Sejarah Singkat Doktrin Trinitas (Revisi 12 Feb. 2018)
SEJARAH SINGKAT DOKTRIN TRINITAS
Diterjemahkan
dengan ijin oleh: Yolanda Kalalo-Lawton
Sumber: www.trinitytruth.org
Pendahuluan
Trinitas adalah kata Latin,
berasal dari istilah Platonik “trias” yang berarti “tiga”. Kata ini hanya
berdasarkan filsafat manusia, bukan berdasarkan konsep Alkitab.
Diperkenalkan oleh Tertullian
(160-225 AD/Sesudah Masehi), seorang penyembah berhala yang kemudian menjadi
seorang filsuf dan salah satu Bapa dari gereja Katolik, yang pada abad ketiga
mengajarkan tentang ilmu Ketuhanan. Dia menyimpulkan bahwa Allah Bapa,
Anak dan Roh Kudus adalah satu unsur tetapi bukan satu oknum. Namun dia
tidak mengajarkan bahwa Anak Allah dan Bapa adalah sama kekal.
Banyak pertanyaan yang tidak
terjawab mengenai ajaran Trinitas ini. Pertanyaan yang paling lazim adalah: “Di
mana ajaran ini dalam Alkitab?” Sepanjang sejarah, para pakar mengakui
bahwa ajaran ini tidak Alkitabiah, tapi ada juga yang mencoba mengutip 1
Yohanes 5:7 sebagai jawaban. Namun berdasarkan sejarah yang benar,
kata-kata yang dicetak miring dalam ayat tersebut: “Sebab ada tiga yang
memberi kesaksian (di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya
adalah satu.” hanyalah kata-kata yang ditambahkan
oleh sang penerjemah karena kata-kata tersebut tidak terdapat dalam naskah
asli. Perhatikan apa yang tertulis dalam Pelajaran Sekolah Sabat Dewasa Gereja
MAHK di bawa ini:
“Di antara ahli-ahli teolog
ada perdebatan bahwa kalimat ini tidak asli tapi telah ditambahkan, mungkin
untuk menyokong doktrin Trinitas.” (Pelajaran SS Dewasa Gereja MAHK, Kwartal
ketiga, Pelajaran tgl. 26 Agustus 2009). http://ssnet.org/qrtrly/eng/09c/less09.html
Asal Mula Doktrin Trinitas
Kira-kira satu abad setelah
Tertullian, para pengikut Arius (Arians) mengakibatkan banyak pertentangan,
menyebabkan kaisar Costantine mengadakan sidang Oikumene pertama dalam sejarah untuk
mempersatukan kerajaannya.
Pada permulaan abad ke 4
tersebut, sejarah menyatakan bahwa Arius mengajarkan bahwa Kristus adalah Anak
Allah yang benar-benar lahir dari Bapa. Itulah sebabnya Allah disebut
Bapa. Dengan kata lain, secara harafiah hubungan mereka sesungguhnya
adalah hubungan antara Bapa dan Anak. Sebaliknya, Athanasius, seorang
diakon juga berasal dari Alexandria menantang keras ajaran Arius.
Pandangan Athanasius berakar
kuat pada doktrin Trinitas yang telah diajarkan sejak jaman kuno, dimana Bapa,
Anak dan Roh Kudus adalah satu Allah yang sama tapi bukan oknum yang sama, oleh
sebab itu tidak mungkin Allah Bapa dan Anak-Nya memiliki hubungan harafiah
sebagai Bapa dan Anak. Pandangan Athanasius ini mengalami perubahan yang
memburuk dari waktu ke waktu. Mulanya, Roh Kudus belum diberi julukan sebagai
Oknum ketiga. Julukan ini perlahan terbentuk dengan datangnya perubahan waktu.
Ajaran sejarah populer
mengatakan Arius mengajarkan bahwa Kristus hanyalah mahluk ciptaan. Namun
menurut sejarah yang benar yang sengaja disembunyikan oleh
ajaran sejarah populer, mengatakan bahwa Gereja Katolik dengan penyetujuan
kaisar Constantine, telah membakar semua tulisan Arius yang memberikan
kesimpulan sebaliknya. Banyak pakar sejarah percaya bahwa Gereja Katolik
telah merubah tulisan-tulisan Arius dan menyebarkan desas desus tidak benar
seolah Arius mengajarkan Kristus hanyalah mahluk ciptaan, dengan
tujuan memburukkan nama Arius. Seperti yang kita ketahui bersama, Gereja
Katolik terkenal dengan peran liciknya dalam merubah sejarah demi menentang
kebenaran Allah. Ini hanya merupakan salah satu contoh dari banyak
kekejian yang mereka lakukan.
Pandangan Athanasius ini
dipengaruhi juga oleh Origen, seorang seorang filsuf Yunani dan pakar agama
yang merubah doktrin Kekristenan melalui filsafat Neoplatonisme. Ajaran
Origen ini kemudian dituduh tidak sesuai dengan tradisi. Origen
mengajarkan doktrin api penyucian, transubstansi (roti perjamuan kudus dirubah
menjadi tubuh Kristus yang sesungguhnya dalam sakramen, bukan hanya sekedar
lambang saja), transmigrasi (jiwa orang mati berpindah kepada oknum lain),
reinkarnasi jiwa, Roh Kudus memiliki sifat kewanitaan, Yesus hanyalah makhluk
ciptaan, tidak ada kebangkitan, penciptaan dalam buku Kejadian hanya cerita
fiksi, dan dia (Origen) menyunat diri sendiri berdasarkan interpretasi pribadi
atas Matius 19.
Sebaliknya, Arius adalah
murid Lucian dari Antiokia. Lucian-lah yang memberi kita Textus
Receptus (Terjemahan yang diakui dewan Alkitab mula-mula) yang
kemudian proses penerjemahannya diselesaikan oleh Erasmus dan sekarang dikenal
dengan Perjanjian Baru yang berdasarkan Alkitab Versi
King James yang menurut bukti sejarah adalah terjemahan yang
terpercaya. Fakta ini dan banyak fakta-fakta lain memaparkan bahwa
Athanasius dipengaruhi oleh filsafat Yunani, dan sebaliknya ada kemungkinan
besar bahwa Arius-lah yang justru mengajarkan kebenaran Alkitab, yang tentu
saja tidak diajarkan oleh pelajaran sejarah yang populer saat ini.
Banyak yang percaya bahwa
Constantine adalah Kaisar Roma pertama yang bertobat menjadi Kristen.
Namun sebetulnya dia tetap menyembah matahari sampai akhir khayatnya. Ini
dinyatakan dalam pengakuan baptisannya saat dia terbaring sekarat di tempat
tidur. Dalam masa pemerintahannya, dia memerintahkan untuk membunuh istri
dan putera sulungnya sendiri. Selain mencampur adukkan penyembahan
berhala dengan Kekristenan demi tujuan politik, sebenarnya dia tidak perduli
dan tidak mengerti asal usul pertentangan antara Arius dan Athanasius.
Tujuannya hanya semata-mata untuk mengakhiri perdebatan demi kesatuan
kerajaan.
Para uskup berkumpul di Nicea
pada tanggal 20 Mei 325 AD/Sesudah Masehi atas prakarsa Constantine dalam
usahanya untuk memadamkan krisis yang sedang terjadi. Hanya sejumlah kecil para
uskup percaya pada ajaran Athanasius tentang Kristus. Mayoritas
uskup-uskup berposisi netral. Mereka tidak memihak Athanasius maupun Arius.
Pertentangan doktrin ini berselang selama dua bulan sebelum sidang dewan Nicea
menolak ajaran minoritas Arius. Karena tidak ada pilihan lain,
Constantine menyetujui ajaran Athanasius yang juga hanya berupa kepercayaan
minoritas saat itu. Dalam ensiklopedi Britanika tertulis:
“Constantine
sendiri memimpin diskusi dan menganjurkan…formula penting ini dalam pernyataan
tertulis. Atas nama dewan dia menetapkan hubungan Kristus dengan Allah…disahkan
oleh kaisar, para uskup, kecuali dua orang yang tidak memberikan suara.
Pernyataan tertulis tersebut telah disahkan, walau sebenarnya banyak dari para
pemilih saat itu tidak memilih sesuai dengan kehendak mereka
sendiri.” (Edisi 1971,
Vol. 6, “Constantine,” p. 386)
Penganiayaan keagamaan
mengerikan menyusul keputusan yang dibuat oleh Constantine yang pada dasarnya
tetap sebagai seorang penyembah berhala. Dia memaksakan peraturan gereja
ini yang sama sekali bertentangan dengan ajaran Yesus. Constantine mengasingkan
mereka yang menolak keputusan gereja, termasuk para uskup yang ikut
menanda-tangani peraturan tersebut dalam sidang Nicea sebelumnya karena
penolakan mereka dalam mengutuk Arius. Constantine juga memerintahkan
semua buku Arius yang berjudul “Thalia” untuk
dihanguskan. Beberapa tahun kemudian Constantine melunak terhadap
pengikut Arius dengan menerima mereka kembali ke dalam gereja. Pada tahun
335 AD/Sesudah Masehi giliran mereka yang pernah diasingkan oleh Constantine,
membuat tuduhan terhadap Athanasius, yang kemudian adalah giliran Athanasius
diasingkan oleh Constantine. Kita bisa melihat bahwa kejadian ini tidak
ada hubungannya dengan kebenaran Alkitab. Karena sebagai seorang
kaisar penyembah matahari, Constantine-lah yang
juga untuk pertama kali memaksakan hukum hari Minggu empat tahun
sebelumnya. Constantine sangat berperan penting dalam membawa dua tradisi
penyembahan berhala ini ke dalam gereja. Semuanya terjadi lebih dari 300
tahun setelah Yesus disalibkan, yang berarti bahwa ajaran gereja tentang
Trinitas ini tidak dikenal di jaman Gereja Kristen mula-mula dan tidak
diajarkan oleh para rasul. Lihat ensiklopedia Britanika dan tulisan sejarah yang benar.
Banyak dari para uskup yang
mebentuk doktrin Trinitas condong pada ilmu Yunani dan Platonik, yang
mempengaruhi pandangan kerohanian mereka. Bahasa yang mereka gunakan
untuk menerangkan doktrin trinitas diambil langsung dari ajaran Platonik
Yunani, yaitu kata “trias,” yang berarti tiga yang diadopsi sebagai Bahasa
Latin “trinitas,” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris “Trinity.” Dengan
demikian Trinitas tidak berasal dari ayat Alkitab, melainkan dilahirkan oleh
ilmu filsafat. Para pakar filsafat Yunani mendapat pengaruh besar dari Plato
(427-347 BC/Sebelum Masehi) yang diagungkan sebagai seorang filsuf terbesar di
atas semua filsuf-filsuf Yunani. Plato telah ditanamkan dengan ilmu
Trinitas. Dia percaya bahwa semua agama kuno memiliki tiga allah.
Dia kemudian memperkenalkan definisi yang tampaknya lebih mulus dan bijak,
menunjukkan bahwa Allah Bapa adalah Allah di atas segala mitos allah bangsa
Yunani. Definisi Plato tentang Allah adalah:
1. “Allah
yang pertama,” merupakan Allah yang tertinggi di alam semesta;
2. “Allah
kedua” dia sebut “jiwa dari semesta alam.” dan
3. “Allah
ketiga” dia sebut “Roh.”
Seorang filsuf Yahudi bernama
Philo dari Alexandria (15 BC-AD 50) yang mempelajari perkembangan filsafat
Yunani, yang sangat dipengaruhi oleh ajaran Plato mengajarkan bahwa:
1. Bapa,
adalah pencipta seluruh alam semesta (Philo menamakannya “The Demiurge”)
2. Ibu,
adalah ilmu/kuasa yang dimiliki oleh sang pencipta, dan
3. Anak
tercinta adalah bumi kita.
Dia menyimpulkan bahwa
persatuan dari demiurge dan kuasa/ilmu, menghasilkan bumi kita ini.
Bentuk pemikiran esoterik/misterius inilah yang menjadi dasar perkembangan
doktrin Trinitas.
Perhatikan
bagaimana kutipan kutipan berikut mendokumentasikan kepercayaan kepada
tiga Allah di berbagai bagian bumi dan setiap agama dunia kita sejak dahulu.
Babilon – “Orang-orang Babilon kuno
mengenal doktrin Trinitas, atau tiga oknum dalam satu allah – sesuai yang
nampak dari gabungan allah dengan tiga kepala yang membentuk bagian dari
mitologi, dan penggunaan segi tiga sama sisi, juga sebagai simbol dari Trinitas
dalam kesatuan.” (Thomas
Dennis Rock, The Mystical Woman and the Cities of the Nations, 1867, Hal.
22-23)
India – “Puranas (Mitologi),
salah satu dari kitab-kitab suci Hindu lebih dari 3.000 tahun lalu, berisi
ayat-ayat berikut: ‘O engkau tiga Tuhan! Ketahuilah bahwa saya mengenal hanya
satu Allah. Oleh sebab itu, katakanlah kepada saya, siapakah di antaramu yang
benar-benar Ilah, sehingga saya dapat mengarahkan pemujaan-pemujaan saya hanya
padanya saja.’ Ketiga allah, Brahma, Vishnu, dan Siva (atau Shiva), menunjukkan
diri padanya, dan menjawab, ‘Belajarlah, O, pemuja, bahwa tidak ada perbedaan
nyata antara kami. Apa yang nampak padamu hanyalah persamaan. Makhluk
tunggal yang nampak di bawah tiga bentuk dalam pekerjaan-pekerjaan penciptaan,
pemeliharaan, dan pemusnahan, tapi dia adalah satu.’
“Oleh sebab itu
segi tiga diadopsi oleh semua bangsa-bangsa kuno sebagai simbol ke-Allahan…tiga
dihormati di antara bangsa-bangsa kafir sebagai nomor mistik utama, karena
seperti kata Aristotle, angka itu di dalamnya berisi sebuah permulaan, sebuah
pertengahan, dan sebuah akhir. Dengan demikian kita dapati ini menandakan
sifat-sifat dari semua allah penyembah berhala.”
Yunani – “Pada abad ke
4 BC/Sebelum Masehi., Aristotle menulis: ‘Segala sesuatu adalah tiga, dan
ketiga adalah semua: marilah kita menggunakan nomor ini dalam pemujaan kepada
allah-allah; karena, seperti para penganut Pitagoras berkata, segalanya dan
segala sesuatu adalah terikat dalam tiga-tiga, karena yang terakhir,
pertengahan dan permulaan memiliki nomor ini dalam segalanya, dan menunjukkan
nomor Trinitas.’’ (Arthur Weigall, Paganism in Our Christianity,
1928, Hal. 197-198)
Mesir – “Nyanyian
untuk Amun menetapkan bahwa ‘Tidak ada allah yang menjadi Makhluk sebelum
(Amun)’ dan bahwa ‘Semua allah adalah tiga: Amun, Re, Ptah, dan tidak ada yang
kedua dari mereka. Yang tersembunyi namanya adalah Amon, dia adalah Re
dalam wajah, dan tubuhnya adalah Ptah.’ …Ini adalah kalimat Trinitas, tiga
allah terpenting Mesir yang digolongkan ke dalam satu dari mereka, yaitu
Amon. Jelas, konsep kesatuan alami dalam kejamakan mendapat
sokongan luar biasa dari formula ini. Secara teologi, dalam bentuk dasarnya,
begitu menyolok sangat dekat pada bentuk Kekristenan yaitu kejamakan
Trinitas dalam keesaan.” (Simson Najovits, Egypt, Trunk of the
Tree, Vol 2, 2004, Hal. 83-84)
Tempat-Tempat
Lain – Banyak
tempat-tempat yang lain juga memiliki ke-allahan Trinitas mereka sendiri.
Di Yunani mereka adalah Zeus, Poseidon dan Adonis. Bangsa Fenesia
menyembah Ulomus, Ulosuros dan Eliun. Roma menyembah Jupiter, Mars dan
Venus. Bangsa-bangsa Jerman menyebutnya Wodan, Thor dan Fricco.
Sehubungan dengan orang-orang Kelt, sebuah sumber berkata: “Dewa-dewa berhala
kuno orang-orang kafir Irlandia, Kriosan, Biosena, dan Seeva, atau Sheeva, tidak
diragukan lagi adalah Creeshna (Krishna), Veeshnu (Vishnu), (atau yang
terutama) Brahma, dan Seeva (Shiva), dari orang-orang Hindu.” (Thomas
Maurice, The History of Hindostan, Vol. 2, 1798, Hal. 171)
Jelas bahwa konsep Trinitas
adalah konsep para penyembah berhala. Ahli ilmu Kemesiran Arthur
Weigall dalam bukunya “Paganism in Our Christianity (Penyembahan Berhala di
dalam Kekristenan Kita)” menyimpulkan bahwa ada pengaruh kepercayaan kuno dalam
pengadopsian doktrin Trinitas oleh gereja.
Harus tidak
dilupakan bahwa Yesus Kristus tidak pernah menyebut kejadian seperti itu
(Trinitas), dan tidak ada di manapun juga dalam Perjanjian Baru kata Trinitas
nampak. Ide itu hanya diadopsi oleh Gereja tiga ratus tahun setelah kematian
dari Tuhan kita; dan konsep pertamanya adalah sama sekali kafir…
Pemikiran
orang-orang Mesir kuno, sangat besar pengaruhnya pada kepercayaan mula-mula,
biasanya menyusun dewa-dewa atau dewi-dewi mereka dalam Trinitas; ada Trinitas
dari Osiris, Isis dan Horus, trinitas dari Amen, Mut dan Khonsu, Trinitas dari
Khnum, Satis, da Anukis, dan sebagainya…
Mempertanyakan
Keaslian Kitab Suci Kaum Yahudi
Jumat 28 May 2010 02:46 WIB
Rep: syahruddin el
fikri/ Red: irf
Gulungan taurat https://www.republika.co.id/berita/117432/mempertanyakan-keaslian-kitab-suci-kaum-yahudi
Sebagaimana banyak dijelaskan dalam
buku-buku sejarah, termasuk keterangan Alquran, Nabi Musa AS diutus kepada
kaumnya, Bani Israil. Untuk itu, Nabi Musa AS diberikan sebuah kitab suci,
Taurat, sebagai tuntunan bagi mereka dalam menjalankan perintah Allah. Kitab Taurat itu
diturunkan kepada Nabi Musa di Bukit Thursina.
Dalam sejumlah riwayat, disebutkan, kitab Taurat itu berisi 10 perintah Allah.
Dalam bahasa Inggris, disebut dengan Ten Commandments. Menurut Louis
Finkestein, editor buku The Jews, Their Religion and Culture, sebagaimana
dikutip Burhan Daya dalam bukunya Agama Yahudi: Seputar Sejarah Bani Israel,
firman Tuhan yang disampaikan kepada Nabi Musa itu ditulis Nabi Musa di atas
sobekan kulit-kulit binatang atau batu.
Isi ke-10 perintah itu adalah larangan menyembah tuhan selain Allah; larangan
menyembah berhala; larangan menyebut nama Allah dengan main-main; wajib
memuliakan hari Sabtu; wajib memuliakan kedua orang tua; larangan membunuh
sesama manusia; larangan berzina; larangan mencuri; larangan bersaksi palsu;
dan dilarang mengambil istri orang lain dan hak orang lain.
"Sepuluh perintah tersebut ternyata mengandung aspek akidah, ibadah,
syariah, hukum, dan etika," tulis Mudjahid Abdu Manaf dalam bukunya
Sejarah Agama-Agama. Namun, dalam perkembangannya, kitab Taurat yang berisi 10
perintah itu diubah dan ditambahi sesuai dengan keinginan mereka sendiri.
Tak heran, bila kemudian, jumlah kitab mereka sangat banyak. Di antaranya,
Perjanjian Lama (Taurat) dan Talmud. Adapun kitab Perjanjian Lama ini kemudian
juga menjadi kitab suci agama Nasrani (Katolik dan
Kristen). Kitab ini berisi syair, prosa, hikmah, perumpamaan, cerita-cerita,
dongeng, hukum, dan syair ratapan.
Menurut kaum Yahudi, kitab ini dibagi lagi menjadi dua, yakni kitab Taurat dan
Nevi'im (nabi-nabi). Kitab Taurat terdiri atas lima bagian, seperti Kitab
Kejadian (Genesis), Ulangan, Keluaran, Imamat, dan Bilangan. Kelima bagian itu
disebut bagian dari kitab Musa.
Sementara itu, kitab Nevi'im (nabi-nabi) terdiri atas dua bagian, yakni Nevi'im
Rishonim (nabi-nabi awal), seperti Yosua, Samuel I, Samuel II, Raja-raja I, dan
Rajaraja II. Bagian kedua adalah Nevi'im Aharonim (nabi-nabi akhir), seperti
Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, Hosea, Yoel, Amos, Obaja, Yunus, Mikha, Nahun,
Habakuk, Zefanya, Hagai, Zakharia, dan Maleakh. Kitab ini berisi tentang
tulisan-tulisan agung, tulisan Zabur, Amtsal (amtsal Sulaiman), dan Ayub; lima
pujian berupa kidung agung, pengkhotbahan, ratapan, dan Ester; serta
kitab-kitab dari Daniel, Ezra, Nehemia Tawarikh I, dan Tawarikh II.
Adapun kitab Talmud adalah sebuah kitab yang
berisi riwayat-riwayat lisan yang diterima para rabi Yahudi. Riwayat tersebut
dikumpulkan oleh rabi Yahudi dalam kitabnya bernama
Mishnah, yaitu undang-undang yang terdapat dalam kitab Taurat Musa yang berupa
penjelasan dan tafsir. Kendati hanya berupa tafsir atas Taurat, kaum Yahudi
menganggap kitab Talmud lebih penting dari kitab Taurat. Demikian tulis Sami
bin Abdullah alMaghluts dalam bukunya Atlas Sejarah Nabi dan Rasul.
Kitab Talmud ini terbagi dua, yakni Talmud Yerusalem dan Talmud Babilonia. Hal
ini disesuaikan dengan penafsiran dari rabi-rabi atau pendeta-pendeta Yahudi.
Gulungan Taurat Sementara itu, saat kaum Yahudi meyakini dan memercayai
kitab-kitab dari para rahibnya itu, pada tahun 1945 M, seorang penggembala
bernama Muhamamd Addib, yang sedang mencari anak kambingnya yang tersesat di
sekitar gua-gua dekat lembah Qamran, Palestina, menemukan peninggalan sejarah
yang sangat berharga.
Ia menemukan sejumlah gulungan kitab kuno yang selanjutnya dinamakan
"Gulungan-gulungan Laut Mati" atau "Gua-gua Lembah Qamran".
Setelah peristiwa itu, sejumlah pihak melakukan penggalian di sekitar tempat
tersebut. Mereka kemudian menemukan 11 gua yang ada di Lembah Qamran tersebut.
Menurut para ahli arkeolog, gulungan itu kemudian diketahui sebagai
gulungan-gulungan Taurat dalam bahasa Ibrani kuno, Ibrani Modern, Yunani,
Aramia, dan Nabthi. Penemuan ini menjadi sangat penting karena merupakan
manuskrip tertua dari Perjanjian Lama (Taurat) yang berhasil ditemukan dalam
bahasa Ibrani. Sayangnya, manuskrip tersebut tak banyak dipublikasikan.
Yuk koleksi buku
bacaan berkualitas dari buku republika
Namun umat
Kristen mula-mula, mulanya tidak berpikir untuk mengaplikasikan ide iman mereka
sendiri. Mereka memberi perbaktian-perbaktian mereka kepada Allah Bapa dan
Yesus Kristus, Putera Allah, dan mereka mengenal kemisteriusan dan keberadaan
yang tidak dapat diterangkan dari Roh Kudus; tapi sebenarnya tidak ada
pemikiran tiga makhluk sebagai Trinitas, yang sama derajat dan bersatu dalam
keesaan…
Pengaplikasian
kekafiran tua dari konsep Trinitas ke dalam teologi Kristen dimungkinkan dengan
diwajibkannya pengakuan Roh Kudus sebagai ‘Oknum’ ketiga, sama derajat dengan
‘Oknum-Oknum’ yang lain…
Ide dari Roh
menjadi sama derajat dengan Allah tidak umum dikenal sampai pada pertengahan
abad keempat A.D (Sesudah Masehi). …Tahun 381 Sidang Constantinople menambahkannya
ke dalam pengakuan iman yang sebelumnya yaitu Kredo Nicea yang menjelaskan
bahwa Roh Kudus adalah ‘Tuhan, dan pemberi hidup, yang berasal dari Bapa,
bersama dengan Bapa dan Putera disembah dan dimuliakan.’…
Dengan demikian,
kredo Athanasius, adalah susunan yang datang kemudian tapi mencerminkan
konsep-konsep umum dari Athanasius (Penganut Trinitas abad ke 4 yang
pandangannya akhirnya menjadi doktrin resmi) dan sekolahnya, yang merumuskan
konsep sama derajat Trinitas dimana Roh Kudus adalah ‘Oknum’ ketiga; dan
dijadikan dogma iman, dan kepercayaan dalam Tiga dalam Satu dan Satu dalam Tiga ini menjadi
doktrin terpenting dalam Kekristenan, walaupun kerusuhan yang buruk dan
pertumpahan darah tidak dapat dihindari…
Saat ini seorang
pemikir Kristen … tidak berkeinginan untuk meneliti dengan saksama, khususnya
kenyataan bahwa definisi ini bermula pada penyembahan berhala dan tidak
diadopsi oleh Gereja hingga hampir 300 tahun sesudah Kristus. (Arthur Weigall,
Paganism in Our Christianity (Penyembahan Berhala dalam Kekristenan Kita),
1928, Hal. 197-203)
Dewan Nicea tidak berhasil
mengakhiri perdebatan antara Athanasius dan Arius. Para uskup tetap
mengajarkan ajaran Athanasius dan Arius sesuai dengan kepercayaannya, dan
krisis ini berlangsung sampai enam puluh tahun kemudian. Periode
pengucilan Athanasius tidak lebih dari lima tahun.
Pertentangan dari kedua
kepercayaan tersebut dipenuhi kekerasan dan kadang mengakibatkan pertumpahan
darah. Pakar sejarah Will Durant menulis,
"Kemungkinan
besar jumlah umat Kristen yang terbunuh oleh umat Kristen lain dalam masa dua
tahun konflik (242-243 AD) melebihi jumlah umat Kristen yang terbunuh dalam
masa penganiayaan umat Kristen oleh para penyembah berhala sepanjang sejarah
Roma.” (The
Story of Civilization, Vol 4; The Age of Faith, 1950, Hal. 8).
Oleh karena perbedaan
pandangan tentang kepribadian Allah, menurut sejarah, umat Kristen saling
memerangi dan membunuh satu sama lain! Waktu Constantine meninggal di tahun 337
AD, perselisihan masih tetap berlangsung. Putera Constantine, Constantius
II memihak para pengikut Arius dan berusaha menghapus keputusan Dewan
Nicea. Constantius menggunakan kekuasaannya untuk mengasingkan para uskup
yang pro keputusan Dewan Nicea terutama Athanasius yang melarikan diri ke
Roma.
Perdebatan ini menghasilkan
banyak rapat persidangan, di antaranya adalah pertemuan Sardica tahun 343 AD,
rapat dewan Sirmium tahun 358 AD dan dua pertemuan Rimini dan Seleucia tahun
359 AD, yang menghasilkan kurang lebih empat belas keputusan di antara tahun
340 dan 360 AD.
Setelah kematian Constantius
pada tahun 361 AD, penerusnya Julian, seorang penyembah berhala Roma,
menyatakan bahwa dia tidak lagi mendukung perselisihan yang terjadi dalam
gereja, dan memerintahkan semua uskup yang sedang dalam perasingan kembali
diterima, akibatnya pertikaian menjadi lebih buruk lagi di antara umat-umat
Kristiani.
Akhirnya perselisihan melebar
pada hal-hal tentang asal-usul Roh Kudus. 44 tahun setelah meninggalnya
Constantine, di bulan Mei 381 AD, kaisar Theodosius mendukung keputusan sidang
Nicea. Oleh sebab itu setelah sang kaisar tiba di Constantinople, dia
mengirim uskup Demophilus ke perasingan, dan menyerahkan kepemimpinan seluruh
gereja kepada Gregory dari Nazianzus, seorang pemimpin komunitas kecil Nicea,
Bersama tiga orang lain yang dikenal sebagai “tiga Cappadocians.” Tiga
orang ini memiliki agenda yang untuk pertama kali memaksakan ide Roh Kudus
sebagai oknum terpisah. Waktu itu Gregory baru diangkat menjadi kepala
uskup di Constantinople, tapi karena penyakitnya, Nectarius, tua-tua anggota
majelis kota tertinggi mengambil alih jabatan kepala uksup dan dia memimpin
dewan persidangan.
Pada dasarnya Nectarius hanya
dibaptis untuk jabatannya tetapi dia sebenarnya bukan seorang yang mengerti
asal usul ajaran Trinitas dan Roh Kudus. Dia sama sekali buta akan ilmu
Ketuhanan. Alhasil, keluarlah peraturan yang dikenal dengan keputusan
Nicene-Constantinopolitan yang mengatakan bahwa Roh Kudus adalah Oknum
terpisah.
Mereka yang tidak menerima
keputusan kaisar dan gereja disebut sebagai orang murtad dan dihukum sesuai
hukum yang telah ditentukan. Keputusan terakhir tentang kepribadian Allah
sesuai dengan ajaran Trinitas inilah yang sekarang dikenal dan diajarkan dalam
Kekristenan.
Pandangan ini sama sekali
bukan berdasarkan Alkitab tapi hanya berdasarkan filsafat Yunani yang
dipaksakan oleh penguasa pada jaman itu.
Secara rigkas, ketika Babel
dikalahkan, hampir semua pendeta Babel membawa pengaruh penyembahan berhalanya
ke Alexandria yang kemudian diasimilasikan dalam sekolahnya. Para lulusan
Alexandria melanjutkan ajaran penyembahan berhala bangsa Yunani yang didasarkan
atas ajaran Plato dan dicampur aduk dengan ajaran Kristen
(Neoplatonisme). Merekalah yang mulai menerjemahkan Alkitab menggunakan
sistim penjelasan dengan bahasa kiasan. Sebaliknya, Lucian (guru dari
Arius) menolak sistim terjemahan dari Alexandria. Dia menganjurkan sistim
terjemahan sesuai yang tertulis (harafiah) yang berabad-abad lamanya digunakan
oleh gereja-gereja Kristen di bagian Timur.
Dengan kata lain, Origen
menggunakan metode kiasan dalam menjelaskan atau menerjemahkan Alkitab, dimana
metode yang sama menjadi dasar ajaran Athanasius dan ketiga Cappadocians dan
kemudian menjadi dasar doktrin Trinitas yang sekarang ini lazim dikenal.
“Sekolah teologi Kristen
Alexandria memuja Clement dari Alexandria dan Origen, ahli ilmu teologi yang
sangat populer di antara semua ahli teolog gereja-gereja Yunani. Mereka
memperkenalkan penggunaan metode penjelasan Alkitab dalam bahasa kiasan yang
ajarannya dipengaruhi oleh Plato: berakar kuat dari (penyembahan berhala)
ilmu spekulasi tentang Allah. Athanasius dan ketiga Cappadocians (tiga pemimpin
yang pandangan Trinitasnya diadopsi oleh Gereja Katolik dalam sidang Nicea dan
Constantinople) tercatat sebagai anggota dari sekolah ini.” (Hubert Jedin, Ecumenical
Councils of the catholic Church: a Historical Outline, (Sidang-Sidang Oikumene
Gereja Katolik: Garis Besar Sejarah), 1960, p. 28).
Naskah Laut Mati
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia
bebas https://id.wikipedia.org/wiki/Naskah_Laut_Mati
Naskah Laut Mati |
|
Gulungan Kitab Mazmur (11Q5), salah satu
dari 972 naskah dari Gulungan Naskah Laut Mati, dengan sebagian tulisan dalam
bahasa Ibrani. |
|
Material |
|
Tulisan |
|
Dibuat |
|
Ditemukan |
1946/7–1956 |
Lokasi saat ini |
Beragam |
Naskah Laut Mati,
dalam arti sempit dari Naskah Gua-gua Qumran,[notes 1] adalah suatu
kumpulan sekitar 981 naskah berbeda yang ditemukan
antara tahun 1946 dan 1956 dalam
11 gua di sekitar pemukiman kuno di Khirbet
Qumran di Tepi Barat.
Gua-gua tersebut terletak sekitar 2 kilometer ke pedalaman dari sebelah barat
laut pantai Laut Mati,
tempat asal naskah-naskah tersebut memperoleh namanya.[3]
Konsensusnya adalah Naskah Gua-gua Qumran
bertarikh tiga abad terakhir SM dan abad pertama Masehi (lihat paragraf "Umur" dalam
artikel ini dan situs yang didedikasikan dari Museum Israel[2]). Koin-koin perunggu
yang ditemukan di situs yang sama membentuk suatu rangkaian yang diawali
dengan Yohanes Hyrkanos (135–104
SM) dan berlanjut hingga Perang Yahudi-Romawi
Pertama (66–73 M), mendukung penanggalan menurut analisis teks dan radiokarbon atas gulungan-gulungan tersebut.[4] Naskah-naskah dari
situs lainnya di Gurun Yudea bertarikh abad ke-8 SM hingga akhir abad ke-11 M.[1]
Teks-teks tersebut memiliki makna
linguistik, religius, dan historis, yang sangat penting karena mencakup naskah-naskah ketiga tertua yang diketahui dan
masih terlestarikan yang mana kemudian dimasukkan dalam kanon
Alkitab Ibrani, bersama dengan deuterokanonika dan naskah-naskah biblika
tambahan yang menyimpan bukti keanekaragaman pemikiran religius pada akhir
masa Yudaisme Bait Kedua.
Teks biblika yang lebih tua dari Naskah Laut Mati ditemukan dalam dua jimat
berbentuk gulungan perak berisikan bagian-bagian Berkat Imamat dari Kitab Bilangan; gulungan-gulungan perak tersebut
berhasil digali di Yerusalem, di Ketef Hinnom, dan berasal dari sekitar tahun 600 SM.
Sebuah potongan yang sudah terbakar dari Kitab Imamat, berasal dari sekitar abad ke-6 M, belum
lama ini telah dianalisis dan merupakan potongan tertua keempat dari Taurat yang diketahui masih ada.[5]
Sebagian besar teks-teks tersebut ditulis
dalam bahasa Ibrani,
dengan beberapa dalam bahasa Aram (dalam
dialek-dialek daerah yang berbeda, termasuk Nabatea),
dan ada sedikit yang ditulis dalam bahasa Yunani Koine.[6] Apabila temuan
dari Gurun Yudea disertakan,
maka bahasa Latin (dari Masada) dan bahasa Arab (dari Khirbet
al-Mird) dapat ditambahkan.[7] Kebanyakan teks
ditulis di perkamen,
beberapa di papirus, dan satu di tembaga.[8]
Menurut tradisi, gulungan-gulungan tersebut
diidentifikasi dengan sekte Yahudi kuno yang disebut Eseni,
meskipun beberapa penafsiran baru-baru ini menentang keterkaitannya dan
beralasan bahwa gulungan-gulungan tersebut ditulis oleh para imam di Yerusalem, Saduki, atau kelompok-kelompok Yahudi tak dikenal
lainnya.[9][10]
Karena kondisi yang buruk dari beberapa
gulungan naskah tersebut, belum semuanya berhasil diidentifikasi. Naskah yang
telah diidentifikasi dapat dibagi menjadi tiga kelompok umum:
1. Sekitar 40% merupakan salinan-salinan teks dari Alkitab Ibrani.
2. Sekitar 30% merupakan teks-teks dari Periode
Bait Kedua yang pada akhirnya tidak dikanonisasi
dalam Alkitab Ibrani, seperti Kitab Henokh, Yobel, Kitab Tobit, Kebijaksanaan Sirakh, Mazmur 152–155,
dan lain-lain.
3. Sisanya sekitar 30% merupakan naskah-naskah sektarian dari dokumen-dokumen yang tidak
diketahui sebelumnya, yang mana menjelaskan beragam aturan dan keyakinan dari
suatu kelompok tertentu atau kelompok-kelompok dalam Yudaisme yang lebih besar, seperti Aturan
Komunitas, Aturan Peperangan, Pesyer Habakuk, dan Aturan
Pemberkatan.[11]
Daftar isi
·
8Catatan
Penemuan
Lihat pula: Qumran
Gua Qumran 4, tempat di mana 90%
naskah-naskah ditemukan.
Naskah Laut Mati ditemukan dalam jajaran 11
gua di sekitar lokasi yang dikenal sebagai Wadi Qumran, dekat Laut Mati di Tepi Barat (di Sungai Yordan), antara tahun 1946 dan 1956 oleh para
gembala Badawi dan
sekelompok arkeolog.[12]
Penemuan
awal (1946–1947)
Penemuan awal tersebut, oleh Muhammed
edh-Dhib (seorang gembala Badawi), sepupunya Jum'a Muhammed, dan Khalil Musa,
terjadi antara bulan November 1946 dan Februari 1947.[13][14] Para gembala
tersebut meneduh di tempat itu, seraya mendapati guci-guci tua di sana, dan
perkiraan mereka, guci itu berisi emas. Alih-alih mendapati emas, malah mereka
menemukan tujuh gulungan naskah (lihat Fragmen dan gulungan) yang tersimpan dalam guci-guci
di sebuah gua dekat dengan apa yang sekarang dikenal sebagai situs Qumran,
dengan bahasa yang tidak mereka kenali.[15] John C.
Trever menyusun kembali kisah gulungan-gulungan naskah tersebut
dari beberapa wawancara dengan kaum Badawi itu. Sepupu Edh-Dhib melihat gua-gua
tersebut, tetapi edh-Dhib sendiri yang pertama kali masuk ke dalam salah satu
gua itu. Ia mengambil segelintir gulungan naskah, yang kemudian diidentifikasi
oleh Trever sebagai Gulungan Kitab Yesaya, Naskah
Komentari Kitab Habakuk, dan Aturan
Komunitas, dan membawanya kembali ke perkemahan untuk ditunjukkan
kepada keluarganya. Tidak ada satu gulungan naskah pun yang hancur dalam proses
ini, kendati ada rumor populer yang menyatakan sebaliknya.[16][15] Orang-orang Badawi
itu menggantung gulungan-gulungan tersebut pada sebuah tiang tenda sambil
mencari tahu apa yang harus diperbuat dengannya, dan secara berkala membawanya
keluar untuk ditunjukkan kepada orang lain. Pada suatu saat selama masa ini,
Aturan Komunitas terpecah menjadi dua. Gulungan-gulungan tersebut pertama-tama
dibawa ke seorang pedagang bernama Ibrahim 'Ijha di Betlehem. 'Ijha mengembalikannya sambil mengatakan
bahwa gulungan-gulungan tersebut tidak berharga, setelah memperingatkan mereka
bahwa temuan tersebut mungkin hasil curian dari sebuah sinagoge. Tanpa gentar, orang Badawi itu pergi ke
suatu pasar di dekatnya, di mana seorang Kristen Suriah menawarkan
diri untuk membelinya. Seorang syekh lalu
bergabung dalam percakapan mereka dan menyarankan agar mereka membawa
gulungan-gulungan tesebut ke Khalil Eskander Shahin, "Kando", seorang
tukang sepatu dan pedagang barang antik paruh waktu. Para pedagang dan orang
Badawi itu kembali ke situs penemuan, meninggalkan satu gulungan pada Kando dan
menjual tiga lainnya ke seorang pedagang dengan harga £ 7
(setara dengan $ 29 pada tahun 2003, atau $ 37
pada 2014).[16] Gulungan-gulungan
naskah asli tersebut terus berpindah tangan setelah orang Badawi itu melepas
kepemilikannya ke pihak ketiga sampai suatu transaksi penjualan dapat
terlaksana. (lihat Kepemilikan).
Pada tahun 1947 ketujuh gulungan naskah
asli tersebut menarik perhatian Dr. John C.
Trever, dari American Schools of Oriental Research (ASOR),
yang membandingkan naskah dalam gulungan-gulungan tersebut dengan Papirus Nash, naskah biblika tertua yang diketahui,
dan menemukan kesamaan di antara keduanya. Perang Arab-Israel 1948 mendorong
dipindahkannya beberapa gulungan ke Beirut, Lebanon, pada bulan Maret 1948 untuk alasan keamanan.
Pada 11 April 1948, Millar
Burrows, ketua ASOR, mengumumkan penemuan gulungan-gulungan naskah
tersebut dalam sebuah siaran pers umum.
Pencarian gua-gua Qumran (1948–1949)
Pada awal September 1948, Uskup Metropolitan Mar
Samuel membawa beberapa fragmen gulungan tambahan yang ia
dapatkan kepada Professor Ovid R.
Sellers, direktur baru ASOR. Pada akhir tahun 1948, hampir dua tahun
setelah penemuan awal, para akademisi masih belum dapat menemukan gua asli di
mana fragmen-fragmen tersebut ditemukan. Adanya kerusuhan di negara tersebut
pada waktu itu membuat pencarian besar-besaran tidak dapat dilakukan dengan
aman. Sellers berusaha untuk mendapatkan orang
Suriah yang mau membantunya melakukan pencarian gua tersebut,
tetapi ia tidak mampu membayar harga yang ditawarkan. Pada awal taun 1948,
pemerintah Yordania memberi
izin kepada Legiun
Arab untuk melakukan pencarian pada daerah di mana gua Qumran
asli diperkirakan berada. Sebagai akibatnya Gua 1 ditemukan kembali pada
tanggal 28 Januari 1949 oleh
Kapten Phillipe Lippens, pengamat Perserikatan Bangsa-Bangsa dari Belgia, dan Kapten Akkash el-Zebn, dari Legiun Arab.[17]
Pemandangan Laut Mati dari sebuah gua di Qumran di mana beberapa Gulungan
Naskah Laut Mati ditemukan.
Penemuan
kembali gua-gua Qumran dan penemuan-penemuan gulungan baru (1949–1951)
Penemuan kembali apa yang dikenal sebagai
"Gua 1" di Qumran mendorong penggalian awal situs tersebut dari 15
Februari sampai 5 Maret 1949 oleh Dinas Antikuitas Yordania yang dipimpin Gerald Lankester Harding dan Roland de
Vaux.[18] Gua 1 juga menghasilkan
penemuan tambahan fragmen-fragmen Gulungan Naskah Laut Mati, kain linen,
guci-guci, dan artefak lainnya.[19]
Penggalian-penggalian di
Qumran (1951–1956)
Pada bulan November 1951, Roland de Vaux
beserta timnya dari ASOR memulai penggalian sepenuhnya di Qumran.[20] Pada bulan
Februari 1952, orang-orang Badawi berhasil menemukan 30 fragmen di dalam apa
yang disebut Gua 2.[21] Penemuan dari gua
kedua akhirnya menghasilkan 300 fragmen dari 33 naskah, termasuk
fragmen-fragmen Yobel, Kebijaksanaan Sirakh, dan Ben Sira dalam bahasa Ibrani.[19][20] Pada bulan
berikutnya, tanggal 14 Maret 1952, tim ASOR menemukan gua ketiga berisi
fragmen-fragmen Yobel dan Gulungan Naskah Tembaga.[21] Antara bulan
September dan Desember 1952, berbagai fragmen dan gulungan dari Gua 4, 5, 6
ditemukan oleh tim-tim ASOR.[20]
Meningkatnya nilai ekonomis dari
gulungan-gulungan naskah tersebut, seiring dengan arti pentingnya secara
historis yang semakin dibuka ke publik, para arkeolog ASOR dan orang Badawi
mempercepat pencarian atas gulungan-gulungan tersebut secara terpisah di area
umum yang sama di Qumran, yang mana jaraknya lebih dari 1 kilometer. Antara tahun 1953 dan 1956, Roland de Vaux
memimpin 4 ekspedisi arkeologi tambahan di area tersebut untuk menemukan
gulungan-gulungan dan artefak-artefak.[19] Gua terakhir, Gua
11, ditemukan pada tahun 1956 dan menghasilkan temuan fragmen-fragmen terakhir
di sekitar Qumran.[22]
Fragmen dan
gulungan
Lihat pula: Daftar Naskah Laut
Mati
(1QIsaa) mengandung
hampir keseluruhan Kitab Yesaya.
"Perang antara Anak-anak Terang
melawan Anak-anak Kegelapan" (War of the Sons of Light Against the Sons
of Darkness atau "The War Scroll", ditemukan di gua 1
Qumran.
Satu bagian salinan gulungan Kitab Yesaya, 1QIsab.
972 naskah yang ditemukan di Qumran
terutama terbagi dalam dua format yang berbeda: berupa gulungan dan berupa
fragmen dari teks dan gulungan sebelumnya. Dalam gua keempat, fragmen-fragmen
yang ditemukan mencapai 15.000 potongan. Fragmen-fragmen kecil ini menjadi
sedikit masalah bagi para akademisi; G.L. Harding, direktur Dinas Antikuitas Yordania, mengawali pekerjaan
menyatukan kembali semua fragmen tersebut dan setelah empat puluh tahun ia
masih belum juga menyelesaikannya.[23]
Gua 1
Tujuh gulungan naskah asli dari Gua 1 di
Qumran adalah: [24]
·
1QIsaa (Gulungan Besar
Kitab Yesaya, salinan Kitab Yesaya)
·
1QIsab (salinan kedua Kitab Yesaya)
·
1QS ("Aturan Masyarakat"; "Community
Rule") bandingkan dengan 4QSa-j = 4Q255-64, 5Q11
·
1QpHab (Naskah
Komentari Kitab Habakuk; Pesher on Habakkuk)
·
1QM ("Gulungan Perang"; "War
Scroll") bandingkan dengan 4Q491, 4Q493
·
1QH ("Nyanyian Syukur"; "Thanksgiving
Hymns")
·
1QapGen (Apokrifon Kitab
Kejadian)
Isi lengkapnya:
tampilFragmen/Gulungan # |
Nama Fragmen/Gulungan |
Kaitan dengan
Alkitab KJV |
Keterangan |
Gua 2
Gua 2 yang ditemukan pada bulan Februari
1952,[21] menghasilkan 300
fragmen dari 33 naskah, termasuk Kitab Yobel dan Kitab Yesus bin Sirakh dalam
bahasa Ibrani asli.
tampilFragmen/Gulungan # |
Nama Fragmen/Gulungan |
Kaitan dengan Alkitab
KJV |
Keterangan |
Gua 3
Gua 3 yang ditemukan pada tanggal 14 Maret
1952,[21] menghasilkan 14
naskah termasuk Kitab Yobel dan
Gulungan Tembaga (Copper Scroll) yang misterius dan berisi 67 tempat
persembunyian, kebanyakan di bawah tanah, di seluruh wilayah Provinsi Iudaea
(Romawi), sekarang Israel. Menurut "Gulungan Tembaga" itu,
kotak-kotak rahasia itu berisi jumlah besar emas, perak, tembaga, wangi-wangian
dan naskah-naskah.
tampilFragmen/Gulungan # |
Nama Fragmen/Gulungan |
Kaitan dengan Alkitab
KJV |
Keterangan |
Gua 4a and 4b
Gua 4 yang ditemukan dalam bulan Agustus
1952, dan diekskavasi pada tanggal 22–29 September 1952 oleh Gerald Lankester
Harding, Roland de
Vaux, dan Józef
Milik,[21] sebenarnya terdiri
dari 2 gua hasil pahatan tangan (4a dan 4b), tetapi karena fragmen-fragmen itu
tercampur, maka semua diberi label 4Q. Gua 4 paling terkenal di antara gua-gua
Qumran baik karena terlihat jelas dari dataran Qumran maupun karena banyaknya
naskah yang ditemukan di sana, menghasilkan 90% seluruh naskah Laut Mati,
sekitar 15.000 fragmen dari 500 naskah yang berbeda, termasuk 9–10
salinan Kitab Yobel,
bersama 21 tefillin dan
7 mezuzot.
Gulungan Dokumen Damaskus, 4Q271Df, ditemukan di Gua 4
tampilFragmen/Gulungan # |
Nama Fragmen/Gulungan |
Kaitan dengan Alkitab
KJV |
Keterangan |
Gua 5
Gua 5 yang ditemukan bersama-sama dengan
Gua 6 pada tahun 1952, sesaat setelah penemuan Gua 4, menghasilkan sekitar 25
naskah.[21]
tampilFragmen/Gulungan # |
Nama Fragmen/Gulungan |
Kaitan dengan Alkitab
KJV |
Keterangan |
Gua 6
Gua 6 yang ditemukan bersama-sama dengan
Gua 5 pada tahun 1952, sesaat setelah penemuan Gua 4, menghasilkan
fragmen-fragmen dari sekitar 31 naskah.[21]
Daftar kelompok fragmen yang dikumpulkan
dari Wadi Qumran Gua 6:[28][29]
tampilFragmen/Gulungan # |
Nama Fragmen/Gulungan |
Kaitan dengan Alkitab
KJV |
Keterangan |
Gua 7
Fragmen Naskah Laut Mati 7Q4, 7Q5, dan 7Q8 dari Gua 7 di Qumran, ditulis di
atas papirus.
Bagian dari Gulungan Bait Allah (Temple
Scroll) yang ditemukan di Gua 11.
Gua 7 menghasilkan hampir 20 fragmen
dokumen bahasa Yunani, termasuk 7Q2 ("Surat Yeremia"
= Barukh 6), 7Q5 (yang
mana menjadi subjek dari banyak spekulasi dalam beberapa dasawarsa setelahnya),
dan sebuah salinan bahasa Yunani dari gulungan Kitab Henokh.[30][31][32] Gua 7 juga
menghasilkan sejumlah guci-guci bertulisan.[33]
Daftar kelompok fragmen yang dikumpulkan
dari Wadi Qumran Gua 7:[28][29]
tampilFragmen/Gulungan # |
Nama Fragmen/Gulungan |
Kaitan dengan Alkitab
KJV |
Keterangan |
Gua 8
Gua 8 menghasilkan 5 fragmen: Kitab Kejadian (8QGen), Kitab Mazmur (8QPs), fragmen tefillin (8QPhyl),
sebuah mezuzah (8QMez), dan sebuah kitab nyanyian
(8QHymn).[34] Gua 8 juga
menghasilkan beberapa kotak tefillin, sekotak barang-barang kulit, banyak
lampu-lampu, guci, dan sol sepatu.[33]
Daftar kelompok fragmen yang dikumpulkan
dari Wadi Qumran Gua 8:[28][29]
tampilFragmen/Gulungan # |
Nama Fragmen/Gulungan |
Kaitan dengan Alkitab
KJV |
Keterangan |
Gua 9
Hanya ada satu fragmen yang ditemukan di Gua 9:
tampilFragmen/Gulungan # |
Nama Fragmen/Gulungan |
Kaitan dengan Alkitab
KJV |
Keterangan |
Gua 10
Dalam Gua 10 arkeolog menemukan 2 ostraca dengan tulisan di atasnya, bersama
dengan simbol yang tidak diketahui artinya pada sepotong besar batu berwarna
kelabu:
tampilFragmen/Gulungan # |
Nama Fragmen/Gulungan |
Kaitan dengan Alkitab
KJV |
Keterangan |
Gua 11
Gua 11 yang ditemukan pada tahun 1956
menghasilkan 21 naskah, beberapa di antaranya cukup panjang. Temple
Scroll ("Gulungan Bait Allah"), disebut demikian
karena lebih dari separuhnya berkenaan dengan pembangunan Bait Allah di
Yerusalem, adalah gulungan terpanjang yang ditemukan di Gua 11. Panjangnya
sekarang 26,7 kaki (8,15 m). Diduga panjang aslinya 28 kaki
(8,75 m). The Temple Scroll dianggap
oleh Yigael Yadin sebagai
"Taurat menurut orang Eseni ("The Torah According
to the Essenes"). Sebaliknya, Hartmut Stegemann, seorang sarjana sezaman
dan teman Yadin, percaya gulungan itu tidak dianggap demikian, melainkan suatu
dokumen tanpa signifikansi unik. Stegemann mengamati bahwa dokumen itu tidak
disebut maupun dikutip oleh tulisan-tulisan Eseni yang dikenal.[35]
Juga di dalam Gua 11 ditemukan sebuah
fragmen eskatologi tentang tokoh Alkitab Melkisedek (11Q13)
serta sebuah salinan Kitab Yobel.
Menurut bekas penyunting utama tim
editorial DSS John
Strugnell, paling sedikit ada empat gulungan dari Gua 11 yang
menjadi koleksi pribadi, dan tidak terbuka bagi para pakar. Di antaranya adalah
sebuah naskah bahasa Aram berisi Kitab Henokh yang lengkap.[36]
Daftar kelompok fragmen yang dikumpulkan dari Wadi Qumran
Gua 11:
tampilFragmen/Gulungan # |
Nama Fragmen/Gulungan |
Kaitan dengan Alkitab
KJV |
Keterangan |
Fragmen-fragmen
yang tidak diketahui jelas asalnya
Sejumlah fragmen gulungan tidak diketahui
jelas asal dan nilai arkeologisnya dari daerah gua Qumran mana ditemukan,
tetapi kemungkinan berasal dari situs arkeologi lain di daerah padang gurun
Yudea.[37] Karenanya,
fragmen-fragmen ini diberi penomoran sementara seri "X".
tampilFragmen/Gulungan # |
Nama Fragmen/Gulungan |
Kaitan dengan Alkitab
KJV |
Keterangan |
Asal usul
Ada banyak perdebatan mengenai asal usul
Gulungan Naskah Laut Mati. Teori yang dominan menyatakan bahwa naskah-naskah
tersebut merupakan buatan suatu sekte Yahudi yang tinggal dekat Qumran yang
disebut kaum Eseni, tetapi teori ini ditentang oleh beberapa
akademisi modern.
Teori
Qumran–Eseni
Pandangan di kalangan akademisi, yang mana
hampir secara universal dipegang hingga tahun 1990-an, adalah hipotesis
"Qumran–Eseni" yang awalnya dikemukakan oleh Roland de
Vaux[38] dan Józef
Milik,[39] meskipun secara
independen baik Eleazar Sukenik maupun
Butrus Sowmy dari Biara St. Markus telah mengaitkan naskah-naskah tersebut
dengan kaum Eseni sebelum diadakan penggalian di Qumran.[40] Teori Qumran–Eseni
menyatakan bahwa naskah-naskah tersebut ditulis oleh kaum Eseni, atau oleh
kelompok sektarian Yahudi lainnya, yang menetap di Khirbet Qumran. Mereka menyusun naskah-naskah ini dan
kemudian menyembunyikannya dalam gua-gua di dekat kediaman mereka selama Pemberontakan Yahudi,
pada suatu waktu antara tahun 66 dan 68 M. Situs Qumran itu kemudian
dihancurkan dan naskah-naskah tersebut tidak pernah ditemukan. Sejumlah argumen
digunakan untuk mendukung teori ini.
·
Ada kesamaan-kesamaan yang mencolok antara
gambaran suatu upacara inisiasi anggota baru dalam Aturan
Komunitas dan deskripsi upacara inisiasi kaum Eseni yang
disebutkan dalam karya Flavius Yosefus –seorang sejarawan Yahudi
Romawi dari Periode Bait Kedua.
·
Yosefus menyebut kaum Eseni saling berbagi
harta milik di antara anggota-anggota komunitas tersebut, seperti halnya Aturan
Komunitas.
·
Selama penggalian di Qumran ditemukan dua
tempat tinta dan elemen tempelan yang dianggap sebagai meja, sehingga menjadi
bukti bahwa beberapa tulisan dilakukan di sana. Tempat-tempat tinta lainnya
ditemukan juga di dekatnya. Roland de Vaux menyebut area ini "skriptorium" berdasarkan penemuan
tersebut.
·
Beberapa tempat mandi ritual Yahudi (bahasa
Ibrani: miqvah =
מקוה) ditemukan di Qumran, sehingga menjadi bukti adanya kehadiran kaum Yahudi
yang taat di situs tersebut.
·
Plinius yang Tua (seorang penulis geograf
setelah jatuhnya Yerusalem tahun 70 M) mendeskripsikan sekelompok Eseni yang
tinggal dalam suatu komunitas padang gurun di pantai barat laut dari Laut Mati
dekat reruntuhan kota Ein Gedi.
Qumran–Sektarian
Teori Qumran–Sektarian merupakan variasi
dari teori Qumran–Eseni. Pokok utama perbedaannya dari teori Qumran–Eseni
adalah keraguan untuk menghubungkan secara khusus Gulungan Naskah Laut Mati
dengan kaum Eseni. Sebagian besar pendukung teori Qumran–Sektarian memahami
bahwa sekelompok kaum Yahudi yang tinggal di atau dekat Qumran bertanggung
jawab atas Gulungan Naskah Laut Mati tersebut, tetapi belum tentu dapat
disimpulkan kalau kaum sektarian tersebut
adalah Eseni.
Teori asal usul dari Kristen
José O'Callaghan Martínez, seorang Yesuit Spanyol, berpendapat bahwa salah satu fragmen (7Q5)
merupakan bagian teks Perjanjian Baru dari Injil Markus, pasal 6, ayat 52–53.[41] Teori ini difalsifikasi pada tahun 2000 melalui analisis
paleografik dari fragmen tertentu.[42]
Dalam beberapa tahun terakhir, Robert Eisenman telah mengembangkan teori bahwa
beberapa gulungan naskah menggambarkan komunitas Kristen awal. Eisenman juga berpendapat bahwa
karier Yakobus sang Orang Benar dan Rasul Paulus sesuai dengan peristiwa-peristiwa
yang tercatat dalam beberapa dokumen ini.[43]
Teori asal usul dari Yerusalem
Beberapa akademisi berpendapat bahwa
gulungan-gulungan naskah tersebut merupakan buatan kaum Yahudi yang tinggal di Yerusalem, yang menyembunyikan gulungan-gulungan
tersebut dalam gua-gua dekat Qumran saat melarikan diri dari kejaran
orang-orang Romawi selama
kehancuran Yerusalem pada tahun 70 M. Karl Heinrich Rengstorf lebih dahulu
mengusulkan bahwa Naskah Laut Mati berasal dari perpustakaan Bait Suci Yahudi di
Yerusalem.[44] Di kemudian
hari Norman
Golb mengusulkan bahwa gulungan-gulungan tesebut berasal dari
beberapa perpustakaan di Yerusalem, dan belum tentu perpustakaan Bait Suci
Yerusalem.[10][45] Para pendukung
teori ini merujuk pada keragaman pemikiran dan tulisan tangan di antara
gulungan-gulungan tesebut sebagai bukti untuk menentang teori yang menyatakan
bahwa Qumran adalah daerah asal gulungan-gulungan tersebut. Beberapa arkeolog juga menerima teori mengenai asal usul
gulungan tersebut selain dari Qumran, termasuk Yizhar
Hirschfeld[46] dan baru-baru ini
Yizhak Magen dan Yuval Peleg,[47] yang mana semuanya
menganggap bahwa peninggalan Qumran tersebut berasal dari sebuah benteng Hashmonayim yang digunakan kembali selama
periode-periode selanjutnya.
Teori
Qumran–Saduki
Suatu variasi khusus dari teori
Qumran–Sektarian yang memiliki popularitas tinggi belakangan ini adalah
karya Lawrence
Schiffman, yang mengusulkan bahwa komunitas tersebut dipimpin
sekelompok imam Zadokit (Saduki).[48] Dokumen terpenting
yang digunakan untuk mendukung pandangan ini adalah "Miqsat Ma'ase
Ha-Torah" (4QMMT),
yang mana mengutip hukum-hukum kemurnian (misalnya perpindahan kenajisan) sama
dengan apa yang disebut dalam tulisan-tulisan para rabi kepada
orang-orang Saduki. 4QMMT juga memunculkan kembali suatu kalender festival yang
mengikuti prinsip-prinsip Saduki perihal penanggalan hari-hari festival
tertentu.
Publikasi
Para akademisi sedang merangkai dan meneliti fragmen-fragmen Naskah Laut
Mati dalam sebuah ruangan yang dikenal sebagai ruang "Scrollery"
dari Museum Arkeologi Palestina.
Kontroversi dan penerbitan fisik
Beberapa fragmen dan gulungan naskah
dipublikasikan lebih awal. Sebagian besar naskah berukuran panjang berupa
gulungan-gulungan yang lebih lengkap dipublikasikan segera setelah penemuannya.
Semua tulisan dari Gua 1 tampil di media cetak antara tahun 1950 dan 1956; yang
dari delapan gua lainnya dirilis tahun 1963; dan Gulungan Kitab Mazmur dari Gua
11 diterbitkan tahun 1965. Kemudian langsung dilanjutkan dengan terjemahan
naskah-naskah tersebut ke dalam bahasa Inggris.
Kontroversi
Penerbitan gulungan-gulungan tersebut
membutuhkan waktu beberapa dasawarsa, dan berbagai penundaan telah menjadi
sumber kontroversi akademik. Gulungan-gulungan tersebut berada dalam kendali
sekelompok kecil akademisi yang dipimpin oleh John
Strugnell, sedangkan sebagian besar akademisi tidak memiliki akses
atasnya dan bahkan atas foto-foto teks tersebut. Para akademisi seperti Hershel
Shanks, Norman
Golb, dan banyak lainnya berargumen selama puluhan tahun demi
penerbitan teks-teks tersebut agar tersedia bagi para peneliti. Kontroversi ini
berakhir tahun 1991, ketika Perhimpunan Arkeologi Biblika dapat menerbitkan
"Edisi Reproduksi dari Naskah Laut Mati", setelah suatu campur tangan
dari pemerintah Israel dan Otorita Antikuitas Israel (IAA).[49] Pada tahun
1991 Emanuel Tov ditunjuk
sebagai ketua Yayasan Naskah Laut Mati, dan disusul dengan penerbitan
gulungan-gulungan naskah tersebut pada tahun yang sama.
Deskripsi fisik
Sebagian besar gulungan-gulungan naskah
tersebut terdiri atas fragmen-fragmen yang kecil dan rapuh, yang mana banyak
kalangan menganggap penerbitannya terlalu lambat. Selama karya penerjemahan dan
perangkaian awal oleh para akademisi melalui Museum Rockefeller, dari tahun
1950-an sampai 1960-an, akses ke dokumen-dokumen yang belum dipublikasikan
hanya terbatas pada komite editorial.
Penemuan
di Gurun Yudea (1955–2009)
Isi dari gulungan-gulungan tersebut
diterbitkan dalam serial 40 jilid oleh Oxford University Press antara
tahun 1955 dan 2005, dan dikenal sebagai Discoveries
in the Judaean Desert ("Penemuan di Gurun Yudea").[50] Pada tahun 1952,
Dinas Antikuitas Yordania membentuk suatu tim akademisi untuk memulai
penelitian, perangkaian, dan penerjemahan gulungan-gulungan naskah tersebut
dengan maksud menerbitkannya.[51] Terbitan awalnya,
yang mana dirangkai oleh Dominique
Barthélemy dan Józef
Milik, diterbitkan dengan judul Qumran Cave 1 pada
tahun 1955.[50] Setelah
serangkaian penerbitan lainnya pada akhir 1980-an dan awal 1990-an, serta
dengan ditunjuknya Emanuel Tov (seorang
akademisi tekstual berkebangsaan Belanda Israel) sebagai pemimpin redaksi
Proyek Penerbitan Naskah Laut Mati pada tahun 1990, penerbitan
gulungan-gulungan tersebut menjadi lebih cepat. Tim pimpinan Tov berhasil
menerbitkan 5 jilid yang meliputi dokumen-dokumen dari Gua 4 pada tahun 1995.
Antara tahun 1990 dan 2009, Tov telah membantu tim tersebut menerbitkan 32
jilid. Volume XL, sebagai jilid akhir, diterbitkan pada tahun 2009.
Edisi Awal
dari Naskah Laut Mati yang Belum Diterbitkan (1991)
Pada tahun 1991, Ben Zion Wacholder
dan Martin
Abegg, para peneliti di Hebrew Union College di Cincinnati, Ohio, mengumumkan pembuatan sebuah program komputer yang menggunakan
gulungan-gulungan naskah yang telah diterbitkan sebelumnya untuk merekonstruksi
teks-teks yang belum diterbitkan.[52] Para pejabat Perpustakaan Huntington di San
Marino, California, yang dipimpin oleh Kepala Perpustakaan William
Andrew Moffett, mengumumkan bahwa mereka akan mengizinkan para
peneliti untuk memiliki akses tanpa batas pada set lengkap foto gulungan-gulungan
tersebut yang merupakan milik perpustakaan itu. Pada musim gugur tahun itu,
Wacholder menerbitkan 17 dokumen yang telah direkonstruksi pada tahun 1988 dari
sebuah konkordansi dan diterima oleh para akademisi di luar Tim Internasional;
pada bulan yang sama, berlangsung penerbitan suatu set lengkap reproduksi dari
materi-materi Gua 4 di Perpustakaan Huntington. Setelah itu para pejabat
Otorita Antikuitas Israel setuju untuk melepas pembatasan yang mereka lakukan
sejak lama atas penggunaan gulungan-gulungan tersebut.[53]
Edisi Reproduksi dari Naskah
Laut Mati (1991)
Setelah beberapa penundaan lebih
lanjut, William
John Cox selaku pengacara mewakili seorang "klien yang
dirahasiakan", yang menyediakan satu set lengkap foto-foto yang belum
dipublikasikan, dan dikontrak untuk penerbitan foto-foto tersebut. Robert Eisenman dan James M.
Robinson mengindeks foto-foto tersebut dan menulis sebuah
pengantar untuk A Facsimile Edition of the Dead Sea Scrolls (Edisi
Reproduksi dari Naskah Laut Mati) yang diterbitkan oleh Perhimpunan Arkeologi
Biblika pada tahun 1991.[54] Menyusul
penerbitan Edisi Reproduksi tersebut, Profesor Elisha
Qimron menggugat Hershel
Shanks, Eisenman, Robinson, dan Perhimpunan Arkeologi Biblika karena
pelanggaran hak cipta atas salah satu gulungan naskah tersebut, yaitu MMT, yang
mana merupakan hasil penguraiannya. Pengadilan Negeri Yerusalem memenangkan
gugatan Qimron pada bulan September 1993.[55] Pengadilan
tersebut mengeluarkan suatu perintah yang melarang publikasi teks yang telah
diuraikan itu, dan memerintahkan para terdakwa untuk membayar Qimron
sejumlah ILS 100.000
atas pelanggaran hak cipta dan hak atribusi. Para terdakwa mengajukan banding
ke Mahkamah Agung Israel, yang kemudian menyetujui keputusan pengadilan negeri
tersebut, pada bulan Agustus 2000. Mahkamah Agung selanjutnya memerintahkan
para terdakwa untuk menyerahkan semua salinan yang melanggar aturan itu kepada
Qimron.[56] Keputusan tersebut
menuai kritik internasional dari kalangan akademikus hukum hak cipta.[57][58][59][60][61]
Edisi
Reproduksi dari Facsimile Editions Limited (2007–2008)
Pada bulan November 2007 Yayasan Naskah
Laut Mati menugaskan suatu penerbit dari London, Facsimile Editions Limited, untuk memproduksi
suatu edisi reproduksi Gulungan Besar Kitab Yesaya (1QIsa), Aturan Komunitas (1QS),
dan Pesyer Habakuk (1QpHab).[62][63] Reproduksi
tersebut dihasilkan dari 1.948 foto, dan karenanya secara lebih tepat mewakili
kondisi gulungan Kitab Yesaya pada saat ditemukannya daripada kondisi
sebenarnya dari gulungan tersebut pada saat ini.[62]
Dari ketiga set reproduksi yang pertama,
satu dipamerkan di pameran Early Christianity and the Dead Sea Scrolls di Seoul, Korea Selatan, dan set kedua dibeli oleh Perpustakaan
Britania di London. 46 set berikutnya termasuk reproduksi tiga framen dari Gua
4 (saat ini terdapat dalam koleksi Museum Arkeologi Nasional di Amman, Yordania) Testimonia (4Q175), Pesyer
Yesayab (4Q162),
dan Qohelet (4Q109), diumumkan pada bulan Mei 2009. Edisi
tersebut terbatas hanya 49 set bernomor dari semua reproduksi ini baik pada
kertas perkamen yang disiapkan secara khusus ataupun perkamen sebenarnya. Set
reproduksi selengkapnya (tiga gulungan termasuk gulungan Kitab Yesaya dan tiga
fragmen Yordania) dapat dibeli dengan harga $ 60.000.[62]
Semua reproduksi tersebut sejak saat itu
dipamerkan di berbagai tempat, misalnya pada pameran Qumrân. Le secret
des manuscrits de la mer Morte di Bibliothèque Nationale, Paris (2010)[64] dan Verbum
Domini at the Vatikan, Roma (2012).[65]
Penerbitan digital
Olive Tree Bible Software (2000–2011)
Hampir semua teks dari gulungan naskah non
biblika telah direkam dan ditandai untuk keperluan morfologi oleh
Dr. Martin Abegg, Jr., seorang direktur Institut Naskah Laut Mati di Trinity Western University di British Columbia, Kanada.[66] Teks tersebut
tersedia pada perangkat genggam melalui aplikasi yang dibuat oleh Olive Tree Bible Software, pada Mac OS melalui emulator Accordance dengan
seperangkat referensi silang, dan pada Windows melalui aplikasi yang dibuat Logos
Bible Software dan BibleWorks.
Dead Sea
Scrolls Reader (2005)
Hampir keseluruhan teks non biblika dari
Naskah Laut Mati dirilis dalam media CD-ROM oleh penerbit E.J. Brill pada tahun 2005.[67] Publikasi yang
terdiri dari 6 jilid dengan total 2.400 halaman tersebut dirangkai oleh suatu
tim editorial yang dipimpin oleh Donald W.
Parry dan Emanuel Tov.[68] Berbeda dengan
terjemahan teks dalam penerbitan fisik, Penemuan di Gurun Yudea,
teks-teks tersebut diurutkan menurut genre yang mencakup hukum agama, teks
parabiblika, teks kebijaksanaan dan penanggalan, karya liturgi dan puisi.[67]
Makna biblika
Lihat pula: Kanon Alkitab dan Naskah Alkitab
Sebelum penemuan Gulungan-gulungan Naskah
Laut Mati, naskah-naskah Alkitab tertua dalam bahasa Ibrani adalah Teks Masoret yang berasal dari abad ke-10 M,
misalnya Kodeks Aleppo.[69] Saat ini
naskah-naskah tertua yang diketahui dari Teks Masoret berasal dari
sekitar abad ke-9. Naskah-naskah biblika yang ditemukan di
antara berbagai Gulungan Naskah Laut Mati mendorong waktu tersebut kembali
seribu tahun, yaitu abad ke-2 SM.[70] Naskah-naskah
berbahasa Ibrani yang mengandung fragmen-fragmen dari Alkitab Yahudi ini seharusnya tidak
dicampuradukkan dengan kodeks Alkitab Kristen berbahasa Yunani, yang mana meliputi kitab-kitab Perjanjian Baru dan naskah paling awalnya
adalah Kodeks Vaticanus Graecus
1209 dan Kodeks Sinaiticus (keduanya berasal dari abad
ke-4 M).
Menurut The Oxford Companion to
Archaeology:
Naskah-naskah biblika dari Qumran, yang
meliputi setidaknya fragmen-fragmen dari setiap kitab Perjanjian Lama, kecuali mungkin Kitab Ester, memberikan persilangan tradisi
kitab suci yang jauh lebih tua daripada yang tersedia bagi para akademisi
sebelumnya. Meskipun beberapa naskah biblika Qumran hampir sama dengan teks
Ibrani Masoretik, atau tradisional, dari Perjanjian Lama, beberapa naskah dari
kitab-kitab Keluaran dan Samuel yang ditemukan di Gua 4 menunjukkan perbedaan
yang dramatis baik dalam hal bahasa maupun konten. Dalam rentang varian
tekstualnya yang menakjubkan, temuan-temuan biblika Qumran telah mendorong para
akademisi untuk mempertimbangkan kembali teori-teori yang dahulu diterima
mengenai perkembangan teks biblika modern dari hanya 3 kelompok naskah: dari
teks Masoretik, dari sumber asli bahasa Ibrani Septuaginta asli Ibrani, dan dari Pentateukh Samaria.
Hal ini sekarang menjadi semakin jelas bahwa kitab suci Perjanjian Lama dulunya
sangat tidak pasti sampai kanonisasinya sekitar
tahun 100 M.[71]
Kitab-kitab biblika yang ditemukan
Ada 225 teks biblika yang tercakup dalam
dokumen-dokumen Naskah Laut Mati, atau sekitar 22% dari keseluruhan, dan
menjadi 235 teks dengan menyertakan kitab-kitab deuterokanonika.[72][73] Gulungan-gulungan
Naskah Laut Mati mencakup semua kitab-kitab Tanakh (selain Kitab Ester) dari Alkitab Ibrani dan protokanon Perjanjian Lama; termasuk juga 4 kitab
deuterokanonika yang terdapat dalam Alkitab Katolik dan Ortodoks
Timur: Tobit, Ben Sira, Barukh 6 (juga dikenal sebagai Surat Nabi Yeremia),
dan Mazmur 151.[72] Kitab Ester masih
belum ditemukan dan para akademisi percaya bahwa Ester dihilangkan karena,
sebagai seorang Yahudi, pernikahannya dengan seorang raja Persia mungkin
dipandang rendah oleh para penghuni Qumran, atau karena kitab ini menuliskan
festival Purim yang mana tidak termasuk dalam kalender
Qumran.[74] Di bawah ini
adalah daftar kitab-kitab, beserta deuterokanonika, dari Alkitab yang paling
banyak direpresentasikan yang ditemukan di antara gulungan-gulungan Naskah Laut
Mati, termasuk jumlah teks Laut Mati yang dapat diterjemahkan dan mewakili
suatu salinan kitab suci dari setiap kitab biblika:[75][76]
sembunyiKitab |
Jumlah temuan |
39 |
|
33 |
|
25 |
|
24 |
|
22 |
|
21 |
|
18 |
|
17 |
|
11 |
|
8 |
|
6 |
|
6 |
|
6 |
|
5[78] |
|
4 |
|
4 |
|
4[79] |
|
4 |
|
4 |
|
4 |
|
3 |
|
2 |
|
2 |
Kitab-kitab
non biblika
Sebagian besar teks yang ditemukan pada
gulungan Naskah Laut Mati bersifat non biblika dan dianggap tidak penting bagi
pemahaman komposisi atau kanonisasi kitab-kitab biblika (Alkitab), namun timbul
suatu konsensus yang berbeda yang mana memandang banyak di antara karya-karya
ini dikumpulkan oleh komunitas Eseni —bukannya
ditulis atau disusun oleh mereka.[80] Para akademisi
sekarang mengakui bahwa beberapa karya ini dibuat sebelum periode Eseni, ketika
beberapa kitab biblika tersebut masih dalam tahap penulisan atau disusun ke
dalam bentuk akhirnya.[80]
Kepemilikan
Kepemilikan
awal
Iklan di Wall Street Journal pada
tanggal 1 Juni 1954 mengenai empat gulungan Naskah Laut Mati.
Kesepakatan dengan kaum Badawi telah menyebabkan gulungan-gulungan
Naskah Laut Mati berpindah tangan ke pihak ketiga hingga suatu transaksi
penjualan yang menguntungkan berhasil dinegosiasikan. Pihak ketiga itu, yaitu
George Isha'ya, adalah seorang umat Gereja Ortodoks Suriah,
yang mana kemudian segera menghubungi Biara St. Markus dengan harapan mendapat
penilaian harga untuk teks-teks tersebut. Berita tentang penemuan ini lalu
diketahui oleh Metropolit Athanasius
Yeshue Samuel, yang lebih dikenal dengan panggilan Mar
Samuel. Setelah meneliti gulungan-gulungan tersebut dan menduga
keantikannya, Mar Samuel menyatakan berminat untuk membelinya. Keempat gulungan
naskah tersebut lalu berpindah ke tangannya, yaitu: yang sekarang terkenal
dengan sebutan Gulungan Kitab Yesaya (1QIs-a|1QIsaa), Aturan
Komunitas, the Pesyer Habakuk (suatu penafsiran atas Kitab Habakuk), dan Apokrifon Kejadian.
Di pasar barang antik segera bermunculan lebih banyak lagi gulungan naskah;
Profesor Eleazer Sukenik dan
Profesor Benjamin Mazar,
para arkeolog Israel di Universitas Ibrani, segera memiliki tiga darinya: Aturan Peperangan, Himne Pengucapan Syukur, dan gulungan Kitab
Yesaya lainnya (1QIsab) yang lebih terfragmentasi.
Pada 1 Juni 1954, sebuah iklan di Wall Street Journal mengumumkan
penjualan empat gulungan Naskah Laut Mati.[81] Lalu tanggal 1
Juli 1954, gulungan-gulungan tersebut, setelah berbagai negosiasi yang lancar
dan didampingi oleh tiga orang termasuk sang Metropolit, tiba di Hotel Waldorf Astoria di Kota New York. Pembelinya adalah Profesor Mazar
dan Yigael Yadin,
putra Profesor Sukenik, dengan harga $ 250.000,
yaitu setara dengan sekitar $ 2,14 juta pada tahun 2012, dan membawanya ke
Yerusalem.[82]
Kepemilikan saat ini
Hampir semua koleksi Naskah Laut Mati saat
ini berada di bawah kepemilikan pemerintah negara Israel, dan ditempatkan di dalam Shrine of the Book di
lapangan Museum Israel.
Kepemilikan ini dipertentangkan baik oleh otoritas Palestina maupun Yordania.
Daftar kepemilikan yang diketahui atas
fragmen-fragmen Naskah Laut Mati:
Pemilik yang
Mengklaim |
Tahun Perolehan |
Jumlah
Fragmen/Gulungan yang Dimiliki |
2009 |
5 |
|
1956 |
1 |
|
2009; 2010; 2012 |
8 |
|
Museum
Rockefeller – Pemerintah Israel[86][87] |
1967 |
> 15.000 |
Schøyen Collection dimiliki
oleh Martin Schøyen[88] |
1980; 1994; 1995 |
60 |
Museum
Yordania – Pemerintah Yordania[89] |
1947–1956 |
> 25 |
Lihat pula
Catatan
1. ^ Istilah "Naskah
Laut Mati" atau "Gulungan Naskah Laut Mati" digunakan baik dalam
arti yang lebih sempit, hanya mengacu pada temuan dari Gua-gua Qumran; atau digunakan untuk mencakup
sejumlah besar situs dari seluruh Gurun Yudea, tidak ada yang letaknya terlalu
jauh dari Laut Mati, yang mana termasuk fragmen-fragmen naskah dari rentang
yang lebih luas dari periode sejarah.[1] Ada ribuan fragmen tulisan yang telah
ditemukan, sisa-sisa naskah yang lebih besar telah rusak akibat penyebab alami
atau campur tangan manusia, dengan sebagian besarnya hanya menyimpan potongan
kecil teks. Namun ada sejumlah kecil yang terlestarikan dengan baik, berupa
naskah yang nyaris utuh —tidak sampai selusin dari keseluruhan naskah yang
ditemukan di Gua-gua Qumran.[1][2]
2. ^ 10 gulungan naskah berisikan
fragmen-fragmen dari keduabelas "Nabi-nabi Kecil" ditemukan di Gua 4,
meskipun tidak ada fragmen yang berisikan lebih dari tiga nabi.[77]