Sabtu, 25 September 2021

TRINITAS DALAM AJARAN KATOLIK BUKAN AJARAN TAURAT N BUKAN AJARAN INJIL >>> DALAM TAURAT N INJIL SAMA SEKALI TDK ADA AJARAN TRINITAS >>> TRINITAS ADALAH DOKTRIN FILSAFAT PAGAN PNYEMBAH BERHALA YG DI ADOPSI OLEH ALIRAN2 YG ADA PADA ZAMAN KKUASAN KONSTANTIN SEBAGAI PENGUASA >>> KONSTANTIN SENDIRI SAMPAI AKHIR HAYATNYA ADALAH MNYEMBAH MATAHARI .....>>> ...... DOGMA INI KMD DIJADIKAN BERBAGAI KEPENTINGAN .... TERMASUK DLM POLITIK PNJAJAHAN N IMPERIALISME OLEH PNGUASA2 EROPA DG DOKTRIN 3G .... GOLD-GLORY N GOSPEL ....>>> TAURAT N INJIL KEMUNGKINAN DG NASKAH TRLAMA ADALAH DLM NASKAH KUNO YG KONON DISEBUT GULUNGAN NASKAH GUA QAMRAN >>> HASILNYA BLM JUGA DI PUBLIKASI >>> WASPADA

 

Sejarah Singkat Doktrin Trinitas (Revisi 12 Feb. 2018)

January 10, 2018

 

VERSI PDF KLIK DI SINI

SEJARAH SINGKAT DOKTRIN TRINITAS

Diterjemahkan dengan ijin oleh: Yolanda Kalalo-Lawton
Sumber: 
www.trinitytruth.org

Pendahuluan

Trinitas adalah kata Latin, berasal dari istilah Platonik “trias” yang berarti “tiga”.  Kata ini hanya berdasarkan filsafat manusia, bukan berdasarkan konsep Alkitab.

Diperkenalkan oleh Tertullian (160-225 AD/Sesudah Masehi), seorang penyembah berhala yang kemudian menjadi seorang filsuf dan salah satu Bapa dari gereja Katolik, yang pada abad ketiga mengajarkan tentang ilmu Ketuhanan.  Dia menyimpulkan bahwa Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah satu unsur tetapi bukan satu oknum.  Namun dia tidak mengajarkan bahwa Anak Allah dan Bapa adalah sama kekal.

Banyak pertanyaan yang tidak terjawab mengenai ajaran Trinitas ini. Pertanyaan yang paling lazim adalah: “Di mana ajaran ini dalam Alkitab?”  Sepanjang sejarah, para pakar mengakui bahwa ajaran ini tidak Alkitabiah, tapi ada juga yang mencoba mengutip 1 Yohanes 5:7 sebagai jawaban.  Namun berdasarkan sejarah yang benar, kata-kata yang dicetak miring dalam ayat tersebut: “Sebab ada tiga yang memberi kesaksian (di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu.”  hanyalah kata-kata yang ditambahkan oleh sang penerjemah karena kata-kata tersebut tidak terdapat dalam naskah asli. Perhatikan apa yang tertulis dalam Pelajaran Sekolah Sabat Dewasa Gereja MAHK di bawa ini:

“Di antara ahli-ahli teolog ada perdebatan bahwa kalimat ini tidak asli tapi telah ditambahkan, mungkin untuk menyokong doktrin Trinitas.” (Pelajaran SS Dewasa Gereja MAHK, Kwartal ketiga, Pelajaran tgl. 26 Agustus 2009). http://ssnet.org/qrtrly/eng/09c/less09.html

 

Asal Mula Doktrin Trinitas

Kira-kira satu abad setelah Tertullian, para pengikut Arius (Arians) mengakibatkan banyak pertentangan, menyebabkan kaisar Costantine mengadakan sidang Oikumene pertama dalam sejarah untuk mempersatukan kerajaannya.

Pada permulaan abad ke 4 tersebut, sejarah menyatakan bahwa Arius mengajarkan bahwa Kristus adalah Anak Allah yang benar-benar lahir dari Bapa.  Itulah sebabnya Allah disebut Bapa.  Dengan kata lain, secara harafiah hubungan mereka sesungguhnya adalah hubungan antara Bapa dan Anak.  Sebaliknya, Athanasius, seorang diakon juga berasal dari Alexandria menantang keras ajaran Arius.

Pandangan Athanasius berakar kuat pada doktrin Trinitas yang telah diajarkan sejak jaman kuno, dimana Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah satu Allah yang sama tapi bukan oknum yang sama, oleh sebab itu tidak mungkin Allah Bapa dan Anak-Nya memiliki hubungan harafiah sebagai Bapa dan Anak.  Pandangan Athanasius ini mengalami perubahan yang memburuk dari waktu ke waktu. Mulanya, Roh Kudus belum diberi julukan sebagai Oknum ketiga. Julukan ini perlahan terbentuk dengan datangnya perubahan waktu.

Ajaran sejarah populer mengatakan Arius mengajarkan bahwa Kristus hanyalah mahluk ciptaan.  Namun menurut sejarah yang benar yang sengaja disembunyikan oleh ajaran sejarah populer, mengatakan bahwa Gereja Katolik dengan penyetujuan kaisar Constantine, telah membakar semua tulisan Arius yang memberikan kesimpulan sebaliknya.  Banyak pakar sejarah percaya bahwa Gereja Katolik telah merubah tulisan-tulisan Arius dan menyebarkan desas desus tidak benar seolah Arius mengajarkan Kristus hanyalah mahluk ciptaan, dengan tujuan memburukkan nama Arius. Seperti yang kita ketahui bersama, Gereja Katolik terkenal dengan peran liciknya dalam merubah sejarah demi menentang kebenaran Allah.  Ini hanya merupakan salah satu contoh dari banyak kekejian yang mereka lakukan.

Pandangan Athanasius ini dipengaruhi juga oleh Origen, seorang seorang filsuf Yunani dan pakar agama yang merubah doktrin Kekristenan melalui filsafat Neoplatonisme.  Ajaran Origen ini kemudian dituduh tidak sesuai dengan tradisi.  Origen mengajarkan doktrin api penyucian, transubstansi (roti perjamuan kudus dirubah menjadi tubuh Kristus yang sesungguhnya dalam sakramen, bukan hanya sekedar lambang saja), transmigrasi (jiwa orang mati berpindah kepada oknum lain), reinkarnasi jiwa, Roh Kudus memiliki sifat kewanitaan, Yesus hanyalah makhluk ciptaan, tidak ada kebangkitan, penciptaan dalam buku Kejadian hanya cerita fiksi, dan dia (Origen) menyunat diri sendiri berdasarkan interpretasi pribadi atas Matius 19. 

Sebaliknya, Arius adalah murid Lucian dari Antiokia.  Lucian-lah yang memberi kita Textus Receptus (Terjemahan yang diakui dewan Alkitab mula-mula) yang kemudian proses penerjemahannya diselesaikan oleh Erasmus dan sekarang dikenal dengan Perjanjian Baru yang berdasarkan Alkitab Versi King James yang menurut bukti sejarah adalah terjemahan yang terpercaya.  Fakta ini dan banyak fakta-fakta lain memaparkan bahwa Athanasius dipengaruhi oleh filsafat Yunani, dan sebaliknya ada kemungkinan besar bahwa Arius-lah yang justru mengajarkan kebenaran Alkitab, yang tentu saja tidak diajarkan oleh pelajaran sejarah yang populer saat ini.

Banyak yang percaya bahwa Constantine adalah Kaisar Roma pertama yang bertobat menjadi Kristen.  Namun sebetulnya dia tetap menyembah matahari sampai akhir khayatnya.  Ini dinyatakan dalam pengakuan baptisannya saat dia terbaring sekarat di tempat tidur.  Dalam masa pemerintahannya, dia memerintahkan untuk membunuh istri dan putera sulungnya sendiri.  Selain mencampur adukkan penyembahan berhala dengan Kekristenan demi tujuan politik, sebenarnya dia tidak perduli dan tidak mengerti asal usul pertentangan antara Arius dan Athanasius.  Tujuannya hanya semata-mata untuk mengakhiri perdebatan demi kesatuan kerajaan. 

Para uskup berkumpul di Nicea pada tanggal 20 Mei 325 AD/Sesudah Masehi atas prakarsa Constantine dalam usahanya untuk memadamkan krisis yang sedang terjadi. Hanya sejumlah kecil para uskup percaya pada ajaran Athanasius tentang Kristus.  Mayoritas uskup-uskup berposisi netral.  Mereka tidak memihak Athanasius maupun Arius. Pertentangan doktrin ini berselang selama dua bulan sebelum sidang dewan Nicea menolak ajaran minoritas Arius.  Karena tidak ada pilihan lain, Constantine menyetujui ajaran Athanasius yang juga hanya berupa kepercayaan minoritas saat itu.  Dalam ensiklopedi Britanika tertulis:

“Constantine sendiri memimpin diskusi dan menganjurkan…formula penting ini dalam pernyataan tertulis. Atas nama dewan dia menetapkan hubungan Kristus dengan Allah…disahkan oleh kaisar, para uskup, kecuali dua orang yang tidak memberikan suara. Pernyataan tertulis tersebut telah disahkan, walau sebenarnya banyak dari para pemilih saat itu tidak memilih sesuai dengan kehendak mereka sendiri.”  (Edisi 1971, Vol. 6, “Constantine,” p. 386)

Penganiayaan keagamaan mengerikan menyusul keputusan yang dibuat oleh Constantine yang pada dasarnya tetap sebagai seorang penyembah berhala.  Dia memaksakan peraturan gereja ini yang sama sekali bertentangan dengan ajaran Yesus.  Constantine mengasingkan mereka yang menolak keputusan gereja, termasuk para uskup yang ikut menanda-tangani peraturan tersebut dalam sidang Nicea sebelumnya karena penolakan mereka dalam mengutuk Arius.  Constantine juga memerintahkan semua buku Arius yang berjudul “Thalia” untuk dihanguskan.  Beberapa tahun kemudian Constantine melunak terhadap pengikut Arius dengan menerima mereka kembali ke dalam gereja.  Pada tahun 335 AD/Sesudah Masehi giliran mereka yang pernah diasingkan oleh Constantine, membuat tuduhan terhadap Athanasius, yang kemudian adalah giliran Athanasius diasingkan oleh Constantine.  Kita bisa melihat bahwa kejadian ini tidak ada hubungannya dengan kebenaran Alkitab.  Karena sebagai seorang kaisar penyembah matahari, Constantine-lah yang juga untuk pertama kali memaksakan hukum hari Minggu empat tahun sebelumnya.  Constantine sangat berperan penting dalam membawa dua tradisi penyembahan berhala ini ke dalam gereja.  Semuanya terjadi lebih dari 300 tahun setelah Yesus disalibkan, yang berarti bahwa ajaran gereja tentang Trinitas ini tidak dikenal di jaman Gereja Kristen mula-mula dan tidak diajarkan oleh para rasul. Lihat ensiklopedia Britanika dan tulisan sejarah yang benar.

Banyak dari para uskup yang mebentuk doktrin Trinitas condong pada ilmu Yunani dan Platonik, yang mempengaruhi pandangan kerohanian mereka.  Bahasa yang mereka gunakan untuk menerangkan doktrin trinitas diambil langsung dari ajaran Platonik Yunani, yaitu kata “trias,” yang berarti tiga yang diadopsi sebagai Bahasa Latin “trinitas,” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris “Trinity.” Dengan demikian Trinitas tidak berasal dari ayat Alkitab, melainkan dilahirkan oleh ilmu filsafat. Para pakar filsafat Yunani mendapat pengaruh besar dari Plato (427-347 BC/Sebelum Masehi) yang diagungkan sebagai seorang filsuf terbesar di atas semua filsuf-filsuf Yunani.  Plato telah ditanamkan dengan ilmu Trinitas.  Dia percaya bahwa semua agama kuno memiliki tiga allah.  Dia kemudian memperkenalkan definisi yang tampaknya lebih mulus dan bijak, menunjukkan bahwa Allah Bapa adalah Allah di atas segala mitos allah bangsa Yunani.  Definisi Plato tentang Allah adalah: 

1.      “Allah yang pertama,” merupakan Allah yang tertinggi di alam semesta;

2.      “Allah kedua” dia sebut “jiwa dari semesta alam.” dan

3.     “Allah ketiga” dia sebut “Roh.”

Seorang filsuf Yahudi bernama Philo dari Alexandria (15 BC-AD 50) yang mempelajari perkembangan filsafat Yunani, yang sangat dipengaruhi oleh ajaran Plato mengajarkan bahwa:

1.          Bapa, adalah pencipta seluruh alam semesta (Philo menamakannya “The Demiurge”)

2.          Ibu, adalah ilmu/kuasa yang dimiliki oleh sang pencipta, dan

3.          Anak tercinta adalah bumi kita.

Dia menyimpulkan bahwa persatuan dari demiurge dan kuasa/ilmu, menghasilkan bumi kita ini.  Bentuk pemikiran esoterik/misterius inilah yang menjadi dasar perkembangan doktrin Trinitas.

Perhatikan bagaimana kutipan kutipan berikut mendokumentasikan kepercayaan kepada tiga Allah di berbagai bagian bumi dan setiap agama dunia kita sejak dahulu.

Babilon – “Orang-orang Babilon kuno mengenal doktrin Trinitas, atau tiga oknum dalam satu allah – sesuai yang nampak dari gabungan allah dengan tiga kepala yang membentuk bagian dari mitologi, dan penggunaan segi tiga sama sisi, juga sebagai simbol dari Trinitas dalam kesatuan.” (Thomas Dennis Rock, The Mystical Woman and the Cities of the Nations, 1867, Hal. 22-23)

India  “Puranas (Mitologi), salah satu dari kitab-kitab suci Hindu lebih dari 3.000 tahun lalu, berisi ayat-ayat berikut: ‘O engkau tiga Tuhan! Ketahuilah bahwa saya mengenal hanya satu Allah. Oleh sebab itu, katakanlah kepada saya, siapakah di antaramu yang benar-benar Ilah, sehingga saya dapat mengarahkan pemujaan-pemujaan saya hanya padanya saja.’ Ketiga allah, Brahma, Vishnu, dan Siva (atau Shiva), menunjukkan diri padanya, dan menjawab, ‘Belajarlah, O, pemuja, bahwa tidak ada perbedaan nyata antara kami.  Apa yang nampak padamu hanyalah persamaan. Makhluk tunggal yang nampak di bawah tiga bentuk dalam pekerjaan-pekerjaan penciptaan, pemeliharaan, dan pemusnahan, tapi dia adalah satu.’

“Oleh sebab itu segi tiga diadopsi oleh semua bangsa-bangsa kuno sebagai simbol ke-Allahan…tiga dihormati di antara bangsa-bangsa kafir sebagai nomor mistik utama, karena seperti kata Aristotle, angka itu di dalamnya berisi sebuah permulaan, sebuah pertengahan, dan sebuah akhir. Dengan demikian kita dapati ini menandakan sifat-sifat dari semua allah penyembah berhala.”

Yunani – “Pada abad ke 4 BC/Sebelum Masehi., Aristotle menulis: ‘Segala sesuatu adalah tiga, dan ketiga adalah semua: marilah kita menggunakan nomor ini dalam pemujaan kepada allah-allah; karena, seperti para penganut Pitagoras berkata, segalanya dan segala sesuatu adalah terikat dalam tiga-tiga, karena yang terakhir, pertengahan dan permulaan memiliki nomor ini dalam segalanya, dan menunjukkan nomor Trinitas.’’ (Arthur Weigall, Paganism in Our Christianity, 1928, Hal. 197-198)

Mesir – “Nyanyian untuk Amun menetapkan bahwa ‘Tidak ada allah yang menjadi Makhluk sebelum (Amun)’ dan bahwa ‘Semua allah adalah tiga: Amun, Re, Ptah, dan tidak ada yang kedua dari mereka. Yang tersembunyi namanya adalah  Amon, dia adalah Re dalam wajah, dan tubuhnya adalah Ptah.’ …Ini adalah kalimat Trinitas, tiga allah terpenting Mesir yang digolongkan ke dalam satu dari mereka, yaitu Amon.  Jelas, konsep  kesatuan alami dalam kejamakan mendapat sokongan luar biasa dari formula ini. Secara teologi, dalam bentuk dasarnya, begitu menyolok sangat dekat pada bentuk Kekristenan  yaitu kejamakan Trinitas dalam keesaan.” (Simson Najovits, Egypt, Trunk of the Tree, Vol 2, 2004, Hal. 83-84)

Tempat-Tempat Lain – Banyak tempat-tempat yang lain juga memiliki ke-allahan Trinitas mereka sendiri.  Di Yunani mereka adalah Zeus, Poseidon dan Adonis.  Bangsa Fenesia menyembah Ulomus, Ulosuros dan Eliun.  Roma menyembah Jupiter, Mars dan Venus. Bangsa-bangsa Jerman menyebutnya Wodan, Thor dan Fricco.  Sehubungan dengan orang-orang Kelt, sebuah sumber berkata: “Dewa-dewa berhala kuno orang-orang kafir Irlandia, Kriosan, Biosena, dan Seeva, atau Sheeva, tidak diragukan lagi adalah Creeshna (Krishna), Veeshnu (Vishnu), (atau yang terutama) Brahma, dan Seeva (Shiva), dari orang-orang Hindu.” (Thomas Maurice, The History of Hindostan, Vol. 2, 1798, Hal. 171)

Jelas bahwa konsep Trinitas adalah konsep para penyembah berhala.  Ahli ilmu Kemesiran Arthur Weigall dalam bukunya “Paganism in Our Christianity (Penyembahan Berhala di dalam Kekristenan Kita)” menyimpulkan bahwa ada pengaruh kepercayaan kuno dalam pengadopsian doktrin Trinitas oleh gereja.

Harus tidak dilupakan bahwa Yesus Kristus tidak pernah menyebut kejadian seperti itu (Trinitas), dan tidak ada di manapun juga dalam Perjanjian Baru kata Trinitas nampak. Ide itu hanya diadopsi oleh Gereja tiga ratus tahun setelah kematian dari Tuhan kita; dan konsep pertamanya adalah sama sekali kafir…

Pemikiran orang-orang Mesir kuno, sangat besar pengaruhnya pada kepercayaan mula-mula, biasanya menyusun dewa-dewa atau dewi-dewi mereka dalam Trinitas; ada Trinitas dari Osiris, Isis dan Horus, trinitas dari Amen, Mut dan Khonsu, Trinitas dari Khnum, Satis, da Anukis, dan sebagainya…

Mempertanyakan Keaslian Kitab Suci Kaum Yahudi

Jumat 28 May 2010 02:46 WIB

Rep: syahruddin el fikri/ Red: irf

Gulungan taurat https://www.republika.co.id/berita/117432/mempertanyakan-keaslian-kitab-suci-kaum-yahudi

Sebagaimana banyak dijelaskan dalam buku-buku sejarah, termasuk keterangan Alquran, Nabi Musa AS diutus kepada kaumnya, Bani Israil. Untuk itu, Nabi Musa AS diberikan sebuah kitab suci, Taurat, sebagai tuntunan bagi mereka dalam menjalankan perintah Allah. Kitab Taurat itu diturunkan kepada Nabi Musa di Bukit Thursina.

Dalam sejumlah riwayat, disebutkan, kitab Taurat itu berisi 10 perintah Allah. Dalam bahasa Inggris, disebut dengan Ten Commandments. Menurut Louis Finkestein, editor buku The Jews, Their Religion and Culture, sebagaimana dikutip Burhan Daya dalam bukunya Agama Yahudi: Seputar Sejarah Bani Israel, firman Tuhan yang disampaikan kepada Nabi Musa itu ditulis Nabi Musa di atas sobekan kulit-kulit binatang atau batu.

Isi ke-10 perintah itu adalah larangan menyembah tuhan selain Allah; larangan menyembah berhala; larangan menyebut nama Allah dengan main-main; wajib memuliakan hari Sabtu; wajib memuliakan kedua orang tua; larangan membunuh sesama manusia; larangan berzina; larangan mencuri; larangan bersaksi palsu; dan dilarang mengambil istri orang lain dan hak orang lain.

"Sepuluh perintah tersebut ternyata mengandung aspek akidah, ibadah, syariah, hukum, dan etika," tulis Mudjahid Abdu Manaf dalam bukunya Sejarah Agama-Agama. Namun, dalam perkembangannya, kitab Taurat yang berisi 10 perintah itu diubah dan ditambahi sesuai dengan keinginan mereka sendiri.

Tak heran, bila kemudian, jumlah kitab mereka sangat banyak. Di antaranya, Perjanjian Lama (Taurat) dan Talmud. Adapun kitab Perjanjian Lama ini kemudian juga menjadi kitab suci agama Nasrani (Katolik dan Kristen). Kitab ini berisi syair, prosa, hikmah, perumpamaan, cerita-cerita, dongeng, hukum, dan syair ratapan.

Menurut kaum Yahudi, kitab ini dibagi lagi menjadi dua, yakni kitab Taurat dan Nevi'im (nabi-nabi). Kitab Taurat terdiri atas lima bagian, seperti Kitab Kejadian (Genesis), Ulangan, Keluaran, Imamat, dan Bilangan. Kelima bagian itu disebut bagian dari kitab Musa.

Sementara itu, kitab Nevi'im (nabi-nabi) terdiri atas dua bagian, yakni Nevi'im Rishonim (nabi-nabi awal), seperti Yosua, Samuel I, Samuel II, Raja-raja I, dan Rajaraja II. Bagian kedua adalah Nevi'im Aharonim (nabi-nabi akhir), seperti Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, Hosea, Yoel, Amos, Obaja, Yunus, Mikha, Nahun, Habakuk, Zefanya, Hagai, Zakharia, dan Maleakh. Kitab ini berisi tentang tulisan-tulisan agung, tulisan Zabur, Amtsal (amtsal Sulaiman), dan Ayub; lima pujian berupa kidung agung, pengkhotbahan, ratapan, dan Ester; serta kitab-kitab dari Daniel, Ezra, Nehemia Tawarikh I, dan Tawarikh II.

Adapun kitab Talmud adalah sebuah kitab yang berisi riwayat-riwayat lisan yang diterima para rabi Yahudi. Riwayat tersebut dikumpulkan oleh rabi Yahudi dalam kitabnya bernama Mishnah, yaitu undang-undang yang terdapat dalam kitab Taurat Musa yang berupa penjelasan dan tafsir. Kendati hanya berupa tafsir atas Taurat, kaum Yahudi menganggap kitab Talmud lebih penting dari kitab Taurat. Demikian tulis Sami bin Abdullah alMaghluts dalam bukunya Atlas Sejarah Nabi dan Rasul.

Kitab Talmud ini terbagi dua, yakni Talmud Yerusalem dan Talmud Babilonia. Hal ini disesuaikan dengan penafsiran dari rabi-rabi atau pendeta-pendeta Yahudi. Gulungan Taurat Sementara itu, saat kaum Yahudi meyakini dan memercayai kitab-kitab dari para rahibnya itu, pada tahun 1945 M, seorang penggembala bernama Muhamamd Addib, yang sedang mencari anak kambingnya yang tersesat di sekitar gua-gua dekat lembah Qamran, Palestina, menemukan peninggalan sejarah yang sangat berharga.

Ia menemukan sejumlah gulungan kitab kuno yang selanjutnya dinamakan "Gulungan-gulungan Laut Mati" atau "Gua-gua Lembah Qamran". Setelah peristiwa itu, sejumlah pihak melakukan penggalian di sekitar tempat tersebut. Mereka kemudian menemukan 11 gua yang ada di Lembah Qamran tersebut.

Menurut para ahli arkeolog, gulungan itu kemudian diketahui sebagai gulungan-gulungan Taurat dalam bahasa Ibrani kuno, Ibrani Modern, Yunani, Aramia, dan Nabthi. Penemuan ini menjadi sangat penting karena merupakan manuskrip tertua dari Perjanjian Lama (Taurat) yang berhasil ditemukan dalam bahasa Ibrani. Sayangnya, manuskrip tersebut tak banyak dipublikasikan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku republika

 

Namun umat Kristen mula-mula, mulanya tidak berpikir untuk mengaplikasikan ide iman mereka sendiri. Mereka memberi perbaktian-perbaktian mereka kepada Allah Bapa dan Yesus Kristus, Putera Allah, dan mereka mengenal kemisteriusan dan keberadaan yang tidak dapat diterangkan dari Roh Kudus; tapi sebenarnya tidak ada pemikiran tiga makhluk sebagai Trinitas, yang sama derajat dan bersatu dalam keesaan…

Pengaplikasian kekafiran tua dari konsep Trinitas ke dalam teologi Kristen dimungkinkan dengan diwajibkannya pengakuan Roh Kudus sebagai ‘Oknum’ ketiga, sama derajat dengan ‘Oknum-Oknum’ yang lain…

Ide dari Roh menjadi sama derajat dengan Allah tidak umum dikenal sampai pada pertengahan abad keempat A.D (Sesudah Masehi). …Tahun 381 Sidang Constantinople menambahkannya ke dalam pengakuan iman yang sebelumnya yaitu Kredo Nicea yang menjelaskan bahwa Roh Kudus adalah ‘Tuhan, dan pemberi hidup, yang berasal dari Bapa, bersama dengan Bapa dan Putera disembah dan dimuliakan.’…

Dengan demikian, kredo Athanasius, adalah susunan yang datang kemudian tapi mencerminkan konsep-konsep umum dari Athanasius (Penganut Trinitas abad ke 4 yang pandangannya akhirnya menjadi doktrin resmi) dan sekolahnya, yang merumuskan konsep sama derajat Trinitas dimana Roh Kudus adalah ‘Oknum’ ketiga; dan dijadikan dogma iman, dan kepercayaan dalam Tiga dalam Satu dan Satu dalam Tiga ini menjadi doktrin terpenting dalam Kekristenan, walaupun kerusuhan yang buruk dan pertumpahan darah tidak dapat dihindari…

Saat ini seorang pemikir Kristen … tidak berkeinginan untuk meneliti dengan saksama, khususnya kenyataan bahwa definisi ini bermula pada penyembahan berhala dan tidak diadopsi oleh Gereja hingga hampir 300 tahun sesudah Kristus. (Arthur Weigall, Paganism in Our Christianity (Penyembahan Berhala dalam Kekristenan Kita), 1928, Hal. 197-203)

Dewan Nicea tidak berhasil mengakhiri perdebatan antara Athanasius dan Arius.  Para uskup tetap mengajarkan ajaran Athanasius dan Arius sesuai dengan kepercayaannya, dan krisis ini berlangsung sampai enam puluh tahun kemudian.  Periode pengucilan Athanasius tidak lebih dari lima tahun. 

Pertentangan dari kedua kepercayaan tersebut dipenuhi kekerasan dan kadang mengakibatkan pertumpahan darah.  Pakar sejarah Will Durant menulis,

"Kemungkinan besar jumlah umat Kristen yang terbunuh oleh umat Kristen lain dalam masa dua tahun konflik (242-243 AD) melebihi jumlah umat Kristen yang terbunuh dalam masa penganiayaan umat Kristen oleh para penyembah berhala sepanjang sejarah Roma.”  (The Story of Civilization, Vol 4; The Age of Faith, 1950, Hal. 8).

Oleh karena perbedaan pandangan tentang kepribadian Allah, menurut sejarah, umat Kristen saling memerangi dan membunuh satu sama lain! Waktu Constantine meninggal di tahun 337 AD, perselisihan masih tetap berlangsung.  Putera Constantine, Constantius II memihak para pengikut Arius dan berusaha menghapus keputusan Dewan Nicea.  Constantius menggunakan kekuasaannya untuk mengasingkan para uskup yang pro keputusan Dewan Nicea terutama Athanasius yang melarikan diri ke Roma. 

Perdebatan ini menghasilkan banyak rapat persidangan, di antaranya adalah pertemuan Sardica tahun 343 AD, rapat dewan Sirmium tahun 358 AD dan dua pertemuan Rimini dan Seleucia tahun 359 AD, yang menghasilkan kurang lebih empat belas keputusan di antara tahun 340 dan 360 AD. 

Setelah kematian Constantius pada tahun 361 AD, penerusnya Julian, seorang penyembah berhala Roma, menyatakan bahwa dia tidak lagi mendukung perselisihan yang terjadi dalam gereja, dan memerintahkan semua uskup yang sedang dalam perasingan kembali diterima, akibatnya pertikaian menjadi lebih buruk lagi di antara umat-umat Kristiani.

Akhirnya perselisihan melebar pada hal-hal tentang asal-usul Roh Kudus.  44 tahun setelah meninggalnya Constantine, di bulan Mei 381 AD, kaisar Theodosius mendukung keputusan sidang Nicea.  Oleh sebab itu setelah sang kaisar tiba di Constantinople, dia mengirim uskup Demophilus ke perasingan, dan menyerahkan kepemimpinan seluruh gereja kepada Gregory dari Nazianzus, seorang pemimpin komunitas kecil Nicea, Bersama tiga orang lain yang dikenal sebagai “tiga Cappadocians.”  Tiga orang ini memiliki agenda yang untuk pertama kali memaksakan ide Roh Kudus sebagai oknum terpisah.  Waktu itu Gregory baru diangkat menjadi kepala uskup di Constantinople, tapi karena penyakitnya, Nectarius, tua-tua anggota majelis kota tertinggi mengambil alih jabatan kepala uksup dan dia memimpin dewan persidangan. 

Pada dasarnya Nectarius hanya dibaptis untuk jabatannya tetapi dia sebenarnya bukan seorang yang mengerti asal usul ajaran Trinitas dan Roh Kudus. Dia sama sekali buta akan ilmu Ketuhanan. Alhasil, keluarlah peraturan yang dikenal dengan keputusan Nicene-Constantinopolitan yang mengatakan bahwa Roh Kudus adalah Oknum terpisah. 

Mereka yang tidak menerima keputusan kaisar dan gereja disebut sebagai orang murtad dan dihukum sesuai hukum yang telah ditentukan.  Keputusan terakhir tentang kepribadian Allah sesuai dengan ajaran Trinitas inilah yang sekarang dikenal dan diajarkan dalam Kekristenan. 

Pandangan ini sama sekali bukan berdasarkan Alkitab tapi hanya berdasarkan filsafat Yunani yang dipaksakan oleh penguasa pada jaman itu. 

Secara rigkas, ketika Babel dikalahkan, hampir semua pendeta Babel membawa pengaruh penyembahan berhalanya ke Alexandria yang kemudian diasimilasikan dalam sekolahnya.  Para lulusan Alexandria melanjutkan ajaran penyembahan berhala bangsa Yunani yang didasarkan atas ajaran Plato dan dicampur aduk dengan ajaran Kristen (Neoplatonisme).  Merekalah yang mulai menerjemahkan Alkitab menggunakan sistim penjelasan dengan bahasa kiasan.  Sebaliknya, Lucian (guru dari Arius) menolak sistim terjemahan dari Alexandria. Dia menganjurkan sistim terjemahan sesuai yang tertulis (harafiah) yang berabad-abad lamanya digunakan oleh gereja-gereja Kristen di bagian Timur. 

Dengan kata lain, Origen menggunakan metode kiasan dalam menjelaskan atau menerjemahkan Alkitab, dimana metode yang sama menjadi dasar ajaran Athanasius dan ketiga Cappadocians dan kemudian menjadi dasar doktrin Trinitas yang sekarang ini lazim dikenal.

“Sekolah teologi Kristen Alexandria memuja Clement dari Alexandria dan Origen, ahli ilmu teologi yang sangat populer di antara semua ahli teolog gereja-gereja Yunani. Mereka memperkenalkan penggunaan metode penjelasan Alkitab dalam bahasa kiasan yang ajarannya dipengaruhi oleh Plato:  berakar kuat dari (penyembahan berhala) ilmu spekulasi tentang Allah. Athanasius dan ketiga Cappadocians (tiga pemimpin yang pandangan Trinitasnya diadopsi oleh Gereja Katolik dalam sidang Nicea dan Constantinople) tercatat sebagai anggota dari sekolah ini.” (Hubert Jedin, Ecumenical Councils of the catholic Church: a Historical Outline, (Sidang-Sidang Oikumene Gereja Katolik: Garis Besar Sejarah), 1960, p. 28).

 

 

Naskah Laut Mati

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas https://id.wikipedia.org/wiki/Naskah_Laut_Mati

Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian

Naskah Laut Mati


Gulungan Kitab Mazmur (11Q5), salah satu dari 972 naskah dari Gulungan Naskah Laut Mati, dengan sebagian tulisan dalam bahasa Ibrani.

Material

Papirusperkamen, dan perunggu

Tulisan

IbraniAramaikYunani, dan Nabatea

Dibuat

408 SM sampai 318 M

Ditemukan

1946/7–1956

Lokasi saat ini

Beragam

Naskah Laut Mati, dalam arti sempit dari Naskah Gua-gua Qumran,[notes 1] adalah suatu kumpulan sekitar 981 naskah berbeda yang ditemukan antara tahun 1946 dan 1956 dalam 11 gua di sekitar pemukiman kuno di Khirbet Qumran di Tepi Barat. Gua-gua tersebut terletak sekitar 2 kilometer ke pedalaman dari sebelah barat laut pantai Laut Mati, tempat asal naskah-naskah tersebut memperoleh namanya.[3]

Konsensusnya adalah Naskah Gua-gua Qumran bertarikh tiga abad terakhir SM dan abad pertama Masehi (lihat paragraf "Umur" dalam artikel ini dan situs yang didedikasikan dari Museum Israel[2]). Koin-koin perunggu yang ditemukan di situs yang sama membentuk suatu rangkaian yang diawali dengan Yohanes Hyrkanos (135–104 SM) dan berlanjut hingga Perang Yahudi-Romawi Pertama (66–73 M), mendukung penanggalan menurut analisis teks dan radiokarbon atas gulungan-gulungan tersebut.[4] Naskah-naskah dari situs lainnya di Gurun Yudea bertarikh abad ke-8 SM hingga akhir abad ke-11 M.[1]

Teks-teks tersebut memiliki makna linguistik, religius, dan historis, yang sangat penting karena mencakup naskah-naskah ketiga tertua yang diketahui dan masih terlestarikan yang mana kemudian dimasukkan dalam kanon Alkitab Ibrani, bersama dengan deuterokanonika dan naskah-naskah biblika tambahan yang menyimpan bukti keanekaragaman pemikiran religius pada akhir masa Yudaisme Bait Kedua. Teks biblika yang lebih tua dari Naskah Laut Mati ditemukan dalam dua jimat berbentuk gulungan perak berisikan bagian-bagian Berkat Imamat dari Kitab Bilangan; gulungan-gulungan perak tersebut berhasil digali di Yerusalem, di Ketef Hinnom, dan berasal dari sekitar tahun 600 SM. Sebuah potongan yang sudah terbakar dari Kitab Imamat, berasal dari sekitar abad ke-6 M, belum lama ini telah dianalisis dan merupakan potongan tertua keempat dari Taurat yang diketahui masih ada.[5]

Sebagian besar teks-teks tersebut ditulis dalam bahasa Ibrani, dengan beberapa dalam bahasa Aram (dalam dialek-dialek daerah yang berbeda, termasuk Nabatea), dan ada sedikit yang ditulis dalam bahasa Yunani Koine.[6] Apabila temuan dari Gurun Yudea disertakan, maka bahasa Latin (dari Masada) dan bahasa Arab (dari Khirbet al-Mird) dapat ditambahkan.[7] Kebanyakan teks ditulis di perkamen, beberapa di papirus, dan satu di tembaga.[8]

Menurut tradisi, gulungan-gulungan tersebut diidentifikasi dengan sekte Yahudi kuno yang disebut Eseni, meskipun beberapa penafsiran baru-baru ini menentang keterkaitannya dan beralasan bahwa gulungan-gulungan tersebut ditulis oleh para imam di YerusalemSaduki, atau kelompok-kelompok Yahudi tak dikenal lainnya.[9][10]

Karena kondisi yang buruk dari beberapa gulungan naskah tersebut, belum semuanya berhasil diidentifikasi. Naskah yang telah diidentifikasi dapat dibagi menjadi tiga kelompok umum:

1.    Sekitar 40% merupakan salinan-salinan teks dari Alkitab Ibrani.

2.    Sekitar 30% merupakan teks-teks dari Periode Bait Kedua yang pada akhirnya tidak dikanonisasi dalam Alkitab Ibrani, seperti Kitab HenokhYobelKitab Tobit, Kebijaksanaan SirakhMazmur 152–155, dan lain-lain.

3.    Sisanya sekitar 30% merupakan naskah-naskah sektarian dari dokumen-dokumen yang tidak diketahui sebelumnya, yang mana menjelaskan beragam aturan dan keyakinan dari suatu kelompok tertentu atau kelompok-kelompok dalam Yudaisme yang lebih besar, seperti Aturan KomunitasAturan PeperanganPesyer Habakuk, dan Aturan Pemberkatan.[11]

Daftar isi

·         1Penemuan

·         2Fragmen dan gulungan

·         3Asal usul

·         4Publikasi

·         5Makna biblika

·         6Kepemilikan

·         7Lihat pula

·         8Catatan

·         9Referensi

·         10Pustaka

·         11Pranala luar

Penemuan

Lihat pula: Qumran


Gua Qumran 4, tempat di mana 90% naskah-naskah ditemukan.

Naskah Laut Mati ditemukan dalam jajaran 11 gua di sekitar lokasi yang dikenal sebagai Wadi Qumran, dekat Laut Mati di Tepi Barat (di Sungai Yordan), antara tahun 1946 dan 1956 oleh para gembala Badawi dan sekelompok arkeolog.[12]

Penemuan awal (1946–1947)

Penemuan awal tersebut, oleh Muhammed edh-Dhib (seorang gembala Badawi), sepupunya Jum'a Muhammed, dan Khalil Musa, terjadi antara bulan November 1946 dan Februari 1947.[13][14] Para gembala tersebut meneduh di tempat itu, seraya mendapati guci-guci tua di sana, dan perkiraan mereka, guci itu berisi emas. Alih-alih mendapati emas, malah mereka menemukan tujuh gulungan naskah (lihat Fragmen dan gulungan) yang tersimpan dalam guci-guci di sebuah gua dekat dengan apa yang sekarang dikenal sebagai situs Qumran, dengan bahasa yang tidak mereka kenali.[15] John C. Trever menyusun kembali kisah gulungan-gulungan naskah tersebut dari beberapa wawancara dengan kaum Badawi itu. Sepupu Edh-Dhib melihat gua-gua tersebut, tetapi edh-Dhib sendiri yang pertama kali masuk ke dalam salah satu gua itu. Ia mengambil segelintir gulungan naskah, yang kemudian diidentifikasi oleh Trever sebagai Gulungan Kitab YesayaNaskah Komentari Kitab Habakuk, dan Aturan Komunitas, dan membawanya kembali ke perkemahan untuk ditunjukkan kepada keluarganya. Tidak ada satu gulungan naskah pun yang hancur dalam proses ini, kendati ada rumor populer yang menyatakan sebaliknya.[16][15] Orang-orang Badawi itu menggantung gulungan-gulungan tersebut pada sebuah tiang tenda sambil mencari tahu apa yang harus diperbuat dengannya, dan secara berkala membawanya keluar untuk ditunjukkan kepada orang lain. Pada suatu saat selama masa ini, Aturan Komunitas terpecah menjadi dua. Gulungan-gulungan tersebut pertama-tama dibawa ke seorang pedagang bernama Ibrahim 'Ijha di Betlehem. 'Ijha mengembalikannya sambil mengatakan bahwa gulungan-gulungan tersebut tidak berharga, setelah memperingatkan mereka bahwa temuan tersebut mungkin hasil curian dari sebuah sinagoge. Tanpa gentar, orang Badawi itu pergi ke suatu pasar di dekatnya, di mana seorang Kristen Suriah menawarkan diri untuk membelinya. Seorang syekh lalu bergabung dalam percakapan mereka dan menyarankan agar mereka membawa gulungan-gulungan tesebut ke Khalil Eskander Shahin, "Kando", seorang tukang sepatu dan pedagang barang antik paruh waktu. Para pedagang dan orang Badawi itu kembali ke situs penemuan, meninggalkan satu gulungan pada Kando dan menjual tiga lainnya ke seorang pedagang dengan harga £ 7 (setara dengan $ 29 pada tahun 2003, atau $ 37 pada 2014).[16] Gulungan-gulungan naskah asli tersebut terus berpindah tangan setelah orang Badawi itu melepas kepemilikannya ke pihak ketiga sampai suatu transaksi penjualan dapat terlaksana. (lihat Kepemilikan).

Pada tahun 1947 ketujuh gulungan naskah asli tersebut menarik perhatian Dr. John C. Trever, dari American Schools of Oriental Research (ASOR), yang membandingkan naskah dalam gulungan-gulungan tersebut dengan Papirus Nash, naskah biblika tertua yang diketahui, dan menemukan kesamaan di antara keduanya. Perang Arab-Israel 1948 mendorong dipindahkannya beberapa gulungan ke BeirutLebanon, pada bulan Maret 1948 untuk alasan keamanan. Pada 11 April 1948, Millar Burrows, ketua ASOR, mengumumkan penemuan gulungan-gulungan naskah tersebut dalam sebuah siaran pers umum.

Pencarian gua-gua Qumran (1948–1949)

Pada awal September 1948, Uskup Metropolitan Mar Samuel membawa beberapa fragmen gulungan tambahan yang ia dapatkan kepada Professor Ovid R. Sellers, direktur baru ASOR. Pada akhir tahun 1948, hampir dua tahun setelah penemuan awal, para akademisi masih belum dapat menemukan gua asli di mana fragmen-fragmen tersebut ditemukan. Adanya kerusuhan di negara tersebut pada waktu itu membuat pencarian besar-besaran tidak dapat dilakukan dengan aman. Sellers berusaha untuk mendapatkan orang Suriah yang mau membantunya melakukan pencarian gua tersebut, tetapi ia tidak mampu membayar harga yang ditawarkan. Pada awal taun 1948, pemerintah Yordania memberi izin kepada Legiun Arab untuk melakukan pencarian pada daerah di mana gua Qumran asli diperkirakan berada. Sebagai akibatnya Gua 1 ditemukan kembali pada tanggal 28 Januari 1949 oleh Kapten Phillipe Lippens, pengamat Perserikatan Bangsa-Bangsa dari Belgia, dan Kapten Akkash el-Zebn, dari Legiun Arab.[17]


Pemandangan Laut Mati dari sebuah gua di Qumran di mana beberapa Gulungan Naskah Laut Mati ditemukan.

Penemuan kembali gua-gua Qumran dan penemuan-penemuan gulungan baru (1949–1951)

Penemuan kembali apa yang dikenal sebagai "Gua 1" di Qumran mendorong penggalian awal situs tersebut dari 15 Februari sampai 5 Maret 1949 oleh Dinas Antikuitas Yordania yang dipimpin Gerald Lankester Harding dan Roland de Vaux.[18] Gua 1 juga menghasilkan penemuan tambahan fragmen-fragmen Gulungan Naskah Laut Mati, kain linen, guci-guci, dan artefak lainnya.[19]

Penggalian-penggalian di Qumran (1951–1956)

Pada bulan November 1951, Roland de Vaux beserta timnya dari ASOR memulai penggalian sepenuhnya di Qumran.[20] Pada bulan Februari 1952, orang-orang Badawi berhasil menemukan 30 fragmen di dalam apa yang disebut Gua 2.[21] Penemuan dari gua kedua akhirnya menghasilkan 300 fragmen dari 33 naskah, termasuk fragmen-fragmen YobelKebijaksanaan Sirakh, dan Ben Sira dalam bahasa Ibrani.[19][20] Pada bulan berikutnya, tanggal 14 Maret 1952, tim ASOR menemukan gua ketiga berisi fragmen-fragmen Yobel dan Gulungan Naskah Tembaga.[21] Antara bulan September dan Desember 1952, berbagai fragmen dan gulungan dari Gua 4, 5, 6 ditemukan oleh tim-tim ASOR.[20]

Meningkatnya nilai ekonomis dari gulungan-gulungan naskah tersebut, seiring dengan arti pentingnya secara historis yang semakin dibuka ke publik, para arkeolog ASOR dan orang Badawi mempercepat pencarian atas gulungan-gulungan tersebut secara terpisah di area umum yang sama di Qumran, yang mana jaraknya lebih dari 1 kilometer. Antara tahun 1953 dan 1956, Roland de Vaux memimpin 4 ekspedisi arkeologi tambahan di area tersebut untuk menemukan gulungan-gulungan dan artefak-artefak.[19] Gua terakhir, Gua 11, ditemukan pada tahun 1956 dan menghasilkan temuan fragmen-fragmen terakhir di sekitar Qumran.[22]

Fragmen dan gulungan

Lihat pula: Daftar Naskah Laut Mati


Gulungan Kitab Yesaya (1QIsaa) mengandung hampir keseluruhan Kitab Yesaya.


"Perang antara Anak-anak Terang melawan Anak-anak Kegelapan" (War of the Sons of Light Against the Sons of Darkness atau "The War Scroll", ditemukan di gua 1 Qumran.


Satu bagian salinan gulungan Kitab Yesaya, 1QIsab.

972 naskah yang ditemukan di Qumran terutama terbagi dalam dua format yang berbeda: berupa gulungan dan berupa fragmen dari teks dan gulungan sebelumnya. Dalam gua keempat, fragmen-fragmen yang ditemukan mencapai 15.000 potongan. Fragmen-fragmen kecil ini menjadi sedikit masalah bagi para akademisi; G.L. Harding, direktur Dinas Antikuitas Yordania, mengawali pekerjaan menyatukan kembali semua fragmen tersebut dan setelah empat puluh tahun ia masih belum juga menyelesaikannya.[23]

Gua 1

Tujuh gulungan naskah asli dari Gua 1 di Qumran adalah: [24]

·         1QIsaa (Gulungan Besar Kitab Yesaya, salinan Kitab Yesaya)

·         1QIsab (salinan kedua Kitab Yesaya)

·         1QS ("Aturan Masyarakat"; "Community Rule") bandingkan dengan 4QSa-j = 4Q255-64, 5Q11

·         1QpHab (Naskah Komentari Kitab HabakukPesher on Habakkuk)

·         1QM ("Gulungan Perang"; "War Scroll") bandingkan dengan 4Q491, 4Q493

·         1QH ("Nyanyian Syukur"; "Thanksgiving Hymns")

·         1QapGen (Apokrifon Kitab Kejadian)

Isi lengkapnya:

Fragmen/Gulungan #

Nama Fragmen/Gulungan

Kaitan dengan Alkitab KJV

Keterangan

Gua 2

Gua 2 yang ditemukan pada bulan Februari 1952,[21] menghasilkan 300 fragmen dari 33 naskah, termasuk Kitab Yobel dan Kitab Yesus bin Sirakh dalam bahasa Ibrani asli.

Fragmen/Gulungan #

Nama Fragmen/Gulungan

Kaitan dengan Alkitab KJV

Keterangan

Gua 3

Gua 3 yang ditemukan pada tanggal 14 Maret 1952,[21] menghasilkan 14 naskah termasuk Kitab Yobel dan Gulungan Tembaga (Copper Scroll) yang misterius dan berisi 67 tempat persembunyian, kebanyakan di bawah tanah, di seluruh wilayah Provinsi Iudaea (Romawi), sekarang Israel. Menurut "Gulungan Tembaga" itu, kotak-kotak rahasia itu berisi jumlah besar emas, perak, tembaga, wangi-wangian dan naskah-naskah.

Fragmen/Gulungan #

Nama Fragmen/Gulungan

Kaitan dengan Alkitab KJV

Keterangan

Gua 4a and 4b

Gua 4 yang ditemukan dalam bulan Agustus 1952, dan diekskavasi pada tanggal 22–29 September 1952 oleh Gerald Lankester Harding, Roland de Vaux, dan Józef Milik,[21] sebenarnya terdiri dari 2 gua hasil pahatan tangan (4a dan 4b), tetapi karena fragmen-fragmen itu tercampur, maka semua diberi label 4Q. Gua 4 paling terkenal di antara gua-gua Qumran baik karena terlihat jelas dari dataran Qumran maupun karena banyaknya naskah yang ditemukan di sana, menghasilkan 90% seluruh naskah Laut Mati, sekitar 15.000 fragmen dari 500 naskah yang berbeda, termasuk 9–10 salinan Kitab Yobel, bersama 21 tefillin dan 7 mezuzot.


Gulungan Dokumen Damaskus, 4Q271Df, ditemukan di Gua 4

Fragmen/Gulungan #

Nama Fragmen/Gulungan

Kaitan dengan Alkitab KJV

Keterangan

Gua 5

Gua 5 yang ditemukan bersama-sama dengan Gua 6 pada tahun 1952, sesaat setelah penemuan Gua 4, menghasilkan sekitar 25 naskah.[21]

Fragmen/Gulungan #

Nama Fragmen/Gulungan

Kaitan dengan Alkitab KJV

Keterangan

Gua 6

Gua 6 yang ditemukan bersama-sama dengan Gua 5 pada tahun 1952, sesaat setelah penemuan Gua 4, menghasilkan fragmen-fragmen dari sekitar 31 naskah.[21]

Daftar kelompok fragmen yang dikumpulkan dari Wadi Qumran Gua 6:[28][29]

Fragmen/Gulungan #

Nama Fragmen/Gulungan

Kaitan dengan Alkitab KJV

Keterangan

Gua 7


Fragmen Naskah Laut Mati 7Q4, 7Q5, dan 7Q8 dari Gua 7 di Qumran, ditulis di atas papirus.


Bagian dari Gulungan Bait Allah (Temple Scroll) yang ditemukan di Gua 11.

Gua 7 menghasilkan hampir 20 fragmen dokumen bahasa Yunani, termasuk 7Q2 ("Surat Yeremia" = Barukh 6), 7Q5 (yang mana menjadi subjek dari banyak spekulasi dalam beberapa dasawarsa setelahnya), dan sebuah salinan bahasa Yunani dari gulungan Kitab Henokh.[30][31][32] Gua 7 juga menghasilkan sejumlah guci-guci bertulisan.[33]

Daftar kelompok fragmen yang dikumpulkan dari Wadi Qumran Gua 7:[28][29]

Fragmen/Gulungan #

Nama Fragmen/Gulungan

Kaitan dengan Alkitab KJV

Keterangan

Gua 8

Gua 8 menghasilkan 5 fragmen: Kitab Kejadian (8QGen), Kitab Mazmur (8QPs), fragmen tefillin (8QPhyl), sebuah mezuzah (8QMez), dan sebuah kitab nyanyian (8QHymn).[34] Gua 8 juga menghasilkan beberapa kotak tefillin, sekotak barang-barang kulit, banyak lampu-lampu, guci, dan sol sepatu.[33]

Daftar kelompok fragmen yang dikumpulkan dari Wadi Qumran Gua 8:[28][29]

Fragmen/Gulungan #

Nama Fragmen/Gulungan

Kaitan dengan Alkitab KJV

Keterangan

Gua 9

Hanya ada satu fragmen yang ditemukan di Gua 9:

Fragmen/Gulungan #

Nama Fragmen/Gulungan

Kaitan dengan Alkitab KJV

Keterangan

Gua 10

Dalam Gua 10 arkeolog menemukan 2 ostraca dengan tulisan di atasnya, bersama dengan simbol yang tidak diketahui artinya pada sepotong besar batu berwarna kelabu:

Fragmen/Gulungan #

Nama Fragmen/Gulungan

Kaitan dengan Alkitab KJV

Keterangan

Gua 11

Gua 11 yang ditemukan pada tahun 1956 menghasilkan 21 naskah, beberapa di antaranya cukup panjang. Temple Scroll ("Gulungan Bait Allah"), disebut demikian karena lebih dari separuhnya berkenaan dengan pembangunan Bait Allah di Yerusalem, adalah gulungan terpanjang yang ditemukan di Gua 11. Panjangnya sekarang 26,7 kaki (8,15 m). Diduga panjang aslinya 28 kaki (8,75 m). The Temple Scroll dianggap oleh Yigael Yadin sebagai "Taurat menurut orang Eseni ("The Torah According to the Essenes"). Sebaliknya, Hartmut Stegemann, seorang sarjana sezaman dan teman Yadin, percaya gulungan itu tidak dianggap demikian, melainkan suatu dokumen tanpa signifikansi unik. Stegemann mengamati bahwa dokumen itu tidak disebut maupun dikutip oleh tulisan-tulisan Eseni yang dikenal.[35]

Juga di dalam Gua 11 ditemukan sebuah fragmen eskatologi tentang tokoh Alkitab Melkisedek (11Q13) serta sebuah salinan Kitab Yobel.

Menurut bekas penyunting utama tim editorial DSS John Strugnell, paling sedikit ada empat gulungan dari Gua 11 yang menjadi koleksi pribadi, dan tidak terbuka bagi para pakar. Di antaranya adalah sebuah naskah bahasa Aram berisi Kitab Henokh yang lengkap.[36]

Daftar kelompok fragmen yang dikumpulkan dari Wadi Qumran Gua 11:

Fragmen/Gulungan #

Nama Fragmen/Gulungan

Kaitan dengan Alkitab KJV

Keterangan

Fragmen-fragmen yang tidak diketahui jelas asalnya

Sejumlah fragmen gulungan tidak diketahui jelas asal dan nilai arkeologisnya dari daerah gua Qumran mana ditemukan, tetapi kemungkinan berasal dari situs arkeologi lain di daerah padang gurun Yudea.[37] Karenanya, fragmen-fragmen ini diberi penomoran sementara seri "X".

Fragmen/Gulungan #

Nama Fragmen/Gulungan

Kaitan dengan Alkitab KJV

Keterangan

Asal usul

Ada banyak perdebatan mengenai asal usul Gulungan Naskah Laut Mati. Teori yang dominan menyatakan bahwa naskah-naskah tersebut merupakan buatan suatu sekte Yahudi yang tinggal dekat Qumran yang disebut kaum Eseni, tetapi teori ini ditentang oleh beberapa akademisi modern.

Teori Qumran–Eseni

Pandangan di kalangan akademisi, yang mana hampir secara universal dipegang hingga tahun 1990-an, adalah hipotesis "Qumran–Eseni" yang awalnya dikemukakan oleh Roland de Vaux[38] dan Józef Milik,[39] meskipun secara independen baik Eleazar Sukenik maupun Butrus Sowmy dari Biara St. Markus telah mengaitkan naskah-naskah tersebut dengan kaum Eseni sebelum diadakan penggalian di Qumran.[40] Teori Qumran–Eseni menyatakan bahwa naskah-naskah tersebut ditulis oleh kaum Eseni, atau oleh kelompok sektarian Yahudi lainnya, yang menetap di Khirbet Qumran. Mereka menyusun naskah-naskah ini dan kemudian menyembunyikannya dalam gua-gua di dekat kediaman mereka selama Pemberontakan Yahudi, pada suatu waktu antara tahun 66 dan 68 M. Situs Qumran itu kemudian dihancurkan dan naskah-naskah tersebut tidak pernah ditemukan. Sejumlah argumen digunakan untuk mendukung teori ini.

·         Ada kesamaan-kesamaan yang mencolok antara gambaran suatu upacara inisiasi anggota baru dalam Aturan Komunitas dan deskripsi upacara inisiasi kaum Eseni yang disebutkan dalam karya Flavius Yosefus –seorang sejarawan Yahudi Romawi dari Periode Bait Kedua.

·         Yosefus menyebut kaum Eseni saling berbagi harta milik di antara anggota-anggota komunitas tersebut, seperti halnya Aturan Komunitas.

·         Selama penggalian di Qumran ditemukan dua tempat tinta dan elemen tempelan yang dianggap sebagai meja, sehingga menjadi bukti bahwa beberapa tulisan dilakukan di sana. Tempat-tempat tinta lainnya ditemukan juga di dekatnya. Roland de Vaux menyebut area ini "skriptorium" berdasarkan penemuan tersebut.

·         Beberapa tempat mandi ritual Yahudi (bahasa Ibrani: miqvah = מקוה) ditemukan di Qumran, sehingga menjadi bukti adanya kehadiran kaum Yahudi yang taat di situs tersebut.

·         Plinius yang Tua (seorang penulis geograf setelah jatuhnya Yerusalem tahun 70 M) mendeskripsikan sekelompok Eseni yang tinggal dalam suatu komunitas padang gurun di pantai barat laut dari Laut Mati dekat reruntuhan kota Ein Gedi.

Qumran–Sektarian

Teori Qumran–Sektarian merupakan variasi dari teori Qumran–Eseni. Pokok utama perbedaannya dari teori Qumran–Eseni adalah keraguan untuk menghubungkan secara khusus Gulungan Naskah Laut Mati dengan kaum Eseni. Sebagian besar pendukung teori Qumran–Sektarian memahami bahwa sekelompok kaum Yahudi yang tinggal di atau dekat Qumran bertanggung jawab atas Gulungan Naskah Laut Mati tersebut, tetapi belum tentu dapat disimpulkan kalau kaum sektarian tersebut adalah Eseni.

Teori asal usul dari Kristen

José O'Callaghan Martínez, seorang Yesuit Spanyol, berpendapat bahwa salah satu fragmen (7Q5) merupakan bagian teks Perjanjian Baru dari Injil Markus, pasal 6, ayat 52–53.[41] Teori ini difalsifikasi pada tahun 2000 melalui analisis paleografik dari fragmen tertentu.[42]

Dalam beberapa tahun terakhir, Robert Eisenman telah mengembangkan teori bahwa beberapa gulungan naskah menggambarkan komunitas Kristen awal. Eisenman juga berpendapat bahwa karier Yakobus sang Orang Benar dan Rasul Paulus sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang tercatat dalam beberapa dokumen ini.[43]

Teori asal usul dari Yerusalem

Beberapa akademisi berpendapat bahwa gulungan-gulungan naskah tersebut merupakan buatan kaum Yahudi yang tinggal di Yerusalem, yang menyembunyikan gulungan-gulungan tersebut dalam gua-gua dekat Qumran saat melarikan diri dari kejaran orang-orang Romawi selama kehancuran Yerusalem pada tahun 70 M. Karl Heinrich Rengstorf lebih dahulu mengusulkan bahwa Naskah Laut Mati berasal dari perpustakaan Bait Suci Yahudi di Yerusalem.[44] Di kemudian hari Norman Golb mengusulkan bahwa gulungan-gulungan tesebut berasal dari beberapa perpustakaan di Yerusalem, dan belum tentu perpustakaan Bait Suci Yerusalem.[10][45] Para pendukung teori ini merujuk pada keragaman pemikiran dan tulisan tangan di antara gulungan-gulungan tesebut sebagai bukti untuk menentang teori yang menyatakan bahwa Qumran adalah daerah asal gulungan-gulungan tersebut. Beberapa arkeolog juga menerima teori mengenai asal usul gulungan tersebut selain dari Qumran, termasuk Yizhar Hirschfeld[46] dan baru-baru ini Yizhak Magen dan Yuval Peleg,[47] yang mana semuanya menganggap bahwa peninggalan Qumran tersebut berasal dari sebuah benteng Hashmonayim yang digunakan kembali selama periode-periode selanjutnya.

Teori Qumran–Saduki

Suatu variasi khusus dari teori Qumran–Sektarian yang memiliki popularitas tinggi belakangan ini adalah karya Lawrence Schiffman, yang mengusulkan bahwa komunitas tersebut dipimpin sekelompok imam Zadokit (Saduki).[48] Dokumen terpenting yang digunakan untuk mendukung pandangan ini adalah "Miqsat Ma'ase Ha-Torah" (4QMMT), yang mana mengutip hukum-hukum kemurnian (misalnya perpindahan kenajisan) sama dengan apa yang disebut dalam tulisan-tulisan para rabi kepada orang-orang Saduki. 4QMMT juga memunculkan kembali suatu kalender festival yang mengikuti prinsip-prinsip Saduki perihal penanggalan hari-hari festival tertentu.

Publikasi


Para akademisi sedang merangkai dan meneliti fragmen-fragmen Naskah Laut Mati dalam sebuah ruangan yang dikenal sebagai ruang "Scrollery" dari Museum Arkeologi Palestina.

Kontroversi dan penerbitan fisik

Beberapa fragmen dan gulungan naskah dipublikasikan lebih awal. Sebagian besar naskah berukuran panjang berupa gulungan-gulungan yang lebih lengkap dipublikasikan segera setelah penemuannya. Semua tulisan dari Gua 1 tampil di media cetak antara tahun 1950 dan 1956; yang dari delapan gua lainnya dirilis tahun 1963; dan Gulungan Kitab Mazmur dari Gua 11 diterbitkan tahun 1965. Kemudian langsung dilanjutkan dengan terjemahan naskah-naskah tersebut ke dalam bahasa Inggris.

Kontroversi

Penerbitan gulungan-gulungan tersebut membutuhkan waktu beberapa dasawarsa, dan berbagai penundaan telah menjadi sumber kontroversi akademik. Gulungan-gulungan tersebut berada dalam kendali sekelompok kecil akademisi yang dipimpin oleh John Strugnell, sedangkan sebagian besar akademisi tidak memiliki akses atasnya dan bahkan atas foto-foto teks tersebut. Para akademisi seperti Hershel ShanksNorman Golb, dan banyak lainnya berargumen selama puluhan tahun demi penerbitan teks-teks tersebut agar tersedia bagi para peneliti. Kontroversi ini berakhir tahun 1991, ketika Perhimpunan Arkeologi Biblika dapat menerbitkan "Edisi Reproduksi dari Naskah Laut Mati", setelah suatu campur tangan dari pemerintah Israel dan Otorita Antikuitas Israel (IAA).[49] Pada tahun 1991 Emanuel Tov ditunjuk sebagai ketua Yayasan Naskah Laut Mati, dan disusul dengan penerbitan gulungan-gulungan naskah tersebut pada tahun yang sama.

Deskripsi fisik

Sebagian besar gulungan-gulungan naskah tersebut terdiri atas fragmen-fragmen yang kecil dan rapuh, yang mana banyak kalangan menganggap penerbitannya terlalu lambat. Selama karya penerjemahan dan perangkaian awal oleh para akademisi melalui Museum Rockefeller, dari tahun 1950-an sampai 1960-an, akses ke dokumen-dokumen yang belum dipublikasikan hanya terbatas pada komite editorial.

Penemuan di Gurun Yudea (1955–2009)

Isi dari gulungan-gulungan tersebut diterbitkan dalam serial 40 jilid oleh Oxford University Press antara tahun 1955 dan 2005, dan dikenal sebagai Discoveries in the Judaean Desert ("Penemuan di Gurun Yudea").[50] Pada tahun 1952, Dinas Antikuitas Yordania membentuk suatu tim akademisi untuk memulai penelitian, perangkaian, dan penerjemahan gulungan-gulungan naskah tersebut dengan maksud menerbitkannya.[51] Terbitan awalnya, yang mana dirangkai oleh Dominique Barthélemy dan Józef Milik, diterbitkan dengan judul Qumran Cave 1 pada tahun 1955.[50] Setelah serangkaian penerbitan lainnya pada akhir 1980-an dan awal 1990-an, serta dengan ditunjuknya Emanuel Tov (seorang akademisi tekstual berkebangsaan Belanda Israel) sebagai pemimpin redaksi Proyek Penerbitan Naskah Laut Mati pada tahun 1990, penerbitan gulungan-gulungan tersebut menjadi lebih cepat. Tim pimpinan Tov berhasil menerbitkan 5 jilid yang meliputi dokumen-dokumen dari Gua 4 pada tahun 1995. Antara tahun 1990 dan 2009, Tov telah membantu tim tersebut menerbitkan 32 jilid. Volume XL, sebagai jilid akhir, diterbitkan pada tahun 2009.

Edisi Awal dari Naskah Laut Mati yang Belum Diterbitkan (1991)

Pada tahun 1991, Ben Zion Wacholder dan Martin Abegg, para peneliti di Hebrew Union College di Cincinnati, Ohio, mengumumkan pembuatan sebuah program komputer yang menggunakan gulungan-gulungan naskah yang telah diterbitkan sebelumnya untuk merekonstruksi teks-teks yang belum diterbitkan.[52] Para pejabat Perpustakaan Huntington di San Marino, California, yang dipimpin oleh Kepala Perpustakaan William Andrew Moffett, mengumumkan bahwa mereka akan mengizinkan para peneliti untuk memiliki akses tanpa batas pada set lengkap foto gulungan-gulungan tersebut yang merupakan milik perpustakaan itu. Pada musim gugur tahun itu, Wacholder menerbitkan 17 dokumen yang telah direkonstruksi pada tahun 1988 dari sebuah konkordansi dan diterima oleh para akademisi di luar Tim Internasional; pada bulan yang sama, berlangsung penerbitan suatu set lengkap reproduksi dari materi-materi Gua 4 di Perpustakaan Huntington. Setelah itu para pejabat Otorita Antikuitas Israel setuju untuk melepas pembatasan yang mereka lakukan sejak lama atas penggunaan gulungan-gulungan tersebut.[53]

Edisi Reproduksi dari Naskah Laut Mati (1991)

Setelah beberapa penundaan lebih lanjut, William John Cox selaku pengacara mewakili seorang "klien yang dirahasiakan", yang menyediakan satu set lengkap foto-foto yang belum dipublikasikan, dan dikontrak untuk penerbitan foto-foto tersebut. Robert Eisenman dan James M. Robinson mengindeks foto-foto tersebut dan menulis sebuah pengantar untuk A Facsimile Edition of the Dead Sea Scrolls (Edisi Reproduksi dari Naskah Laut Mati) yang diterbitkan oleh Perhimpunan Arkeologi Biblika pada tahun 1991.[54] Menyusul penerbitan Edisi Reproduksi tersebut, Profesor Elisha Qimron menggugat Hershel Shanks, Eisenman, Robinson, dan Perhimpunan Arkeologi Biblika karena pelanggaran hak cipta atas salah satu gulungan naskah tersebut, yaitu MMT, yang mana merupakan hasil penguraiannya. Pengadilan Negeri Yerusalem memenangkan gugatan Qimron pada bulan September 1993.[55] Pengadilan tersebut mengeluarkan suatu perintah yang melarang publikasi teks yang telah diuraikan itu, dan memerintahkan para terdakwa untuk membayar Qimron sejumlah ILS 100.000 atas pelanggaran hak cipta dan hak atribusi. Para terdakwa mengajukan banding ke Mahkamah Agung Israel, yang kemudian menyetujui keputusan pengadilan negeri tersebut, pada bulan Agustus 2000. Mahkamah Agung selanjutnya memerintahkan para terdakwa untuk menyerahkan semua salinan yang melanggar aturan itu kepada Qimron.[56] Keputusan tersebut menuai kritik internasional dari kalangan akademikus hukum hak cipta.[57][58][59][60][61]

Edisi Reproduksi dari Facsimile Editions Limited (2007–2008)

Pada bulan November 2007 Yayasan Naskah Laut Mati menugaskan suatu penerbit dari London, Facsimile Editions Limited, untuk memproduksi suatu edisi reproduksi Gulungan Besar Kitab Yesaya (1QIsa), Aturan Komunitas (1QS), dan Pesyer Habakuk (1QpHab).[62][63] Reproduksi tersebut dihasilkan dari 1.948 foto, dan karenanya secara lebih tepat mewakili kondisi gulungan Kitab Yesaya pada saat ditemukannya daripada kondisi sebenarnya dari gulungan tersebut pada saat ini.[62]

Dari ketiga set reproduksi yang pertama, satu dipamerkan di pameran Early Christianity and the Dead Sea Scrolls di SeoulKorea Selatan, dan set kedua dibeli oleh Perpustakaan Britania di London. 46 set berikutnya termasuk reproduksi tiga framen dari Gua 4 (saat ini terdapat dalam koleksi Museum Arkeologi Nasional di AmmanYordaniaTestimonia (4Q175), Pesyer Yesayab (4Q162), dan Qohelet (4Q109), diumumkan pada bulan Mei 2009. Edisi tersebut terbatas hanya 49 set bernomor dari semua reproduksi ini baik pada kertas perkamen yang disiapkan secara khusus ataupun perkamen sebenarnya. Set reproduksi selengkapnya (tiga gulungan termasuk gulungan Kitab Yesaya dan tiga fragmen Yordania) dapat dibeli dengan harga $ 60.000.[62]

Semua reproduksi tersebut sejak saat itu dipamerkan di berbagai tempat, misalnya pada pameran Qumrân. Le secret des manuscrits de la mer Morte di Bibliothèque NationaleParis (2010)[64] dan Verbum Domini at the VatikanRoma (2012).[65]

Penerbitan digital

Olive Tree Bible Software (2000–2011)

Hampir semua teks dari gulungan naskah non biblika telah direkam dan ditandai untuk keperluan morfologi oleh Dr. Martin Abegg, Jr., seorang direktur Institut Naskah Laut Mati di Trinity Western University di British ColumbiaKanada.[66] Teks tersebut tersedia pada perangkat genggam melalui aplikasi yang dibuat oleh Olive Tree Bible Software, pada Mac OS melalui emulator Accordance dengan seperangkat referensi silang, dan pada Windows melalui aplikasi yang dibuat Logos Bible Software dan BibleWorks.

Dead Sea Scrolls Reader (2005)

Hampir keseluruhan teks non biblika dari Naskah Laut Mati dirilis dalam media CD-ROM oleh penerbit E.J. Brill pada tahun 2005.[67] Publikasi yang terdiri dari 6 jilid dengan total 2.400 halaman tersebut dirangkai oleh suatu tim editorial yang dipimpin oleh Donald W. Parry dan Emanuel Tov.[68] Berbeda dengan terjemahan teks dalam penerbitan fisik, Penemuan di Gurun Yudea, teks-teks tersebut diurutkan menurut genre yang mencakup hukum agama, teks parabiblika, teks kebijaksanaan dan penanggalan, karya liturgi dan puisi.[67]

Makna biblika

Lihat pula: Kanon Alkitab dan Naskah Alkitab

Sebelum penemuan Gulungan-gulungan Naskah Laut Mati, naskah-naskah Alkitab tertua dalam bahasa Ibrani adalah Teks Masoret yang berasal dari abad ke-10 M, misalnya Kodeks Aleppo.[69] Saat ini naskah-naskah tertua yang diketahui dari Teks Masoret berasal dari sekitar abad ke-9. Naskah-naskah biblika yang ditemukan di antara berbagai Gulungan Naskah Laut Mati mendorong waktu tersebut kembali seribu tahun, yaitu abad ke-2 SM.[70] Naskah-naskah berbahasa Ibrani yang mengandung fragmen-fragmen dari Alkitab Yahudi ini seharusnya tidak dicampuradukkan dengan kodeks Alkitab Kristen berbahasa Yunani, yang mana meliputi kitab-kitab Perjanjian Baru dan naskah paling awalnya adalah Kodeks Vaticanus Graecus 1209 dan Kodeks Sinaiticus (keduanya berasal dari abad ke-4 M).

Menurut The Oxford Companion to Archaeology:

Naskah-naskah biblika dari Qumran, yang meliputi setidaknya fragmen-fragmen dari setiap kitab Perjanjian Lama, kecuali mungkin Kitab Ester, memberikan persilangan tradisi kitab suci yang jauh lebih tua daripada yang tersedia bagi para akademisi sebelumnya. Meskipun beberapa naskah biblika Qumran hampir sama dengan teks Ibrani Masoretik, atau tradisional, dari Perjanjian Lama, beberapa naskah dari kitab-kitab Keluaran dan Samuel yang ditemukan di Gua 4 menunjukkan perbedaan yang dramatis baik dalam hal bahasa maupun konten. Dalam rentang varian tekstualnya yang menakjubkan, temuan-temuan biblika Qumran telah mendorong para akademisi untuk mempertimbangkan kembali teori-teori yang dahulu diterima mengenai perkembangan teks biblika modern dari hanya 3 kelompok naskah: dari teks Masoretik, dari sumber asli bahasa Ibrani Septuaginta asli Ibrani, dan dari Pentateukh Samaria. Hal ini sekarang menjadi semakin jelas bahwa kitab suci Perjanjian Lama dulunya sangat tidak pasti sampai kanonisasinya sekitar tahun 100 M.[71]

Kitab-kitab biblika yang ditemukan

Ada 225 teks biblika yang tercakup dalam dokumen-dokumen Naskah Laut Mati, atau sekitar 22% dari keseluruhan, dan menjadi 235 teks dengan menyertakan kitab-kitab deuterokanonika.[72][73] Gulungan-gulungan Naskah Laut Mati mencakup semua kitab-kitab Tanakh (selain Kitab Ester) dari Alkitab Ibrani dan protokanon Perjanjian Lama; termasuk juga 4 kitab deuterokanonika yang terdapat dalam Alkitab Katolik dan Ortodoks TimurTobitBen SiraBarukh 6 (juga dikenal sebagai Surat Nabi Yeremia), dan Mazmur 151.[72] Kitab Ester masih belum ditemukan dan para akademisi percaya bahwa Ester dihilangkan karena, sebagai seorang Yahudi, pernikahannya dengan seorang raja Persia mungkin dipandang rendah oleh para penghuni Qumran, atau karena kitab ini menuliskan festival Purim yang mana tidak termasuk dalam kalender Qumran.[74] Di bawah ini adalah daftar kitab-kitab, beserta deuterokanonika, dari Alkitab yang paling banyak direpresentasikan yang ditemukan di antara gulungan-gulungan Naskah Laut Mati, termasuk jumlah teks Laut Mati yang dapat diterjemahkan dan mewakili suatu salinan kitab suci dari setiap kitab biblika:[75][76]

sembunyiKitab

Jumlah temuan

Mazmur

39

Ulangan

33

1 Henokh

25

Kejadian

24

Yesaya

22

Yobel

21

Keluaran

18

Imamat

17

Bilangan

11

Nabi-nabi Kecil

10[notes 2]

Daniel

8

Yeremia

6

Yehezkiel

6

Ayub

6

Tobit

5[78]

1 & 2 Raja-raja

4

1 & 2 Samuel

4

Hakim-hakim

4[79]

Kidung Agung

4

Rut

4

Ratapan

4

Sirakh

3

Pengkhotbah

2

Yosua

2

Kitab-kitab non biblika

Sebagian besar teks yang ditemukan pada gulungan Naskah Laut Mati bersifat non biblika dan dianggap tidak penting bagi pemahaman komposisi atau kanonisasi kitab-kitab biblika (Alkitab), namun timbul suatu konsensus yang berbeda yang mana memandang banyak di antara karya-karya ini dikumpulkan oleh komunitas Eseni —bukannya ditulis atau disusun oleh mereka.[80] Para akademisi sekarang mengakui bahwa beberapa karya ini dibuat sebelum periode Eseni, ketika beberapa kitab biblika tersebut masih dalam tahap penulisan atau disusun ke dalam bentuk akhirnya.[80]

Kepemilikan

Kepemilikan awal


Iklan di Wall Street Journal pada tanggal 1 Juni 1954 mengenai empat gulungan Naskah Laut Mati.


Eleazar Sukenik, pakar naskah kuno, sedang meneliti salah satu Gulungan Laut Mati pada tahun 1951.

Kesepakatan dengan kaum Badawi telah menyebabkan gulungan-gulungan Naskah Laut Mati berpindah tangan ke pihak ketiga hingga suatu transaksi penjualan yang menguntungkan berhasil dinegosiasikan. Pihak ketiga itu, yaitu George Isha'ya, adalah seorang umat Gereja Ortodoks Suriah, yang mana kemudian segera menghubungi Biara St. Markus dengan harapan mendapat penilaian harga untuk teks-teks tersebut. Berita tentang penemuan ini lalu diketahui oleh Metropolit Athanasius Yeshue Samuel, yang lebih dikenal dengan panggilan Mar Samuel. Setelah meneliti gulungan-gulungan tersebut dan menduga keantikannya, Mar Samuel menyatakan berminat untuk membelinya. Keempat gulungan naskah tersebut lalu berpindah ke tangannya, yaitu: yang sekarang terkenal dengan sebutan Gulungan Kitab Yesaya (1QIs-a|1QIsaa), Aturan Komunitas, the Pesyer Habakuk (suatu penafsiran atas Kitab Habakuk), dan Apokrifon Kejadian. Di pasar barang antik segera bermunculan lebih banyak lagi gulungan naskah; Profesor Eleazer Sukenik dan Profesor Benjamin Mazar, para arkeolog Israel di Universitas Ibrani, segera memiliki tiga darinya: Aturan PeperanganHimne Pengucapan Syukur, dan gulungan Kitab Yesaya lainnya (1QIsab) yang lebih terfragmentasi.

Pada 1 Juni 1954, sebuah iklan di Wall Street Journal mengumumkan penjualan empat gulungan Naskah Laut Mati.[81] Lalu tanggal 1 Juli 1954, gulungan-gulungan tersebut, setelah berbagai negosiasi yang lancar dan didampingi oleh tiga orang termasuk sang Metropolit, tiba di Hotel Waldorf Astoria di Kota New York. Pembelinya adalah Profesor Mazar dan Yigael Yadin, putra Profesor Sukenik, dengan harga $ 250.000, yaitu setara dengan sekitar $ 2,14 juta pada tahun 2012, dan membawanya ke Yerusalem.[82]

Kepemilikan saat ini

Hampir semua koleksi Naskah Laut Mati saat ini berada di bawah kepemilikan pemerintah negara Israel, dan ditempatkan di dalam Shrine of the Book di lapangan Museum Israel. Kepemilikan ini dipertentangkan baik oleh otoritas Palestina maupun Yordania.

Daftar kepemilikan yang diketahui atas fragmen-fragmen Naskah Laut Mati:

Pemilik yang Mengklaim

Tahun Perolehan

Jumlah Fragmen/Gulungan yang Dimiliki

Azusa Pacific University[83]

2009

5

University of Chicago Oriental Institute[84]

1956

1

Southwestern Baptist Theological Seminary[85]

2009; 2010; 2012

8

Museum Rockefeller – Pemerintah Israel[86][87]

1967

> 15.000

Schøyen Collection dimiliki oleh Martin Schøyen[88]

1980; 1994; 1995

60

Museum Yordania – Pemerintah Yordania[89]

1947–1956

> 25

Lihat pula

·         Arkeologi Alkitab

·         Geniza Cairo

·         Papirus Oxyrhynchus

·         Perpustakaan Nag Hammadi

·         Septuaginta

·         Teks Masoret

Catatan

1.     ^ Istilah "Naskah Laut Mati" atau "Gulungan Naskah Laut Mati" digunakan baik dalam arti yang lebih sempit, hanya mengacu pada temuan dari Gua-gua Qumran; atau digunakan untuk mencakup sejumlah besar situs dari seluruh Gurun Yudea, tidak ada yang letaknya terlalu jauh dari Laut Mati, yang mana termasuk fragmen-fragmen naskah dari rentang yang lebih luas dari periode sejarah.[1] Ada ribuan fragmen tulisan yang telah ditemukan, sisa-sisa naskah yang lebih besar telah rusak akibat penyebab alami atau campur tangan manusia, dengan sebagian besarnya hanya menyimpan potongan kecil teks. Namun ada sejumlah kecil yang terlestarikan dengan baik, berupa naskah yang nyaris utuh —tidak sampai selusin dari keseluruhan naskah yang ditemukan di Gua-gua Qumran.[1][2]

2.     ^ 10 gulungan naskah berisikan fragmen-fragmen dari keduabelas "Nabi-nabi Kecil" ditemukan di Gua 4, meskipun tidak ada fragmen yang berisikan lebih dari tiga nabi.[77]

Referensi