Indonesia Akan Kehilangan Yogyakarta?
http://www.eramuslim.com/editorial/indonesia-akan-kehilangan-yogyakarta.htm
Presiden SBY melalui rapat kabinet paripurna telah memutuskan  proses pemilihan pemimpin daerah istimewa Yogyakarta (DIY), melalui  pemilihan. Gubernur dan wakil gubernur DIY dipilih melalui pemilihan  secara demokratis. Ini keputusan rapat kabinet paripurnaa menanggapi  sikap rakyat Yogyakarta, yang tetap menginginkan pemilihan gubernur dan  wakil gubernur DIY ditetapkan, bukan dipilih melalui pemilihan.
Presiden SBY nampaknya tak beranjak mau mengakomodasi aspirasi rakyat  Yogyakarta yang menginginkan proes pemilihan gubernur dan wakil  gubernur DIY itu, melalui penetapan, tetapi justru Presiden  melalui  proses pemilihan yang bersifat demokratis. Sementara, rakyat yang  tercermin dari berbagai elemen rakyat Yogyakarta, tetap meginginkan agar  proses pemilihan kepala daerah DIY itu dipilih melalui penetapan.
Usai rapat kabinet para elemen rakyat di DIY langsung mengambil  respon, dan hampir semuanya menolak proses pemilihan kepala daerah DIY  itu melalui pemilihan. DPRD DIY akan mengambil sikap, melalui sidang  paripurna akan memboikot dana pilkada untuk pemilihan kepala daerah DIY.  Artinya, secara aklamai DPRD, dari berbagai partai menentang keputusan  Presiden SBY, yang menginginkan proses pemilihan kepala daerah melalui  pemilihan.
Jika dana pilkada tidak ditetapkan oleh DPRD, berarti tidak ada  pemilihan kepala daerah di Yogyakarta, yang akan memilih gubernur dan  wakil gubernur. Ini akan menimbulkan kevakuman kepemimpinan di  Yogyakarta. Rakyat menolak  keputusan pemerintah pusat, keputusan rapat  kabinet yang dipimpin oleh Preasiden SBY.
Ini berarti sebuah keputusan rapat kabinet paripurna yang dipimpin  oleh Presiden SBY, ditolak, dan diboikot. Pemerintah pusat dan Presiden,  kehilangan legitimasi dan pengaruh atas wilayah Yogyakarta. Ini de  facto berarti Yogyakarta sudah tidak lagi berada dalam wewenang  pemerintah pusat. Karena tidak lagi tunduk dengan sebuah keputusan yang  telah diambil melalui sebuah rapat kabinet paripurna. Pemerintah pusat  dalam hal ini Presiden akan kehilangan otoritasnya atas rakyat  Yogyakarta.
Lalu, langkah dan scenario apa yang akan dijalankan oleh pemerinta  pusat, dan Presiden SBY, menghadapi penolakan rakyat Yogyakarta ini?
Adakah pemerintah tetap memaksakan dengan melakukan pemilihan untuk  memilih gubernur dan waki gubernur DIY? Apakah kalau diselenggarakan  pemilihan dapat berlangsung dengan semestinya. Bagaimana jika rakyat DIY  tetap menolak dan memboikot? Bahkan, ramai-ramai mereka menentang, dan  diwujudkan dengan berbagai aksi yang akan mengguncang  wilayah DIY, dan  berdampak secara nasional?
Resiko penolakan rakyat DIY ini, yang paling utama, adalah hilangnya  otoritas dan kredibelitas pemerintah pusat dan Presiden SBY, selaku  pimpinan negara, bila keputusan diabaikan oleh rakyat. Dengan sendirinya  Presiden selaku penguasa atas Republik ini telah kehilangan hak dan  wibawanya sebagai pemimpin, karena keputusannya ditolak. Tidak lagi  Presiden memiliki legitimasi kekuasaan, akibat penolakan rakyat DIY ini.  Karena, sebuah wilayah yang merupakan bagian dari Indonesia, kemudian  rakyatnya menolak untuk tunduk kepada  keputusan pemerintah pusat dan  keputusan rapat kabinet.
Bagaimana kalau akibat penolakan itu, kemudian pemerintah pusat dan  Presiden SBY, menunjuk kepala daerah DIY, secara sepihak? Atau  menyelenggarakan pemilihan dengan menunjuk calon yang ada di daerah DIY,  selain Sultan dan Paku Alaman, yang akan maju untuk memimpin DIY?  Tentu, kuncinya kepada rakyat DIY, yang masih tetap memposisikan Sultan  dan Paku Alaman sebagai pemimpin mereka. Dan, selama mereka masih ada,  tetap mereka ingin ditetapkan tidak melalui pemilihan.
Ujung konflik ini akan berakhir dengan pecahnya NKRI (Negara Kesatuan  Republik Indonesia)? Di mana sebagian rakyat DIY dalam bentuk  penolakannya mereka dengan menunjukkan sebuah paspor, yang bersimbol  kraton Yogyakarta. Inilah ujung  sebuah konflik kepentingan yang tak  menemukan titik temu antara Presiden SBY dengan Sultan dan rakyat DIY.
Benarkah konflik ini dipicu oleh sikap mbalelonya  Sultan yang tidak  mau mendukung Presiden SBY, saat pemilu pilpres 2004? Dan sekarang  Sultan juga tidak menunjukkan dukungan kepada Presiden SBY dan memilih  bergabung dengan Nasdem (Nasional Demokrat), yang dipimpin Surya Paloh?  Wallahu’alam.
Ada apa dengan Pemerintahan SBY??? Ada rencana dan pesar sponsor siapa lagi yng mengatur gerakan SBY ini?? Mengapa SBY begitu geram terhadap Sultan dan DIY???
BalasHapusAda apa dengan PD dan para Think Thank nya??? Sedang berkolaborasi dgn siapa PD dan SBY mencabik-cabik DIY??
Hai Bangsa Indonesia, jangan lupa sejarah dan kepribadian bangsa. Hentikan nafsu serakah dan gila kekuasaan, dan tak kenal asal muasal perjalanan bangsa dan negara???
Awas!! dengan antek2 kapitalis dan kolonialis gaya baru....Mereka lebih bengis dan penuh tipu muslihat.... Penuh ke-pura2an... Dajjal... Dajjal...