikah.html
Written By Imam Awaludin on Senin, 09 Desember 2013 | 01.38
Capee deh, kalo ada muslim yg ngm0ng aneh" :
YESUS BUKAN TUHAN, KARENA IA
MENIKAH DENGAN MARIA MAGDALENA DAN PUNYA ANAK. . .
Tanggapan pintarku :
Gag ada tuh bukti Yesus nikah dn
punya anak.. Itu cma rum0r bwtan kalian j slim.
Yg tau bukti.a yesus menikah dn punya anak, SILAHKAN
K0MENT. ! Aku tantang kalian. . .
Jgn dhapus TS ne, kalo kalian msi punya hati
!
----------
https://www.facebook.com/groups/Mokoginta2013partII/permalink/480141022069222/
============================
YESUS BUKAN TUHAN, KARENA IA MENIKAH DENGAN MARIA MAGDALENA DAN PUNYA ANAK. . .
Tanggapan pintarku :
Gag ada tuh bukti Yesus nikah dn punya anak.. Itu cma rum0r bwtan kalian j slim.
Yg tau bukti.a yesus menikah dn punya anak, SILAHKAN K0MENT. ! Aku tantang kalian. . .
Jgn dhapus TS ne, kalo kalian msi punya hati !
BENARKAH YESUS TIDAK PERNAH MENIKAH?
.............................
.............................
Tidak akan ada umat kristen yang akan mempercayai cerita
bahwa Yesus, Tuhan yang mereka sembah, sebenarnya mempunyai istri dan keturunan.
Bahkan kita sendiri sebagai umat Islam pun akan tercengang-cengang tidak percaya
bahwa dalam sejarah hidupnya, ternyata Yesus dipercaya pernah menikah dan
mempunyai keturunan. Kenapa? Karena selama ini kita sendiri juga ikut dijejali
oleh cerita-cerita dari umat Kristen yang mengklaim bahwa Yesus keburu diangkat
ke sorga sebelum diceritakan pernah menikah.
Yesus sebagai manusia yang terlibat dalam sejarah telah dikaburkan sedemikian rupa, sehingga sejarah Yesus benar-benar gelap bagi sebagian besar umat manusia. Yang tinggal adalah Yesus yang dibungkus dengan pakaian ketuhanan, sehingga bagi orang-orang yang tidak mampu menggunakan akal sehatnya, Yesus benar-benar dianggap sebagai Tuhan.
Tapi bagi sebagian manusia yang mau menggunakan akalnya, Yesus dengan semua atribut kesejarahannya justru menjadi sumber pertanyaan akal yang tidak pernah berhenti. Mereka-mereka inilah yang sedikit demi sedikit, menguak misteri sejarah kehidupan Yesus. Salah satunya, adalah seorang teolog, pakar Perjanjian Baru dan Gulungan Laut Mati, Prof. DR. Barbara Thiering, dari Universitas of Sidney, Australia.
Setelah melakukan penelitian terhadap gulungan-gulungan Laut Mati (The Dead Sea Scrolls), selama 20 tahun, sampai kepada kesimpulan yang ditulis dalam bukunya, JESUS THE MAN bahwa Yesus beristeri, bahkan lebih dari satu, alias poligami.
Menurut sang Profesor, dalam sejarah perjalanan hidupnya Yesus pernah menikah, bahkan sebanyak 2 kali. Sedangkan upacara pernikahan Yesus dapat ditelusuri dalam PB sendiri, yaitu dalam Injil Markus-14:3, Yohanes-12:3 dan Lukas-7:37 dan seterusnya.
Markus 14:3.
Ketika Yesus berada di Betania, di rumah Simon si kusta, dan sedang duduk makan, datanglah seorang perempuan membawa suatu buli-buli pualam berisi minyak narwastu murni yang mahal harganya. Setelah dipecahkannya leher buli-buli itu, dicurahkannya minyak itu ke atas kepala Yesus.
Yohanes 12: 3
Maka Maria mengambil setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya; dan bau minyak semerbak di seluruh rumah itu.
Hubungan istimewa Yesus dengan Maria Magdalena, berabad-abad dibantah oleh Gereja. Bahkan Maria Magdalena, difitnah sebagai seorang perempuan pendosa! Lihatlah ILukas-7:37, bagaimana Maria Magdalena difitnah sedemikian rupa, dengan mengatakan bahwa dia seorang perempuan pendosa :
Lukas 7:37
Di kota itu ada seorang perempuan yang terkenal sebagai seorang berdosa. Ketika perempuan itu mendengar, bahwa Yesus sedang makan di rumah orang Farisi itu, datanglah ia membawa sebuah buli-buli pualam berisi minyak wangi.
Tapi lanjutkan dengan membaca ayat-38 dari injil yang sama:
Lukas 7:38
Sambil menangis ia pergi berdiri di belakang Yesus dekat kaki-Nya, lalu membasahi kaki-Nya itu dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya, kemudian ia mencium kaki-Nya dan meminyakinya dengan minyak wangi itu.
Seorang perempuan yang mencurahkan minyak wangi ke kepala, kaki, dan menciumi lelaki tersebut, menurut Profesor Thiering, adalah upacara perkawinan bangsawan Yahudi.
Dalam masyarakat Yahudi, tidak akan pernah ada seorang perempuan pun, yang ujug-ujug datang mencium seorang lelaki yang bukan muhrimnya, karena perbuatan itu hukumannya adalah hukuman mati.
Dan Yesus adalah seorang bagsawan, karena dia adalah keturunan Raja Daud.
Bantahan Prof. Thiering terhadap klaim gereja yang selama berabad-abad menutupi hubungan istimewa Yesus dengan Maria Magdalena, didukung oleh penemuan Injil Philip di daerah Nag Hamadi, Mesir pada tahun 1945.
Dalam Injil ini, disebutkan dengan jelas, bahwa:
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Yesus sebagai manusia yang terlibat dalam sejarah telah dikaburkan sedemikian rupa, sehingga sejarah Yesus benar-benar gelap bagi sebagian besar umat manusia. Yang tinggal adalah Yesus yang dibungkus dengan pakaian ketuhanan, sehingga bagi orang-orang yang tidak mampu menggunakan akal sehatnya, Yesus benar-benar dianggap sebagai Tuhan.
Tapi bagi sebagian manusia yang mau menggunakan akalnya, Yesus dengan semua atribut kesejarahannya justru menjadi sumber pertanyaan akal yang tidak pernah berhenti. Mereka-mereka inilah yang sedikit demi sedikit, menguak misteri sejarah kehidupan Yesus. Salah satunya, adalah seorang teolog, pakar Perjanjian Baru dan Gulungan Laut Mati, Prof. DR. Barbara Thiering, dari Universitas of Sidney, Australia.
Setelah melakukan penelitian terhadap gulungan-gulungan Laut Mati (The Dead Sea Scrolls), selama 20 tahun, sampai kepada kesimpulan yang ditulis dalam bukunya, JESUS THE MAN bahwa Yesus beristeri, bahkan lebih dari satu, alias poligami.
Menurut sang Profesor, dalam sejarah perjalanan hidupnya Yesus pernah menikah, bahkan sebanyak 2 kali. Sedangkan upacara pernikahan Yesus dapat ditelusuri dalam PB sendiri, yaitu dalam Injil Markus-14:3, Yohanes-12:3 dan Lukas-7:37 dan seterusnya.
Markus 14:3.
Ketika Yesus berada di Betania, di rumah Simon si kusta, dan sedang duduk makan, datanglah seorang perempuan membawa suatu buli-buli pualam berisi minyak narwastu murni yang mahal harganya. Setelah dipecahkannya leher buli-buli itu, dicurahkannya minyak itu ke atas kepala Yesus.
Yohanes 12: 3
Maka Maria mengambil setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya; dan bau minyak semerbak di seluruh rumah itu.
Hubungan istimewa Yesus dengan Maria Magdalena, berabad-abad dibantah oleh Gereja. Bahkan Maria Magdalena, difitnah sebagai seorang perempuan pendosa! Lihatlah ILukas-7:37, bagaimana Maria Magdalena difitnah sedemikian rupa, dengan mengatakan bahwa dia seorang perempuan pendosa :
Lukas 7:37
Di kota itu ada seorang perempuan yang terkenal sebagai seorang berdosa. Ketika perempuan itu mendengar, bahwa Yesus sedang makan di rumah orang Farisi itu, datanglah ia membawa sebuah buli-buli pualam berisi minyak wangi.
Tapi lanjutkan dengan membaca ayat-38 dari injil yang sama:
Lukas 7:38
Sambil menangis ia pergi berdiri di belakang Yesus dekat kaki-Nya, lalu membasahi kaki-Nya itu dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya, kemudian ia mencium kaki-Nya dan meminyakinya dengan minyak wangi itu.
Seorang perempuan yang mencurahkan minyak wangi ke kepala, kaki, dan menciumi lelaki tersebut, menurut Profesor Thiering, adalah upacara perkawinan bangsawan Yahudi.
Dalam masyarakat Yahudi, tidak akan pernah ada seorang perempuan pun, yang ujug-ujug datang mencium seorang lelaki yang bukan muhrimnya, karena perbuatan itu hukumannya adalah hukuman mati.
Dan Yesus adalah seorang bagsawan, karena dia adalah keturunan Raja Daud.
Bantahan Prof. Thiering terhadap klaim gereja yang selama berabad-abad menutupi hubungan istimewa Yesus dengan Maria Magdalena, didukung oleh penemuan Injil Philip di daerah Nag Hamadi, Mesir pada tahun 1945.
Dalam Injil ini, disebutkan dengan jelas, bahwa:
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
There were three who always walked with the lord, Mary his mother and her sister and Magdalene, the one who was called his companion . And the companion of the [Saviour was ] Mary Magdalene. [He loved] her more than [all] the disciples [and used to] kiss her [often] on her [mouth]. The rest of [the disciples] said to him, 'Why do you love her more than all of us?' The Saviour answered and said to them,'Why do I not love you like her? " (59, 6-12; 63, 32-64, 5)
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ada 3 orang yang selalu berjalan bersama Yesus. Maria ibundanya dan Maria saudara ibunya, dan Magdalena, yang disebut sebagai pasangannya. Dan pasangan dari Sang Juru Selamat (Saviour) adalah Maria Magdalena. (Dia mencintai) nya, melebihi cintanya kepada murid-murid yang lain dan sering menciumnya di mulutnya. Murid-murid yang lain bertanya kepadanya: "Kenapa engkau lebih mencintainya dari pada kami? Sang Juru Selamat menjawab: Kenapa aku tidak mencintai kalian seperti mencintai dia? (59, 6-12; 63, 32-64, 5)
Selanjutnya dari hasil penelitian Prof. Thiering, terungkap fakta bahwa acara pernikahan Yesus dgn Maria Magdalena, diselenggarakan pada hari Jum'at tgl 22 September Tahun 30. Ini adalah upacara pernikahan. Acara resepsinya diselenggarakan 3 tahun kemudian, yaitu pada 19 Maret tahun 33, jam 12 malam. Dan esoknya ditangkap, lalu disalib.
Pada tanggal 14 Juni 37, jadi 4 tahun setelah penyaliban, lahirlah anak Yesus yang pertama, yang diberi nama Jesus Justus. Anaknya yang ke-3 lahir pada 10 April 44. Namanya tidak diketahui. Adapun tentang anaknya kedua beliau tidak ada informasi.
Perkawinan Yesus yg kedua berlangsung dengan seorang perempuan bernama Lidia, pada 17 Maret 50. Jika ditambah pula dengan cerita rakyat di Kashmir, India, Yesus juga pernah menikahi seorang wanita desa yang cantik. Artinya, Yesus bahkan memiliki 3 orang istri!
Jika masih ada umat Islam sendiri yang meragukan bahwa Yesus atau nabi Isa (as) pernah menikah dan mempunyai keturunan, maka ada baiknya untuk mempertimbangkan kembali keraguan itu menurut dalil-dalil aqli dan naqli yang shahih, sebab Allah SWT pernah berfirman:
"Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-Rasul sebelum engkau, dan Kami memberikan isteri-isteri dan keturunan kepada mereka. Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat (atau mukjizat) melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada Kitab." (QS. Ar-Rad [13]: 38).
Ingatlah, bahwa setiap kali membaca ayat Al-Qur'an, kita selalu menyatakan dengan takzim:
Maha Benar Allah Dengan Segala Firman-Nya.
Wallahualambissawab
Referensi:
[Dari Emerde - Islam Menjawab Fitnah]
Baca juga:
=============
Sumber : Dibawah Panji-Panji Islam |Fitnah Kafir
NASKAH LAUT MATI - THE DEAD SEA SCROLLS
NASKAH LAUT MATI
Naskah
Laut Mati terdiri dari lebih kurang 900 dokumen, termasuk teks-teks
dari Kitab Suci Ibrani, yang ditemukan antara tahun 1947 dan 1956 dalam
11 gua di Wadi Qumran dan sekitarnya (dekat reruntuhan pemukiman kuno
Khirbet Qumran, di sebelah barat daya pantai Laut Mati). Teks-teks ini
mempunyai makna keagamaan dan sejarah yang penting, karena mereka
praktis merupakan satu-satunya dokumen-dokumen Alkitab yang berasal dari
masa sebelum tahun 100 Masehi.
WAKTU PENULISAN DAN ISI
Menurut
perhitungan tanggal karbon dan analisis teks, dokumen-dokumen ini
ditulis pada berbagai masa sejak pertengahan abad ke-2 SM hingga abad
pertama M. Sekurang-kurangnya satu dokumen, berdasarkan perhitungan
tanggal karbon berasal dari tahun 21 SM–61 M. Papirus Nash dari Mesir,
yang mengandung salinan Dasa Titah, adalah satu-satunya dokumen
berbahasa Ibrani lainnya yang sangat kuno. Bahan-bahan tertulis serupa
lainnya telah ditemukan dari situs-situs di dekatnya, termasuk benteng
Masada. Sebagian dari naskah ini ditulis di atas papirus, namun cukup
banyak pula yang ditulis di kulit binatang yang berwarna kecoklatan,
yang tampaknya gevil.
Potongan-potongan ini terdiri dari
sekurang-kurangnya 800 teks yang mewakili pandangan-pandangan yang
berbeda-beda, dari keyakinan orang-orang Esene hingga sekte-sekte yang
lain. Sekitar 30%nya adalah potongan-potongan dari Kitab Suci Ibrani,
dari semua kitab kecuali Kitab Ester. Sekitar 25% merupakan teks-teks
keagamaan israel tradisional yang tidak ada di dalam Kitab Suci Ibrani
yang kanonik, seperti misalnya Kitab Henokh, Kitab Yobel, dan Perjanjian
Lewi. Sekitar 30% lagi mengandung tafsiran-tafsiran Alkitab dan
teks-teks lainnya seperti misalnya "Manual Disiplin" (1QS, yang dikenal
pula sebagai "Naskah Disiplin" atau "Aturan Komunitas") dan Aturan
Peperangan (1QM, juga dikenal sebagai "Naskah Peperangan") yang terkait
dengan kepercayaan, peraturan, dan tuntutan keanggotaan dari sebuah
sekte kecil Yahudi, yang dipercaya banyak peneliti hidup di wilayah
Qumran. Sisanya (sekitar 15%) dari potongan-potongan ini belum dapat
diidentifikasikan. Kebanyakan dari mereka ditulis dalam bahasa Ibrani,
namun sebagian juga ditulis dalam bahasa Aram dan beberapa dalam bahasa
Yunani.
Teks-teks penting mencakup Gulungan Yesaya (yang
ditemukan pada 1947), sebuah tafsiran Habakuk (1947); Peraturan
Komunitas (1QS), yang memberikan banyak informasi mengenai struktur dan
teologi sekte ini; dan versi yang paling awal dari Dokumen Damsyik. Apa
yang disebut Gulungan Tembaga (1952), yang mendaftarkan tempat-tempat
penyimpanan emas, naskah, dan senjata yang tersembunyi barangkali adalah
yang paling terkenal.
PENAFSIRAN
Eseni
Menurut
sebuah pandangan yang hampir secara universal diterima hingga tahun
1990-an, dokumen-dokumen ini ditulis dan disembunyikan oleh sebuah
komunitas orang Eseni yang hidup di daerah Qumran. Ini dikenal sebagai
Hipotesis Esene. Orang-orang Yahudi memberontak melawan orang-orang
Romawi pada 66 M. Sebelum mereka dibantai oleh para tentara Romawi,
orang-orang Eseni menyembunyikan kitab-kitab suci mereka di gua-gua dan
baru ditemukan kembali pada 1947.
Saduki
Sebuah
teori lainnya, yang kini semakin populer, ialah bahwa komunitas itu
dipimpin oleh para imam Zadok (Saduki). Dokumen terpenting yang
mendukung pandangan ini ialah "Miqsat Ma'ase haTorah" (MMT, 4Q394-),
yang menyebutkan hukum-hukum kesucian yang sama dengan yang apa
disebutkan berasal dari kaum Saduki dalam tulisan-tulisan rabinik
(seperti misalnya tentang perpindahan kenajisan). Dokumen ini juga
mereproduksikan sebuah kalender festival yang mengikuti prinsip-prinsip
kaum Saduki sejak penetapan tanggal-tanggal festival tertentu. Bukti
yang lainnya ditemukan dalam 4QMMT yang setuju dengan posisi kaum Saduki
bahwa air yang tidak mengalir secara ritual najis. Pandangan ini
bertentangan dengan keyakinan orang-orang Farisi. Kebanyakan sarjana
merasa bahwa meskipun terdapat kesamaan-kesamaan dalam hukum-hukum
kesucian, sebagian masalah teologis yang besar dan tidak terjembatani
membuat hal ini tidak mungkin. Misalnya, Yosefus mengatakan bahwa kaum
Saduki dan kaum Esene memegang pandangan yang berlawanan mengenai
predestinasi. Kaum Esene mengatakan bahwa segala sesuatu ditentukan oleh
takdir, sementara kaum Saduki sama sekali menolak adanya takdir.
Demikian pula, banyak naskah yang memperlihatkan bukti bahwa para
penulis naskah itu percaya bahwa jiwa akan tetap hidup sesudah kematian
(termasuk kebangkitan) yang berlawanan dengan kaum Saduki yang
berpendapat bahwa kebangkitan, malaikat, ataupun roh itu tidak ada.
Perpustakaan Bait Suci
Pada
1963 Karl Heinrich Rengstorf dari Universitas Münster mengajukan teori
bahwa naskah-naskah Laut Mati berasal dari perpustakaan Bait Suci
Yerusalem. Teori ini ditolak oleh kebanyakan pakar pada tahun 1960-an,
yang berpendapat bahwa naskah-naskah itu ditulis di Qumran dan bukan
dipindahkan dari sebuah lokasi lain (posisi yang didukung oleh
identifikasi de Vaux tentang sebuah kemungkinan perpustakaan di
reruntuhan Qumran). Namun, teori itu dihidupkan kembali oleh Norman Golb
dan para ahli lainnya pada tahun 1990-an, yang menambahkan bahwa
naskah-naskah itu kemungkinan juga berasal dari sejumlah perpustakaan
lain, selain dari perpustakaan Bait Suci.
Hubungan dengan Kristen
Seorang
Yesuit Spanyol, José O'Callaghan, berpendapat bahwa salah satu
fragmennya (7Q5) adalah sebuah teks Perjanjian Baru dari Injil Markus,
pasal 6, ayat 52–53. Pada tahun-tahun belakangan pernyataan
kontroversial ini telah diangkat lagi oleh Carsten Peter Thiede, seorang
sarjana Jerman. Bila fragmen ini berhasil diidentifikasikan sebagai
sebuah nas dari Markus, hal itu akan menjadikannya dokumen tertua
Perjanjian Baru yang masih ada, dan diperkirakan berasal dari masa
antara 30 dan 60 M. Mereka yang menentang pendapat ini berpendapat bahwa
fragmen ini sangat kecil dan membutuhkan begitu banyak rekonstruksi
(satu-satunya kata yang utuh adalah kata bahasa Yunani "και" = "dan")
sehingga fragmen ini bisa saja berasal dari sebuah teks lain selain
Markus.
Robert Eisenman mengajukan teori bahwa sejumlah
gulungan sesungguhnya menggambarkan kehidupan komunitas Kristen, yang
digambarkan lebih fundamentalis dan kaku daripada apa yang digambarkan
Perjanjian Baru. Eisenman juga berusaha menghubungkan karier Yakobus
yang Adil dan Paulus dari Tarsus dengan sebagian dari dokumen-dokumen
ini.
Teori-teori lainnya
Karena
seringkali dikatakan penting bagi sejarah Alkitab, naskah-naskah ini
dikelilingi oleh berbagai teori persekongkolan: salah satu contohnya
adalah klaim bahwa naskah-naskah ini sama sekali rekaan belaka atau
diletakkan oleh makhluk-makhluk angkasa luar. Ada pula tulisan tentang
Nefilim yang terkait dengan Kitab Henokh.
Frekuensi kitab-kitab yang ditemukan
Potongan-potongan
dari 38 kitab di Perjanjian Lama atau Alkitab Ibrani telah ditemukan.
Hanya kitab Ester yang tidak ditemukan. Ada sejumlah potongan kecil
bahasa Yunani dari gua 7 dilaporkan berisi sejumlah ayat-ayat dalam
Injil Markus (4 fragmen), Kisah Para Rasul, Surat Roma, 1 Timotius, dan
Yakobus, masing-masing 1 fragmen.
Kitab-kitab disusun menurut jumlah manuskrip yang ditemukan (11 kitab terbanyak)
Nama kitab Jumlah ditemukan
Mazmur ....................... 39
Ulangan ...................... 33
1 Henokh ..................... 25
Kejadian ...................... 24
Yesaya ....................... 22
Yobel ......................... 21
Keluaran ..................... 18
Imamat ...................... 17
Bilangan ...................... 11
Nabi-nabi kecil .............. 10
Daniel ........................ 8
Yeremia ...................... 6
Yehezkiel .................... 6
Ayub ......................... 6
1&2 Samuel ................. 4
Maknanya
Makna naskah-naskah ini masih diganggu oleh ketidakpastian mengenai waktu penulisan dan asal-usulnya.
Meskipun
terdapat keterbatasan-keteratasan ini, naskah-naskah ini sudah cukup
berharga bagi teks kritik. Sebelum ditemukannya Naskah laut Mati,
manuskrip Alkitab tertua dalam bahasa Ibrani adalah teks-teks Masoret
yang berasal dari abad ke-9. Manuskrip-manuskrip alkitab yang ditemukan
di antara naskah-naskah Laut Mati mendorong tanggal itu menjadi lebih
tua, yaitu abad ke-2 SM. Meskipun sebagian dari naskah Alkitab yang
ditemukan di Qumran cukup besar bedanya dengan teks Masoret, kebanyakan
ternyata tidak berbeda. Jadi, naskah-naskah itu memberikan varian-varian
baru dan kemampuan untuk lebih percaya terhadap bacaan-bacaan itu
apabila manuskrip-manuskrip Laut Mati itu sepakat dengan teks Masoret.
Lebih
jauh, teks-teks sektarian dari Naskah Laut Mati, yang kebanyakan
sebelumnya tidak diketahui, memberikan terang baru terhadap suatu bentuk
Yudaisme yang dipraktikkan pada masa Bait Allah kedua.
Penemuan
Perjalanan
modern naskah Laut Mati dari tangan orang-orang Beduin yang
menemukannya ke Tim Internasional yang belakangan menyusunnya untuk
memulai rekonstruksi dan penerjemahannya barangkali sama misterius dan
luar biasanya dengan naskah-naskah itu sendiri. Semuanya dimulai,
mungkin dengan tidak disangka-sangka, dengan seekor domba.
Datanya
tidak jelas, dan berbagai pendapat telah dikemukakan selama tahun
1930-an dan 1940-an sebagai alternatif bagi waktu yang lebih banyak
diterima yaitu tahun 1947. Barangkali pada awal 1947, Mohammed Ahmed
el-Hamed (nama julukan edh-Dhib, "serigala"), seorang gembala Beduin,
pergi untuk mencari dombanya yang hilang. Ketika memeriksa gua-gua di
lereng bukit yang terjal, ia melemparkan sebutir batu ke dalam gua itu
dengan harapan menakut-nakuti dombanya hingga keluar. Dombanya tidak
ditemukan, namun apa yang didengarnya menuntut penelitian lebih jauh —
dentingan keramik yang pecah. Ia masuk ke gua itu dan menemukan sejumlah
bejana kuno yang berisikan naskah-naskah yang digulung dengan kain
lenan.
Setidak-tidaknya demikianlah versi resmi yang
diterima (berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh John C. Trever).
Rinciannya tidak jelas; mungkin kambing dan bukan domba. Mungkin ada dua
orang Beduin dan bukan hanya satu orang. Mungkin mereka langsung
mengambil gulungan-gulungan itu, atau kembali lagi pada hari berikutnya,
atau beberapa hari kemudian. Usaha-usaha untuk menjelaskannya ternyata
sia-sia, dan para pakar telah mewawancarai lebih banyak orang yang
mengaku bernama Mohammed edh-Dhib daripada jumlah naskah-naskah yang
diambil dari tempat persembunyian yang pertama, masing-masing dengan
versi kejadiannya sendiri.
Kisahnya tetap kabur. Gulungan
itu pertama-tama dibawa ke sebuah penjual barang antik Betlehem yang
bernama Ibrahim 'Ijha, yang langsung mengembalikannya karena
diberitahukan bahwa naskah-naskah itu kemungkinan telah dicuri dari
sebuah sinagoga. Gulungan-gulungan itu segera jatuh ke tangan seorang
tukang reparasi sepatu yang kemudian beralih menjadi pedagang barang
antik, Khalil Eskander Shahin, yang lebih dikenal sebagai Kando. Sekali
lagi kita menghadapi misteri yang terselubung. Menurut sebagian besar
laporan, kaum Beduin ini hanya mengambil tiga gulungan naskah bersama
mereka setelah pertama kali menemukannya dan kemudian kemungkinan mereka
kembali karena disuruh Kando dan mengunjungi tempat itu untuk menggali
lebih banyak naskah atau mungkin Kando sendiri terlibat dalam
penggaliannya sendiri yang berlawanan hukum. Yang pasti ialah Kando
sendiri kemudian memiliki setidaknya empat gulungan.
Urusan
dengan kaum Beduin ini akhirnya menyebabkan naskah-naskah itu jatuh ke
tangan pihak ketiga sebelum dilakukan tawar-menawar. Pihak ketiga itu,
George Isha'ya, adalah seorang anggota Gereja Ortodoks Suriah, yang
segera menghubungi Biara St. Markus dengan harapan akan mendapatkan
penilaian harga untuk teks-teks itu. Berita tentang penemuan ini tiba di
tangan Metropolitan Athanasius Yeshue Samuel, yang lebih sering disapa
Mar Samuel.
Setelah meneliti gulungan-gulungan tersebut
dan yakin bahwa mereka memang sangat tua, Mar Samuel menyatakan niatnya
untuk membelinya. Keempat naskah itu jatuh ke tangannya, yaitu Naskah
Yesaya, the Aturan Komunitas, Peshar Habakuk (Penafsiran Habakuk), dan
Apokrifon Kejadian (Naskah apokrif Kejadian). Lewat pasar barang antik,
lebih banyak gulungan yang bermunculan, dan Eleazer Sukenik kemudian
memiliki tiga gulungan naskah: Naskah Peperangan, Nyanyian Pengucapan
Syukur, dan sejumlah potongan-potongan gulungan Yesaya lainnya.
Pada
akhir 1947, Sukenik, secara sangat kebetulan, mendapat berita tentang
naskah-naskah yang dimiliki oleh Mar Samuel dan berusaha membelinya.
Mereka tidak berhasil mencapai kesepakatan, dan sebaliknya,
naskah-naskah itu malah menarik perhatian John C. Trever, dari Sekolah
Penelitian Oriental Amerika (ASOR). Trever menemukan kesamaan antara
tulisan-tulisan dalam gulungan-gulungan itu dengan tulisan-tulisan pada
Papirus Nash, yang pada saat itu merupakan manuskrip Alkitab tertua.
Suatu
kebetulan yang aneh, Trever, selain seorang sarjana Alkitab yang
berbakat, juga seorang fotografer amatir yang sangat baik. Ia mengatur
pertemuan dengan Mar Samuel pada 21 Februari 1948, dan di situ ia
memotret naskah-naskah itu. Setelah bertahun-tahun kualitas foto-fotonya
seringkali jauh lebih baik daripada gulungan-gulungan itu sendiri,
karena teks-teks itu segera menjadi rusak begitu mereka dikeluarkan dari
tempat perlindungannya yang cukup aman berupa bungkusan kain lenan.
Bulan
Maret tahun yang sama, pecahlah kekerasan antara orang-orang Arab dan
Yahudi di Palestina, yang menyebabkan diamankannya naskah-naskah itu
dari negara tersebut. Meskipun sesungguhnya pengamanan benda-benda kuno
dengan cara itu melanggar hukum, gulungan-gulungan tersebut akhirnya
tiba di Beirut.
Gua 1
Baru
pada 1949, hampir dua tahun setelah penemuan ini, para sarjana
mengetahui di mana letak gua tempat gulungan-gulungan ini ditemukan.
Sebuah penggalian di gua itu dimulai pada Februari tahun itu, dipimpin
oleh G. L. Harding, Roland de Vaux, dan Ibrahim El-Assouli, yang
menangani Museum Rockefeller. Orang-orang Beduin sudah mendahului para
arkeolog itu dalam mengambil manuskrip-manuskrip dan potongan-potongan
yang lebih besar, namun demikian sekitar 600 potongan berhasil
dikumpulkan. Begitu pula potongan-potongan kayu, kain, dan
pecahan-pecahan tembikar. Foto-foto infra-merah diambil terhadap
fragmen-fragmen itu, yang kelak ternyata merupakan sarana berharga untuk
membaca teks-teks itu di kemudian hari.
Setelah jelas
bahwa lebih banyak gulungan yang diperoleh Sukenik dan Mar Samuel telah
dicuri, diadakanlah tawar-menawar dengan Kando, yang bertindak atas nama
orang-orang Beduin. Sejumlah 1000 pound Yordania dibayarkan kepada
Kando untuk fragmen-fragmen yang masih tersisa. Berurusan dengan
pedagang barang antik dan perampok, meskipun pada umumnya bukan sesuatu
yang menyenangkan, adalah langkah yang perlu dilakukan untuk mendapatkan
gulungan-gulungan itu untuk dipelajari lebih lanjut.
Gua 2
Tiga
tahun kemudian pada 1952, kaum Beduin kembali menemukan harta karun di
sebuah gua yang berdekatan (Gua 2). Meskipun tidak sepenting gudang
manuskrip dari Gua 1, berbagai fragmen ditemukan oleh orang-orang Beduin
yang, kembali bekerja melalui Kendo, menjualnya kepada Museum Arkeologi
Palestina dan École Biblique (Sekolah Alkitab).
Gua 3
Pada
14 Maret tahun yang sama, nasib akhirnya berpihak kepada para sarjana
dan ekspedisi mereka, karena mereka menemukan gua ketiga yang berisi
fragmen-fragmen manuskrip. Selain itu, mungkin yang paling misterius
dari semua gulungan, yaitu Gulungan Tembaga jelas memuat sebuah daftar
dan petunjuk ke tempat-tempat harta karun yang mengandung harta yang
menakjubkan.
Gua 4
Pada Agustus
1952 orang-orang Beduin kembali melakukan penemuan yang penting, kali
ini dalam Gua 4. Fragmen-fragmen gulungan dalam jumlah besar (meskipun
bukan gulungan yang lengkap) segera bermunculan di pasar barang antik.
Harding segera menemukan situs ini, mengejar kaum Beduin yang sedang
mengambili barang-barang itu. Lebih dari setengah dari tempat
penyimpanan yang besar ini telah dikumpulkan oleh kaum Beduin yang
mencari harta karun. Penggalian arkeologis dimulai pada akhir September
tahun itu, dan menghasilkan lebih banyak lagi fragmen dari lebih banyak
lagi teks, serta kamar kedua dari gua ini.
Pemerintah
Yordania yang sedang menghadapi kesulitan keuangan segera menyadari
bahwa dirinya tidak mampu mendanai pembelian-pembelian lebih lanjut, dan
karena itu menawarkan kesempatan kepada lembaga-lembaga asing untuk
melakukan investasi dengan membeli gulungan-gulungan itu, dan untuk itu
mereka akan dikompensasikan dengan fragmen-fragmennya. Beberapa lembaga
menanggapi, namun mereka dilarang membeli dan uang mereka dikembalikan
ketika pemerintah Yordania mengubah pendiriannya, dan memutuskan untuk
mempertahankan teks-teks itu di Yordania.
Gua 5 dan 6
Penggalian-penggalian
di Gua 4 segera memimpin mereka kepada penemuan Gua 5, dan menghasilkan
fragmen-fragmen dalam jumlah yang agak lumayan. Tak lama sesudah itu,
orang-orang Beduin, menemukan Gua 6, dan menghasilkan sisa-sisa dari
hampir tiga lusin gulungan lagi. Anehnya, kebanyakan dari
gulungan-gulungan ini terbuat dari papirus dan bukan kulit seperti yang
umumnya ditemukan di gua-gua yang lain.
Sementara itu, Mar
Samuel berangkat ke Amerika. Di sana ia berusaha dengan sia-sia untuk
menjual teks-teks yan ada di tangannya, bahkan ia pernah memamerkannya
sekali di Perpustakaan Kongres. Akhirnya, karena putus asa, ia memasang
ikln di Wall Street Journal yang kini menjadi iklan yang terkenal. Pada 1
Juni 1954, sebuah iklan di Wall Street Journal mengumumkan, "Empat
Naskah Laut Mati: Manuskrip-manuskrip Alkitab [sic] yang berasal
sekurang-kurangnya dari tahun 200 SM [sic], ditawarkan untuk dijual. Ini
akan menjadi pemberian yang ideal kepada suatu lembaga pendidikan atau
keagamaan oleh seorang individu atau kelompok. Iklan ini menarik
perhatian Yigael Yadin, yang, melalui seorang pertantara, berhasil
membeli gulungan-gulungan itu seharga $250.000.
Gua 7–10
Pada
1955 para arkeolog menemukan empat gua lagi, Gua 7 hingga 10. Penemuan
ini hanya menghasilkan sedikit fragmen, namun tetap penting. Gua 7
menghasilkan sembilan fragmen berbahasa Yunani (termasuk 7Q5) dan
menimbulkan banyak perdebatan pada dekade-dekade berikutya. Gua 8 hanya
memuat lima fragmen, meskipun ditemukan banyak bahan yang digunakan
dalam membandingkan gulungan-gulungan itu. Gua 9 hanya mengandung satu
fragmen dan Gua 10 tidak mengandung apa-apa kecuali sebuah ostracon
(potongan kerambah bertulisan).
Gua 11
Orang-orang
Beduin adalah orang terakhir yang menemukan Gua 11, yang menghasilkan
lebih dari dua lusin teks, termasuk Gulungan Bait Suci, yang kelak
disita oleh tentara Israel atas perintah Yigael Yadin. Dua gulungan
lengkap lainnya muncul dari Gua 11, sebuah salinan dari Kitab Imamat dan
sebuah kitab Mazmur, termasuk sejumlah nyanyian yang sebelumnya tidak
dikenal. Banyak orang berspekulasi bahwa lebih banyak gulungan dari Gua
11 yang mungkin telah jatuh ke tangan seorang kolektor pribadi.
Penerbitan
Sebagian
dari dokumen-dokumen ini segera diterbitkan: semua tulisan yang
ditemukan dalam Gua 1 muncul dalam bentuk tertulis antara 1950 dan 1956;
temuan-temuan dari 8 gua diterbitkan dalam satu buku pada 1963; dan
pada 1965 diterbitkanlah Gulungan Mazmur dari Gua 11. Terjemahan dari
bahan-bahan ini segera menyusul.
Yang terkecuali dari
penerbitan kilat ini adalah dokumen-dokumen dari Gua 4, yang merupakan
40% dari keseluruhan bahan. Penerbitan bahan-bahan ini dipercayakan
kepada suatu tim internasionalyang dipimpin oleh Pater Roland de Vaux,
seorang anggota Ordo Dominikan di Yerusalem. Kelompok ini menerbitkan
jilid pertama dari bahan-bahan yang dipercayakan kepada mereka pada
1968, namun mereka banyak sekali menghabiskan energi mereka untuk
membela teori-teori mereka tentang bahan-bahan itu, ketimbang
menerbitkannya. Geza Vermes, yang telah terlibat sejak permulaan dalam
menyunting dan penerbitan bahan-bahan ini, mempersalahkan penundaan —dan
akhirnya kegagalannya— pada pemilihan timnya oleh de Vaux karena
dianggap tidak cocok dengan kualitas pekerjaan yang telah diharapkannya.
Juga dikatakan bahwa ia terlalu mengandalkan "otoritas pribadinya yang
agak patriarkhal" untuk mengontrol penyelesaian pekerjaan ini.
Akibatnya,
temuan-temuan dari Gua 4 tidak diumumkan selama bertahun-tahun. Akses
kepada naskah-naskah ini diatur oleh suatu "aturan kerahasiaan" yang
membolehkan hanya Tim Internasional yang asli atau mereka yang ditunjuk
Tim ini untuk melihat bahan-bahan aslinya. Setelah kematina de Vaux pada
1971, para penggantinya berulang-ulang menolak untuk bahkan mengizinkan
penerbitan foto-foto dari bahan-bahan ini sehingga para sarjana lain
sekurang-kurangnya dapat membuat penilaian mereka. Aturan ini akhirnya
dilanggar: pertama oleh penerbitan pada musim gugur tahun 1991 atas 17
dokumen yang direkonstruksikan dari sebuah konkordansi yang telah dibuat
pada 1988 dan telah jatuh ke tangan para ahli di luar Tim
Internasional. Berikutnya, pada bulan yang sama, oleh penemuan dan
penerbitan dari serangkaian lengkap foto-foto dari bahan-bahan Gua 4 di
Perpustakaan Huntington di San Marino, California, yang tidak terkena
"aturan kerahasiaan". Setelah penundaan beberapa kali foto-foto ini
diterbitkan oleh Robert Eisenman dan James Robinson (A Facsimile Edition
of the Dead Sea Scrolls, dua jilid, Washington, D.C., 1991). Akibatnya,
"aturan kerahasiaan" itu dicabut, dan penerbitan dari dokumen-dokumen
Gua 4 segera menyusul, dengan lima jilid bahan yang dicetak pada 1995.
Teori permufakatan Vatikan
Tuduhan-tuduhan
bahwa Vatikan menghalangi penerbitan naskah-naskah ini diterbitkan pada
tahun 1990-an. Khususnya buku The Dead Sea Scrolls Deception karya
Michael Baigent dan Richard Leigh mengklaim bahwa sejumlah gulungan
penting dengan sengaja disimpan selama beberapa puluh tahun untuk
menghalangi teori-teori yang negatif tentang sejarah Kekristenan
perdana. Khususnya, spekulasi Eisenman bahwa kehidupan Yesus dengan
sengaja dimitoskan oleh Paulus, yang kemunginan adalah seorang agen
Romawi yang memalsukan "pertobatannya" dari Saulus guna menggerogoti
pengaruh penyembahan mesianik anti Romawi ini di wilayah tersebut.
Penerbitan lengkap dan penyebaran terjemahan-terjemahan dari
naskah-naskah ini pada akhir tahun 1990-an dan awal tahu 2000-an telah
sangat mengurangi kredibilitas argumen mereka di antara keilmuan arus
utama. Sekarang kebanyakan ahli, baik sekular maupun religius, merasa
bahwa dokumen-dokumen ini sangat Yahudi, dan bukan Kristen.
Lihat selengkapnya di Wikipedia Bahasa Indonesia atau English
Lihat pula
- Arkeologi Alkitab
- Teks Masoret
- Septuaginta
Rujukan
- Edward M. Cook, Solving the Mysteries of the Dead Sea Scrolls: New Light on the Bible, Grand Rapids, MI: Zondervan, 1994
- Frank Moore Cross, The Ancient Library of Qumran, ed. ke-3, Minneapolis: Fortress Press, 1995. ISBN 0-8006-2807-1
- Norman Golb, Who Wrote the Dead Sea Scrolls? The Search for the Secret of Qumran, New York: Scribner, 1995
- Barbara Thiering, Jesus and the Riddle of the Dead Sea Scrolls, New York: Harper Collins, 1992
- Geza Vermes, The Complete Dead Sea Scrolls in English, London: Penguin, 1998. ISBN 0-14-024501-4 (terjemahan yang baik, namun lengkap hanya dalam pengertian bahwa ia menyertakan terjemahan-terjemahan dari teks-teks yang lengkap, namun mengabaikan gulungan-gulugan yang fragmentaris dan lebih khusus lagi tidak mengikutsertakan teks-teks Alkitab.)
- Michael Wise, Martin Abegg, Jr, and Edward Cook, The Dead Sea Scrolls: A New Translation, (1996), HarperSanFrancisco paperback 1999, ISBN 0-06-069201-4, (mengandung bagian-bagian non-Alkitab dari naskah-naskahnya)
- Martin Abegg, Jr, Peter Flint, and Eugene Ulrich, The Dead Sea Scrolls Bible: The Oldest Known Bible Translated for the First Time into English, (1999) HarperSanFrancisco paperback 2002, ISBN 0-06-060064-0, (mengandung bagian-bagian Alkitab dari naskah-naskahnya)
- Dead Sea Scrolls Study Vol 1: 1Q1-4Q273, Vol. 2: 4Q274-11Q31, (cakram padat), Logos Research Systems, Inc., ASIN: B0002DQY7S (memuat bagian-bagian non-Alkitab dari gulungan-gulungan ini, dengan transkripsi bahasa Ibrani dan Aram yang paralel dengan terjemahan bahasa Inggris)
- Hershel Shanks, editor, Understanding the Dead Sea Scrolls: A Reader From the Biblical Archaeology Review, Vintage Press reprint 1993, ISBN 0-679-74445-2
- Lawrence H. Schiffman, Reclaiming the Dead Sea Scrolls: their True Meaning for Judaism and Christianity, Anchor Bible Reference Library (Doubleday) 1995, ISBN 0-385-48121-7, (meneliti gulungan-gulungan ini sebagai dokumen Yahudi, dan mengusulkan bahwa mereka berasal dari kelompok Saduki dan bukan Esene)
- Hershel Shanks, The Mystery and Meaning of the Dead Sea Scrolls, Vintage Press 1999, ISBN 0-679-78089-0 (pengantar yang dianjurkan untuk penemuan dan sejarah penelitiannya)
- Theodore Heline, Dead Sea Scrolls, New Age Bible & Philosophy Center, 1957, Edition cetak ulang Maret 1987, ISBN 0-933963-16-5
- Joseph A. Fitzmyer, Responses to 101 Questions on the Dead Sea Scrolls, Paulist Press 1992, ISBN 0-8091-3348-2
- Carsten Peter Thiede, The Dead Sea Scrolls and the Jewish Origins of Christianity, PALGRAVE 2000, ISBN 0-312-29361-5
PERHATIAN
Lebih lengkap tentang The Dead Sea Scrolls silahkan simak di sini.
Naskah Laut Mati (Dead Sea Scroll), dari Gua Qumran ?
https://kanzunqalam.com/2014/10/13/naskah-laut-mati-dead-sea-scroll-dari-gua-qumran/
Setidaknya selama 15 tahun terakhir, sejarawan menyadari
pentingnya isi naskah Laut Mati (Dead Sea Scroll) yang ditemukan di
gua-gua Qumran. Naskah Laut Mati mulai terdengar ketika tulisan JM
Allegro yang berjudul ‘The Dead Sea Scrolls’ tahun 1956, isinya sama
sekali menceritakan literatur budaya yang termasuk didalamnya Perjanjian
Lama dan ajaran sebelumnya. Kebanyakan penafsiran naskah digunakan
untuk kepentingan sebuah sekte tertentu, dimana buku dan artikel yang
ditulis digunakan untuk mengisi perpustakaan besar tapi tidak dapat
diakses secara umum.
Saat ini, naskah Laut Mati telah terkumpul 981 teks yang ditemukan di
Khirbet Qumran di Tepi Barat antara tahun 1946 dan 1956. Naskah-naskah
kuno ditemukan didalam gua sekitar satu mil dari pantai barat Laut Mati.
Sembilan gulungan naskah menyusul setelah Israel Antiquities Authority
(IAA) menggali beberapa tempat pada tahun 2014, teks ini tersimpan dan
belum dibuka selama enam dekade setelah penemuannya ditahun 1952.
Dikalangan sejarawan, naskah Laut Mati dianggap sangat penting dan
merupakan bagian dari sejarah, agama, dan bahasa. Naskah ini termasuk
teks paling awal yang kemudian dimasukkan dalam Alkitab Ibrani canon,
Deuterokanonika dan naskah ekstra-Alkitab yang menyimpan bukti keragaman
pemikiran keagamaan pada akhir Bait Suci Yudaisme Kedua.
Dibalik Penerjemahan Naskah Laut Mati
Naskah Laut Mati telah merevolusi sejarah tentang Perjanjian Lama dan
telah mengungkap keberadaan Isa (Kristus) sebelum Yesus, tetapi buku
yang diterbitkan sengaja menghilangkan karakter dirinya. Di sisi lain,
kecenderungan reaksioner untuk meminimalkan pentingnya keyakinan mereka
terlalu menekankan identitas yang tertulis dalam naskah dengan versi
Kitab Suci. Sehingga secara tidak langsung pembaca terfokus pada tulisan
sekte tertentu untuk memahami Perjanjian Baru.
Naskah Laut Mati berupa teks-teks berbahasa Ibrani, Aram, Yunani, dan
Nabatea, berupa perkamen tetapi beberapa teks ditulis pada papirus dan
perunggu. Naskah ini kemungkinan digunakan antara tahun 408 SM hingga
318 Masehi, koin perunggu yang ditemukan di situs bergambar John
Hyrcanus (135-104 SM) dan berlanjut hingga memasuki periode peperangan
pertama antara Yahudi dan Romawi tahun 66 hingga 73 M. Naskah yang
ditemukan di Qumran mencakup seluruh Alkitab Ibrani, kecuali kitab Ester
sekitar 1000 tahun lebih tua dari naskah kuno yang sebelumnya pernah
ditemukan. Sejarawan dan arkeolog terus berusaha membuktikan bahwa
naskah kuno Qumran tetap tidak berubah selama hampir 2000 tahun
terakhir.
Naskah Laut Mati secara tradisional ditulis sekte Yahudi kuno yang
disebut Essenes, dimana pendapat ini ditentang dan teori lain
menyebutkan bahwa naskah ditulis para imam Yerusalem, Zadok, atau
kelompok Yahudi yang tidak diketahui. Tuduhan bahwa Vatikan menghalangi
penerbitan naskah Laut Mati, Khususnya buku ‘The Dead Sea Scrolls
Deception’ karya Michael Baigent dan Richard Leigh diterbitkan pada
tahun 1990-an, menyatakan bahwa beberapa naskah dengan sengaja disimpan
selama puluhan tahun untuk menutupi teori negatif tentang sejarah
Keristen Awal.
Khususnya spekulasi Eisenman, kehidupan Isa sengaja dimitoskan
Paulus, kemungkinan adalah seorang agen Romawi yang memalsukan
pertobatannya dari Saulus guna menggerogoti pengaruh penyembahan
mesianik anti Romawi diwilayah tersebut. Penerbitan terjemah naskah Laut
Mati pada akhir tahun 1990-an dan awal tahun 2000-an telah mengurangi
kredibilitas argumen, dimana kebanyakan ahli sekular maupun religius
merasa bahwa dokumen ini lebih tertuju pada Yahudi, dan bukan Kristen.
Naskah Pseudepigrapha, komposisi agama non-Alkitab, dan Apocrypha yang dianggap non-alkitabiah oleh orang-orang Yahudi dan beberapa organisasi Kristen, tetapi diterima secara sekunder atau sepenuhnya kanonik oleh Gereja lain. Catatan ini diawetkan dan diturunkan dalam beberapa terjemahan bahasa, tetapi beberapa versi salinan mengalami tingkat perubahan ditangan juru bahasa dan penyalin, walaupun saat ini beberapa salinan tersedia dalam bahasa asli agar naskah kuno bisa diterjemahkan.
Beberapa naskah Laut Mati sudah mengalami kehancuran ataupun rusak
sehingga tidak semua teks berhasil diidentifikasi. Naskah yang berhasil
diidentifikasi terbagibagi menjadi tiga kelompok yaitu:
- Sekitar 40 persen merupakan salinan teks Alkitab Ibrani
- Sekitar 30 persen merupakan teks dari Bait Suci Periode Kedua, dan tidak dikanonisasi dalam Alkitab Ibrani seperti Kitab Henokh, Yobel, Kitab Tobit, Kebijaksanaan Sirakh, Mazmur 152-155.
- Sekitar 30 persen merupakan naskah sektarian sebelumnya yang tidak diketahui dokumen sejarah, menjelaskan aturan dan kepercayaan dari kelompok tertentu atau kelompok Yudaisme yang lebih besar.
Naskah Laut Mati menambahkan substansi dan periode sejarah dimana
Kristen dan Rabbinik Yudaisme berasal, mengungkapkan salah satu segi
dari spiritual diantara berbagai pihak Yudaisme Palestina pada waktu
itu, dimana gejolak memuncak dan reinterpretasi kebenaran dari dasar
agama Yahudi. Naskah yang ditemukan memiliki format berbeda, diantaranya
berisi fragmen kitab Yesaya, komunitas dan aturan masyarakat, naskah
Komentari Kitab Habakuk, teks Perang, nyanyian syukur, dan Genesis
Apocryphon.
Pada abad pertama dan kedua para Rabbinik tidak diizinkan menulis
tentang keagamaan untuk diturunkan kepada anak cucu Yahudi, kecuali jika
sepenuhnya sesuai dengan ortodoksi meskipun beberapa diantaranya
disimpan pihak Gereja. Tapi naskah Laut Mati tidak terpengaruh Kristen
ataupun para Rabbinik Yudaisme, dan bukti yang tertulis didalamnya harus
diterbitkan dan akan membuka sejarah baru. Tidak hanya aspek
kepercayaan Yahudi tetapi juga seluruh sekte, pengajaran kuno, dan
aspirasi komunitas antar perjanjian agama.
Beberapa catatan berbahasa Yunani yang ditemukan di gua 7 berisi
ayat-ayat Injil Markus (4 fragmen), Kisah Para Rasul, Surat Roma, Surat 1
Timotius, dan Surat Yakobus, masing-masing 1 fragmen. Disebutkan
sejarawan Alkitab, naskah Laut Mati dipenuhi berbagai teori konspirasi,
salah satunya menduga bahwa naskah ini sama sekali rekaan dengan
meletakkan kisah makhluk langit, ada pula tulisan tentang Nefilim yang
terkait dengan Kitab Henokh.
Referensi
- Dead Sea Scrolls Uncovered – First Complete Translation and Interpretation, by Robert Eisenman and Michael Wise.
- The Dead Sea Scrolls in English, by G Vermes
- The War Scroll found in Qumran Cave 1, by Eric Matson, image courtesy of wikimedia commons.
Barbara Thiering
https://en.wikipedia.org/wiki/Barbara_Thiering
Barbara Elizabeth Thiering (15 November 1930 – 16 November 2015) was an Australian historian, theologian, and Biblical exegete specialising in the origins of the early Christian Church.[1] In books and journal articles, she challenged Christian orthodoxy, espousing the view that new findings present alternative answers to its supernatural beliefs. Her analysis has been rejected by both New Testament scholars and scholars in Judaism.
Contents
Background
Born in Sydney, Australia, as Barbara Houlsby, she married Barry Thiering in the late 1940s. She graduated in 1952 from the University of Sydney
with First Class Honours in Modern Languages, was a high school teacher
of languages for several years, and then, while caring for her three
young children, continued study and research privately. She obtained an external B.D. degree from the University of London, a M.Th. degree from Melbourne College of Divinity, and a Ph.D. degree from the University of Sydney in 1973.
Work
From her specialty studying the Dead Sea Scrolls, their semiotics, and their hermeneutics, she propounded a theory arguing that the miracles, including turning water into wine, the virgin birth, healing a man at a distance, the man who had been thirty-eight years at the pool, and the resurrection, among others, did not actually occur (as miracles), as Christians believe, nor were they legends, as some skeptics hold, but were "deliberately constructed myths"[2]
concealing (yet, to certain initiates, relating) esoteric historic
events. She alleges that they never actually happened (that is, that the
events they chronicle were not at all miraculous), as the authors of
the Gospels knew. According to her interpretation of the methods of pesher,
which she discovers in the scrolls, the authors of the Gospels wrote on
two levels. For the "babes in Christ," there were apparent miracles,
but the knowledge of exact meanings held by the highly educated members
of Gnostic schools gave a real history of what Jesus actually did.
In view of her research publications in academic journals, she
was invited to lecture at Sydney University, at first in the Department
of Semitic
Studies, then in the School of Divinity (now the Department of
Religious Studies) where she continued until her retirement. During this
time she was a member of the Board of Studies in Divinity and the Board
of Continuing Education, and served for twelve years as a lay member of
the New South Wales Equal Opportunity Tribunal. When her work became
known in the United States, she was made a fellow of the Jesus Seminar.
In 1990 a documentary film about her research, Riddle of the Dead Sea Scrolls, was shown by the Australian Broadcasting Corporation.
Academic reception
Thiering's thesis attracted some controversy in the media when Jesus the Man
was published in 1990, and her ideas have not received acceptance by
many of her academic peers. In a response to a letter Thiering wrote to The New York Review of Books objecting to a review by Géza Vermes, Vermes outlined the academic reception of her work stating:
"Professor Barbara Thiering's reinterpretation of the New Testament, in which the married, divorced, and remarried Jesus, father of four, becomes the "Wicked Priest" of the Dead Sea Scrolls, has made no impact on learned opinion. Scroll scholars and New Testament experts alike have found the basis of the new theory, Thiering's use of the so-called "pesher technique", without substance."[3]
It is safe to say that no serious scholar has given this elaborate and fantastic theory any credence whatsoever. It is nearly ten years since it was published; the scholarly world has been able to take a good look at it: and the results are totally negative.
James F. McGrath, an Associate Professor in the Religion and Philosophy department at Butler University in his 1996 review of the book states that Thiering's thesis lacks proof, and that she herself acknowledges that the pesher of the Revelation of St. John is her own composition.[5]
Edna Ullman-Margalit, a former professor at the Hebrew University of Jerusalem, wrote:[6]
As an example consider the case of Barbara Thiering. She claims that the scrolls are the product of rivalry between the supporters of John the Baptist, identified with the scrolls’ “Teacher of Righteousness,” and Jesus, identified with the “Man of the Lie.” For my purposes this theory must be considered altogether initially outlandish, given the scientifically definitive dating (based mostly on paleographical and on radiocarbon techniques) of the scrolls to a period well before the birth of Christianity (Thiering, 1992). Thiering’s theory, by the way, is a good example of a fringe theory that is popular with the media.
Barbara Thiering's identification of two of the main personalities of the Qumran Scrolls - the 'Teacher of Righteousness' and the 'Wicked Priest' with John the Baptist and Jesus respectively - has not convinced any professional working in the field. ... Her extensive use of the pesher technique to reinterpret the whole story of Jesus is equally unsupported by the scholarly community. ...
Despite her claims to the contrary, supporting evidence from the Scrolls is not to be found for most of her hypotheses. Having discovered the pesher technique, she uses it wholeheartedly and without discrimination. ...
As I have briefly indicated, her scholarly peers have found her arguments to be tenuous and unconvincing. Despite her assertions to the contrary, her presentation of Jesus owes far more to fictitious imagination than to historical research.
Death
Barbara Thiering died on 16 November 2015, the day after her 85th birthday.[8]Selected bibliography
- Jesus the Man: New Interpretation from the Dead Sea Scrolls, re-issued in paperback with foreword by Barbara Thiering (Simon and Schuster, New York; November 2006; ISBN 1-4165-4138-1).
- Jesus of the Apocalypse: The Life of Jesus After the Crucifixion (Transworld Doubleday 1995, ISBN 0-385-40559-6). (Translated into Japanese)
- The Book That Jesus Wrote - John’s Gospel (Transworld Doubleday 1998, ISBN 0-552-14665-X)
- Created Second? Key Aspects of Women's Liberation in Australia (Sydney, Family Life Movement of Australia, 1973, ISBN 9780909922603)
References
- Sydney Morning Herald, Tributes; retrieved 21 December 2015
External links
- Pesher Technique website of Dr. Barbara Thiering.
- The Pesher Technique, Barbara Thiering, reply by Geza Vermes
- A Review of Jesus the Man by C.B. Forbes at the Wayback Machine (archived 16 July 2011)
- Thiering's Profile at the Westar Institute
- Pesher and the Dead Sea Sectarians
- Sydney Morning Herald obituary [1]
- Theobald, Marjorie Rose (1941–) in The Encyclopedia of Women and Leadership in Twentieth-Century Australia
Numpang promo ya Admin^^
BalasHapusingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat
ayo segera bergabung dengan kami di ionqq^^com
add Whatshapp : +85515373217 || ditunggu ya^^