Menimbang Nasib Uang Milik Bahasyim Rp 932 M
Jakarta - Pengakuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuagan (PPATK) yang menyatakan tidak mengetahui lalu-lintas transfer Bahasyim Assifie senilai Rp 932 miliar memunculkan pertanyaan baru. Kenapa saat pembuatan Berkas Acara Pemeriksaan (BAP), polisi tidak membeberkan dihadapan PPATK dan meminta pendapat PPATK.
PPATK hanya diminta pendapat soal rekening mencurigakan Rp 64 miliar, jumlah yang tidak sampai 10 persen dari uang sebenarnya.
"Kalau memang ada dalam dakwaan, itu sudah layering, modus pencucian uang tahap dua. Waktu saya di-BAP penyidik, tidak diberitahu," kata Direktur Pengawasan dan Kepatuhan PPATK Subintoro usai bersaksi sebagai ahli untuk terdakwa Bahasyim, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jakarta, Kamis (9/12/2010) pekan lalu.
Sebelumnya, pada tahun 2008, PPATK mencium transaksi mencurigakan rekening Bahasyim atas nama anak dan istrinya, Sri Purwanti dan Winda Arum dengan total Rp 64 miliar. Uang itu yang dilaporkan ke Mabes Polri. Namun, diluar kelaziman, berkas pemeriksaan dilempar ke Polda Metro Jaya.
"Kalau enggak ada kasus Gayus, Bahasyim ini nggak masuk pengadilan," ucap aktivis Indonesian Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas beberapa waktu lalu.
Beruntung jaksa Fachrizal tidak mau menutupi fakta. Dalam dakwaannya, Fachrizal membeberkan lalu-lintas transaksi mencurigakan sejumlah Rp 932 miliar yang dikumpulkan dalam tempo 6 tahun (2004-2010).
"Bagi saya itu surprise (kejutan). Gayus tidak ada apa-apanya," imbuh Firdaus saat mendengar aliran dana sebanyak itu.
Menurut pengacara Bahasyim, OC Kaligis, uang sebanyak itu hanya pintar-pintarnya jaksa bermain dakwaan. Jaksa, kata Kaligis, hanya menambah jumlah perputaran investasi yang ditanam Bahasyim di BNI dan BCA. Jumlah itu tidak mewakili kekayaan riil sesungguhnya.
"Kalau yang dikatakan sampai Rp 1 triliun itu, itu kan bisa-bisanya jaksa. Dia ngasih ke A, lalu A ngasih ke B, B ke C, lalu dijumlah. Itung-itungan apa-apan itu. Bank juga tidak akan memproses uang yang hasil uang haram," tegas OC Kaligis.
Menelusuri kebenaran uang yang jumlahnya hampir Rp 1 triliun itu, menurut PPATK merupakan perkara mudah. Hakim tinggal menetapkan asas pembuktian terbalik seperti diamanatkan Pasal 35 UU No 25/2010 tentang Pencucian Uang. Keputusan itu tanpa perlu menunggu apakah sumber utama duit tersebut hasil korupsi atau bukan.
Dengan pembuktian terbalik juga, dapat terlihat kemungkinan para wajib pajak yang setor ke rekening Bahasyim saat menjabat sebagai kepala Kantor Pajak Jakarta VII, Jakarta Koja dan Jakarta Palmerah. Pembuktian Bahasyim tidak hanya berupa omongan, melainkan disertai bukti legal seperti surat-surat yang diakui kebenarannya.
"Tidak perlu menunggu predikat crime terbukti dulu. Bisa sambil jalan," tukas Subintoro.
Namun, pendapat itu tidak selamanya lurus. Menurut Yenti Garnasih, ahli pidana dari Universitas Trisakti, pengadilan dapat memerintahkan pembuktian terbalik bila kekayaan Bahasyim terbukti ilegal terlebih dahulu. Bila tidak terbukti hasil korupsi, pembuktian terbalik tidak dapat diterapkan.
"Karena falsafahnya, pembuktian terbalik merupakan hak terdakwa untuk membuktikan uangnya sah, bukan hasil tindak pidana. Maka dibuktikan dulu tindak pidananya, bukan hanya dugaan," tukas Yenti saat bersaksi.
Dengan dua alasan pembenar itu, ketua majelis hakim Didik Setyo Handono benar-benar diuji keberpihakannya. Akankah menghentikan kasus ini pada level pencucian uang Rp 64 miliar ataukah membongkar kebenaran siapa sebenarnya penyetor uang Rp 932 miliar tersebut. Bola panas di tangan hakim.
(Ari/nwk)
PPATK hanya diminta pendapat soal rekening mencurigakan Rp 64 miliar, jumlah yang tidak sampai 10 persen dari uang sebenarnya.
"Kalau memang ada dalam dakwaan, itu sudah layering, modus pencucian uang tahap dua. Waktu saya di-BAP penyidik, tidak diberitahu," kata Direktur Pengawasan dan Kepatuhan PPATK Subintoro usai bersaksi sebagai ahli untuk terdakwa Bahasyim, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jakarta, Kamis (9/12/2010) pekan lalu.
Sebelumnya, pada tahun 2008, PPATK mencium transaksi mencurigakan rekening Bahasyim atas nama anak dan istrinya, Sri Purwanti dan Winda Arum dengan total Rp 64 miliar. Uang itu yang dilaporkan ke Mabes Polri. Namun, diluar kelaziman, berkas pemeriksaan dilempar ke Polda Metro Jaya.
"Kalau enggak ada kasus Gayus, Bahasyim ini nggak masuk pengadilan," ucap aktivis Indonesian Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas beberapa waktu lalu.
Beruntung jaksa Fachrizal tidak mau menutupi fakta. Dalam dakwaannya, Fachrizal membeberkan lalu-lintas transaksi mencurigakan sejumlah Rp 932 miliar yang dikumpulkan dalam tempo 6 tahun (2004-2010).
"Bagi saya itu surprise (kejutan). Gayus tidak ada apa-apanya," imbuh Firdaus saat mendengar aliran dana sebanyak itu.
Menurut pengacara Bahasyim, OC Kaligis, uang sebanyak itu hanya pintar-pintarnya jaksa bermain dakwaan. Jaksa, kata Kaligis, hanya menambah jumlah perputaran investasi yang ditanam Bahasyim di BNI dan BCA. Jumlah itu tidak mewakili kekayaan riil sesungguhnya.
"Kalau yang dikatakan sampai Rp 1 triliun itu, itu kan bisa-bisanya jaksa. Dia ngasih ke A, lalu A ngasih ke B, B ke C, lalu dijumlah. Itung-itungan apa-apan itu. Bank juga tidak akan memproses uang yang hasil uang haram," tegas OC Kaligis.
Menelusuri kebenaran uang yang jumlahnya hampir Rp 1 triliun itu, menurut PPATK merupakan perkara mudah. Hakim tinggal menetapkan asas pembuktian terbalik seperti diamanatkan Pasal 35 UU No 25/2010 tentang Pencucian Uang. Keputusan itu tanpa perlu menunggu apakah sumber utama duit tersebut hasil korupsi atau bukan.
Dengan pembuktian terbalik juga, dapat terlihat kemungkinan para wajib pajak yang setor ke rekening Bahasyim saat menjabat sebagai kepala Kantor Pajak Jakarta VII, Jakarta Koja dan Jakarta Palmerah. Pembuktian Bahasyim tidak hanya berupa omongan, melainkan disertai bukti legal seperti surat-surat yang diakui kebenarannya.
"Tidak perlu menunggu predikat crime terbukti dulu. Bisa sambil jalan," tukas Subintoro.
Namun, pendapat itu tidak selamanya lurus. Menurut Yenti Garnasih, ahli pidana dari Universitas Trisakti, pengadilan dapat memerintahkan pembuktian terbalik bila kekayaan Bahasyim terbukti ilegal terlebih dahulu. Bila tidak terbukti hasil korupsi, pembuktian terbalik tidak dapat diterapkan.
"Karena falsafahnya, pembuktian terbalik merupakan hak terdakwa untuk membuktikan uangnya sah, bukan hasil tindak pidana. Maka dibuktikan dulu tindak pidananya, bukan hanya dugaan," tukas Yenti saat bersaksi.
Dengan dua alasan pembenar itu, ketua majelis hakim Didik Setyo Handono benar-benar diuji keberpihakannya. Akankah menghentikan kasus ini pada level pencucian uang Rp 64 miliar ataukah membongkar kebenaran siapa sebenarnya penyetor uang Rp 932 miliar tersebut. Bola panas di tangan hakim.
(Ari/nwk)
http://www.detiknews.com/read/2010/12/13/143051/1523345/10/menimbang-nasib-uang-milik-bahasyim-rp-932-m?nd991103605
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar