Islamophobia Berbuah Petaka bagi Barat
Idonesian.irib.ir/headline/-/asset_publisher/eKa6/content/islamophobia-berbuah-petaka-bagi-barat?redirect=http%3A%2F%2Findonesian.irib.ir%2Fheadline%3Fp_p_id%3D101_INSTANCE_eKa6%26p_p_lifecycle%3D0%26p_p_state%3Dnormal%26p_p_mode%3Dview%26p_p_col_id%3Dcolumn-2%26p_p_col_count%3D2
Islamophobia atau prasangka buruk terhadap umat Islam di Barat semakin digalakkan melalui beragam aksi. Namun, tanpa disadari praktik itu justru mendorong masyarakat Barat untuk mengkaji Islam dan akhirnya memeluk agama langit ini. Krisis finansial di tengah masyarakat Barat telah meningkatkan perilaku-perilaku ekstrim di sana. Kebijakan Islamophobia yang dijalankan oleh pemerintah-pemerintah Barat turut mendorong kelompok-kelompok ekstrim untuk menyerang Muslim dan tempat-tempat suci mereka.
Dalam perkembangan terbaru praktik Islamophobia di Eropa, partai ekstrim kanan Golden Dawn di Yunani mengancam bahwa jika Muslim tidak meninggalkan negara itu dan meliburkan masjid-masjid, maka mereka akan dibunuh di jalan-jalan kota. Ancaman itu telah disampaikan kepada Asosiasi Muslim Yunani di Athena. Kelompok ultra nasionalis ini bahkan mengancam untuk mengerahkan 100.000 orang menentang rencana pembangunan sebuah masjid di Athena. Juru bicara partai, Ilias Kasidiaris mengatakan, "Kalau masjid dibangun untuk ‘penjahat' Islam di Yunani, sebuah gerakan 100.000 orang Yunani yang dipimpin oleh Golden Dawn akan dibentuk."
Yunani adalah rumah bagi sekitar 500.000 Muslim – banyak dari mereka adalah imigran – termasuk komunitas lebih dari 100.000 warga negara Yunani asal Turki di timur laut negara itu. Meskipun telah bertahun-tahun berjanji, pemerintah Yunani berturut-turut telah gagal memberikan sebuah masjid bagi umat Islam di Athena. Sejumlah pengamat menyebut Golden Dawn sebagai salah satu partai neo-Nazi di Eropa, partai itu juga memiliki logo yang hampir mirip dengan lambang swastika yang dipakai Nazi Jerman. Namun pihak Golden Dawn menampik pernyataan itu dan menegaskan bahwa partainya bukanlah partai fasis.
Di belahan lain benua Eropa, harian Daily Telegraph mewartakan peningkatan jumlah pemeluk Islam di Inggris. Koran ini seraya menyinggung penurunan 50 persen pemeluk Kristen menulis, "Setiap 10 orang dari kalangan pemuda di bawah usia 25 tahun, satu orang dari mereka telah meninggalkan agama Kristen dan memilih masuk Islam." Daily Telegraph menambahkan, "Penelitian menunjukkan bahwa kecenderungan terhadap Islam di kalangan pemuda meningkat dari waktu ke waktu."
Hasil kajian yang diterbitkan pada tahun 2011 memperlihatkan bahwa jumlah pemeluk agama Kristen di Inggris turun sekitar 10 persen atau setara dengan 401 juta orang. Sementara penelitian baru menunjukkan bahwa populasi Muslim di Inggris meningkat 75 persen.
Laporan tersebut tentu saja bukan yang pertama kalinya disiarkan oleh media-media Barat terkait penyebarluasan Islam di Eropa, terutama Inggris. Televisi BBC beberapa waktu lalu menyiarkan sebuah dokumenter tentang bagaimana pertumbuhan Islam dan tren meninggalkan budaya Barat. Harian Inggris The Sun ketika mengulas tayangan tersebut menulis, "Masyarakat Inggris lebih memilih bernaung di bawah payung Islam dan berusaha mendapatkan keutamaan-keutamaan agama itu daripada menghabiskan waktu mereka di tempat-tempat hiburan malam." Berdasarkan data tahunan, lima ribu orang di Inggris menjadi Muslim dan 75 persen dari mereka adalah warga berkulit putih.
Tayangan itu juga mengakui bahwa agama Islam dengan cepat sedang berkembang di tengah pemuda Inggris dan masalah ini mengindikasikan kekayaan dan daya tarik budaya dan ajaran-ajaran Islam. Meskipun pemerintah dan lembaga-lembaga Barat tidak merilis data detail tentang jumlah pemeluk Islam di sana, namun kajian ringkas tersebut membuktikan bahwa kebijakan Islamophobia adalah kontraproduktif dan berdampak merugikan Barat sendiri. Islamophobia telah menyita opini publik di tengah masyarakat Barat, terutama pemuda untuk mengenal Islam dan memilih agama suci ini.
Uniknya, mereka yang telah memilih Islam di Barat adalah kalangan terpelajar dan cendekiawan. Islamophobia adalah bukan isu baru di masyarakat Barat. Perang melawan agama Islam meningkat tajam pasca kemenangan Revolusi Islam di Iran. Revolusi besar ini membuktikan bahwa agama selain tidak menghalangi kemajuan masyarakat, tapi justru sebaliknya membebaskan manusia dari kegelapan dan keterbelakangan.
Oleh karena itu, Barat di bawah pimpinan Amerika Serikat mengkampanyekan Islamophobia sebagai salah satu strategi untuk membendung penyebarluasan Islam. Strategi ini mencapai puncaknya pada tahun 1988 dengan terbitnya buku The Satanic Verses karangan Salman Rushdie.
Pasca peristiwa 11 September, AS melakukan kampanye luas Islamophobia untuk membenarkan intervensi militer mereka di negara-negara Islam. Pelecehan terhadap kitab suci al-Quran, Nabi Muhammad Saw, dan nilai-nilai sakral agama telah menjadi senjata Barat untuk memusuhi Islam.
Untuk menjustifikasi praktik tidak manusiawi itu, Barat berupaya mengesankan Islam sebagai agama ekstrim dan penyebar kekerasan, khususnya terhadap kaum perempuan. Dalam hal ini, mereka membesar-besarkan perilaku Taliban dan Al Qaeda yang menafsirkan Islam secara kaku dan buta.
Meski adanya serangan besar-besaran, namun – mengingat ajaran Islam berlandaskan pada akal, rasio, dan fitrah – Barat justru menyaksikan pertumbuhan Islam di tengah masyarakat Eropa. Komentar beberapa muallaf menunjukkan bahwa kebijakan Islamophobia telah memancing rasa ingin tahu mereka untuk mengenal Islam dan mengkaji ajaran-ajaran yang dibawakan oleh agama ini. Faktanya, semakin gencar propaganda miring terhadap Islam itu mengalir deras justru dampaknya berbanding terbalik. Semakin diserang, semakin tinggi minat orang untuk mengetahui agama damai yang dicitrakan sebagai agama kekerasan oleh media massa Barat itu.
Pandangan demikian diakui sendiri oleh seorang warga Selandia Baru, Maria Jean Bhaskaran yang masuk Islam baru-baru ini. Maria mengungkapkan, "Saya menyaksikan gelombang deras propaganda anti Islam dan Muslim. Saya penasaran lalu memulai mengkajinya hingga berujung pada sebuah kesimpulan. Selama ini media massa mainstream menyebarkan propaganda bahwa Islam adalah agama kekerasan yang menyulut terjadinya perang.Tapi ternyata Islam adalah agama persaudaraan, perdamaian, yang mendorong pemeluknya untuk hidup harmonis, saling menyayangi dan mencintai antarsesama manusia. (Dalam Islam) semua manusia setara sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Inilah yang diinginkan oleh manusia yang bebas dan independen. Itulah sebabnya saya memeluk Islam."
Bagi banyak orang di Barat sendiri, Islam adalah agama damai setelah mereka mengkaji agama langit itu. Misalnya, Mary Fallot, seorang Muslimah Perancis, mengatakan, "Saya meyakini Islam sebagai pembawa pesan cinta kasih dan perdamaian. Inilah pesan yang menjadi perhatian orang-orang Eropa. Saya mencari sebuah jawaban mengapa umat manusia membutuhkan aturan dan perilaku yang harus dipatuhi dan penjadi panutan. Tapi dalam agama Kristen tidak menyediakan sarana seperti itu bagi saya. Bagi saya, Islam adalah agama yang sederhana, tapi terperinci, dan dengan wajah yang jelas dan terang."
Mengenai fenomena itu, Lisa Lathe, orientalis Muslim dari Universitas Wina mengungkapkan faktor penting magnet Islam bagi masyarakat Barat. Lisa menuturkan, "Karena ajaran Islam yang holistik dan mengusung keadilan, kita menyaksikan peningkatan jumlah pemeluk Islam di seluruh dunia." Meskipun media massa Barat dan para penguasanya menggelontorkan dana yang sangat besar untuk menjegal pertumbuhan Islam di dunia, tapi perkembangan agama ini tidak bisa dihambat dan terus meningkat dari tahun ke tahun. (IRIB Indonesia)
Media Massa dan Pilpres Amerika Serikat
http://indonesian.irib.ir/headline/-/asset_publisher/eKa6/content/media-massa-dan-pilpres-amerika-serikat?redirect=http%3A%2F%2Findonesian.irib.ir%2Fheadline%3Fp_p_id%3D101_INSTANCE_eKa6%26p_p_lifecycle%3D0%26p_p_state%3Dnormal%26p_p_mode%3Dview%26p_p_col_id%3Dcolumn-2%26p_p_col_count%3D2
Dewasa ini hasil pemilu di Barat, khususnya pemilu presiden sangat tergantung pada media. Hal ini disebabkan karena media memainkan peran vital dalam membentuk opini publik. Oleh karena itu, para kandidat sangat menekankan dan memperhatikan setiap analisa dan pandangan yang diusung media. Selain itu mereka juga akan mengambil sikap tertentu akibat kondisi ekonomi serta pengaruh para pemilik dan direksi media.
Media massa Barat memiliki kapasitas besar dalam menarik suara pemilih dengan mengangkat isu tertentu. Dengan demikian media akan menentukan isu dan tolok ukur tertentu dalam memilih. Media sejatinya jalan pintas bagi pemilih, namun juga tidak akurat guna mengumpulkan informasi dankeputusan bagi pemilih. Karena setiap media berusaha menampilkan kandidat yang diusungnya lebih baik dari kandidat lainnya serta menutupi cacatyang dimiliki kandidat tersebut.
Namun demikian masih ada sekelompok pemilih yang tidak terpengaruh oleh propaganda media. Mereka adalah orang-orang terpelajar dan akademisi yang menyadari penuh pengaruh media dan kebohongannya. Mereka ini hanya mengikuti isu-isu yang diangkat media untuk menambah informasi dan mengabaikan propagandakelirunya. Adapun mayoritas warga berada di bawah pengaruh kampanye dan propagandamedia besar Barat.
Tak dapat dipungkiri bahwa salah satu faktor paling berpengaruh di pilpres Amerika Serikat adalah media negara ini yang menggiring kecenderungan dan pola pandang warga. Namun laman lembaga polling Gallupmerilis hasil jajak pendapat yang menyebutkan 60 persen responden Amerika tidak begitu percaya dengan laporan media negara ini. Menurut mereka laporan media massa Amerika tidak lengkap dan juga tidak adil.
Tingkat ketidakpercayaan warga Amerika terhadap media mereka dirilis di sebuah jajak pendapat bulan September. Hal ini menunjukkan perspektif negatif warga AS terhadap media massa negara ini lebih besar saat ini ketimbang pilpres sebelumnya. Data ini juga menunjukkan berlanjutnya proses serupa di masa lalu. Artinya setiap pemilu presiden digelar di negara ini, opini negatif warga terhadap media massa Amerika semakin besar. Jajak pendapat ini sepertinya mengungkapkan bahwa kepercayaan pendukung kubu Republik terhadap media massa di AS lebih sedikit ketimbang pendukung kubu Demokrat . Adapun tingkat kepercayaan kubu independen terhadap media massa terus mengalami penurunan.
Pilpres di Amerika Serikat tercatat sebagai pemilu paling ramai dan mahal di dunia. Di pemilu ini dua kubu paling besar Amerika bersaing, kubu Demokrat dan Republik. Semakin dekat dengan pemilu, kampanye pun semakin ramai dan menyesatkan. Meski saat ini sejumlah negara bagian Amerika tengah menghadapi bencana badai Sandy dan kehidupan rakyat terganggu, namun para kandidat pilpres Amerika berusaha memanfaatkan bencana ini untuk meraih suara dari warga.
Seperti biasa media Amerika menjadi pemain utama kampanye dan propaganda ini dan dana para kandidat presiden di sektor media menjadi prioritas serta paling besar dari anggaran bidang lain. Pemanfaatan isu moral, kebebasan berpendapat, hak asasi manusia serta isu lainnya sesuai gaya Amerika menunjukkan realita bahwa politikus Washington baik dari kubu Republik atau Demokrat tidak banyak berbeda dalam menipu publik, menebar kebohongan di dalam maupun luar negeri.
Sementara itu, Hollywood juga mengiringi propaganda politik dan isu-isu yang diangkat media massa negara ini terkait pemilihan presiden. Pilpres senantiasa menjadi perhatian serius Hollywood. Hal ini didukung dengan banyaknya film yang diproduksi Hollywood yang menyorot peran seorang presiden atau film seputar presiden. Salah satu contoh film yang dirilis Hollywood mengenai presiden Amerika adalah film John F Kennedy.
Dalam beberapa bulan lalu, Barack Obama, presiden AS kerap bertemu dengan para aktor dan artis Hollywood dan berusaha menarik dukungan mereka. Upaya Obama ini pun berhasil dengan baik. Salah satu pendukung fanatik Obama adalah George Clooney. Clooney tercatat sebagai donatur dan pengumpul dana bagi Barack Obama. Ia kerap menggelar acara jamuan makan elite. Untuk menghadiri jamuan bersama bintang Hollywood ini setiap orang harus mengeluarkan 40 ribu dolar dan terkumpullah 15 juta dolar dana tunai untuk kampanye Obama.
Robert De Niro, bintang Hollywood lainnya yang mendukung Barack Obama. Dukungannya ini dinyatakan De Niro di berbagai pertemuan. Uniknya sejak tahun 1988, setiap kandidat yang didukung Robert De Niro pasti menang. Artis dan aktor lain Hollywood yang mendukung Barack Obama adalah Tom Hanks, Will Smith, Jamie Foxx dan Jodie Foster.
Berdasarkan jajak pendapat sebuah lembaga yang berafiliasi dengan Koran Washington Post, 30 persen warga Amerika sangat mengindahkan pandangan bintang-bintang Hollywood. Mayoritas mereka ini adalah warga biasa Amerika Serikat. Di jajak pendapat ini, para responden juga meyakini bahwa presenter televisi termasuk sumber yang dapat dipercaya untuk mengenal para kandidat. Oprah Winfrey, pembawa acara The Oprah Winfrey Show pun diundang ke tim kampanye Barack Obama dan selanjutnya ia menjadi salah satu tim sukses presiden Amerika ini.
Sementara itu, Mitt Romney pun tak tinggal diam dalam merangkul bintang dan sutradara Hollywood. Clint Eastwood, sutradara sekaligus aktor Amerika Serikat ini di Negara Bagian Ohio menyatakan dukungannya terhadap Romney. Ia menyebut negaranya memerlukan perubahan dan pengokohan sebagai alasannya memilih Romney. Di Kongres Partai Republik, setelah Romney menyampaikan pidatonya, Eastwood mulai melecehkan Barack Obama.
Sarana lain di media yang memiliki poin penting di pilpres Amerika Serikat adalah internet dan laman sosial. Kedua alat ini dapat menjadi sarana untuk mengumpulkan suara dan menarik para pemilih. Kedua kandidat sangat aktif memanfaatkan sarana ini. Data statistik juga merilis presentasi pemakai internet di laman-laman sosial terkait dukungan mereka kepada kedua kandidat. Tim sukses Obama beberapa bulan lalu menyatakan, di pemilu presiden 2012 akan mencantumkan agendanya di laman-laman sosial dan rakyat dapat mengakses informasi pemilu melalui jaringan ini.
Sementara itu, Badai Sandy yang menerjang New York dinilai menguntungkan Barack Obama, meski ia mengagalkan sejumlah agenda kampanye dan lebih memprioritaskan untuk mengunjungi warga yang menjadi korban. Presiden Amerika Serikat Barack Obama dalam kunjungannya ke daerah korban badai Sandy, Rabu (31/10/2012), menjanjikan dukungan pemerintah dalam jangka panjang untuk warga New Jersey yang menjadi korban bencana.
Didampingi Gubernur New Jersey Chris Christie, Obama—yang menggambarkan bencana itu sebagai peristiwa yang "menghancurkan hati bangsa" itu—meninjau dampak badai Sandy, mulai dari kawasan permukiman yang terendam banjir hingga jalanan yang tertutup pasir. "Kami (pemerintah) akan berada di sini untuk waktu yang lama," kata Obama kepada warga New Jersey yang mengungsi di sebuah gedung pertemuan.
"Hati dan doa kami selalu bersama keluarga yang kehilangan orang-orang yang mereka cintai. Kehidupan mereka sudah hancur," ujar Obama. "Bagi semua korban bencana New Jersey dan seluruh kawasan, pesan saya adalah: pemerintah ada di sini untuk Anda. Kami tak akan melupakan Anda. Kami akan memastikan Anda mendapatkan bantuan yang dibutuhkan hingga semua kembali normal," Obama menegaskan.
Ia mengingatkan para korban bencana bahwa upaya penanggulangan bencana membutuhkan waktu yang tidak sedikit. "Saya tak ingin ada yang berpikir bahwa penanggulangan pasca-bencana bisa dilakukan dalam waktu semalam. Saya ingin rakyat memiliki harapan yang rasional," Obama mengingatkan. "Namun saya berjanji, pemerintah federal akan bekerja sama dengan pemerintah negara bagian dan pemerintah lokal, dan kami tak akan berhenti sampai semuanya berakhir," janjinya.
Presiden Obama, yang menunda kampanyenya selama tiga hari akibat bencana ini, menghadapi persaingan ketat dengan Mitt Romney dalam pemilihan presiden pada 6 November mendatang. Namun, keputusan Obama menunda kampanye di Florida demi memimpin upaya pemerintah menghadapi bencana badai Sandy ini menuai banyak pujian. Salah satu pujian itu datang dari Gubernur Chris Christie yang merupakan politisi Partai Republik, penyokong Mitt Romney.(IRIB Indonesia)
Hegemoni Global AS
Thierry Meyssan: "Propaganda AS Hadapi Sakaratul Maut"
Islam
Times- http://www.islamtimes.org/vdcf0tdmtw6deya.,8iw.html
Orang-orang Barat menjejaki propaganda modern hingga ke menteri
Nazi, Joseph Goebbels. "Inilah cara untuk melupakan bahwa seni
mendistorsi persepsi tentang pelbagai hal telah dikembangkan sebelumnya
oleh orang-orang Anglo-Saxon," lanjutnya.
The American dream is over (endthelie)
Kekaisaran Anglo-Saxon didasarkan pada abad propaganda. Dengannya, kita berhasil diyakinkan bahwa Amerika Serikat merupakan "tanah [orang] bebas" dengan terlibat dalam perang untuk membela cita-citanya.
Demikian ungkap jurnalis senior, Thierry Meyssan. Tapi krisis saat ini di Ukraina telah mengubah aturan main. Sekarang, Washington dan sekutunya bukanlah satu-satunya pembicara. "Kebohongan mereka secara terbuka ditantang pemerintah dan media negara besar lain, Rusia. Di era satelit dan internet, propaganda Anglo-Saxon tidak lagi bekerja," imbuhnya.
Barack Obama, lanjutnya, berbicara dengan baik. "Bahkan, Obama tidak menulis teks sendiri, melainkan menghabiskan hari-harinya dengan membaca pidato tertulis di prompters (layar yang menampilkan tulisan, biasanya digunakan untuk pembaca berita) untuknya," ujar pendiri Voltaire Network ini. Sementara itu, yang lain memerintah di tempatnya.
Para penguasa selalu berusaha meyakinkan rakyatnya ihwal kebenaran tindakannya, karena orang banyak tidak pernah mengikuti orang yang mereka kenal sebagai buruk. "Abad ke-20 telah melihat cara-cara baru untuk menyebarkan ide-ide yang tidak dibebani kebenaran," kata Meyssan.
Orang-orang Barat menjejaki propaganda modern hingga ke menteri Nazi, Joseph Goebbels. "Inilah cara untuk melupakan bahwa seni mendistorsi persepsi tentang pelbagai hal telah dikembangkan sebelumnya oleh orang-orang Anglo-Saxon," lanjutnya.
Pada 1916, Inggris menciptakan Wellington House di London, diikuti Crewe House; bersamaan dengan itu, AS membentuk Komite Informasi Publik (CPI). "Mengingat Perang Dunia I terjadi di antara massa dan tidak ada lagi di antara tentara, organisasi-organisasi ini berusaha meracuni orang-orangnya sendiri serta para sekutunya dan musuh-musuhnya, dengan propaganda," papar Meyssan.
Menurutnya, propaganda modern dimulai dengan publikasi di Laporan Bryce London tentang kejahatan perang Jerman, yang diterjemahkan dalam 30 bahasa. "Menurut dokumen itu, tentara Jerman telah memperkosa ribuan wanita di Belgia," kata Meyssan.
Angkatan Darat Inggris dengan demikian melawan barbarisme. "Pada akhir Perang Dunia I, ditemukan bahwa seluruh laporan itu hanya tipuan, yang dibuat dari kesaksian palsu dengan bantuan wartawan," ungkap Meyssan. Sementara itu, di Amerika Serikat, George Creel menciptakan mitos bahwa Perang Dunia II adalah perang salib yang dilancarkan kaum demokratis cinta damai untuk melindungi hak-hak kemanusiaan.
Para sejarahwan telah menunjukkan bahwa Perang Dunia I [...] adalah persaingan antara negara-negara besar untuk memperluas kekaisaran kolonial mereka. Biro Inggris dan AS merupakan organisasi rahasia yang bekerja atas nama negaranya. Tidak seperti propaganda Leninis, yang bercita-cita untuk "mengungkapkan kebenaran" kepada massa yang bodoh, Anglo-Saxon justru berusaha menipu dalam upaya memanipulasi mereka. "Untuk tujuan ini, lembaga negara Anglo-Saxon harus bersembunyi dan merebut identitas palsu," ujar Meyssan.
Setelah runtuhnya Uni Soviet, AS mengabaikan propaganda dan lebih menyukai humas. "Itu bukan lagi soal berbohong, namun memegang tangan wartawan yang mungkin hanya melihat apa yang mereka ditampilkan," lanjutnya.
Selama perang Kosovo, NATO mengimbau Alastair Campbell, penasihat Perdana Menteri Inggris, untuk memberitahu pers kisah sehari-hari yang menggembirakan. Sementara wartawan mereproduksi cerita ini, NATO dapat mengebom "dengan damai". "Penceritaan itu kurang dirancang untuk berbohong, tapi untuk mengalihkan perhatian," tegas Meyssan.
Namun, penceritaan itu kembali lagi dengan sepenuh hati dalam serangan 11 September: itu terdiri dari fokus perhatian publik pada serangan terhadap New York dan Washington sehingga orang tidak akan merasakan kudeta militer yang terjadi hari itu: pengalihan kekuasaan eksekutif dari Presiden Bush pada sebuah unit militer rahasia dan majelis menyandera semua anggota parlemen. "Upaya meracuni itu utamanya merupakan karya Benjamin Rhodes yang sekarang menjadi penasihat Barack Obama," terang Meyssan.
Pada tahun-tahun berikutnya, Gedung Putih memasang sistem propaganda dengan sekutu kuncinya (Inggris, Kanada, Australia, dan tentu saja "Israel"). Setiap hari, tutur Meyssan, empat pemerintahan ini menerima instruksi atau pidato pra-tertulis dari Kantor media global untuk membenarkan perang di Irak atau menjelek-jelekkan Iran. [lihat: "Un rĂ©seau militaire d’intoxication" , Voltaire Network, 8 December 2003]
Untuk mempercepat penyebaran kebohongan sejak 1989, Washington mengandalkan CNN. "Seiring berjalannya waktu, AS menciptakan suatu kartel saluran informasi satelit (al-Arabiya, al-Jazeera, BBC, CNN, Prancis 24, Sky)," papar Meyssan.
Pada 2011, selama pengeboman Tripoli, NATO secara mengejutkan meyakinkan warga Libya bahwa mereka telah kalah perang sehingga tak ada gunanya untuk terus melawan. "Namun pada 2012, NATO gagal meniru model ini dan dalam meyakinkan warga Suriah bahwa pemerintah mereka pasti akan jatuh," ujar Meyssan.
Taktik ini gagal karena warga Suriah menyadari operasi yang dilakukan televisi internasional di Libya dan mampu untuk mempersiapkan diri. "Kegagalan ini menandai berakhirnya hegemoni kartel 'informasi'," tegasnya.
Krisis saat ini antara Washington dan Moskow seputar Ukraina, lanjut Meyssan, telah memaksa pemerintahan Obama untuk meninjau kembali sistemnya. Memang, Washington kini tak lagi menjadi satu-satunya pembicara, karena harus berhadapan dengan pemerintah Rusia dan media dapat diakses di mana saja di dunia melalui satelit dan internet.
"Menteri Luar Negeri John Kerry telah menunjuk deputi baru untuk propaganda, seorang mantan editor majalah Time, Richard Stengel," imbuhnya. Sebelum disumpah pada 15 April, ia sudah menduduki kantornya dan, pada 5 Maret, mengirim "fact sheet" ke media Atlantis utama tentang "10 kontra-kebenaran" terhadap apa yang diucapkan Putin tentang Ukraina. "Ia kembali menyerang pada 13 April dengan lembar kedua '10 kontra-kebenaran lainnya'.".
Apa yang mengejutkan saat membaca prosa ini adalah kebodohannya. "Itu bertujuan untuk memvalidasi sejarah resmi revolusi di Kiev dan mendiskreditkan wacana Rusia tentang kehadiran Nazi dalam pemerintahan baru," papar Meyssan.
"Namun, kita tahu hari ini bahwa sebenarnya "revolusi" itu hanyalah kudeta yang dipentaskan NATO serta dilaksanakan Polandia dan Israel dengan mencampur resep 'revolusi berwarna' dan 'musim semi Arab'," ungkap Meyssan. Para wartawan yang menerima arsip-arsip itu dan menayangkan sepenuhnya, sangat tahu soal rekaman percakapan telepon antara Asisten Menteri Luar Negeri AS, Victoria Nuland, dan Menteri Luar Negeri Estonia, Urmas Paets, tentang bagaimana Washington akan mengubah rezim dengan mengorbankan Uni Eropa, dan tentang identitas sebenarnya para penembak jitu di Maidan.
"Selain itu," kata Meyssan, "mereka juga membaca pengungkapan berikutnya dari mingguan Polandia, Nie, tentang pelatihan para perusuh Nazi di akademi polisi Polandia selama dua bulan, sebelum terjadinya peristiwa [kudeta Kiev].
Kebulatan media barat arus utama tentang peristiwa 11 September 2001 memang meyakinkan opini publik internasional. "Namun, upaya yang dilakukan banyak wartawan dan warga negara, termasuk saya, menunjukkan kemustahilan fisik dari versi resmi itu," kata Meyssan.
Tiga belas tahun kemudian, ratusan juta orang telah menyadari kebohongan itu. "Proses ini hanya akan tumbuh dengan perangkat propaganda baru yang dimanipulasi AS. Singkatnya, semua orang yang menyampaikan argumen Gedung Putih, termasuk pemerintah dan media NATO, menghancurkan kredibilitasnya sendiri," tandas Meyssan.
Barack Obama dan Benjamin Rhodes, John Kerry dan Richard Stengel, hanya bertindak dalam jangka pendek. "Propaganda mereka hanya meyakinkan massa untuk beberapa minggu dan kemudian membantu menciptakan kemuakan saat orang-orang memahami bahwa mereka sedang dimanipulasi," tegas Meyssan.
Tanpa sadar, mereka telah merusak kredibilitas lembaga negara NATO yang secara sadar menyampaikan semua itu. "Mereka lupa bahwa propaganda abad ke-20 hanya dapat berhasil jika dunia dibagi dalam blok-blok yang tidak saling berkomunikasi satu sama lain, dan prinsip monolitik ini tidak kompatibel dengan cara-cara baru komunikasi," katanya.
Kendati belum berakhir, ujar Meyssan, krisis Ukraina sudah mengubah dunia dengan sangat mendalam: dengan secara terbuka menentang Presiden AS, Vladimir Putin telah mengambil langkah yang pada tahap berikutnya akan membuat propaganda AS menghadapi sakaratul maut. (IT/VN/rj)
Gejolak Ukrainia
Ukraina Memanas, AS Peringatkan Rusia
Islam
Times - "Sekretaris Kerry juga menegaskan bahwa tidak adanya kemajuan
yang terukur pada pelaksanaan perjanjian Jenewa akan mengakibatkan
peningkatan sanksi pada Rusia," ungkap pejabat senior itu.
John Kerry - Menlu AS
Menteri Luar Negeri AS, John Kerry mendesak Rusia untuk menurunkan nada retorika eskalasi terkait situasi saat ini di Ukraina.
Seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri AS mengatakan, dalam kontak telepon dengan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov pada Selasa sore (22/4/14), Kerry menyatakan keprihatinan mendalam atas kurang positifnya langkah Rusia dalam menghentikan eskalasi situasi.
Pekan lalu, menteri luar negeri dari Rusia, Ukraina, Amerika Serikat dan Uni Eropa mencapai kesepakatan di Jenewa tentang situasi Ukraina. Mereka sepakat mengambil langkah penghentian eskalasi dalam krisis di timur Ukraina di mana demonstran anti-Kiev menyita bangunan di beberapa kota dan wilayah.
"Sekretaris Kerry juga menegaskan bahwa tidak adanya kemajuan yang terukur pada pelaksanaan perjanjian Jenewa akan mengakibatkan peningkatan sanksi pada Rusia," ungkap pejabat senior itu.
Washington dan Moskow terlibat perselisihan dalam situasi di Ukraina. Presiden AS Barack Obama berulang kali mengancam Rusia dengan sanksi.
Juru bicara Gedung Putih Jay Carney mengatakan akan ada tindakan lebih lanjut yang dikenakan pada Rusia jika negara itu terus terlibat dalam 'tindakan provokatif'. [IT/r]
Gerakan Takfiri Internasional
"Pemerintahan Obama didedikasikan untuk meningkatkan terorisme. Bahkan, itu dilakukan di seluruh dunia. Obama menjalankan operasi teroris terbesar yang pernah ada, mungkin dalam sejarah: kampanye pembunuhan drone, hanya bagian dari itu [...] Semua operasi ini... adalah operasi teror," ungkap intelektual anti-Barat yant menyebut dirinya "pembangkang", Noam Chomsky.
"Orang-orang benci negara itu yang terus meneror mereka. Itu bukan kejutan. Coba pertimbangkan cara kita bereaksi terhadap aksi-aksi teror. Itulah cara orang lain bereaksi terhadap aksi teror [Amerika]," imbuhnya.
Chomsky benar. Para pakar setuju bahwa serangan pesawat tak berawak yang tanpa pandang bulu merupakan kejahatan perang. AS tidak hanya membunuh orang yang bahkan identitasnya tidak dikenal, namun juga membunuh anak-anak.
Dan itu menggunakan taktik jahat namun dibenarkan al-Qaeda, yaitu membunuh orang yang menghadiri pemakaman korban tewas--dan menargetkan orang-orang yang mencoba menyelamatkan orang-orang yang telah terluka oleh--serangan sebelumnya. Chomsky sebelumnya secara luas telah mendokumentasikan terorisme AS.
Wikipedia mencatat, Chomsky dan Herman mengamati bahwa teror terkonsentrasi di wilayah pengaruh AS di Dunia Ketiga, dan mendokumentasikan teror yang dilakukan negara-negara klien AS di Amerika Latin. Mereka mengamati bahwa dari sepuluh negara Amerika Latin yang memiliki pasukan pembunuh, semuanya adalah negara klien AS.
Mereka menyimpulkan bahwa kenaikan global teror negara adalah hasil kebijakan luar negeri AS.
Pada 1991, sebuah buku yang disunting Alexander L. George [Profesor Emeritus Ilmu Politik di Universitas Stanford] juga berpendapat bahwa negara Barat lainnya ikut mensponsori teror di negara-negara Dunia Ketiga. Disimpulkan bahwa AS dan sekutunya merupaan pendukung utama terorisme di seluruh dunia.
Sungguh, AS telah menciptakan pasukan kematian di Amerika Latin, Irak, dan Suriah. Direktur Badan Keamanan Nasional di bawah Ronald Reagan, Let. Jend. William Odom, mencatat, "Karena AS sendiri punya catatan panjang dalam mendukung teroris dan menggunakan taktik teroris, slogan-slogan perang melawan terorisme saat ini hanya membuat AS terlihat munafik di seluruh dunia."
Odom juga mengatakan, "Dengan ukuran apapun, AS telah lama menggunakan terorisme. Pada 1978-79, Senat AS berusaha meloloskan undang-undang melawan terorisme internasional--dalam setiap versi yang mereka hasilkan, para pengacara mengatakan AS niscaya akan melanggar."
Washington Post melaporkan pada 2010, bahwa AS telah lama menjadi eksportir terorisme, menurut analisis rahasia CIA yang dirilis Rabu oleh situs WikiLeaks. Kepala dan agen khusus yang bertanggung jawab di kantor FBI Los Angeles mengatakan bahwa sebagian besar serangan teror dilakukan CIA dan FBI.
Terorisme didefinisikan sebagai penggunaan kekerasan dan ancaman untuk mengintimidasi atau memaksa, terutama demi tujuan politik. AS telah mendukung secara langsung al-Qaeda dan teroris lainnya serta memberi mereka senjata, uang, dan dukungan logistik di banyak negara, seperti Suriah, Libya, Mali, Bosnia, Chechnya, Iran, dan banyak lagi, baik sebelum maupun setelah peristiwa 9/11. (IT/WB/rj)
Noam Chomsky: "AS Negara Teroris"
Islam
Times- http://www.islamtimes.org/vdci5waput1ayy2.k8ct.html
"Dengan ukuran apapun, AS telah lama menggunakan terorisme. Pada
1978-79, Senat AS berusaha meloloskan undang-undang melawan terorisme
internasional--dalam setiap versi yang mereka hasilkan, para pengacara
mengatakan AS niscaya akan melanggar."
Takfiri di Suriah
"Pemerintahan Obama didedikasikan untuk meningkatkan terorisme. Bahkan, itu dilakukan di seluruh dunia. Obama menjalankan operasi teroris terbesar yang pernah ada, mungkin dalam sejarah: kampanye pembunuhan drone, hanya bagian dari itu [...] Semua operasi ini... adalah operasi teror," ungkap intelektual anti-Barat yant menyebut dirinya "pembangkang", Noam Chomsky.
"Orang-orang benci negara itu yang terus meneror mereka. Itu bukan kejutan. Coba pertimbangkan cara kita bereaksi terhadap aksi-aksi teror. Itulah cara orang lain bereaksi terhadap aksi teror [Amerika]," imbuhnya.
Chomsky benar. Para pakar setuju bahwa serangan pesawat tak berawak yang tanpa pandang bulu merupakan kejahatan perang. AS tidak hanya membunuh orang yang bahkan identitasnya tidak dikenal, namun juga membunuh anak-anak.
Dan itu menggunakan taktik jahat namun dibenarkan al-Qaeda, yaitu membunuh orang yang menghadiri pemakaman korban tewas--dan menargetkan orang-orang yang mencoba menyelamatkan orang-orang yang telah terluka oleh--serangan sebelumnya. Chomsky sebelumnya secara luas telah mendokumentasikan terorisme AS.
Wikipedia mencatat, Chomsky dan Herman mengamati bahwa teror terkonsentrasi di wilayah pengaruh AS di Dunia Ketiga, dan mendokumentasikan teror yang dilakukan negara-negara klien AS di Amerika Latin. Mereka mengamati bahwa dari sepuluh negara Amerika Latin yang memiliki pasukan pembunuh, semuanya adalah negara klien AS.
Mereka menyimpulkan bahwa kenaikan global teror negara adalah hasil kebijakan luar negeri AS.
Pada 1991, sebuah buku yang disunting Alexander L. George [Profesor Emeritus Ilmu Politik di Universitas Stanford] juga berpendapat bahwa negara Barat lainnya ikut mensponsori teror di negara-negara Dunia Ketiga. Disimpulkan bahwa AS dan sekutunya merupaan pendukung utama terorisme di seluruh dunia.
Sungguh, AS telah menciptakan pasukan kematian di Amerika Latin, Irak, dan Suriah. Direktur Badan Keamanan Nasional di bawah Ronald Reagan, Let. Jend. William Odom, mencatat, "Karena AS sendiri punya catatan panjang dalam mendukung teroris dan menggunakan taktik teroris, slogan-slogan perang melawan terorisme saat ini hanya membuat AS terlihat munafik di seluruh dunia."
Odom juga mengatakan, "Dengan ukuran apapun, AS telah lama menggunakan terorisme. Pada 1978-79, Senat AS berusaha meloloskan undang-undang melawan terorisme internasional--dalam setiap versi yang mereka hasilkan, para pengacara mengatakan AS niscaya akan melanggar."
Washington Post melaporkan pada 2010, bahwa AS telah lama menjadi eksportir terorisme, menurut analisis rahasia CIA yang dirilis Rabu oleh situs WikiLeaks. Kepala dan agen khusus yang bertanggung jawab di kantor FBI Los Angeles mengatakan bahwa sebagian besar serangan teror dilakukan CIA dan FBI.
Terorisme didefinisikan sebagai penggunaan kekerasan dan ancaman untuk mengintimidasi atau memaksa, terutama demi tujuan politik. AS telah mendukung secara langsung al-Qaeda dan teroris lainnya serta memberi mereka senjata, uang, dan dukungan logistik di banyak negara, seperti Suriah, Libya, Mali, Bosnia, Chechnya, Iran, dan banyak lagi, baik sebelum maupun setelah peristiwa 9/11. (IT/WB/rj)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar